Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi-fisiologi dan dapat
timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup
lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan,
status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang
semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Tahun 2019,
jumlah lansia Indonesia diproyeksikan akan meningkat menjadi 27,5 juta
atau 10,3%, dan 57,0 juta jiwa atau 17,9% pada tahun 2045 (BPS,
Bappenas, UNFPA, 2018). Berdasarkan data Survey Penduduk antar
Sensus (Supas) 2015, Jumlah lanjut usia Indonesia sebanyak 21,7 juta atau
8,5%. Keluhan Kesehatan Jika dilihat dari tahun 2005, 2007, dan 2009,
ternyata keluhan kesehatan yang dirasakan oleh lansia mengalami
peningkatan dari 48,9%, 54,3%, menjadi 54,5%.
Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara
masuk dan keluar dari paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan
karbondiaoksida. Sistem pernafasan atas meliputi hidung, rongga hidung,
sinus-sinus, dan faring. Sistem pernafasan bawah meliputi trakhea,
bronkus-bronkus, dan paru.
Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang
membatasi/rib cage (sebagai “dinding”) dan diafragma (sebagai “lantai”).
Mediastinum membagi dua rongga pleura. Tiap paru terletak di dalam satu
rongga pleura, yang dilapisi dengan membran serosa disebut pleura. Pleura
parietal menutupi permukaan dalam dinding thoraks dan meluas hingga
diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis menutupi permukaan luar
paru dan meluas hingga fisura antara lobus. Membran pleura mensekresi
cairan pleura dalam jumlah sedikit, yang menciptakan kelembaban dan
mantel licin untuk lubrikasi saat bernafas. Paru terbagi atas beberapa lobus
yang terpisah dengan jelas. Paru kanan terdiri dari tiga lobus : lobus

1
superior, media dan inferior. Paru kiri hanya memiliki dua lobus: lobus
superior, dan inferior. Dasar setiap paru terletak di atas permukaan
diafragma.
Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi
yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. COPD (penyakit
paru-paru yang mengakibatkan penderitanya sulit bernapas) menduduki 4
penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat berdasarkan laporan
NICE Guideline, Multimorbidity: Clinical Assessment and Management
2019, Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi
masalah besar di dunia khususnya Indonesia.
Adapun peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah
ataupun menangani gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan lansia
adalah memberikan pendidikan kesehatan pada lansia untuk mencegah
terjadinya gangguan yang lebih kronis dan memberikan tindakan
keperawatan sesuai wewenang kita sebagai seorang perawat sesuai
indikasi yang diderita oleh lansia (Geffen, 2006).

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mengetahui bagaimana konsep teori serta asuhan
keperawatan yang tepat untuk lansia dengan gangguan sistem
pernafasan.
2. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui konsep lansia
b. Untuk mengetahui perubahan anatomi dan fisiologi sistem
respirasi pada lansia
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan sistem respirasi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Lansia


1. Pengertian
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia

apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan

Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia

lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan

Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun.

2. Batasan Lansia
Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari

pendapat berbagai ahli :

a. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal

1 ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 tahun keatas”

b. Menurut WHO (Kushariyadi, 2010) :

1) Usia pertengahan : 45-59 tahun

2) Lanjut usia : 60 – 74 tahun

3) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun

4) Usia sangat tua : diatas 90 tahun

3
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe lansia tergantung dari karakter, pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi
(Nugroho, 2008). Tipe tersebut antara lain :
1) Tipe arif bijaksana kaya dengan hikmah, pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan
2) Tipe mandiri mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan
3) Tipe tidak puas konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit
dilayani, pengkritik dan banyak menuntut
4) Tipe pasrah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja
5) Tipe bingung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, menyesal, pasif, dan acuh yak acuh
4. Proses penuaan
Penuaan merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari oleh
setiap manusia. Walaupun proses penuaan merupakan suatu proses
yang normal, akan tetapi keadaan ini lebih menjadi beban. Hal ini
secara keseluruhan tidak dapat dipungkiri oleh beberapa orang yang
lebih merasa menderita karena pengaruh penuaan. Proses penuaan
mempunyai konsekuensi terhadap aspek biologis, psikologis dan sosial
(Watson, 2003).
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut
a. Penurunan Kondisi Fisik
1) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam
tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran
lebuh besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan

4
terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah dan
hati beekurang.
2) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia
akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca
indra. Pada indra pendengaran akan terjadi gangguan
pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran
pada telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti
kekeruhan pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan
menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi
seperti respon terhadap nyeri menurun dan kelenjar keringat
berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti
menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga kemampuan
membau juga berkurang.
3) Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya
selara makan, seringnya terjadi konstipasi, menurunya
produksi air liur (Saliva) dan gerak peristaltic usus juga
menurun.
4) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami
pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun.
5) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan
cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek,
persendian kaku dan tendon mengerut.
6) Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami
pompa darah yang menurun , ukuran jantung secara
kesuruhan menurun dengan tidaknya penyakit klinis, denyut
jantung menurun , katup jantung pada lansia akan lebih tebal
dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik
meningkat pada lansia kerana hilangnya distensibility arteri.
Tekanan darah diastolic tetap sama atau meningkat

5
b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia
sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes
millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi,
kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu
makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti
antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Factor psikologis yang menyertai lansia menurut Nugroho, 2008
adalah :
1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual
pada lansia.
2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
4) Pasangan hidup telah meninggal.
5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan
sebagainya.

c. Perubahan intelektual

Akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada

kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ)

yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia akan

mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal, pemecehan

masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah seseorang.

Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan , karena penurunan

kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk

6
menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga

kemampuan untuk mengingat pada lansia juga menurun.

d. Perubahan keagamaan

Pada umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan

keagamaannya, hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia

yang akan meninggalkan kehidupan dunia.

6. Tugas perkembangan pada lanjut usia

Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada periode

tertentu dalam keidupan suatu individu. Ada beberapa tahapan

perkembangan yang terjadi pada lansia, yaitu

a. Penyesuaikan diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik.

b. Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya pendapatan.

c. Penyesuaaian diri kepada kematian pasangan dan orang terdekat

lainnya.

d. Pembantukan gabungan (pergelompokan) yang sesuai denganya.

e. Pemenuhan kewajiban social dan kewarganegaraan.

f. Pembentukan kepuasan pengaturan dalam kehidupan.

2. Konsep Penyakit
1. Pengertian sistem pernafasan
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari
luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar

7
dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebutkan ekspirasi.
Sistem respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen
untuk kelangsungan metabolism sel-sel tubuh dan pertukaran gas.
Melalui peran sisitem respirasi oksigen di ambil dari atmosfir, di
transport masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen
dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan di difusi
masuk kapiler darah untuk di manfaarkan oleh sel dalam proses
metabolisme.

2. Perubahan anatomi fisiologi sistem pernapasan pada lansia


Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang
mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi
tel, jaringan atau organ yang bersangkutan. Yang mengalami perubahan
adalah
a. Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang -
tulang rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan
ukuran dada. Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume rongga
dada mengecil.
b. Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi.
c. Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis
bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-
cincin tulang rawan bronkus mengalami perkapuran.
d. Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan
alveolus membesar secara progresip, terjadi emfisema senilis.
Struktur kolagen dan elastin dinding saluran nafas perifer kualitasnya
mengurang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim pam
mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada usia
lanjut dapat karena menurunnya tegangan perrnukaan akibat
pengurangan daerah permukaan alveolus.

8
3. Perubahan-perubahan fisiologis sistem pernafasan
Perubahan fisiologis (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi
antara lain :
a. Gerak pernafasan: adanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun
volume rongga dada akan merubah mekanika pernafasan,
amplitudo pernafasan menjadi dangkal, timbul keluhan sesak nafas.
Kelemahan otot pernafasan menimbulkan penurunan kekuatan
gerak nafas, lebih-Iebih apabila terdapat deformitas rangka dada
akibat penuaan.
b. Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan
menimbulkan penumpukan Warn dalam alveolus (air trapping)
ataupun gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-
cabang bronkus.
c. Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena
beberapa faktor: (1) kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan
parenkim parts menurun, (3) resintensi saluran nafas (menurun
sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi
pengurangan ventilasi paru.
d. Gangguan transport gas.
Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang
penyebabnya terutama disebabkan (adanya ketidakseimbangan ventilasi -
perfusi (Mangunegoro, 1992). Selain itu diketahui bahwa pengambilan
02 oleh darah dari alveoli (difusi) dan transport 02 ke jaringan-jaringan
berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olah raga.
Penurunan pengambilan 02 maksimal disebabkan antara lain
karena : (1) berbagai perubahan pada jaringan paru yang
menghambat difusi gas, dan (2) karena berkurangnya aliran darah
ke paru akibat turunnya curah jantung.
e. Gangguan perubahan ventilasi pain.
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat
adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor

9
sentral ataupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan
pons terhadap rangsangan berupa penurunan Pa02, peninggian
PaCO2, perubahan pH darah arteri dan sebagainya.

4. Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru


Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat
beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru (Martono. 1999)
Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
a. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan
saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami
obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya
tergantung pada beratnya penyakit paru tad. Pada tingkat lanjut
dapat terjadi obstruksi yang iereversibel, timbul penyakit paru
obstruktif menahun (PPOM).
b. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang.
Pala obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher,
dada dan (finding perut, akan dapat mengganggu compliance dinding
dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan
gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe
restriktif.
c. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat
otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume
paru akan "relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot
pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi
paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas (paru),
misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya
(Mangunegoro, 1992). Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan
menjalankan olah raga secara intensif

10
d. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari
pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan
pengaruh faal paru adalah : (1) pembedahan toraks (jantung dan
paru); (2) pembedahan abdomen bagian atas; dan (3) anestesi atau
jenis obat anestesi tertentu. Peruhahan fungsi paru yang timbul,
meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta
perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru
pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi paru: atelektasis,
infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena
timbulnya gagal nafas.

5. Patogenesis penyakit paru pada usia lanjut


Mekanisme timbulnya penyakit yang menyertai usia lanjut dapat
dijelaskan atau dapat dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi
pada usia lanjut. Perubahan-perubahan tersebut. adalah :
a. Perubahan anatomis - fisiologis
Dengan adanya perubahan anatomis – fisiologis sistem pernafasan
ditambah adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya
beberapa macam penyakit paru: bronkitis kronis, emfisema paru,
PPOM, TB paru, kanker paru dan sebagainya.
b. Perubahan daya tahan tubuh
Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena
lemahnya fungsi limfosit B dan T, sehingga penderita rentan
terhadap kuman-kuman pathogen virus, protozoa, bakteri atau
jamur.
c. Perubahan metabolik tubuh
Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan
paru dapat ikut mengalami peruban penyebab tersering adalah
penyakit-penyakit metabolik yang bersifat sistemik: diabetes mellitus,
uremia, artritis rematoid dan sebagainya. Fakator usia peranannya

11
tidak jelas, tetapi lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai
andil untuk timbulnya kelainan paru tadi.
d. Perubahan respons terhadap obat
Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-ohat
tertentu akan nemnemberikansan respons atau perubahan pada
paru dan saluran nafas, yang mungkin perubahan-perubahan tadi
tidak terjadi pada usia muda. Contoh, yaitu penyakit paru akibat
idiosinkrasi terhadap obat yang sering digunakan dalam
pengobatan penyakit yang sedang dideritanya yang mana proses
tadi jarang terjadi pada usia muda.
e. Perubahan degenerative
Perubahan degeneratif merupakan perubahan yang tidak dapat
dielakkaan terjadinya pada individu-individu yang mengalami proses
penuaan. Penyakit paru yang timbul akibat proses (perubahan)
degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis kronis, emfisema paru,
penyakit paru obstruktif menahun, karsinoma paru yang
terjadinya pada usia lanjut dan sebagainya.
f. Perubahan atau kejadian lainnya
Ada pengaruh-pengaruh lain yang terjadi sebelum atau selama
usia lanjut yang dapat mempengaruhi dirinya sehingga dapat
memudahkan penyakit paru tertentu pada usia lanjut, misalnya :
 Kebiasaan merokok masa lalu dan sekarang
Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan
perubahan- perubahan struktur pada saluran nafas, juga dapat
menurunkan fungsi sistem pertahanan tubuh yang diperankan
oleh paru dan saluran nafas, sehingga memudahkan timbulnya
infeksi pada paru dan saluran nafas. Merokok selain dapat
memberikan perubahan- perubahan pada saluran nafas, dapat
pula memudahkan timbulnya keganasan paru, PPOM,
bronkitis kronis dan sebagainya.
 Pengaruh atau akibat kekurangan gizi

12
Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahan
tubuh, terutama respons imun seluler. Ini merupakan
konsekuensi lanjut atas terjadinya involusi kelenjar timus
pada usia lanjut. Proses involusi kelenjar timus
menyebabkan jumlah hormon timus yang beredar dalam
peredaran darah menurun, berakibat proses pemasakan limfosit
T berkurang dan limfosit T yang beredar dalam peredaran darah
juga berkurang. Imunitas humoral pada usia lanjut juga terdapat
perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian kadar
autoantibodi. IgA dan IgG terdapat peningkatan, sedangkan
IgM mengalami penurunan.

6. Gangguan-gangguan pada sistem pernafasan lansia


a. Pneumonia
1) Pengertian
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan
gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia memiliki
tanda klasik berupa demam, batuk, sesak. Tetapi pada usia
lanjut usia, gejalanya menjadi atipikal, yaitu suhu normal,
takada batuk, status mental terganggu, nafsu makan menurun,
aktivitas berkurang. Pemeriksaan fisik didapatkan ronki,
bronkofoni, suara napas menurun. Leukosit naik, dan pada
rontgen thoraks terlihat infiltrat (Lukman, 2009).
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan
usia yang mempengaruhi kapasitasdan fungsi paru meliputi:
a) Peningkatan diameter anteroposterior dada
b) Kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta

13
c) Penurunan efisiensi otot pernapasanPeningkatan rigiditas
paru
d) Penurunan luas permukaan alveoli.
2) Etiologi
a) Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram positif seperti streptococcus pnemonia,
S. Aureus dan S. Pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, klabsiella pneumonia dan
P. Aeruginosa.
b) Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui
transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini di
kenal sebagai penyebab utama pnemonia virus.
c) Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis
menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung
spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung,
tanah serta kompos.
d) Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis sarini pneumonia
(CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami
imunosupresi.
3) Manifestasi klinis
a) Kesulitan dan sakit pada saat bernapas
b) Nyeri pleurutik, nafas dangkal dan mendengkur, takipnea
c) Bunyi napas diatas area yang mengalami konsulidasi
d) Mengecil, kemudian menjadi hilang, krekels, ronkhi,
egofoni
e) Gerakan dada tidak simetris
f) Menggigil dan demam 38,8-41,10C, delirium

14
g) Batuk kental, produktif
h) Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan/berkarat.
4) Pemeriksaan penunjang
a) Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat, emfiema
(staphyococcus), infiltrat menyebar atau terlokalisasi
(bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul
(virus). Pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin
bersih
b) GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada
luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil
dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi
fiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab.
d) JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih
rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun
memungkinkan berkembangnya pnemonia bakterial.
e) Pemeriksaan serologi: titer virus atau legionella,
aglutinin dingin.
5) Penatalaksanaan
a) Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan
petunjuk penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur
sputum dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi).
Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral,
sedangkan bila berat deberikan secara parenteral.
Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses
penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan
antibiotik tertentu perlu penyusaian dosis.

15
b) Pengobatan umum
c) Terapi oksigen
d) Hidrasi, bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat
dehidrasi dilakukan secara parenteral
e) Fisioterapi
f) Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu
diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik,
kelemahan dan dekubitus.
b. TB paru
1) Pengertian
Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
basilmikobakterium tuberkulosa tipe humanus (jarang oleh
tipe M. Bovinus). TB Paru merupakan penyakit infeksi
penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium
tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui
saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah
infeksi primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar
getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks
(ranke). Tb paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat
bervariasi (harrison, 2002).
2) Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium teberculosa.
Sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat bertahan-tahan dalam lemari
es).

16
3) Tanda dan gejala
a) Berkeringat
b) Batuk disetai dahak lebih dari 3 minggu
c) Sesak napas dan nyeri dada
d) Badan lemah, kurang enak badan pada malam hari
walau tanpa kegiatan
e) Berat badan menurun (penyakit infeksi TB paru dan
ekstra paru, misnadiary).
4) Pemeriksaan diagnostik
a) Kultur sputum adalah mikobakterium tuberkolosis
positif pada tahap akhir penyakit
b) Tes tuberkalin adalah mantolix test reaksi positif (area
indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam)
c) Foto toraks adalah infiltrasi lesi awal pada area paru
atas: pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak
seperti awan dengan batas tidak jelas: pada aktivitas
bayangan, berupa cincin: pada klasifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi
d) Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus
atau kerusakan paru karen Tb paru
e) Darah adalah peningkatan leukosit dan laju endapan
darah (LED)
f) Spirometriadalah penurunan fungsi paru dengan
kapasitas vital menurun.
5) Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkolosis terbagi menjadi 2 fase
yaitu: fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah rifampisin, INH,
pirasinamid, streptomisin dan etambutol. Sedangkan jenis

17
obat tambahan adalah kanamisin, kulnolon, makvolide, dan
amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat
rifampisin/INH.
c. Asma
1) Pengertian
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang
ditandai oleh spasme otot polos bronkiolus.
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan
oleh penyempitan yang intermiten pada saluran napas di
banyak tingkat mengakibatkan terhalangnya aliran udara.
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas
yang mengakibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit
ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat,
obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan (mengi atau
sesak).
Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang
menyebabkan penyempitan intermiten pada saluran
pernafasan.
2) Etiologi
Secara etiologis asma dibagi dalam 3 tipe :
a) Asma tipe non atopik (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak adanya hubungan
dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-
sifatnya adalah :
(1) Serangan timbul setelah dewasa.
(2) Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.
(3) Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan.
(4) Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.
(5) Rangsangan / stimuli psikis mempunyai peran untuk
menimbulkan serangan reaksi asma.

18
(6) Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang
non spesifik merupakan keadaan yang peka bagi
penderita.
b) Asma tipe atopik (ekstrinsik)
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya
dengan paparan (exposure) terhadap alergen yang
spesifik. Kepekaan ini biasaanya ditimbulkan dengan uji
kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe ini mempunyai
sifat-sifat :
(1) Timbul sejak kanak-kanak
(2) Pada famili ada yang mengidap asma
(3) Ada eksim waktu bayi
(4) Sering menderita rinitis
(5) Di Inggris penyebabnya house dust mite, di USA
tepung sari bunga rumput
c) Asma Campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat oleh faktor-
faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
3) Tanda dan Gejala
a) Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa
stetoskop
b) Batuk produktif, sering pada malam hari
c) Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang
4) Pemeriksaan diagnostic
a) Pemeriksaan test kulit → untuk menunjukkan adanya
alergi dan adanya antibodi kadar Ig E yang spesifik dalam
tubuh.
b) Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E serum → untuk
menyokong adanya penyakit atopi
c) Pemeriksaan analisa gas darah → dilakukan dengan
pasien asma berat

19
d) Pemeriksaan eosinofil damal darah → jumlah eosinofil
total dalam darah sering meningkat
e) Pemeriksaan sputum → untuk menilai adanya misellium
aspergius fumigatus
f) Radiologi → dilakukan apabila dan kecurigaan terhadap
proses patologik dipar
5) Penatalaksanaan
a) Pegobatan Medika Mentosa
(1) Waktu serangan
 Bronkodilator
 Korkhosteroid
 Ekspektoransia
 Antihistamin
 Antibiotika
(2) Diluar serangan
 disodium chomoglycate (DSCG)
 ketotijen
b) Pengobatan non Medika Mentosa
(1) Waktu serangan
 Pemberian O2
 Pastural drainase
 Pemberian cairan
 Menghindari paparan alergen
(2) Diluar serangan
 Pendidikan
 Immunoteraphy/desensitasi
 Pelayanan / kontrol emosi
6) Tujuan pelaksanaan terapi asma
a) Menyembuhkan dan menendalikan gejala asma
b) Mencegah kekambuhan

20
c) Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankan
d) Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal
e) Menghindari efek samping obat asma
f) Mencegah obstruksif jalan nafas yang irreversible

Terapi awal :
a) O2 4-6 liter/menit
b) Agonis B2
c) Amnofium bolus IV 5 – 6 mg
d) Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg IV

Terapi asmak kronik


a) Asma ringan : agnosis B2 inhalasi
b) Asma sedang : anti inflamsi / hr dan agonis B2 inhalasi
bila perlu
c) asmaAberat : steroid inhalasi / hr B2 long acting,
steroid sedang sehari/dosis tunggal harian dan agnosis
B2 inhalasi sesuai kebutuhan

Respon terapi awal baik didapatkan keadaan :


a) Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan
b) Pemeriksaan fisik normal
c) Arus puncak ekspirasi > 70 %
d. Bromkiektasis
1) Pengertian
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang
terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap
disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding
bronkus.
Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih
lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis

21
berulang dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa (
mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan
obstruksi.
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari
salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar.
2) Etiologi
a) Infeksi
b) Kelainan heriditer atau kelainan konginetal
c) Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
d) Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai
komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular
lainnya semasa kanak-kanak.
3) Tanda dan Gejala
a) Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama
pada pagi hari,setelah tiduran dan berbaring.
b) Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2
minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis
ringan )
c) Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak
kurang lebih 200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada
nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura,
dan lemah badan kadang-kadang sesak nafas dan sianosis,
sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.
d) Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
4) Pemeriksaan diagnostic
a) Pemerisaan Laboratorium.
(1) Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna
sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat,
dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak
leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat

22
menghasilkan flora normal dari nasofaring,
streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza,
stapilokokus aereus,klebsiela, aerobakter,proteus,
pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum
berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman
anaerob.
(2) Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang
ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya
supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya
infeksi yang menahun.
(3) Pemeriksaan urina
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan
adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan
oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum
biasanya dalam batas normal Kadan bisa meningkat
atau menurun.
(4) Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus
lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau
tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus
ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada
kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi
paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya
disertai insufisiensi pernafasan yang dapat
mengakibatkan :
 Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
 Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
 Hipoksemia
 Hiperkapnia

23
(5) Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor
predisposisi dilakukan pemerisaan :
 Pemeriksaan imunologi
 Pemeriksaan spermatozoa
 Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal
berulang).
b) Pemeriksaan Radiologi.
(1) Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar
dan batas-batas corakan menjadi kabur,
mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang
tawon serta gambaran kistik dan batas-batas
permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus
paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil
kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen
lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
(2) Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada
indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang
akan dioperasi yaitu pendereita dengan pneumoni yang
terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak
menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat
pengobatan konservatif atau penderita dengan
hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah
pemberian antibiotik dan postural drainage yang
adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.
5) Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan
mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :

24
a) Pemberian antibiotik dengan spekrum luas (
Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7
hari pemberian
b) Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan
serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara
maksimal

Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator


untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage
sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah
sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab
serta nebulizer untuk melembabkan sekret.

e. Efusi pleura
1) Pengertian
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang
pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya
terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat
berupa darah atau pus.
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang
pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal,
proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi.
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi
penimbunan cairan dalam rongga pleura.
2) Etiologi
a) Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit

25
ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium)
dan sindroma vena kava superior.
b) Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang
(tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses
amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena
tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di
Indonesia 80% karena tuberculosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses


penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan
infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
a) Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b) Penurunan tekanan osmotic koloid darah
c) Peningkatan tekanan negative intrapleural
d) Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
3) Tanda dan gejala
a) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit
karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit
hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
b) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas
tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
c) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi
jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian
yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati

26
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi
redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga
Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah
ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi
pleura.
4) Pemeriksaan diagnostic
a) Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan
didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih
300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
b) Ultrasonografi
c) Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui
kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis.
Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior,
pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau
kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa
transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
d) Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan
gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah
merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase,
laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan pH.
e) Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
5) Penatalaksanaan
a) Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab
dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan

27
untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co;
gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
b) Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk
mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk
menghilangkan disneu.
c) Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali
dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang
mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi
dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang
dihubungkan ke system drainase water-seal atau
pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan
pengembangan paru.
d) Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin
dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi
ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
e) Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk
radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

7. Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan system


pernafasan

Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM pada


lansia dikarenakan penyakit ini sangat menonjol (berdasarkan buku
Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri hal 39 tahun
2000)

a. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang
didasarkan pada kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan
antara skala 1 sampai 10. Dan juga mengidentifikasi faktor sosial

28
dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung terjadinya
gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul
antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi
lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan
kesimetrisan dada, Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi
tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga warna, jumlah,
kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan perkusi pada dada
diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan gerakan
Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma.
Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir
seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik
nafas dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A,
2000).
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan
sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas
dari proses penyakit :
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan
sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan
pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk
mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
3. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama
inspirasi?

29
4. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan
selama pernapasan?
5. Apakah tampak sianosis?
6. Apakah vena leher pasien tampak membesar?
7. Apakah pasien mengalami edema perifer?
8. Apakah pasien batuk?
9. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
10. Bagaimana status sensorium pasien?
11. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :

1. Aktifitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan
aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan
darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan
karena distress pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot
bantu pernafasan.

30
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor
lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido dan gairah seksual
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung,
keterbatasan mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).

Pengkajian Status Fungsional (Indeks Katz)

Skor Kriteria

Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB/BAK),


A
berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi

B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari


fungsi tersebut

C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan


satu fungsi
Tambahan

D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,


berpakaian dan satu fungsi tambahan

E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,


berpakaian, ke
kamar kecil dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,


berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada enam fungsi

Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat


lain diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

31
Pengkajian Status Kognitif
(Short Portable Mental Status Questionaire)

Benar Salah No Pertanyaan

01 Tanggal berapa hari ini ?

02 Hari apa sekarang ?

03 Apa nama tempat ini?

04 Dimana alamat anda?

05 Berapa umur anda ?

06 Kapan anda lahir ? (Minimal tahun)

07 Siapa presiden Indonesia sekarang ?

08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?

09 Siapa nama Ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap


angka baru

Pengkajian Status Kognitif (Mini Mental State Examination)

Nilai Maks Pasien Pertanyaan

Orientasi

5 Tahun, musim, tgl, hari, bulan, apa sekarang?


Dimana kita (negara bagian, wilayah, kota ) di
RS mana ? Ruang apa?

32
Registrasi

3 Nama 3 obyek (1 detik untuk mengatakan


masing-masing) tanyakan pada lansia ke 3
obyek setelah anda katakan.

Perhatian dan Kalkulasi

5 Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal kata


“panduan”,berhenti setelah 5 huruf

Mengingat

3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek di atas

Bahasa

9 Nama pensil dan melihat (2 point)

Perubahan Psikologis

 Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan


 Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak
 Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan
 Bagaimana mengatasi stres yang di alami
 Apakah mudah dalam menyesuaikan diri
 Apakah lansia sering mengalami kegagalan
 Apakah harapan pada saat ini dan akan datang
 Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat,
proses pikir, alam perasaan,orientasi, dan kemampuan
dalam menyelesaikan masalah

33
Perubahan Sosial Ekonomi
 Darimana sumber keuangan lansia
 Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang
 Dengan siapa dia tinggal
 Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia
 Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya
 Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di
luar rumah
 Siapa saja yang bisa mengunjungi
 Seberapa besar ketergantungannya
 Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan
fasilitas yang ada

Perubahan Spiritual
 Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinan agamanya
 Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam
kegiatan keagamaan misalnya pengajian dan penyantunan
anak yatim atau fakir miskin
 Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah
dengan berdoa
 Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan
PPOM, antara lain (Nanda,2016) :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
tertahannya sekresi. (00031)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.(00002)

34
3. Resiko tinggi terhadap infeksi in adekuat pertahanan primer
dan sekunder, penyakit kronis. (00004)
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplay dan kebutuhan oksigen (00092)
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
(00126)

c. Intervensi / Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Dan KH Intervensi
Dx Keperawatan

1. Ketidakefektifan NOC : NIC :


jalan nafas Airway Suction
 Respiratory status :
berhubungan - Auskultasi bunyi nafas
Ventilation
dengan tertahannya sebelum dan sesudah
 Respiratory status :
sekresi. suctioning,
Airway Patency
- informasikan pada klien
Kriteria Hasil : dan keluarga tentang

 Mempertahankan suctioning

jalan nafas paten - Minta klien nafas dalam

dengan bunyi nafas sebelum suction

bersih / jelas dilakukan

 Menunjukkan - Berikan O2 dengan

perilaku untuk menggunakan nasal

memperbaiki untuk memfasilitasi

bersihan jalan nafas suction nasotrakeal

Misal : Batuk efektif - Gunakan alat yang steril

dan mengeluarkan setiap melakukan

sekret. tindakan

 Mampu - monitor status oksigen

35
mengidentifikasi dan pasien
mencegah faktor Airway Management
yang dapat - Buka jalan nafas-
menghambat jalan guanakan teknik chin
nafas. lift atau jaw thrust bila
perlu
- Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
- Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
- Auskultasi suara nafas-
catat adanya suara
tambahan

2. Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari Nutrition Management
 Nutritional Status :
kebutuhan tubuh - Kaji adanya alergi
food and Fluid
berhubungan makanan
Intake
dengan - Kolaborasi dengan ahli
ketidakmampuan gizi untuk menentukan
menelan makanan Jumlah kaloridan nutrisi
Kriteria Hasil :
yang dibutuhkan pasien.
 Adanya peningkatan - Anjurkan pasien
berat badan sesuai untukmeningkatkan
dengan tujuan intake Fe
 Berat badan ideal - Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan tinggi meningkatkan protein
badan dan Vitamin C
 Mampu - Berikan substansi gula

36
mengidentifikasi yang cukup
kebutuhan nutrisi - Yakinkan diet yang
 Tidak ada tanda dimakan mengandung
tanda malnutrisi tinggi serat untuk
 Tidak terjadi mencegah konstipasi
penurunan berat
badan yang berarti Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas
normal
- Monitor adanya
penurunan berat badan
- Monitor tipe dan Jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
- Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama Jam makan

3. Resiko tinggi NIC :


NOC :
terhadap infeksi in
Infection Control (Kontrol
adekuat pertahanan  Immune Status
infeksi)
primer dan  Knowledge :
sekunder, penyakit Infection Control - Bersihkan lingkungan
kronis.  Risk Control setelah dipakai pasien
lain
- Pertahankan teknik

37
Kriteria Hasil : isolasi
- Batasi pengunjung bila
 Klien bebas dari
perlu
tanda dan gejala
- Instruksikan pada
infeksi
pengunjung untuk
 Mendeskripsikan
mencuci tangan saat
proses penularan
berkunjung dan setelah
penyakit- faktor
berkunjung
yang mempengaruhi
meninggalkan pasien
penularan serta
- Gunakan sabun anti
penatalaksanaannya
mikrobia untuk cuci
 Menunjukkan
tangan
kemampuan untuk
- Cuci tangan setiap
mencegah
sebelum dan sesudah
timbulnnya infeksi
tindakan keperawatan
 Jumlah leukosit
dalam batas normal Infection Protection
 Menunjukkan (Proteksi terhadap infeksi)
perilaku hidup sehat
- Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung
granulosit-WBC
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
- Partahankan teknik
aseptik pada pasien yang

38
beresiko

4. Intoleransi aktifitas NIC :


berhubungan
dengan - Kolaborasikan dengan
keseimbangan NOC : tenaga Rehabilitasi
antara suplay dan medik dalam
 Energy
kebutuhan oksigen merencanakan program
Conservation
terapi yang tepat.
 Self Care : ADLs
- Bantu klien untuk
 Activity Tolerance
mengidentifikasi
Kriteria Hasil : aktivitas yang mampu
dilakukan
 Berpartisipasi dalam
- Bantu untuk memilih
aktivitas fisik tanpa
aktivitas konsisten yang
disertai peningkatan
sesuai dengan
tekanan darah- nadi
kemampuan fisik -
dan RR
psikologi dan sosial
 Mampu melakukan
- Bantu untuk
aktivitas sehari hari
mengidentifikasi dan
(ADLs) secara
mendapatkan sumber
mandiri
yang diperlukan untuk
 Tanda-tanda Vital
aktivitas yang
normal
diinginkan
- Bantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti
kursi roda- kruk

39
- Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
5. Defisit NIC
NOC :
pengetahuan Teaching : disease Process
berhubungan - Berikan penilaian
 Knowledge: disease
dengan kurang tentang tingkat
process
informasi pengetahuan pasien
 Knowledge :
tentang proses penyakit
Health Behavior
yang spesifik.
- Jelaskan patofisiologi
Kriteria Hasil :
dari penyakit dan
 Pasien dan keluarga
bagaimana hal ini
mengatakan
berhubungan dengan
pemahaman tentang
anatomi dan fisiologi
penyakit- kondisi-
dengan cara yang tepat.
prognosis dan
- Gambarkan tanda dan
program pengobatan
gejala yang biasa
 Pasien dan keluarga
muncul pada penyakit
mampu
dengan cara yang tepat.
melaksanakan
- Gambarkan proses
prosedur yang
penyakit dengan cara
dijelaskan secara
yang tepat.
benar
- Identifikasi
 Pasien dan keluarga
kemungkinan penyebab
mampu menjelaskan
dengan cara yang tepat.
kembali apa yang
- Sediakan informasi
dijelaskan
pada pasien tentang
perawat/tim
kondisi dengan cara
kesehatan lainnya
yang tepat

40
d. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk
mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya
hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan
tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan
beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi
sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien
Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi
yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus
mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya
hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)

41
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua
orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari
siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari
periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu
yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2000).
2. Batasan Lansia menurut Setyonegoro, dimana usia dewasa muda (
Elderly adulhood) 20 – 25 tahun, usia dewasa penuh ( middle years )
atau maturitas 25 – 60 atau 65 tahun, lanjut usia ( geriatric age ), lebih
dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk umur 70 – 75 tahun ( young old),
75– 80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun ( very old ).
2. Menurut WHO tahun 2005, Lanjut usia meliputi usia pertengahan
yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia (Elderly) yakni 60-74
tahun, usia lanjut tua (Old) yakni 75-90 tahun, dan usia sangat tua
(very old) yakni lebih dari 90 tahun.
3. Tipe lansia tergantung dari karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi
4. Proses penuaan merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari oleh
setiap manusia. Walaupun proses penuaan merupakan suatu proses
yang normal, akan tetapi keadaan ini lebih menjadi beban.
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut seperti penurunan
kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek
sosial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan
dalam peran sosial dimasyarakat
6. Perubahan anatomi fisiologi sistem pernapasan pada lansia yaitu
perubahan anatomik pada respirasi, perubahan fisiologik pada

42
pernapasan, faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru, dan
penyakit pernapasan pada usia lanjut
7. Gangguan pada sistem pernafasan pada lansia seperti pneumonia, tb
paru, asma, bromkiektaksis, dan epusi pleura
8. Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernafasan
meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi, dan evaluasi

B. Saran
1. Bagi Institusi
Diaharapkan agar institusi lebih mengembangkan pendidikan
keperawatan gerontik, khusus nya gangguan system pernafasan pada
lansia serta asuhan keperawatan yang tepat
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat memahami tentang system
pernafasan pada lansia serta asuhan keperawatan yang tepat pada
lansia.

43
DAFTAR PUSTAKA

Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Pediatric Care Plans, AddisonWesley
Co. Philadelphia

Darmojo B, Martono H. 2006. Buku ajar geriatri edisi ke-3. Jakarta: balai penerbit
fakultas kedokteran universitas indonesia.

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Herdman, T. Heather.2012. diagnosis keperawatan: definisi danklasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC

Hurlock, 2000., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Erlangga, Jakarta

Lukman HM. 2009. Kegawat darutanan pada pasien geriatri. In: buku ajar ilmu
penyakit dalam. Interna publishing: jakarta. Ed V jilid 1.

Nanda. 2012. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA Nort American


Nursing Diagnosis Association NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hardy

Nugroho, 2008., Keperawatan Gerontik. EGC, Jakarta

Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare.2006.Buku Ajar Keperawatan


Gerontik, ed 2.Jakarta:EGC

Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC

Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit
FKUI, Jakarta

Watson, 2003., Perawatan pada Lansia. EGC, Jakarta.

44
https://www.bkkbn.go.id/po-content/uploads/info_demo_vol_1_2019_jadi.pdf

45

Anda mungkin juga menyukai