STEFANY FERNANDEZ
I. ASMA
II. Praktikum 1
IV. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat asma
V. Teori
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel dan
elemen selular yang berperan. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan hyperresponsiveness
yang menyebabkan episode wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk
terutama malam dan dini hari. Secara sederhana, Asma merupakan penyakit kronis saluran
pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus,
dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.
Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil
dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma.
Diagnosa
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya dijumpai
napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada
serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk
bernapas).
Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan
pirometri atau peak expiratory flow meter.
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1).
Terapi non farmakologi
1. Edukasi pasien meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum
dan pola penyakit asma sendiri)
2. Pengukuran peak flow meter Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang
sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini
dianjurkan pada :
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Pemberian oksigen
5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat (Penghentian merokok, Menghindari kegemukan, Kegiatan fisik
misalnya senam asma
Terapi Farmakologi
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat asma dapat dibagi dalam beberapa kelompok,
yaitu zat-zat yang menghindari degranulasi mast-cells (anti-alergika) dan zat-zat yang
meniadakan efek mediator (bronchodilator, antihistaminika dan kortikosteroida).
a. Anti alergika
Anti alergika adalah zat-zat yang berkhasiat menstabilisasi mast-cells sehingga tidak pecah dan
mengakibatkan terlepasnya histamine dan mediator peradangan lainnya.
Contoh kromoglikat dan nedokromil, antihistaminika (ketotifen dan oksatomida) dan β2-
adrenergika (lemah). Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis
alergis (hay fever).
Penggunaan: Kromoglikat sangat efektif sebagai pencegah serangan asma dan bronchitis yang
bersifat alergis. Untuk profilaksis yang layak obat ini harus diberikan 4 kali sehari dan efeknya
baru nyata sesudah 2-4 minggu. Penggunaannya tidak boleh dihentikan dengan tiba-tiba
berhubung dapat memicu serangan. Pada serangan akut kromolin tidak efektif karena tidak
memblok reseptor histamine.
b. Bronkhodilator
Beta 2 adrenergika
stabilisasi membran dan bronkhodilatasi dan praktis tidak bekerja terhadap reseptor-β1
(stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua receptor sebaiknya jangan digunakan lagi
berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin, isoprenalin, dan orsiprenalin.
Pengecualian adalah adrenalin (reseptor α dan β) yang sangat efektif dalam keadaan kemelut.
Mekanisme kerjanya adalah: melalui stimulasi reseptor 2 yang banyak di trachea dan bronchi,
yang menyebabkan aktivasi dari adenilat siklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosine
trifosfat (ATP) menjadi siklik adenosine monofosfat (C-AMP) dengan pembebasan energy yang
digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya c-AMP dalam sel menyebabkan
beberapa efek melalui enzim fosfokinase, antara lain bronchdilatasi dan penghambatan
pelepasan mediator oleh mast-cells (stabilisasi membrane).
Contoh: salbutamol, terbutalin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol, klenbuterol,
isoprenalin,. Kerja panjang: salmeterol dan formoterol.
Efek samping: kelainan ventrikel, palpitasi, mulut kering
Antikolinergika
Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem kolinergis dan adrenergic. Bila
karena sesuatu hal reseptor 2 dari sistem adrenergic terhambat, maka sistem kolinergis akan
berkuasa dengan akibat bronchokontriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf
kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek
bronchodilatasi.
Penggunaan: Ipatropium dan tiotropium khusus digunakan sebagai inhalasi, kerjanya lebih
panjang daripada salbutamol. Kombinasi dengan 2-mimetika sering digunakan karena
menghasilkan efek aditif. Deptropin berdaya mengurangi HRB, tetapi kerja spasmolitisnya
ringan, sehingga diperlukan dosis tinggi dengan risiko efek samping lebih tinggi. Senyawa ini
masih digunakan pada anak kecil dengan hipersekresi dahak yang belum mampu diberikan
terapi inhalasi.
Contoh: Ipratropium, tiazinamium, deptropin
Efek samping: mengentalkan dahak, takikardia, mulut kering, obstipasi, sukar berkemih,
penglihatan kabur akibat gangguan akomodasi.
Derivat xantin
blokade reseptor adenosin dan seperti kromoglikat mencegah meningkatnya HRB sehingga
berkhasiat profilaktif. Penggunaannya secara terus menerus pada terapi pemeliharaan ternyata
efektif mengurangi frekwensi serta hebatnya serangan. Pada status asmatikus diperlukan
aminofilin dosis muat 5 mg/kg BB infus selama 20-40menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 0,5
mg/kg BB/jam untuk dewasa normal bukan perokok. Anak di bawah 12 tahun dan dewasa
perokok diperlukan dosis lebih tinggi, yaitu 0,8-0,9 mg/kgBB/jam.
Pemberian infus tidak boleh melebihi 6 jam. Kombinasi dengan 2-adrenergik sangat
meningkatkan efek bronchodilatasi teofilin sehingga dapat digunakan dosis dengan risiko efek
samping lebih kecil.
Contoh: Teofilin, aminofilin, kolinteofilinat (partikel size 1-5 micron)
Perhatian: harus banyak minum karena berefek diuretic. Luas terapeutik sempit : Pada pasien
asma diperlukan kadar terapi teofilin sedikitnya 5-8 mcg/mL, efek toksik mulai terlihat pada
kadar15mcg/mL, lebih sering pada kadar di atas 20 mcg/mL, maka pengguna harus diperiksa
kadarnya dalam plasma. Efek samping: mual, muntah, pada OD efek sentral, gangguan
pernafasan, efek kardiovaskuler.
C. Kortikosteroida
Berdaya antiradang karena memblok enzim fosfolipase-A2 sehingga pembentukan mediator
peradangan prostaglandin dan leukotriene dari asam arachidonat tidak terjadi, juga pelepasan
asam arachidonat oleh mast-cells juga dirintangi, meningkatkan kepekaan reseptor 2 hingga
efek -mimetika diperkuat.
Penggunaan: bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus juga pada infeksi bakteri
untuk melawan reaksi peradangan. Juga efektif pada reaksi alergi tipe IV (lambat). Untuk
mengurangi HRB, zat ini dapat diberikan per-inhalasi atau per-oral. Pada kasus gawat obat ini
diberikan secara IV (per infus), kemudian disusul dengan pemberian oral.
Penggunaan peroral-lama: menekan fungsi anak ginjal dan menyebabkan osteoporosis.
Maka hanya diberikan untuk satu kur singkat. Lazimnya pengobatan dimulai dengan dosis tinggi
yang dalam waktu 2 minggu dikurangi sampai nihil. Bila diperlukan, kur singkat demikian dapat
diulang lagi.
Contoh: hidrokortison, prednison, deksametason
inhalasi: beklometason, flutikason,budesonida.
e. Antihistamin
Obat-obat ini memblok reseptor histamine (H1-receptor blockers) dan dengan demikian
encegah bronchokontriksinya. Efeknya pada asma terbatas karena tidak melawan
ronchokontriksi dari mediator lain yang dilepaskan mast-cells. Banyak antihistamin juga berdaya
sedative dan antikolinergis, mungkin inilah sebabnya mengapa kini masih agak banyak
digunakan pada terapi pemeliharaan. Ketotifen dan oksatomida berdaya menstabilkan mast-
cells, oksatomida bahkan berdaya antiserotonin dan antileukotrien
Lembaran Kerja
Golongan Indikasi Nama zat Bentuk sediaan Brand name/ nama E.S
Obat aktif obat/ Kekuatan produsen spesifik
Catatan (mahasiswa mencatat apa saja yang dibahas pada saat praktikum. Harus diisi oleh
mahasiswa setiap pertemuan)
Pembimbing,
(___________)
Latihan
1. Jelaskan penyebab penyakit asma
2. Bagaimana terapi pengobatan untuk pasien asma?
3. Sebutkan penggolongan obat asma dan mekanisme kerjanya masing-masing!
4. Jelaskan penggolongan zat antileukotrien sebagai obat asma beserta contohnya masing-
masing
5. Mengapa antikolinergik dapat mengobati asma?