Anda di halaman 1dari 39

Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning dengan

Menggunakan Mind Mapping Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi


Pokok Gelombang Cahaya Di Kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.P.
2019/2020

NAMA : NURHALIMAH SIPAHUTAR

KELAS : FISIKA DIK C 2017

NIM : 4173321038

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

Maret 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Kajian Mandiri ini tanpa
halangan yang berarti dan selesai tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan tugas ini, saya tidak lupa mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penulisan tugas
ini dengan baik. Dan tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Kajian Mandiri yaitu bapak Dr. Wawan Bunawan, S.Pd.,
M.Pd.
Saya sadar tugas ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saya berharap
saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan tugas ini. Dan akhirnya saya
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 03 Maret 2020

Nurhalimah Sipahutar

4173321038

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
Latar Belakang Masalah ............................................................................1
Identifikasi Masalah ..................................................................................4
Batasan Masalah........................................................................................ 4
Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
Defenisi Operasional .................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 8


Kerangka Teoritis ..................................................................................... 8
Kerangka Konseptual ...............................................................................31

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................33


Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................33
Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................ 33
Variabel Penelitian .................................................................................... 33
Jenis dan Design Penelitian .......................................................................34
Instrument Penelitian ................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 36

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah


Fungsi pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Bab II
Pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sekolah sebagai
lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian fungsi pendidikan
tersebut. Melalui pembelajaran di sekolah, siswa belajar berbagai macam hal yang
bersifat merubah tingkah laku siswa kearah lebih baik.
Keberhasilan pencapaian tujuan belajar ditentukan oleh faktor cara belajar
yang juga sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan pendidikan. Setiap siswa
memiliki perbedaan cara belajar antara yang satu dengan yang lainnya dalam aspek
fisik, pola berpikir, dan cara merespon atau mempelajari sesuatu yang baru.
Proses belajar saat ini sebahagian besar dilakukan melalui penyampaian
informasi yang berpusat pada kegiatan mendengarkan dan menghafal, bukan
memberikan interprestasi dan makna terhadap apa yang dipelajari dalam upaya
membangun (mengkonstruksi) pengetahuan sendiri. Pada saat pembelajaran, guru
mendominasi proses pembelajaran dan kurang melibatkan siswa. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran sains hanya terbatas pada transfer
ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Artinya, apa yang dipahami guru, itulah yang
dipahami oleh siswa (Laila, 2014).
Menurut para ahli konstruktivistik dikemukanan bahwa pengetahuan tidak
dapat begitu saja dipindahkan dari otak guru ke kepala siswa. jadi siswa sendirilah
yang harus mengartikan atau memaknai apa yang telah diajarkan dengan
menyesuaikan dengan pengalaman-pengalaman mereka. Berkaitan dengan hal
tersebut, para pendidik mencari cara baru untuk membuat pengajaran menjadi lebih

1
menarik, aktif dan berpusat pada siswa (student centered) dapat menggunakan
metode pemetaan untuk mencapai tujuan belajar mengajar. Pembelajaran aktif
terjadi ketika siswa mengerjakan sesuatu dan berfikir tentang apa yang mereka
kerjakan (Karen, 2014).
Nasution (2010) menambahkan bahwa guru sebaiknya mendorong siswa
untuk aktif berpikir dengan menciptakan kondisi pembelajaran yang menuntut
siswa untuk aktif berpendapat, memiliki solusi untuk pemecahan masalah, sehingga
dapat memberikan hasil belajar yang lebih mendalam.
Salah satu indikator hasil belajar adalah ketika siswa tidak mencapai Nilai
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Hasil observasi yang dilakukan peneliti di
kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan menunjukkan sebanyak 37,50% siswa yang
mendapat nilai diatas nilai Kriteria Ketentuan Minimum. Rendahnya hasil belajar
mengakibatkan siswa kurang aktif didalam pembelajaran.
Peneliti memberikan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap mata
pelajaran fisika, sebanyak 81,25% siswa tidak menyukai pelajaran fisika
dikarenakan materi yang disampaikan sulit dipahami dan sangat membosankan.
Sebanyak 87,50% siswa lebih menyukai pembelajaran fisika dengan cara
praktikum dan menghubungkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
Sebanyak 82,50% siswa tidak pernah melakukan praktikum disekolah dikarenakan
ruang laboratorium disekolah dialih fungsikan untuk kegiatan pembelajaran.
Sebanyak 83,75% siswa tidak menyukai pelajaran fisika dikarenakan cara guru
mengajar yang kurang menarik, dan ketika guru memulai pembelajaran dikelas
guru langsung memberikan soal tanpa memberikan arahan terlebih dahulu
mengenai materi pelajaran yang sedang berlangsung.
Hasil wawancara dengan guru bidang studi fisika diketahui bahwa 15%
siswa aktif didalam kelas dan 75% tidak aktif didalam kelas. 88,5% aktifitas yang
dilakukan guru fisika didalam kelas pada saat proses pembelajaran yaitu mencatat,
memberikan contoh soal, mengerjakan soal-soal evaluasi ditiap bab dan
memberikan tugas rumah, sehingga siswa dalam pembelajaran fisika sebagai
penerima informasi pasif dan kegiatan pembelajaran mengarah pada teacher
centered learning.

2
Salah satu cara untuk mengatasi masalah di kelas XI SMK Negeri 1 Percut
Sei Tuan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada
siswa (student center learning). Aktifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran
diharapkan mampu untuk merekonstruksi pengetahuannya. Penulis menawarkan
sebuah model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan Mind
Mapping. Model pembelajaran Discovery Learning adalah sebuah model untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif menemukan sendiri, menyelidiki sendiri,
maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak mudah
dilupakan oleh siswa (Hosnan, 2014).
Pembelajaran Discovery merupakan pendekatan kognitif dimana guru
menciptakan situasi sehingga siswa dapat belajar dan menemukan sendiri serta
terlibat aktif dalam pembelajaran (Suparno, 2013). Peran guru dalam pembelajaran
ini yaitu mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan
berbagai kegiatan yang memungkinkan menemukan konsep dan prinsip-prinsip
untuk diri sendiri (Wahyuni, 2014).
Mind Mapping adalah alternatif pemikiran keseluruhan otak terhadap
pemikiran linier. Mind mapping adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan
kita mengingat banyak informasi (Budi, 2008). Penggunaan Mind Mapping diakhir
pembelajaran ditujukan untuk para siswa merekonstruksi pengetahuan yang
didapatnya dengan menggambarkan langsung diatas sebuah kertas. Hasil dari Mind
Mapping yang digambarkan oleh siswa akan menjadi bahan evaluasi hasil belajar
siswa terhadap capaian informasi yang diperolehnya dari awal hingga akhir
pembelajaran berlangsung. Pengunaan Mind Mapping ini juga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran fisika serta menjadikan siswa
merasa senang, tidak bosan dalam mengikuti pelajaran, lebih mudah dalam
menerima, memahami, dan memanggil kembali informasi yang pernah didapatkan
ketika dibutuhkan dengan mudah. Model pembelajaran Discovery Learning dengan
menggunakan Mind Mapping dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar
dan kemampuan kerja ilmiah siswa.
Penelitian sangat penting dilakukan untuk mengatasi hasil belajar fisika
siswa, yang dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran Discovery Learning

3
dengan menggunakan Mind Mapping. Berdasarkan identifikasi diatas penulis
mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh Model Pembelajaran Discovery
Learning dengan Menggunakan Mind Mapping Terhadap Hasil Belajar Siswa
pada Materi Pokok Gelombang Cahaya Di Kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei
Tuan T.P. 2019/2020.

1.2. Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Pembelajaran yang digunakan guru masih konvensional yang mana
pembelajarannya berfokus pada guru (teacher centered)
2. Siswa menganggap fisika merupakan pelajaran yang sulit dipahami.
3. Penggunaan model yang dilakukan kurang bervariasi.
4. Penggunaan fasilitas sekolah yang kurang maksimal.
5. Hasil belajar siswa masih rendah.

1.3. Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian adalah:
1. Menerapkan model pembelajaran yang digunakan adalah Discovery
Learning di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas
kontrol.
2. Subjek yang diteliti adalah siswa SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan di kelas XI
T.P 2019/2020.
3. Materi pelajaran fisika dikelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan pada
materi pokok Gelombang Cahaya.
4. Hasil belajar yang diteliti adalah aspek kognitif disertai pengamatan
aktivitas belajar siswa.

1.4. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil belajar fisika siswa menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning dengan menggunakan Mind Mapping pada Materi

4
Pokok Gelombang Cahaya Di Kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.P.
2019/2020.
2. Bagaimana hasil belajar fisika siswa menggunakan pembelajaran
konvensional pada materi pokok Gelombang Cahaya Di kelas XI SMK
Negeri 1 Percut Sei Tuan T.P. 2019/2020.
3. Bagaimana aktivitas belajar siswa melalui model pembelajaran Discovery
Learning dengan menggunakan Mind Mapping pada Materi Pokok
Gelombang Cahaya Di Kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.P.
2019/2020.
4. Bagaimana pengaruh model pembelajaran Discovery Learning dengan
menggunakan Mind Mapping terhadap hasil belajar siswa Pada Materi
Pokok Gelombang Cahaya Di Kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.P.
2019/2020.

1.5. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian dilakukan adalah:
1. Untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan Mind Mapping
pada Materi Pokok Gelombamg Cahaya Di Kelas XI SMK Negeri 1 Percut
Sei Tuan T.P. 2019/2020.
2. Untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan
pembelajaran konvensional pada materi pokok Gelombamg Cahaya Di
kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.P. 2019/2020.
3. Untuk mengetahui aktivitas belajar fisika siswa menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan Mind Mapping
pada Materi Pokok Gelombamg Cahaya Di Kelas XI SMK Negeri 1 Percut
Sei Tuan T.P. 2019/2020.
4. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Discovery Learning
dengan menggunakan Mind Mapping pada Materi Pokok Gelombamg
Cahaya Di Kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.P. 2019/2020.

5
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah:
1. Sebagai bahan informasi bagi guru dan calon guru tentang hasil belajar
siswa pada materi pokok Gelombang Cahaya menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan Mind Mapping di
dalam pembelajaran.
2. Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan informasi dalam rangka perbaikan
variasi pembelajaran di tempat pelaksanaan penelitian khususnya dan
umumnya di dunia pendidikan.
3. Sebagai pertimbangan pada penelitian selanjutnya.
4. Bagi peneliti, dapat lebih memperdalam pengetahuan mengenai model
pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan Mind Mapping
untuk dapat diterapkan.

1.7.Defenisi Operasional
Defenisi operasional dalam penelitian adalah:
1. Discovery Learning adalah suatu model pembelajaran untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang setia dan tahan lama dalam ingatan,
tidak akan mudah dilupakan oleh siswa (Hosnan, 2014).
2. Aktivitas belajar adalah dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah,
melaksanakan tugas, membuat garfik, diagram, inti sari dari pelajaran yang
disajikan guru. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif, maka akan
memiliki ilmu pengetahuan yang baik (Slameto, 2010).
3. Mind Mapping adalah alternatif pemikiran keseluruhan otak terhadap
pemikiran linier. Mind Mapping merupakan gambaran menyeluruh dari
suatu materi pembelajaran yang dibuat dalam bentuk sederhana (Saleh,
200).
4. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti prose
belajar mengajar (Purwanto, 2011).

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis


2.1.1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan istilah yang sangat erat kaitannya dengan pendidikan.
beberapa ahli mengemukakan defenisi belajar yang berbeda-beda dari belajar.
Menurut Ahmad dalam (Khadijah, 2013) belajar adalah perubahan perilaku berkat
pengalaman dan pelatihan. Artinya, tujuan belajar adalah perubahan tingkah laku,
baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segala
aspek pribadi. Jika tidak ada perubahan tingkah laku maka seseorang belum bisa
dikatakan belajar.
Secara sederhana Anthony Robbins, mendefenisikan belajar sebagai proses
menciptakan hubungan antara suatu hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang
sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari defenisi ini dimensi
belajar memuat beberapa unsur, yaitu: (1) penciptaan hubungan, (2) sesuatu hal
(pengetahuan) yang sudah dipahami, dan (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru. Jadi
dalam makna belajar, disini bukan bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar
belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang
sudah ada dengan penegtahuan baru (Trianto, 2009).
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi
melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya
atau karakteristiknya sejak lahir. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan
dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih
luas dari itu, yakni mengalami. Dari pengertian di atas belajar merupakan proses
agar siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Suatu proses interaksi
yang mempengaruhi siswa dalam mendorong terjadinya belajar disebut
pembelajaran. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berasal dari lingkungan,
teman, keluarga, tenaga pendidik, dan metode pembelajaran. Faktor internal adalah
faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti motivasi, minat, perhatian, dan
aktivitas siswa.

7
2.1.2. Prinsip-Prinsip Belajar
Teori-teori belajar dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para
ahli memiliki banyak persamaan dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar
tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai
sebagai dasar upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang berupaya untuk
meningkatkan usaha belajarnya maupun bagi guru dalam meningkatkan upaya
mengajar didalam kelas. Prinsip-prinsip yang berkaitan yaitu (1) perhatian dan
motivasi, (2) keaktifan, (3) keterlibatan langsung/berpengalaman, (4) pengulangan,
(5) tantangan, (6) balikan dan penguatan, (7) perbedaan individu (Dimiyanti, 2013).

2.1.3. Pengertian Hasil Belajar


Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsure yang
dapat dibedakan, yakni tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses)
belajar-mengajar, dan hasil belajar. Hubungan ketiga unsur tersebut dapat dilihat
pada diagram berikut:
Tujuan instruksional
(a) (c)

Pengalaman belajar (proses (b) hasil belajar


belajar-mengajar)
Gambar 2.1. Diagram 1
Garis (a) menujukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan
pengalaman belajar, garis (b) menunjukkna hubungan antara pengalaman belajar
dengan hasil belajar, dan garis (c) menunjukkan hubungan tujuan instruksional
dengan hasil belajar. Dari diagram diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan
penilaian dinyatakan oleh garis (c), yakni suatu tindakan atau kegiatan untuk
melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai
oleh siswa dalam bentuk hasil-hasil belajarnya setelah mereka menempuh
pengalaman belajarnnya (proses belajar mengajar). Sedangkan garis (b) merupakan
kegiatan penilaian untuk mengatahui keefektifan pengalaman belajar dalam
mencapai hasil belajar yang optimal (Sudjana, 2016).

8
Dengan berakhirnya suatu proses hasil belajar, maka siswa memperoleh
suatu hasil belajar. Menurut Dimiyanti (2009) hasil belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan berakhirnya pangkal dan puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut
dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak
pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, anga
ijzah, atau kemampuan setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan
pengetahuan dan kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar.
Hasil belajar adalah perwujudan kemampuan akibat perubahan tingkah
laku yang dilakukan usaha pendidikan. kemampuan menyangkut domain kognitif,
afektif dan psikomotorik. Untuk mengetahui prestasi belajar seorang peserta didik
biasanya dilakukan evaluasi terhadap materi belajar yang telah diberikan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 12 Tahun
2007 yang dikutip Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
(Kriteria dan Indikator Keberhasilan Pembelajaran, 2008: 4-5) disebutkan bahwa:
Secara umum kriteria keberhasilan pembelajaran adalah 1) Keberhasilan siswa
menyelesaikan serangkaian tes, baik tes formatif, tes sumatif, maupun tes
ketrampilan yang mencapai tingkat keberhasilan rata-rata 60%; 2) Setiap
keberhasilan tersebut dihubungkan dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang ditetapkan oleh kurikulum, tingkat ketercapaian kompetensi ini ideal
75%; dan ketercapaian keterampilan 3) Vokasional atau praktik bergantung pada
tingkat resiko dan tingkat kesulitan.

2.1.4. Aktivitas Belajar


Slameto (2010) menyatakan proses belajar mengajar guru perlu
menimbulkan siswa dal berfikir maupun dalam berbuat. Penerimaan dalam
pembelajaran jika aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja,
tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda.
Atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan
guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas,
membuat grafik diagram, inti sari dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila
siswa menjadi partisifasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu/ pengetahuan yang baik.

9
Beberapa aktivitas siswa dalam pembelajaran yaitu: (1) memperhatikan
situasi belajar; (2) menetapkan tujuan, mengarahkan perhatian dari kegiatan kepada
tercapainya tujuan; (3) mengadakan percobaan (usaha) dalam bidang kognitif,
psikomotorik dan afektif; (4) latihan praktik untuk memperoleh kecakapan dan
untuk pencapaian tujuan; (5) menilai tingkah laku sendiri; (6) mencapai tujuan dan
memperoleh kepuasan.

2.1.5. Model Pembelajaran Discovery Learning


Dalam kaitannya dengan pendidikan, Oemar Hamalik menyatakan bahwa
Discovery adalah proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental
intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi,
sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan
dilapangan. Masarudin Siregar berpendapat bahwa Discovery Learning adalah
proses pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang baru dalam kegiatan belajar-
mengajar. Proses belajar dapat menemukan susuatu apabila pendidik menyusun
terlebih dahulu beragam materi yang akan disampaikan, selanjutnya mereka dapat
melakukan proses untuk menemukan sendiri berbagai hal penting terkait dengan
kesulitan dalam pembelajaran (Illahi, 2016)
Model pembelajaran Discovery Learning bertujuan agar anak didik mampu
memecahkan masalah dan menarik kesimpulkan dari permasalahan yang sedang
dipelajari (Asun, 2004). Model pembelajaran Discovery merupakan salah satu
model pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan pendidikan sesuai dengan
kurikulum 2013 yaitu pendekatan scientific, dimana siswa dengan bantuan guru
menemukan kembali konsep, teorema, rumus, aturan dan sejenisnya (Rahman &
Maarif, 2014). Peran guru dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dan motivator
dengan menumbuhkan mnat belajar dan motivasi siswa.
Model discovery menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide
penting terhadap suatu disiplin ilmu melalui keterlibatan siswa secara aktif mereka
sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk
memiliki pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan prinsip untuk diri
mereka sendiri. Pengertian ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-
betul dikuasai dan mudah digunakan (Kadri & Rahmawati, 2015).

10
2.1.5.1. Tujuan Model Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Bell (dalam Hosnan, 2014), menyatakan bahwa beberapa tujuan
spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak
siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2. Meelalui pembelajran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola
dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan
(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
3. Siswa juga belajar merumuskan strategi Tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan Tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
4. Pembelajarn dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, slaing membagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain.
5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahawa keterampilan-
keterampilan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui
penemuan lebih bermakna.
6. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi penemuan dalam beberapa
kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru diaplikasikan dalam
situasi belajar yang baru.

2.1.5.2. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning


Menurut Nana Syaodih (2005) ada beberapa kelebihan dan kelemahan
model pembelajaran Discovery Learning dalam kegiatan pembelajaran. Kelebihan
model pembelajaran Discovery Learning diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dalam penyampaian bahan pembelajaran digunakan kegiatan dan
pengalaman langsung. Kegiatan dan pengelaman tersebut menari perhatian
peserta didik dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak
yang mempunyai makna.

11
2. Discovery Learning lebih realistis dan mempunyai makna. Sebab, peserta
didik dapat bekerja langsung dengan contoh-contoh nyata.
3. Discovery Learning suatu model pembelajaran pemecahan masalah. Para
peserta didik langsung menerapkan prinsip dan langkah awal dalam
pemecahan masalah.
4. Dengan sejumlah transfer secra langsung, maka kegiatan discovery learning
akan lebih mudah diserap oleh peserta didik dalam memahami kondisi
tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.
5. Discovery learning banyak memberikan kesempatan langsung bagi peserta
didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan
demikian akan banyak menumbuhkan motivasi belajar, Karena disesuaikan
dengan minat dan kebutuhan mereka sendiri.

Adapun kelemahan dari model pembelajaran discovery diantaranya yaitu


sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan metode langsung. Hal ini disebabkan untuk bisa
memmahami strategi ini, dibutuhkan tahapan-tahapan yang panjang dan
kemampuan memanfaatkan waktu yang sebaik-baiknya.
2. Bagi peserta didik yang berusia muda, kemampuan berfikir rasional
meraka masih terbatas. Dalam kegiatan pembelajaran discovery meraka
sering menggunakan empirisnya yang sangat subjektif untuk
memperkuat pelaksaaan prakonsepnya.
3. Kesukaran dalam menggunakan factor subjektifitas ini menimbulkan
kesukaran dalam memahami suatu persoalan yang berkenaan dengan
pengajaran discovery learning.
4. Factor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar discovery menuntut
kemandirian, kepercayaan kepada dirinya sendiri dan bertindak sebagai
subjek. Tuntutan-tuntutan tersebut memberikan keterpaksaan yang tidak
biasa dilakukan dengan menggunakan sebuah aktivitas yang biasa
dalam proses pembalajaran.

12
2.1.5.3. Langkah Persiapan Model Pembelajaran Discovery Learning
Langkah-labgkah Discovery Learning : a) Menentukan tujuan
pembelajaran; b) Melakukan identifikasi karakteristif siswa (kemampuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya); c) Memilih mareri pelajaran; d) Menentukan
topik-topik yang harus dipelajarai siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi); e) Meengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-
contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa; f) Mengatur topik-
topik pelajaran dari yang sederhana kekompleks, dari yang konkret ke yang abstrak,
atau dari tahap enaktif, ikonok sampai ke simbolik; g) Melakukan penilaian proses
dan hasil belajar siswa (Kemendikbud,2013).

2.1.5.4. Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning


Sintaks model pembalajaran Discovery Learning yang diacu dalam
penelitian ini dijelaskan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap -1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
Simulation memulai kegiatan KBM dengan mengajuan
(stimulasi/ pemberian pertanyaan, anjuran membeaca buku, dan
rangsangan) aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah.
Tahap -2 Guru memberikan kesempatan kepada siswa
Problem Statement untuk mengidentifikasi sebnyak mungkin
(pernyataan/identifikasi agenda-agenda masalah yang relevan dengan
masalah) bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilh dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
Tahap -3 Ketika eksporasi berlangsung guru juga
Data Collection memberikan kesempatan kepada para siswa
(Pengumpulan Data). untuk mengumpulkan informasi sebnyak-
banyaknya yang relevan untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis.
Tahap-4 Guru mengolah data dan informasi yang telah
Data Procesing diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
(Pengolahan Data) observasi dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Tahap-5 Guru memberikan kesempatan kepada siswa
Verification untuk menemukan suatu konsep, teori, atuan
(Pembuktian) atau pemahaman malalui contoh-contoh yang
ia jumpai dalam kehidupan.
Tahap -6 Guru membimbing siswa menarik kesimpulan
Generalization yang dapat dijadikan prinsip umum dan

13
(Menarik berlaku untuk semua kejadian atau masalah
Kesimpulan/generalisasi) yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi.
(Kemendikbud, 2013)

2.1.6. Mind Mapping


Mind Mapping adalah salah satu cara kreatif guru yang dapat digunakan
oleh guru pada saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Mind Map adalah
diagram yang digunakan untuk menggambarkan sebuah tema, idea tau gagasan
utama dalam materi ppembelajaran. Tema, ide, atau gagasan ditematkan ditengah-
tengah diagram. Masing-masing tema, ide, atau gagasan utama tersebut membentuk
jaringan yang sangat luas dan saling berkaitan satu sama lainnya. Dengan demikian
Mind Mapp merupakan gambaran menyeluruh dari suatu materi pembelajaran yang
dibuat dalam bentuk sederhana (Saleh, 2008).
Mind Mapping akan membantu ide tercurah dengan membiarkan mengalir
satu ide, lalu memancar ke ide berikutnya. Dengan Mind Mapping, gagasan
dibiarkan sebagai suatu kemungkinan yang terbuka lebar sehingga peta kemudian
berkembang dan semakin meningkat. Dengan begitu, akhirnya anak bisa melihat
seluruh gambaran materi pelajarannya “hanya” dengan melihat satu catatan saja
(Olivia, 2008).
Mind Map membantu kita untuk memetakan apa yang kita pikirkan, apa
yang ingin kita ingat dengna baik. Karena Mind Map seperti gambar dari pikiran
kita, apa yang kita pikirkan, terjemahan dari linier notes atau terhadap susutau yang
kita pikirkan agar kita dapat mudah mengingatnya. Penggunaan Mind Mapping
akan mambu membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan dalam mengingat
pelajaran yang sudah dipelajarinya (Herdin, 2017).
Manfaat Mind Mapping adalah 1) peta pikiran (mind map) akan membantu
utuk mengaktifkan seluruh otak: 2) peta pikiran (mind map) akan membantu dalam
membereskan akal dari kerusakan mental: 3) peta pikiran (mind map)
memungkinkan kita untuk fokus dalam bahasan: 4) peta pikiran (mind map) akan
membantu menunjukkan hubungan bagian-bagian informasi yang saling terpisah:
5) peta pikran (mind map) memberikan gambaran jelas pada seluruh informasi
yang diperoleh: 6) peta pikiran (mind map) mengisyaratkan kita untuk memusatkan

14
perhatian pada pokok bahasan yang membantu mengalihkan informasi tentang
sesuatu dari ingatan jangka pendek ke jangka panjang (Buzan, 2011).

2.1.6.1. Cara Pembuatan Mind Mapping


Menurut Tony Buzan langkah-langkah dalam membuat Mind Mapping
adalah sebagai berikut:
1. Siapkan kertas polos untuk dijadikan lembar mind map. Kertas bergaris
akan membatasi kebebasan untuk berekspresi. Selain itu,, siapkan pula
alat tulis dan spidol dengan warna-warna yang menarik.
2. Tuliskan tema, ide, atau gagasan yang telah dipikirkan pada bagian
tengah kertas. Hal ini dimaksudkan agar imajinasi akan berkembang
secara bebas. Selain itu, tema, ide, atau gagasan utama ditulis dengan
jelas, tegas, berukuran lebih besar dari tulisan yang lain.
3. Buatlah cabang-cabang yang berasal dari tema, ide, atau gagasan utama
yang telah ditentukan. Cabang-cabang tersebut merupakan subtema,
yaitu segala sesuatu yang berkaitan langsung dengan tema, ide, atau
gagasan utama. Gunakan gambar dan warna-warna cerah yang berbeda
untuk masing-masing cabang.
4. Cabang-cabang yang telah dibuat dapat dikembangkan menjadi beberapa
anak cabang yang baru. Anak-anak cabang tersebut merupakan segala
sesuatu yang berkaitan dengan subtema. Sama dengan sebelumnya,
gunakan gambar dan warna-warna yang cerah untuk masing-masing anak
cabang (Herdin, 2017).

15
SUBTEM
A

TEM
A
SUBTEM
A SUBTEM
A

Gambar 2.2. Mind Map

2.1.6.2. Kelebihan dan Kekurangan Mind Mapping


Menurut Putra (2008) metode pencatatan menggunakan peta pikiran (mind
map) memiliki keutamaan yaitu (1) tema utama terdefenisi secara sangat jelas
karena dinyatakan ditengah; (2) level keutamaan informasi terindikasi secara lebih
baik. Informasi yang memiliki kadar kepentingan lebih diletakkan dekat dengan
tema utama; (3) hubungan antara masing-masing informasi secara mudah dapat
segera dikenali; (4) lebih mudah dipahami dan diingat (sebagai akibat dari point
sebelumnya; (5) informasi baru setelahnya dapat segera digabungkan tanpa
merusak keseluruhan peta pikiran, sehingga mempermudah proses revisi informasi;
(6) masing-masing peta pikiran sangat unik, sehingga mempermudah proses
pengingatan; (7) mempercepat proses pencatatan karena hanya menggunakan kata
kunci.

16
Sementara kekurangan penggunaan metode pencatatan menggunakan peta
pikiran (dalam Sape, 2012) antara lain adalah sebagai berikut: (1) hanya sisswa
yang aktif terlibat karena pada mind map merupakan catatan masing-masing siswa
dan pembuatan atau penulisannya tidak dipatokkan bagaimana bentuknya oleh guru
sehingga ada sebahagian siswa yang membuat main map dengan tidak serius dan
mereka akan membuatny pada saat akan dikumpulkan saja, sehingga materi yang
di main mappingkan tidak optimal; (2) tidak sepenuhnya murid yang belajar, sama
seperti point yang pertama kerena pembuatan mind mapping tidak dikontrol
sehingga ada sebahagian siswa yang enggan untuk belajar dan membuat main map
ini; (3) guru akan kewalahan memeriksa main map siswa karena jumlah siswa
dalam kelas cukup banyak, maka aka nada banyak main map dari satu materi yang
diajarkan.

2.1.7. Pembelajaran Konvensional


konvensional atau ceramah menurut Sanjaya (2011) adalah “ salah satu cara
menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung
kepada siswa”. Arends (2007) mengatakan “pemebalajaran konvensional
dimaksudkan untuk menuntaskan tiga hasil belajar siswa yakni mengembangkan
kebiasaan mendengarkan dan berfikir, memperoleh dan mengasimilasikan
informasi baru, memperluas struktur konseptual yang semuanya berpusat pada
guru”. Sehingga pada strategi konvensional ini kedalaman pengetahuan siswa
tergantung pada guru yang menjadi sumber belajar. Dan kedalaman pemahaman
siswa tergantung pada cara penyampaian materi oleh guru didalam kelas.
Strategi pembelajaran konvensional dapat dikategorikan kedalam model
pembelajaran presentasi karena mengharuskan guru untuk menyediakan advanced
organizer bagi siswa sebelum mempresentasikan atau menjelaskan informasi baru
dan secara khusus guru berusaha memperkuat dan memperluas pemikiran siswa
selama dan setelah cerama atau presentasi yang dilakukan oleh guru. Namun
strategi seperti ini banyak mengalami kelemahan salah satunya adalah terlalu
banyak menghabiskan waktu untuk guru menjelaskan materi didepan kelas
membuat pengajaran terpusat utama pada keaktifan guru dan siswa cenderung pasif.

17
Sintaksis strategi pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut
(Arends, 2007) :
1. Mengklarifikasikan tujuan dan establishing set, guru mengemukakan tujuan
pembelajaran dan menyiapkan siswa untuk belajar.
2. Mempresentasikan advance organizer, guru mempresentasikan dan
memastikan advance organizer memberikan kerangka kerja untuk materi
belajar, dan berkaitan dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah dimiliki
siswa.
3. Mempresentasikan/ menjelaskan materi belajar, guru menjalskan dengan
memberikan perhatian khusus pada urutan logisnya dan maknanya bagi
siswa.
4. Memantau dan memeriksa pemahaman dan kemampuan berfikir siswa,
seperti guru memberikan pertanyaan dan memperkuat membangkitkan
respons siswa terhadap penjelasan.
Kerena pada strategi ini semua terfokuskan kepada guru maka konvensional
dapat berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran jika guru dapat mengontrol untuk
menjelaskan bagian-bagian terpenting saja dari suatu materi pelajaran. Guru pun
dapat mengontrol kelas secara keseluruhan. Semua tergantung kepada guru mata
pelajaran tersebut baik kelabihan maupun kekurangan yang dapat diminimalisir
oleh guru mata pelajaran.

2.1.8. Materi Pembelajaran


2.1.8.1. Pembiasan Cahaya
1. Pengertian Pembiasan Cahaya
Pembiasan cahaya adalah pembelokan cahaya ketika berkas cahaya melewati
bidang batas dua medium yang berbeda indeks biasnya.
2. Syarat Pembiasan Cahaya
Syarat-syarat terjadinya pembiasan cahaya antara lain:
1. Cahaya melewati batas dua medium yang memiliki perbedaan kerapatan
optik.
2. Sudut datang lebih kecil dari 90° karena sinar datang tidak tegak lurus
dengan bidang batas kedua medium.

18
3. Hukum Pembiasan Cahaya Snellius
Seorang ilmuwan Belanda bernama Willebrord Snellius melakukan
eksperimen untuk mencari tahu hubungan antara sudut datang dengan sudut bias.
Hasil eksperimen ini menghasilkan hukum Snellius yang berbunyi :
1. Sinar datang, sinar bias serta garis normal, terletak pada satu bidang datar
yang sama (segaris).
2. Apabila sinar (cahaya) datang dari medium kurang rapat menuju medium
yang lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal, sementara sinar
(cahaya) yang datang dari medium lebih rapat menuju medium kurang rapat
dibiaskan menjauhi garis normal.
Hasil pembagian dari sinus sudut datang dengan sinus sudut bias merupakan
bilangan tetap dan disebut indeks bias.
Jika sinar datang dari medium berindeks bias n1 dengan sudut datan i
menuju medium berindeks bias n2 dengan sudut bias r, berlaku persamaan :

n1 sin i = n2 sin r

4. Indeks Bias
Indeks bias ada dua macam, yaitu indeks bias mutlak dan indeks bias relatif.
1) Indeks Bias Mutlak
Indeks bias mutlak suatu medium didefinisikan sebagai perbandingan cepat
rambat cahaya di ruang hampa (c) terhadap cepat rambat cahaya di medium tersebut
(v). Secara sistematis dirumuskan :

Dimana :
n : indeks bias suatu medium
c : laju cahaya pada ruang hampa ( 3 . 108 m/s)
v : laju cahaya dalam zat

2) Indeks Bias Relatif


Indeks bias relatif suatu medium merupakan perbandingan indeks bias
medium tersebut terhadap medium lain. Secara sistematis dirumuskan :

19
n21=n2/n1 atau n12=n1/n2
Dimana :
n21 : indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1
n12 : indeks bias relatif medium 1 terhadap medium 2
n2 : indeks bias relatif medium 2
n1 : indeks bias relatif medium 1

2.1.8.2. Dispersi Cahaya


Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromatik (putih) menjadi
cahaya-cahaya monokromatik (me, ji, ku, hi, bi, ni, u) pada prisma
lewat pembiasan atau pembelokan. Hal ini membuktikan bahwa cahaya putih
terdiri dari harmonisasi berbagai cahaya warna dengan berbeda-beda
panjang gelombang.
Sebuah prisma atau kisi kisi mempunyai kemampuan untuk
menguraikan cahaya menjadi warna warna spektralnya. Indeks cahaya suatu bahan
menentukan panjang gelombang cahaya mana yang dapat diuraikan menjadi
komponen komponennya. Untuk cahaya ultraviolet adalah prisma dari kristal,
untuk cahaya putih adalah prisma dari kaca, untuk cahaya infrared adalah prisma
dari garam batu.

Peristiwa dispersi ini terjadi karena perbedaan indeks bias tiap


warna cahaya. Cahaya berwarna merah mengalami deviasi terkecil sedangkan
warna ungu mengalami deviasi terbesar.

Sudut dispersi:

 F = du - dm
 F = (nu - nm)b
 dm = sudut deviasi merah
 du = sudut deviasi ungu
 nu = indeks bias untuk warna ungu
 nm = indeks bias untuk warna merah

20
Catatan : Untuk menghilangkan dispersi antara sinar ungu dan sinar merah
digunakan susunan Prisma Akhromatik. Ftot = F kerona - Fflinta = 0

Untuk menghilangkan deviasi suatu warna, misalnya hijau, digunakan


susunan prisma pandang lurus. Dtot = Dkerona - Dflinta = 0

Gelombang dan sifat-sifatnya sebagian sudah dikenal pada waktu


membahas getaran dan gelombang. Pada bagian ini, kita akan membahas
gelombang cahaya. Cahaya merupakan radiasi gelombang elektromagnetik yang
dapat dideteksi mata manusia. Cahaya selain memiliki sifat-sifat gelombang secara
umum misal dispersi, interferensi, difraksi, dan polarisasi, juga memiliki sifat-sifat
gelombang elektromagnetik, yaitu dapat merambat melalui ruang hampa.

Gejala dispersi cahaya adalah gejala peruraian cahaya putih (polikromatik)


menjadi cahaya berwarna-warni (monokromatik). Cahaya putih merupakan cahaya
polikromatik, artinya cahaya yang terdiri atas banyak warna dan panjang
gelombang. Jika cahaya putih diarahkan ke prisma, maka cahaya putih akan terurai
menjadi cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Cahaya-cahaya
ini memiliki panjang gelombang yang berbeda. Setiap panjang gelombang memiliki
indeks bias yang berbeda. Semakin kecil panjang gelombangnya semakin besar
indeks biasnya. Disperi pada prisma terjadi karena adanya perbedaan indeks bias
kaca setiap warna cahaya. Perhatikan Gambar 2.1.

Gambar 2.3. Dispersi cahaya pada prisma

Seberkas cahaya polikromatik diarahkan ke prisma. Cahaya tersebut


kemudian terurai menjadi cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.

21
Tiap-tiap cahaya mempunyai sudut deviasi yang berbeda. Selisih antara sudut
deviasi untuk cahaya ungu dan merah disebut sudut dispersi. Besar sudut dispersi
dapat dituliskan sebagai berikut:

Φ = δu - δm = (nu – nm) β

Keterangan:

Φ = sudut dispersi

nu = indeks bias sinar ungu

nm = indeks bias sinar merah

δu = deviasi sinar ungu

δm=deviasi sinar merah

2.1.8.3. Difraksi Dan Interferensi Cahaya


Jika cahaya dilewatkan pada sebuah celah yang sempit, gelombang cahaya
akan mengalami pelenturan. Peristiwa lenturan ini disebut difraksi. Peristiwa
difraksi tidak dapat dilepaskan dari peristiwa interferensi. Interferensi adalah
paduan gelombang atau lebih menjadi sebuah gelombang baru. Interferensi terjadi
jika terpenuhi dua syarat berikut.
1. Kedua gelombang cahaya harus koheren, dalm arti bahwa kedua
gelombang cahaya harus memiliki beda fase yang selalu tetap, oleh
sebab itu keduanya harus memiliki frekuensi sama.
2. Kedua gelombang cahaya harus memiliki amplitudo yang hampir sama.
a. Difraksi Celah Tunggal
Pola difraksi yang disebabkan oleh celah tunggal dijelaskan oleh Christian
Huygens. Menurut Huygens, tiap bagian celah berfungsi sebagai sumber
gelombang sehingga cahaya dari satu bagian celah dapat berinterferensi dengan
cahaya dari bagian celah lainnya.

Interferensi minimum yang menghasilkan garis gelap pada layar akan terjadi, jika
gelombang 1 dan 3 atau 2 dan 4 berbeda fase ½, atau lintasannya sebesar setengah
panjang gelombang. Perhatikan Gambar difraksi celah tunggal.

22
Gambar 2.4. difraksi celah tunggal

Berdasarkan Gambar 2.9 tersebut, diperoleh beda lintasan kedua gelombang


(d sin θ)/2.

ΔS = (d sin θ)/2 dan ΔS = ½ λ, jadi d sin θ = λ

Jika celah tunggal itu dibagi menjadi empat bagian, pola interferensi
minimumnya menjadi

ΔS = (d sin θ)/4 dan ΔS = ½ λ, jadi d sin θ = 2 λ.

Berdasarkan penurunan persamaan interferensi minimum tersebut,


diperoleh persamaan sebagai berikut.

d sin θ =

dengan: d = lebar celah

m = 1, 2, 3, . . .

Untuk mendapatkan pola difraksi maksimum, maka setiap cahaya yang


melewati celah harus sefase. Beda lintasan dari interferensi minimum tadi harus

dikurangi dengan sehingga beda fase keduanya mejadi 360°. Persamaan


interferensi maksimum dari pola difraksinya akan menjadi :

..........................................

23
Dengan (2m – 1) adalah bilangan ganjil, m = 1, 2, 3, …

b. Difraksi pada Kisi


Jika semakin banyak celah pada kisi yang memiliki lebar sama, maka
semakin tajam pola difraksi dihasilkan pada layar. Misalkan, pada sebuah kisi,
untuk setiap daerah selebar 1 cm terdapat N = 5.000 celah. Artinya, kisi tersebut
terdiri atas 5.000 celah per cm. dengan demikian, jarak antar celah sama dengan
tetapan kisi, yaitu

Pola difraksi maksimum pada layar akan tampak berupa garis-garis terang atau
yang disebut dengan interferensi maksimum yang dihasilkan oleh dua celah. Jika
beda lintasan yang dilewati cahaya datang dari dua celah yang berdekatan, maka
interferensi maksimum terjadi ketika beda lintasan tersebut bernilai 0, λ, 2λ, 3λ, …,.
Pola difraksi maksimum pada kisi menjadi seperti berikut.

d sinθ = mλ ......................................................

dengan m = orde dari difraksi dan d = jarak antar celah atau tetapan kisi.

Demikian pula untuk mendapatkan pola difraksi minimumnya, yaitu garis-


garis gelap. Bentuk persamaannya sama dengan pola interferensi minimum dua
celah yaitu:

d sinθ = (m+ ½ )λ

Jika pada difraksi digunakan cahaya putih atau cahaya polikromatik, pada layar
akan tampak spectrum warna, dengan terang pusat berupa warna putih.

24
Gambar 2.5. Difraksi cahaya putih

Cahaya merah dengan panjang gelombang terbesar mengalami lenturan atau


pembelokan paling besar. Cahaya ungu mengalami lenturan terkecil karena panjang
gelombang cahaya atau ungu terkecil. Setiap orde difraksi menunjukkan spectrum
warna.

c. Percobaan Interferensi oleh Frenell dan Young


Untuk mendapatkan dua sumber cahaya koheren, A. J Fresnell dan Thomas
Young menggunakan sebuah lampu sebagai sumber cahaya. Dengan menggunakan
sebuah sumber cahaya S, Fresnell memperoleh dua sumber cahaya S1 dan S2 yang
kohoren dari hasil pemantulan dua cermin. Sinar monokromatis yang dipancarkan
oleh sumber S, dipantulkan oleh cermin I dan cermin II yang seolah-olah berfungsi
sebagai sumber S1 dan S2. Sesungguhnya, S1 dan S2 merupakan bayangan oleh
cermin I dan Cermin II

Gambar 2.6. Percobaan cermin Fresnell

Berbeda dengan percobaan yang dilakukan oleh Fresnell, Young


menggunakan dua penghalang, yang pertama memiliki satu lubang kecil dan yang
kedua dilengkapi dengan dua lubang kecil. Dengan cara tersebut, Young
memperoleh dua sumber cahaya (sekunder) koheren yang monokromatis dari
sebuah sumber cahaya monokromatis. Pada layar tampak pola garis-garis terang
dann gelap. Pola garis-garis terang dan gelap inilah bukti bahwa cahaya dapat
berinterferensi. Interferensi cahaya terjadi karena adanya beda fase cahaya dari
kedua celah tersebut.

25
Gambar 2.7. Percobaan dua celah oleh Young

Pola interferensi yang dihasilkan oleh kedua percobaan tersebut adalah


garis-garis terang dan garis-garis gelap pada layar yang silih berganti. Garis terang
terjadi jika kedua sumber cahaya mengalami interferensi yang saling menguatkan
atau interferensi maksimum. Adapun garis gelap terjadi jika kedua sumber cahaya
mengalami interferensi yang saling melemahkan atau interferensi minimum. Jika
kedua sumber cahaya memiliki amplitudo yang sama, maka pada tempat-tempat
terjadinya interferensi minimum, akan terbentuk titik gelap sama sekali. Untuk
mengetahui lebih rinci tentang pola yang terbentuk dari interferensi dua celah,
perhatikan penurunan-penurunan interferensi dua celah berikut.

Pada Gambar Percobaan Interferensi Young, tampak bahwa lensa kolimator


menghasilkan berkas sejajar. Kemudian, berkas cahaya tersebut melewati
penghalang yang memiliki celah ganda sehingga S1 dan S2 dapat dipandang sebagai
dua sumber cahaya monokromatis. Setelah keluar dari S1 dan S2, kedua cahaya
digambarkan menuju sebuah titik A pada layar. Selisih jarak yang ditempuhnya (S-
2A – S1A) disebut beda lintasan.

........................................

Gambar2.8. Percobaan Interferensi Young

Jika jarak S1A dan S2A sangat besar dibandingkan jarak S1 ke S2, dengan S1S2
= d, sinar S1A dan S2A dapat dianggap sejajar dan selisih jaraknya ΔS = S2B.

Berdasarkan segitiga S1S2B, diperoleh , dengan d adalah

jarak antara kedua celah. Selanjutnya, pada segitiga COA, .

26
Untuk sudut-sudut kecil akan didapatkan . Untuk θ kecil, berarti
p/l kecil atau p<<l sehingga selisih kecepatan yang ditempuh oleh cahaya dari
sumber S2 dan S1 akan memenuhi persamaan berikut ini.

Interferensi maksimum akan terjadi jika kedua gelombang yang tiba di titik
A sefase. Dua gelombang memiliki fase sama bila beda lintasannya merupakan
kelipatan bilangan cacah dari panjang gelombang.

ΔS = mλ

Jadi, persamaan interferensi maksimum menjadi

dengan d = jarak antara celah pada layar

p = jarak titik pusat interferensi (O) ke garis terang di A

l = jarak celah ke layar

λ = panjang gelombang cahaya

m = orde interferensi (0, 1, 2, 3, ...)

d. Interferensi Pada Lapisan Tipis


Dalam keseharian Anda sering mengamati garis-garis berwarna yang
tampak pada lapisan tipis bensin atau oli yang tumpah di permukaan air saat
matahari menyoroti permukaan oli tersebut. Di samping itu, Anda tentu pernah
main air sabun yang ditiup sehingga terjadi gelembung. Kemudian saat terkena
sinar matahari akan terlihat warna-warni. Cahaya warna-warni inilah bukti adanya
peristiwa interferensi cahaya pada lapisan tipis air sabun. Interferensi ini terjadi
pada sinar yang dipantulkan langsung dan sinar yang dipantulkan setelah dibiaskan.
Interferensi antar gelombang yang dipantulkan oleh lapisan atas dan yang
dipantulkan oleh lapisan bawah ditunjukkan pada Gambar di bawah.

27
Gambar 2.9. Interferensi pada selaput tipis

Selisih lintasan yang ditempuh oleh sinar datang hingga menjadi sinar
pantul ke-1 dan sinar pantul ke-2 adalah

ΔS = S2 – S1 = n(AB + BC) – AD = n(2AB) – AD ...........................

dengan n adalah indeks bias lapisan tipis.

Jika tebal lapisan adalah d, diperoleh d = AB cos r sehingga AB = d/cos r


dan AD = AC sin i, dengan AC = 2d tan r. maka :

Sesuai dengan hukum Snellius, n sin r = sin I, selisih jarak tempuh kedua sinar
menjadi:

ΔS = 2nd cos r

Supaya terjadi interferensi maksimum, ΔS harus merupakan kelipatan dari panjang


gelombang (λ), tetapi karena sinar pantul di B mengalami perubahan fase,
ΔS menjadi

..........................................

Jadi, interferensi maksimum sinar pantul pada lapisan tipis akan memenuhi
persamaan berikut.

dengan n = indeks bias lapisan tipis

d = tebal lapisan

28
r = sudut bias

m = orde interferensi (0, 1, 2, 3, …)

λ = panjang gelombang sinar

29
2.2. Kerangka Konseptual
Pelajaran fisika diajarkan disekolah dengan tujuan untuk mempesiapkan
siswa agar dapat menerapkan konsep-konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari
dengan melatih melakukan pengamatan, percobaan, berdiskusi dan mengambil
kesimpulan dari kegiatan-kegiatan tersebut. Dengan kegiatan tersebut siswa dapat
menemukan, membuktikan, merealisasikan dan mengaplikasikan suatu konsep
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran fisika yang
ditekankan tidak hanya hasil, tetapi proses untuk mendapatkan hasil itu juga
diutamakan.
Salah satu kelemahan proses belajar yang dilaksanakan para guru adalah
kurangnya usaha pengembangan kemampuan berfikir siswa. selama ini model
pembelajaran yang biasa diterapkan adalah menitikberatkan guru sebagai sumber
informasi dalam jumlah yang besar. Sehingga diperlukan suatu model pembejaran
agar siswa memiliki kemampuan berfikir dan mampu memecahkan masalah
sendiri, menjadi pelajar yang mandiri serta berkinerja dalam kehidupan nyata.
Salah satu model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah
adalah model pembelajaran discovery learning. Model pembelajaran discovery
learning atau pembelajaran penemuan adalah model pengajaran dimana guru
memberikan kebebasan siswa untuk menemukan sesuatu sendiri karena dengan
menemukan sendiri siswa dapat mengerti secara mendalam. Dalam pembelajaran
ini guru hanya memberikan pentunjuk dan pengarahan kepada siswa.
Penggunaan Mind Mapping dalam kegiatan pembelajaran dapat
meningkatkan kreativitas dan pemahaman siswa dalam pelajaran fisika. Dalam
kegiatan pembelajaran Discovery Learning hasil belajar siswa dapat dilihat dengan
memberikan tes akhir pada akhir pembelajaran. Selain memberikan tes kepada
siswa, pemahaman siswa juga dapat dilihat dengan menggunakan Mind Mapping.
Pembuatan Mind Mapping dirancang untuk melihat seberapa banyak ilmu yang
diserap siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

30
Hasil Mind Mapping yang dibuat oleh masing-masing siswa setelah
pembelajaran akan dicocokan dengan hasil postest yang akan diujikan oleh siswa
sebagai perbandingan hasil belajar siswa.

2.3. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya
melalui penelitian. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho : tidak ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran Discovery
Learning dengan menggunakan Mind Mapping terhadap hasil belajar siswa
pada materi pokok gelombang cahaya di kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei
Tuan T.P. 2019/2020.
Ha : ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran Discovery
Learning dengan menggunakan Mind Mapping terhadap hasil belajar siswa
pada materi pokok gelombang cahaya di kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei
Tuan T.P. 2019/2020.

31
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan yang
beralamat di jalan Kolam No.3, Kenangan Baru, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli
Serdang di kelas XI SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan T.P. 2019/2020. Penelitian
direncanakan akan dilakukan selama 1 bulan.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian


3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 1
Percut Sei Tuan T.P. 2019/2020.

3.2.1. Sampel Penelitian


Sampel merupakan sebahagian dari populasi yang dipilih secara
representative, artinya karakteristik populasi tercermin dalam sampel yang diambil.
Sampel enelitian dipilih dengan menggunakan teknik penarikan sampel kelas acak
(cluster random sampling) dimana setiap kelas populasi berhak memiliki
kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Sampel diambil secara
acak yaitu sebanyak dua kelas. Satu kelas dijadikan sebagai kelas eksperimen yang
diajarkan dengan model pembelajaran Discovery Learning menggunakan media
Mind Mapping dan satu kelas lagi dijadikan sebagai kelas kontrol yang diajarkan
dengan pembelajaran konvensional.

3.3. Variabel Penelitian


3.3.1. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas, yaitu variable yang menyebabkan atau mempengaruhi yaitu
faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan
hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati. Dalam hal ini yang
menjadi variable bebas adalah model pembelajaran Discovery Learning dengan
menggunakan Mind Mapping dan pembelajaran konvensional.

32
3.3.2. Variabel Terikat
Variabel terikat, faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk
menentukan adanya pengaruh variable bebas yaitu faktor yang muncul atau tidak
muncul atau berubah sesuai dengan yang diperkenalkan oleh peneliti, didalam hal
ini yang menjadi variable terikat adalah hasil belajar siswa pada materi Gelombang
Cahaya.

3.4. Jenis Dan Design Penelitian


3.4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi exsperimenent (eksperimen
semu) yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh atau
akibat yang ditimbulkan pada subjek atau siswa. Penelitian dimaksudkan untuk
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh model pembelajaran Discovery Learning
dengan menggunakan Mind Mapping terhadap hasil belajar siswa.

3.4.2. Design Penelitian


Penelitian melibatkan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol,
kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diberikan model
pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan Mind Mapping yang
dilakukan oleh peneliti. Sedangkan kelas kontrol diberikan model pembelajaran
konvensional yang proses pembelajaran dilakukan oleh guru bidang studi.
Design penelitian yang digunakan adalah Kontrol Group Pretest-Postest
Design. Siswa diberikan tes sebanyak dua kali yaitu tes yang diberikan sebelum
perlakuan (T1) yang disebut pretest dan tes sesudah perlakuan (T2) yang disebut
posttest. Design penelitian ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kontrol Group Pretest-Postest Design (Arikunto,2013)


Kelas Pretest Perlakuan Postest

Kelas Ekssperimen T1 X T2

Kelas Kontrol T1 Y T2

33
Keterangan :
T1 = Pemberian tes awal (Pretest) dari subjek kelas eksperimen
T1 = Pemberian tes awal (Pretest) dari subjek kelas kontrol
X = Pembelajaran dengan model Discovery Learning menggunakan Mind
Mapping
Y = Pembelajaran dengan model konvensional (pembelajaran langsung)
T2 = Pemberian tes akhir (Postest) dari subjek kelas eksperimen
T2 = Pemberian tes akhir (Postest) dari subjek kelas control.

3.5. Instrumen Penelitian


3.5.1. Tes Hasil Belajar
Tes yang digunakan untuk memperoleh data hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah pembelajaran model Discovery Learning menggunakan Mind Mapping
berupa tes pilihan berganda sebanyak 3 soal dengan 5 option dan diberikan
sebanyak dua kali yaitu pada pretest dan postest.

Instrumen yang digunakan:

1. Sebuah kisi memiliki 12.500 garis/cm. Seberkas sinar monokromatis datang


tegak lurus pada kisi. Bila spektrum orde pertama membentuk sudut 300
dengan garis normal pada kisi, maka panjang gelombang sinar tersebut
adalah...
A. 4.10-7 A
B. 4.10-5 A
C. 4.10-3 A
D. 4.103 A
E. 4.105 A
2. Sebuah kisi difraksi dengan konstanta kisi 500 garis/cm digunakan untuk
mendifraksikan cahaya pada layar yang berjarak 1 m dari kisi. Jika jarak
antara dua garis terang yang berurutan 2,4 cm, maka panjang gelombang
yang digunakan adalah...
A. 400 nm
B. 450 nm

34
C. 480 nm
D. 560 nm
E. 600 nm
3. Seberkas sinar monokromatis dengan panjang gelombnag 5000 A datang
tegak lurus pada kisi. Jika spektrum orde kedua membentuk sudut 300,
jumlah garis per cm kisi adalah...
A. 2000 goresan
B. 4000 goresan
C. 5000 goresan
D. 20.000 goresan
E. 50.000 goresan

Teknik penskoran terhadap tes hasil belajar dilakukan berdasarkan bentuk


soal yang digunakan. Dalam penskoran bentuk soal uraian objektif, skor hanya
dimungkinkan dengan dua kategori, yaitu benar dan salah. Untuk setiap kata kunci
yang benar diberi skor 1 (satu), sedangkan setiap kata kunci yang dijawab salah ata
tidak dijawab diberi skor 0 (nol). Untuk penilaian jawaban soal uraian digunakan
rumus:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 = 𝑥 100
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Dari hasil nilai dibagi dalam 2 kategori menurut acuan nilai KKM yang
ditetapkan oleh SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan yaitu 75. Kategori skor dapat dilihat
dalam Tabel 3.3. dibawah ini:

Tabel 3.3. Penentuan Skor Perolehan Hasil Belajar


Nilai Tingkat Hasil Belajar
< 75 Tidak Tuntas
≥ 75 Tuntas

35
DAFTAR PUSTAKA

Abdisa., Garuma & Getinet., Tesfay., (2012), The effect of guided discovery on
students’ Physics achievement. Lat. Am. J. Phys. Educ. Vol. 6, No. 4,
December 2012

Adodo, S O., (2013), Effect of Mind-Mapping as a Self-Regulated Learning


Strategy on Students’ Achievement in Basic Science and Technology,
Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol 4. No 6

Baharuddin & Wahyuni, E. N., (2008), Teori Belajar dan Pembelajaran.


Yogyakarta: Ar-ruzz media

Cahyo, N. Agus., (2013), Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar,


Jogjakarta: DIVA Press

Dimyati & Mudjiono., (2006), Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik Oemal., (2008), Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara

Herdin., (2017), 7 Rahasia Mind Map Membuat Anak Genius, Jakarta: Gramedia

Hosnan., (2014), Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran


Abad 21. Bogor : Ghalia Indonesia

Illahi, T. Mohammad., (2016), Pembelajaran Discovery Strategy & Mental


Vocational Skill, Jogjakarta: DIVA Press

Joyce, B., Weil,M, dan Calhoun, E., (2009), Model Of Teaching, Model-Model
Pengajaran Edisi Kedelapan. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Kadhijah., (2013), Belajar Dan Pembelajaran, Bandung: Cita Pustaka Media

Kadri, Muhammad & Rahmawati, Meika., (2015), Pengeruh Model


Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Materi Pokok Suhu dan Kalor. Jurnal Ikatan Alumni Fisika Universita s
Negri Medan vol 1 no. 1 oktober 2015

Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan., (2013),


http://filekemendikbudwordpress.com/category/file-download-sma/
(diakses tanggal 13 Januari 2018)

36

Anda mungkin juga menyukai