Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KLONING GEN

MATA KULIAH BIOMOLEKUL DAN REKAYASA GENETIKA

OLEH :

1.FIKRI IMAM FADLI (17728251012)


2.HANIFA ULY AMRINA (17728251013)
3.RETNO PRAPTI UTAMI (17728251014)
4.TIKA RAHMAWATI (17728251019)

PENDIDIKAN KIMIA A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
A. KLONING
Kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari bahasa Yunani yaitu klon
yang berarti potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Menurut Oxford
Advanced Learner’s Dictionary, clone adalah satu kelompok tumbuhan atau organisme
yang dihasilkan secara aseksual dari satu pendahulu (ancestor). Sedangkan
Encyclopedia Britannica menyebutkan clone (whole organism cloning) sebagai
organisme individual yang tumbuh dari satu sel tubuh tunggal orang tuanya yang secara
genetik identik. Di dalam ilmu biologi kloning adalah proses untuk menghasilkan
populasi individu yang identik secara genetik, yang terjadi di alam ketika organisme
seperti bakteri, insekta, atau tumbuhan bereproduksi secara aseksual.
Ada tiga jenis kloning, yaitu kloning molekul, kloning sel, dan kloning organisme.
Kloning molekul atau kloning gen adalah pembentukan sekelompok salinan gen yang
bersifat identik, yang direplikasi dari satu gen yang dimasukkan ke dalam sel inang.
Kloning DNA bertujuan menghasilkan sejumlah besar DNA yang identik, termasuk
gen, promotor, sekuens non-coding, dan fragmen DNA, untuk penelitian lanjut atau
menggunakan DNA pada organisme yang intak untuk menghasilkan protein yang
bermanfaat baik bagi penelitian maupun kemajuan di bidang kesehatan.
Kloning sel yaitu pembentukan sekelompok sel yang identik sifat-sifat genetiknya,
semua berasal dari satu sel, seperti dalam hal galur imunosit yang diprogram untuk
menghasilkan suatu jenis antibodi. Kloning sel bertujuan menghasilkan suatu populasi
sel dari satu sel tunggal. Pada organisme unisel seperti bakteri dan jamur, proses ini
relatif mudah dan hanya memerlukan inokulasi pada media yang sesuai. Pada kultur sel
dari organisme multisel, kloning sel merupakan hal yang cukup rumit karena sel-sel ini
tidak dapat tumbuh pada media standar. Teknik yang digunakan dalam kloning sel
adalah menggunakan cincin kloning. Kloning organisme disebut juga kloning
reproduksi yang bertujuan untuk menghasilkan organisme multisel yang identik secara
genetik. Proses kloning ini merupakan reproduksi aseksual dimana tidak terjadi
fertilisasi. Reproduksi aseksual dilakukan dengan cara mentransfer inti dari sel dewasa
donor ke dalam sel telur tanpa inti.
B. KLONING GEN
Sekitar satu abad yang lalu, Gregor Mandel merumuskan aturan-aturan tentang
pewarisan sifat-sifat biologis. Suatu faktor yang mengatur sifat-sifat organisme yang
dapat diwariskan disebut gen, dimana gen terdapat di dalam kromosom. Pada akhir
tahun 1960, para ilmuwan sangat tertarik dengan teknik kloning, mereka beranggapan
bahwa sangat memungkinkan untuk melakukan kloning DNA dengan cara memotong
dan menginsersikan gen tertentu dari berbagai sumber organisme yang berbeda
(teknologi DNA rekombinan).
Teknologi DNA rekombinan lebih dikenal digunakan untuk membuat kloning gen,
namun rekayasa genetika sering bergantung pada teknik DNA rekombinan dan kloning
gen untuk memodifikasi genom suatu organisme. Kloning gen, teknologi DNA
rekombinan, dan rekayasa genetika merupakan satu kesatuan proses dan teknologi yang
sama. Pengkloningan gen bertujuan untuk: (a) menentukan urutan basa nukleotida
penyusun gen tersebut, (b) menganalisis atau mengidentifikasi urutan basa nukleotida
pengendali gen tersebut, (c) mempelajarai fungsi RNA/ protein/ enzim yang disandi gen
tersebut, (d) mengidentifikasi mutasi yang terjadi pada kecacatan gen yang
mengakibatkan penyakit bawaan, (e) merekayasa organisme untuk tujuan tertentu
misalnya memproduksi insulin.
Untuk mengklon gen, diperlukan DNA yang dapat berasal dari DN kromosom, cDNA
(complementary DNA yang disintesis menggunakan mRNA sebagai cetakan (template),
dan DNA yang dihasilkan dari perbanyakan menggunakan PCR. Komponen yang
digunakan dalam teknik DNA rekombinan untuk kloning gen diantaranya enzim
restriksi untuk memotong DNA, enzim ligase untuk menyambung DNA, vektor untuk
menyambung dan mengklonkan gen di dalam sel hidup, transposon sebagai alat untuk
melakukan mutagenesis dan untuk menyisipkan penanda, pustaka genom untuk
menyimpan gen atau fragmen DNA yang telah diklonkan, enzim transkripsi balik untuk
membuat DNA berdasarkan RNA, pelacak DNA atau RNA untuk mendeteksi gen atau
fragmen DNA yang diinginkan atau untuk mendeteksi klon yang benar.
Enzim restriksi, digunakan untuk memotong DNA. Enzim restriksi mengenal dan
memotong DNA pada sekuens spesifik yang panjangnya empat sampai enam pasang
basa. Enzim tersebut dikenal dengan nama enzim endonuklease restriksi.
Ada dua bagian terpenting yang selalu digunakan dalam rekayasa genetika yaitu sebagai
berikut :
1.      Enzim seluler/Cellular Enzymes
Enzim yang dipakai dalam memanipulasi DNA diantaranya adalah :
a.    enzim Endonuklease, yaitu enzim yang mengenali batas-batas sekuen nukleotida
spesifik dan berfungsi dalam proses restriction atau pemotongan bahan-bahan genetik.
Penggunaan enzim ini yang paling umum antara lain pada sekuen palindromik. Enzim
ini dibentuk dari bakteri yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menahan
penyusupan DNA, seperti genom bacteriophage.
b.    DNA polimerisasi, yaitu enzim yang biasa dipakai untuk meng-copy DNA. Enzim
ini mengsintesis DNA dari sel induknya dan membentuk DNA yang sama persis ke sel
induk barunya. Enzim ini juga bisa didapatkan dari berbagai jenis organisme, yang tidak
mengherankan, karena semua organisme pasti harus meng-copy DNA mereka.
c.    RNA polimerisasi yaitu enzim yang berfungsi untuk ’membaca sekuen DNA dan
mengsintesis molekul RNA komplementer. Seperti halnya DNA polimerisasi, RNA
polimerisasi juga banyak ditemukan di banyak organisme karena semua organisme
harus ’merekam’ gen mereka.
d.   DNA ligase merupakan suatu enzim yang berfungsi untuk menyambungkan suatu
bahan genetik dengan bahan genetik yang lain. Contohnya saja, enzim DNA ligase ini
dapat bergabung dengan DNA atau RNA dan membentuk ikatan phosphodiester baru
antara DNA atau RNA yang satu dengan lainnya.
e.    Reverse transcriptases adalah enzim yang berfungsi membentuk blue-print dari
molekul RNA membentuk cDNA (DNA komplementer). Enzim ini dibuat dari virus
RNA yang mengubah genom RNA mereka menjadi DNA ketika mereka menginfeksi
inangnya. Enzim ini biasa dipakai ketika bertemu dengan gen eukariotik yang biasanya
terpisah-pisah menjadi potongan kecil dan dipisahkan oleh introns dalam kromosom.
2.      Vektor natural/ Natural Vectors
Sebagai salah satu cara untuk memanipulasi DNA di luar sel, para ilmuwan dalam
bioteknologi harus bisa membuat suatu tempat yang keadaannya stabil dan cocok
dengan tempat DNA yang dimanipulasi. Vektor disini bisa diartikan sebagai alat yang
membawa DNA ke dalam sel induk barunya. Agar suatu metode dalam rekayasa
genetika dianggap berhasil, di dalam vektor, DNA hasil rekombinan seharusnya benar-
benar hanya dibawa setelah sebelumnya DNA rekombinan digabungkan dengan DNA
vektor melalui enzim ligase. Namun di dalam vektor, DNA rekombinan tidak termutasi
lagi membentuk DNA dengan sifat baru.
Vektor dalam proses kloning harus memiliki beberapa elemen struktural, yaitu penanda
awal replikasi, pengenalan sekuensi untuk enzim restriksi, multiple cloning site,
penanda selesi , dan daerah promoter yang memungkinkan jalannya proses transkripsi
DNA yang sisisipkan.
Vektor yang dapat digunakan untuk mengklon gen yaitu plasmid, bakteriofage, kosmid
dan BACs (Bacterial Artificial Chromosomes) & YACs (Yeast Artificial
Chromosomes). Menurut tujuan penggunaannya, plasmid dibedakan menjadi dua, yaitu
plasmid untuk kloning prokariot (plasmid pUC 19 dan pBR 32) dan plasmid yang
digunakan untuk kloning eukariot (plasmid Ti). Plasmid memiliki origin of replication
dari inang yang dituju sehingga memungkinkan replikasi secara independen terhadap
genom inang. Plasmid juga memiliki penanda selektif yang berguna untuk memudahkan
seleksi sel pembawa plasmid tersisipi DNA asing. Selain itu, plasmid yang bersifat
mudah diisolasi dari sel inang ini juga memiliki banyak situs pengkloningan. Vektor
berupa plasmid mempunyai beberapa keunggulan yaitu: kecil, strategi seleksi mudah,
berguna untuk mengklon potongan DNA ukuran kecil (<10 kbp). Sayangnya plasmid
kurang efektif untuk mengklon potongan DNA berukuran lebih dari 10 kbp.
Bakteriofage (fage λ) memiliki keunggulan untuk mengklon potongan DNA ukuran 10
-23 kbp dan seleksi berdasarkan ukuran. Kelemahan dari vektor bakteriofage ini yaitu
lebih sulit pengerjaannya.
Vektor Kosmid merupakan gabungan sifat vektor plasmid dan sifat berguna dari situs λ
cos. Kosmid mempunyai keunggulan dalam mengklon potongan DNA berukuran 32-47
kbp dan pengerjaanya ringan mirip dengan plasmid. Kelemahan vektor kosmid yaitu
untuk mengklon potongan DNA berukuran lebih dari 50 kbp. Vektor BACs dan YACs
memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan untuk mengklon potongan DNA dengan
ukuran sangat besar yaitu 100-2000 kbp dan efektif digunakan dalam proyek penetapan
urutan basa nukleotida total genom.
C. TAHAPAN-TAHAPAN DALAM KLONING GEN
Secara umum tahap cloning gen ada 4 tahap

Gambar 1 Langkah kloning gen

1. Isolasi vector dan sumber DNA


2. Memasukan DNA ke dalam vector
3. Tahap mengkloning gen dengan mengembang biakan bakteri
4. Tahap seleksi Kloning sel
5. Pengembangan penelitian dan berbagai macam aplikasi
Tahap 1 Isolasi vector dan sumber DNA
Tahap pertama dalam rekayasa cloning gen yakni isolasi vector dan DNA. Pada
dasarnya Teknik isolasi pada DNA yakni vector dan sumber DNA adalah sama yakni
secara umum sebagai berikut :
a. Lisis sel
Yakni menghancurkan atau meruskaan dinding sel
b. Ekstraksi
Ekstraksi yakni mengekstrak yang terkandung di dalam sel
c. Purifikasi
Purifikasi yakni pemurnian DNA yang akan diambil.
1. Isolasi vektor
Vektor merupakan molekul DNA
yang membawa suatu DNA asing
kedalam sel inang, dengan harapan
sifat yang ada pada DNA asing
tersebut dapat terekspresi dalam sel
inang. Salah satu vektor yang bisa
digunakan untuk membawa molekul
DNA asing masuk dalam sel inang
adalah plasmid. Plasmid adalah
DNA ekstrakromosom yang dapat Gambar 2 Plasmid dalam bakteri E.Coli

berinteraksi secara autonom. Plasmid berbentuk DNA sirkular yakni adalah


salah satu bahan genetik bakteri yang berupa untaian DNA berbentuk lingkaran
kecil. Plasmid memiliki keunikan yakni dapat keluar-masuk ‘tubuh’ bakteri,
dan bahkan sering dipertukarkan antar bakteri. Plasmid yang digunakan dalam
teknologi rekayasa genetic adalah plasmid yang terdapat dalam bakteri bakteri
E.coli yang digunakan untuk membuat hormone insulin.
Tahap pertama adalah isolasi vector yakni plasmid dalam bakteri secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Kultivasi dan pemanenan sel
Prosedur isolasi diawali dengan kultivasi bakteri yang mengandung plasmid
yang akan diisolasi. Untuk inang Escherichia coli, umumnya bakteri dikultur
selama 12-18 jam pada media Luria-Bertani broth. Pada umur tersebut,
pertumbuhan bakteri masih berada dalam fase eksponensial. Pemanenan
pada jam tesebut bertujuan untuk memperoleh jumlah sel yang memadai
sebagai sumber plasmid. Pemanenan sel dilakukan dengan sentrifugasi

Gambar 3 Sentrifugasi untuk pemananenan sel

2. Resuspensi sel
Pelet sel kemudian diresuspensikan dalam larutan yang mengandung Tris-
EDTA dan glukosa. Larutan ini umumnya dikenal sebagai larutan atau
solution I. EDTA dalam larutan I berfungsi mengkhelat (mengikat) kation-
kation divalen seperti Mg2+ dan Ca2+. Kedua ion ini berfungsi sebagai
kofaktor yang esensial bagi aktivitas Dnase dalam mencacah molekul DNA.
Selain itu, ion Mg dan Ca diketahui berperan penting dalam memelihara
integritas dan kestabilan membran plasma bakteri sehingga kerja EDTA juga
berfungsi membantu destabilisasi membran. Glukosa berfungsi menjaga
tekanan osmotik sel agar tidak pecah. Keutuhan sel pada tahap ini penting
untuk tetap terpelihara, Dnase yang ada di dalam sel tidak bertemu dengan
DNA plasmid yang akan diisolasi. Penelitian Qiagen menyimpulkan tanpa
glukosa pun, metode alkalin lisis dapat bekerja dengan baik dalam
mengisolasi plasmid.
3. Lisis sel dan Denaturasi DNA
ahap selanjutnya lisis sel dan denaturasi DNA dengan pemberian larutan II
yang terdiri dari SDS dan NaOH. SDS merupakan garam deterjen anionik,
yang ketika dilarutkan dalam air akan berdisosiasi menjadi ion Na + dan dan
dodesil sulfat. Dodesil sulfat adalah molekul deterjen berantai hidrofobik
panjang dengan gugus sulfat bermuatan negatif pada salah satu ujungnya.
Dodesil sulfat akan berikatan dengan bagian interior lipid bilayer pada
membran sehingga mengakibatkan lisis sel. Komponen selular bakteri
termasuk DNA dan RNA akan keluar dan larut dalam. Ion deterjen dodesil
sulfat juga mendenaturasi protein yang ada dalam lisat, dengan jalan
memutuskan ikatan-katan non kovalen (terutama ikatan hidrogen) pada
protein, sehingga kembali ke struktur primernya, sebagai rantai linier
polipeptida. Hal ini membuat protein-protein enzim kehilangan aktivitas
enzimatiknya termasuk enzim Dnase yang dikhawatirkan merusak DNA
plasmid. Pada tahap ini larutan akan berisi asam nukleat (DNA dan RNA)
dan debris sel yang terdapat dalam kompleks dodesil sulfat-lipid-protein.
Sementara itu, NaOH yang bersifat basa membuat seluruh molekul DNA
berutas ganda baik DNA kromosomal maupun plasmid mengalami
denaturasi menjadi utas-utas tunggal. Itulah mengapa metode ini disebut
sebagai metode lisis basa (alkaline lysis). Pada tahapan ini, DNA
kromosomal terpisah sempurna menjadi utas-utas tunggal terpisah;
sedangkan utas tunggal plasmid yang berbentuk lingkaran tetap terhubung,
seperti dua cincin yang saling bertautan. Karakter ukuran dan struktur kedua
jenis DNA inilah yang menjadi dasar pemisahan DNA plasmid dari DNA
kromosomal.
4. Netralisasi
Tahap selanjutnya adalah netralisasi dengan penambahan larutan III sodium
asetat pH ~5,5. Ion K+ bebas yang berasal dari potasium asetat pada larutan
III akan menetralkan muatan negatif dari kompleks kompleks dodesil sulfat-
lipid-protein terdenaturasi, membentuk potasium dodesil sulfat (KDS) yang
tidak larut dan terpresipitasi bersama lipid membran dan protein yang
terdenaturasi. Laju presipitasi KDS dapat ditingkatkan dengan inkubasi pada
suhu es (4oC).
Larutan III adalah sodium asetat yang diatur pHnya ke 5,5 menggunakan
asam asetat. Asam asetat berfungsi menetralkan suasana basa yang
diciptakan oleh ion hidroksida dari NaOH yang diberikan pada tahap lisis
sebelumnya. Ketika pH larutan kembali netral, ikatan-ikatan hidrogen antar
basa utas tunggal DNA terbentuk kembali, sehingga molekul tersebut dapat
berenaturasi menjadi DNA berutas ganda. Proses renaturasi inilah yang
menjadi tahap seleksi bagi plasmid. Utas-utas tunggal sirkular DNA plasmid
yang yang berukuran kecil dan tetap saling bertautan dapat berenaturasi
sempurna membentuk utas ganda yang tetap berada dalam larutan;
sedangkan DNA kromosomal yang berukuran jauh lebih besar dari plasmid
tidak dapat berenaturasi sempurna, membentuk struktur kusut tak beraturan
yang terperangkap dan ikut terpresipitasi bersama kompleks KDS-lipid-
protein. Oleh karena itu, pencampuran pada tahap lisis sel harus dilakukan
dengan perlahan. Pengocokan yang kuat (misalnya vortex) akan
mengakibatkan molekul DNA kromosom akan terpotong menjadi fragmen-
fragmen yang kecil yang dapat ikut berenaturasi seperti halnya DNA
plasmid, dan mengkontaminasi DNA plasmid.
5. Purifikasi
Purifikasi bertujuan untuk membersihkan isolat dari kontaminasi bahan
selain DNA. Pada tahap ini, kontaminan yang umum terdapat dalam larutan
adalah protein dan komponen buffer yang digunakan dalam tahap
sebelumnya seperti garam potasium asetat, SDS, dan EDTA. Terdapat
berbagai metode purifikasi DNA hasil ekstraksi. Salah satu metode
tradisional yang efektif dan relatif murah untuk purifikasi DNA plasmid
adalah metode ekstraksi fenol-kloroform. Campuran pelarut organik ini
secara signifikan dapat mendenaturasi protein dan melarutkan komponen
lipid. Jumlah fenol-kloroform yang ditambahkan umumnya satu kali volume
larutan yang akan dipurifikasi. Umumnya fenol-kloroform disiapkan dalam
bentuk campuran fenol-kloroform-isoamil alkohol dengan perbandingan
volume 25:24:1. Campuran fenol-kloroform adalah campuran yang
homogen. Fenol-kloroform dan air tidak dapat bersatu sehingga akan
terbentuk dua fase yakni fase air (fase aqueous) dan fase fenol-kloroform.
Fenol-kloroform lebih ‘berat’ daripada air sehingga fasenya berada di bawah
fase air. Kedua fase kemudian dicampur dengan cara vorteks. Pencampuran
akan membuat fenol merangsek ke dalam lapisan air dan membentuk emulsi
droplet. Protein akan terdenaturasi dan terperangkap dalam fase fenol-
kloroform, sedangkan DNA tetap berada di air. Kedua fase kemudian dapat
dipisahkan dengan baik dengan sentrifugasi. Fase atas yang berisi DNA akan
dapat dengan mudah diambil dengan pemipetan, dan fase fenol-kloroform
dapat dibuang.
6. Pemekatan DNA
Pemekatan DNA bertujuan memisahkan DNA dari larutan sehingga
diperoleh konsentrasi yang lebih tinggi. Cara sederhana dan murah untuk
memisahkan DNA dari larutan dapat dilakukan dengan presipitasi etanol.
Prosedur dasarnya adalah etanol absolut ditambahkan ke larutan DNA.
Proses presipitasi etanol umumnya dapat dibantu dengan penambahan
garam. Setelah perlakuan itu, DNA akan terpresipitasi dan dapat dipeletkan
dengan sentrifugasi. Selanjutnya pelet DNA dicuci dengan etanol 70%.
Kemudian pelet dikeringkan dan setelah itu dilarutkan kembali ke dalam air
atau buffer tris EDTA (TE). Berikut sekelumit penjelasan mengenai
mekanisme presipitasi etanol.
Ekstraksi fenol-kloroform dan presipitasi etanol.
Sebagai pelarut polar, molekul air memiliki muatan negatif parsial di sekitar
atom oksigennya, dan muatan positif parsial di sekitar atom hidrogennya.
Oleh karena itu DNA yang bermuatan negatif dapat berinteraksi dengan
molekul air, dan larut di dalamnya. Garam berfungsi untuk menetralkan
muatan pada kerangka gula fosfat. Garam yang umum dipakai adalah
sodium asetat. Selain sodium asetat 0,3 M, sodium klorida 0,3 M dan
amonium asetat 2,5 M juga dapat digunakan sebagai garam alternatif. Dalam
larutan, sodium asetat terdisosiasi menjadi ion sodium (Na +) dan ion
[CH3COO]–. Kation monovalen dalam hal ini ion (Na +) sodium akan
menetralkan muatan negatif pada gugus fosfat (PO43-) DNA, sehingga
membuat molekulnya kurang larut dalam air.
Namun demikian penambahan garam saja tidak serta merta menyebabkan
presipitasi DNA dari larutan. Interaksi antar ion dalam larutan dipengaruhi
oleh Gaya Coulumb yang sangat bergantung pada konstanta dielektrik
pelarut. Air sebagai pelarut memiliki konstanta dielektrik yang tinggi
sehingga membuat ion sodium dan gugus fosfat DNA sulit untuk
berinteraksi. Sebaliknya etanol memiliki konstanta dielektrik yang jauh lebih
rendah daripada air. Penambahan etanol akan menurunkan konstanta
dielektrik larutan sehingga memudahkan interaksi ion sodium dan gugus
fosfat DNA. Netralisasi muatan pada gugus fosfatnya membuat DNA
menjadi kurang hidrofilik dan akhirnya keluar dari larutan (terpresipitasi).
DNA akan terpresipitasi pada larutan dengan konsentrasi akhir etanol
minimal 70%. Oleh karena itu, dibutuhkan etanol absolut sebanyak 2-2,5
kali volume sampel. Inkubasi campuran DNA-garam-etanol pada suhu
rendah (-20oC atau -80oC) umum digunakan dalam prosedur presipitasi.
Suhu rendah mendukung flokulasi DNA untuk membentuk kompleks
presipitat yang lebih besar, sehingga dengan mudah terpeletkan dengan
sentrifugasi. Pencucian dengan etanol 70% berfungsi untuk menghilangkan
sisa-sisa garam yang masih terikut pada pelet DNA hasil presipitasi. Pelet
yang ada dikeringkan dengan menguapkan sisa etanol pada suhu ruang atau
dapat pula dengan menggunakan oven bersuhu 50oC atau speed vacum.
Yang terpenting untuk diingat adalah jangan sampai membuat pelet DNA
terlalu kering. Hal ini akan menyulitkan resuspensinya dalam air atau buffer.
Pelet DNA kemudian dilarutkan dengan air bidestilata (double destiled
water) atau buffer Tris-EDTA (TE) pH 7,5. Stok DNA dapat disimpan pada
suhu -20 atau -80oC. Prinsipnya, semakin rendah suhu penyimpanan, maka
semakin baik kualitas preservasinya. Untuk penyimpanan jangka panjang
DNA umumnya dilarutkan dalam buffer TE. Buffer Tris yang berpH netral
akan menjaga DNA dari proses depurinasi yang terjadi pada pH rendah.
Selain itu, buffer TE dapat mencegah degradasi DNA oleh nuklease, karena
EDTA dalam TE mengkhelat kation-kation divalen (seperti Mg2+ dan Ca2+)
yang menjadi kofaktor Dnase. Akan tetapi, hal ini membuat DNA dengan
pelarut TE kurang cocok digunakan untuk aplikasi hilir enzimatis, contohnya
PCR, karena EDTA mengikat Mg2+ yang merupakan kofaktor bagi Taq
polimerase. Oleh karena itu untuk stok DNA yang akan segera dipakai atau
hanya disimpan untuk jangka waktu pendek, penyimpanan dalam pelarut air
lebih disarankan.
Dalam prakteknya isopropanol juga dapat digunakan untuk presipitasi DNA.
Isopropanol kurang volatil daripada etanol sehingga butuh waktu lebih lama
untuk diuapkan. Selain itu, beberapa garam kurang larut dalam isopropanol
(dibandingkan dengan dalam etanol) dan akan lebih cenderung terpresipitasi
bersama dengan DNA. Oleh karena itu, pencucian ekstra dengan etanol 70%
perlu dilakukan untuk menghilangkan kontaminasi garam. Isopropanol
memiliki kelebihan karena jumlah volume yang dibutuhkan untuk presipitasi
DNA hanya setengah dari jumlah volume etanol.
2. Isolasi DNA
Tahap selanjutnya adalah mengisolasi DNA, Isolasi DNA diawali dengan
perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan baik dengan
cara mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara
enzimatis seperti pemberian lisozim. Langkah berikutnya adalah lisis sel. Bahan-
bahan sel yang relatif lunak dapat dengan mudah diresuspensi di dalam medium
bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu diperlakukan
dengan deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil
sulfat (SDS). Pada eukariot langkah ini harus disertai dengan perusakan
membran nukleus. Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus
dibuang. Biasanya pembuangan remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi.
Protein yang tersisa dipresipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti
kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis
dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel
masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk
membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut
kemudian dimurnikan dengan penambahan amonium asetat dan alkohol atau
dengan sentrifugasi kerapatan menggunakan CsCl.
3. Pemotongan DNA
Setelah isolasi DNA plasmid dan DNA sumber selanjutnya adalah pemotongan
DNA atau restriksi DNA. Untuk pemotongan DNA yakni menggunakan enzim
restriksi Enzim restriksi adalah enzim yang digunakan untuk memotong DNA
secara spesifik. Enzim restriksi disebut sebagai gunting biologi. Enzim ini
diisolasi dari bakteri. Restriksi yang digunakan untuk memotong plasmid harus
sama dengan pemotong DNA asing agar urutan basanya bisa sesuai sehingga
antara plasmid dan DNA asing yang disisipkan bisa bersatu. Penamaan enzim
restriksi diambil dari enzim yang diambil dari bakteri yang menghasilkan enzim
tersebut misalnya EcoR1 yakni

Tabel 1 penamaan enzim restriksi EcoR1

Kependekan Kepanjangan Deskripsi


E Escherichia Genus
Co coli Species

R RY13 Strain
Urutan Urutan enzim
I penemuan yang ditemukan
pada bakteri

Pada tabel 1 penamaan enzim restriksi terlihat bahwa enzim tersebut diperoleh
dari bakteri Escherichia coli yang memiliki bentuk strain dan I adalah urutan
enzim yang ditemukan pada bakteri atau untuk membedakan enzim yang
berbeda tetapi diisolasi dari spesies yang sama.
Enzim restriksi memiliki peran dalam hal digesti. Digesti yaitu teknik
pemotongan fragmen
DNA dengan
menggunakan enzim
retriksi. Proses digesti
dengan menggunakan
enzim bergantung dari
pengenalan enzim
tersebut terhadap
sequence DNA yang
akan dipotong yang
ditunjukan dengan area
seperti pada gambar 4
peta plasmid .Adapun
prinsip kerja enzim
restriksi adalah:

Gambar 4 Peta plasmid


1. Enzim restriksi yang digunakan adalah enzim endonuklease restriksi. Enzim
pemotong ini mengenali DNA pada situs kusus dan memotong pada situs
tersebut
2. Situs pengenalan enzim restriksi adalah daerah yang simetri dengan
poliandrom, artinya bila kedua utas DNA tersebut masing-masing dibaca
dengan arah yang sama akan memberikan urutan yang sama pula
nukleotidanya
3. Pemotongan enzim restriksi akan menghasilkan potongan yaitu ujung
kohesif (sticky end) dan ujung rata (blunt end).

Hasil pemotongan enzim restriksi terdiri atas dua macam yaitu sticky ends
dan blunt ends tergantung dari enzim tersebut.

a. Sticky end (ujung kohesif)


Sticky ends adalah hasil pemotongan yang tidak rata karena ada bagian
molekul yang mempunyai bentuk single stranded atau tidak berpasangan.
Pada sticky end tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali
terpisah sejauh beberapa pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat
pemotongan semacam ini akan menghasilkan fragmen-fragmen dengan
ujung 5’ yang runcing karena masing-masing untai tunggalnya menjadi tidak
sama panjang. Dua fragmen DNA dengan ujung yang runcing akan mudah
disambungkan satu sama lain sehingga ujung runcing sering pula disebut
sebagai ujung lengket (sticky end) atau ujung kohesif. Pemotongan sticky
end adalah sebagai berikut :
Gambar 5 Proses restriksi pada sticky end (EcoRI)

Contoh dari enzm sticky end adalah

Tabel 2 Enzim dan Pengenalan sequen

Enzim Recognition sequence


ApaI GGGCC’C
C’CCGGG
BamHI G’GATC C
C CTAG’C
SalI G’TCGA C
C AGCT’G
EcoRI G’AATTC
C TTAA’G
HindIII A’AGCT T
T TCGA’A
(‘) adalah lokasi pemotongan sequence

b. Blunt end (ujung tumpul)


Blunt end adalah hasil pemotongan berupa ujung yang tumpul.
Pemotongan blunt end mempunyai tempat pemotongan DNA pada posisi
yang sama. Kedua fragmen hasil pemotongannya akan mempunyai ujung 5’
yang tumpul karena masing-masing untai tunggalnya sama panjangnya.
Fragmen-fragmen DNA dengan ujung tumpul (blunt end) akan sulit untuk
disambungkan. Biasanya diperlukan perlakuan tambahan untuk menyatukan
dua fragmen DNA dengan ujung tumpul, misalnya pemberian molekul
linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil
transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’.
Pemotongan blunt end dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 6 Pemotongan blunt end

Contoh enzim yang memotong blunt end adalah sebagai berikut :

Tabel 3 Contoh enzim dengan pemotongan blunt end

Enzim Recognition sequence


PvuIII CAG’CTG
GTC’GATC
DpnI GA’TC
CT’AG
AhaIII TTT’AAA
AAA’TTT

Perbedaan pemotongan yang berupa sticky end dan blunt end dapat dilihat
pada table 4

Tabel 4 Perbedaan sticky end dan blunt end

No Sticky end Blunt end


1 Merupakan hasil potongan DNA Merupakan hasil potongan DNA yang
yang berujung kohesif (lengket) berujung rata (tumpul)
2 Potongan yang dihasilkan memiliki Potongan yang dihasilkan masih
bagian DNA yang tidak memiliki oada semua bagian DNA nya
berpasangan dan ada yang berantai
tunggal
3 Apabila hendak disambungkan Hasil ikatan DNA yang akan
memiliki iktan yang kuat disambungkan kurang kuat
disbanding blunt end

4. Penggabungan DNA plasmid dan DNA asing


Setelah pemotongan DNA plasmid dan DNA asing menggunakan enzim
restriksi langkah selanjunya adalah mengabungkan DNA potongan plasmid dan
DNA asing dengan menggunakan enzim ligase. Enzim ligase adalah enzim yang
berfungsi untuk menyambung dua ujung potongan DNA. Enzim ligase yang
sering digunakan adalah DNA ligase dari E. Coli dan DNA ligase dari Fage T4.
Prinsip kerja enzim ligase sebagai berikut:
1. Enzim ligase menyambung dua ujung DNA yang semulanya terpotong
2. penyambungan dilakukan dengan cara menyambung 2 ujung DNA melalui
ikatan kovalen antara ujung 3’OH dari utas satu dengan ujung 5’P dari utas
yang lain
3. Penggunaan ligasi DNA ini mengkatalis ikatan fosfodiester antara kedua
ujung DNA sehingga kedua fragmen DNA yang berupa potongan bisa
bersatu menjadi satu.
Adapun mekanismenya sebagai berikut :

Gambar 7 Mekanisme Enzim Ligase


Mekanisme DNA ligase dimulai dari hidrolisis kofaktor, yaitu NAD+
atau ATP.[1] Peristiwa ini menghasilkan kompleks enzim-adenylate AMP
yang berikatan kovalen dengan grup α-amino residu lysin pada sisi aktif
dengan melepaskan pyrofosfat inorganik (PPi), jika kofaktor berupa ATP;
atau nicotinamide mononucleotide (NMN), jika kofaktor berupa NAD +.[1]
Kemudian sebagian AMP akan berpindah dari sisi aktif lysin ke ujung
bebas 5’-fosfat yang berada pada nick utas DNA. Pada akhirnya, iktan
fosfodiester akan terbentuk antara ujung 3’-OH yang berada di ujung nick
dengan 5’-fosfat dan melepaskan AMP dan enzim adenylate.
Tahap 2 Memasukan DNA rekombinan ke dalam bakteri
Tahap 1 akan menghasilkan Plasmid rekombinan yakni DNA campuran dari Plasmid
dan DNA asing. Tahap selanjutnya adalah menanamkan plasmid rekombinan ke dalam
bakteri atau yang disebut sebagai host (sel inang). Namun sebelum dimasukan ke dalam
bakteri plasmid rekombinan dipastikan terlebih dahulu sudah terligasi dengan baik
menggunakan teknik elektroforensis. Jika hasil elektroforesis menunjukkan bahwa
fragmen-fragmen DNA genomik telah terligasi dengan baik pada DNA vektor sehingga
terbentuk molekul DNA rekombinan, campuran reaksi ligasi dimasukkan ke dalam sel
inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dengan sendirinya, di dalam campuran
reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen
DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap
memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi.
Tahap transformasi terdapat berberapa cara yakni :
a. Metode Heat shock
Pada metode heat shock yakni menggunakan CaCl2 yang berfungsi untuk
memasukan plasmid rekombinan ke dalam bakteri. Molekul CaCl2 akan
menyebabkan sel-sel bakteri bengkak san membentuk sferoplas yang kehilangan
protein periplasmiknya sehingga dinding sel menjadi bocor. Kemudian diberi
perlakuan kejut panas setelah pencampuran DNA fungsinya adalah meningkatkan
frekuensi transformasi. Inkubasi dalam suhu tinggi akan membuka pori – pori sel
inang sehingga vektor dapat masuk dalam sel inang. Inkubasi dalam suhu dingin
dapat menutup pori – pori sel inang yang sebelumnya terbuka. DNA yang
ditambahkan ke dalam campuran ini akan membentuk kompleks resisten DNase
dengan ion-ion Ca2+ yang terikat pada permukaan sel. Kompleks ini kemudian
diserap oleh sel selama perlakuan kejut panas diberikan.
b. Metode elektroporasi
Selanjutnya metode elektroporasi. Permeabilitas dinding sel bakteri dapat
ditingkatkan dengan cara menempatkan sel bakteri kedalam medan listrik yang
kuat. DNA dan sel bakteri dimasukkan bersama-sama dalam kuvet khusus yang
kemudian ditempatkan dibawah medan listrik dalam waktu yang sangat singkat
sekitar 4-5 detik. Dibawah medan listrik ini dinding sel bakteri dipaksa terbuka
dengan sendirinya sehingga DNA dapat masuk kedalam sel bakteri kedalam
lubang yang terbentuk tersebut. Teknik ini dapat menyebabkan sebagian besar sel
bakteri mati, namun sel yang bertahan hidup akan menerima DNA. Elektroporasi
sering digunakan untuk transfer DNA karena prosesnya lebih cepat.
c. Metode konjugasi
Proses ini umumnya terjadi secara alamiah diantara sel bakteri melalui pili bakteri.
Transfer DNA melalui konjugasi diperlukan jenis plasmid khusus yang disebut
dengan plasmid konjugatif. Apabila sel bakteri memiliki plasmid tersebut (sel
donor) bertemu dengan bakteri yang tidak memiliki plasmid (sel penerima), maka
akan terjadi agregasi sel dari keduanya. Pada saat itu akan terjadi transfer plasmid
dari sel donor ke dalam sel penerima. Manipulasi terhadap plasmid konjugatif
dapat dilakukan untuk membuat plasmid konjugatif membawa molekul DNA
rekombinan yang dikehendaki sehingga dapat ditransfer kepada sel bakteri lain
melalui kontak antar sel bakteri. Salah satu cara teknik konjugasi khusus yang
berhasil dilakukan adalahh teknik konjugasi menggunakan bakteri Agrobacterium
tumefaciens yang mengandung plasmid konjugatif yang disebut dengan plasmid
Ti (Tumor inducing)

Tahap 3 Mengkloning dengan menggembangbiakan bakteri dan seleksi bakteri


Hasil dari tahap 2 adalah terdapat bakteri yang mengandung plasmid rekombinan Oleh
karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan,
maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang
membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa
DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA
rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan.
Cara seleksi sel transforman akan pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat
terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu : (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun
atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi
gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau
gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua
dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua
sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi.
Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga dilihat pula
perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan salah
satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan
ketigalah yang terjadi.
Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan
mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya
dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau
polymerase chain reaction (PCR). Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat
dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel
rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan
protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja. Selanjutnya,
dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA
yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur
awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel
rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan.

Tahap 4 aplikasi dari cloning gen


Adapun manfaat DNA rekombinan banyak digunakan dalam berbagai bidang,
diantaranya adalah:
1. Bidang kesehatan
Contohnya adalah produksi isulin untuk mengobati penyakit diabetes mellitus.
Produksi insulin dilakukan secara massal menggunakan bakteri. Kemampuan
yang dimiliki bakteri ini terjadi karena manusia telah memasukkan dan
menginsersikan gen yang menjadikan isulin manusia pada genom bakteri.
Aplikasi DNA rekombinan dalam bidang kedokteran adalah produksi vaksin,
insulin, antibody dan sebagainya. Beberapa produk DNA rekombinan yang
digunakan untuk terapi manusia adalah:
a. Insulin untuk penderita diabetes
b. Factor VII utuk laki-laki penderita hemophilia a
c. Factor IX untuk hemophilia b
d. Hormon pertumbuhan manusia
e. Interferon
f. Antibodi monoclonal
2. Bidang pertanian
Aplikasi DNA rekombinan juga bermanfaat dalam bidang pertanian, diantaranya
adalah:
a. Mengganti pemakaian pupuk nitrogen yang banyak dipergunakan tetapi
mahal harganya, oleh fiksasi nitrogen secara alamiah. Bakteri tanah
Rhizobium sp dapat mengadakan infeksi ke dalam akar dari tanaman family
Leguminosae. Infeksi ini menghasilkan bintil akar dan bakteri yang terdapat
di dalamnya sehingga dapat mengikat zat lemas bebas dari udara untuk di
ubahnya menjadi nitrogen yang dapat diambil dan digunakan oleh tanaman
tersebut.
b. Teknik rekayasa genetika mengusahakan tanaman-tanaman (terutama yang
mempunyai arti ekonomi) yang tidak tahan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, jamur dan cacing.
c. Mengusahakan tanaman-tanaman yang mampu menghasilkan peptisida
sendiri.
3. Bidang peternakan
a. Sudah dipasarkan vaksin yang efektif terhadap penyakit kuku dan mulut,
yaitu penyakit ganas dan sangat menular pada sapi, domba, kambing, rusa
dan babi
4. Bidang Industri
a. Menciptakan bakteri yang dapat melarutkan logam-logam langsung dari
dalam bumi
b. Menciptakan bakteri yang dapat menghasilkan bahan kimia
c. Menciptakan bakteri yang dapat menghasilkan baha mentah kimia seperti
etilen yang diperlukan untuk pembuatan plastik.

D. DAFTAR PUSTAKA
Brown, T.A. 2010. Gene Cloning & DNA Analysis An Introduction Sixth
Edition. Ebook
Hornby, A.S. 1990. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Oxford: Oxford
University Press
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Mizarwati. 2003. Penerapan Teknik-Teknik Kloning Gen Dalam Kehidupan
Manusia. USU digital library
Nugroho, E.D., Rahayu D.A. 2017. Pengantar Bioteknologi (Teori dan
Aplikasi). Ebook
Wangko, S., Kristanto, E. 2010. Kloning Manfaat Versus Masalah. Jurnal
Biomedik Volume 2 Nomor 2. P (88-94). Manado: Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi

Anda mungkin juga menyukai