Anda di halaman 1dari 12

Tugas 1

Topik Dalam Statistik II

Fungsi Autokorelasi Moving Average (MA)


dan AutoRegressive (AR)

Ahmad Fuad Zainuddin


NIM 20813007

PROGRAM STUDI MAGISTER AKTUARIA


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
Fungsi Autokorelasi Moving Average (MA) dan
AutoRegressive (AR)
Tugas ini akan mengidentifikasi fungsi autokorelasi dari model deret waktu
AR(1), AR(2), MA(1) dan MA(2)dengan simulasi numerik. Simulasi nu-
merik dalam tugas ini menggunakan software MATLAB dengan algoritma
sebagai berikut:

1. Tentukan nilai parameter untuk setiap model

2. Bangkitkan nilai εt distribusi Normal dengan mean µ dan variansi σ 2

3. Cari nilai yt untuk setiap t dengan menggunakan persamaan model


deret waktu

4. Lakukan plot grafik dari yt

5. Plot Autocorrelation Function (ACF) dari yt

Hasil simulasi diatas akan dideskripsikan dengan memperhatikan syarat


kestasioneran, nilai parameter dan perilaku ACF untuk tiap model deret
waktu.

Autoregressive (AR) orde 1


Misalkan {Xt } adalah proses stokastik pada waktu t. {Xt } dikatakan mengikuti
model AR(1) jika memenuhi persamaan berikut:

Xt = φ1 Xt−1 + εt

Fungsi Autokorelasi (ACF) dari AR(1) dapat dinyatakan sebagai berikut:


(
1, k = 0
ρk =
φk1 , k = 1

Agar variansi dari model AR(1) berhingga maka nilai parameter dibatasi
antara 0 < |φ1 | < 1. Batasan parameter ini menjadi syarat kestasioneran
untuk model AR(1).
Kemudian dilakukan simulasi pola ACF untuk model AR(1) dengan param-
eter yang berbeda-beda dan memenuhi syarat kestasioneran model AR(1)
yang telah dijelaskan diatas.

1
(a) (b)

Gambar 1: Plot Grafik dan ACF model AR(1) dengan ψ = 1

(a) (b)

Gambar 2: Plot Grafik dan ACF model AR(1) dengan ψ = −1

Dari gambar1 dan gambar2 terlihat bahwa data deret waktu yang dibangk-
itkan tidak stasioner. Untuk gambar1 terlihat bahwa meannya berubah-ubah
bergantung terhadap waktu sedangkan untuk gambar2, variansi nya berubah-
ubah bergantung terhadap waktu. Hal ini dikarenakan nilai parameternya
tidak memenuhi syarat kestasioneran. Kemudian fungsi autokorelasi dari
masing-masing parameter menurun sangat perlahan. Dengan demikian data
yang dibangkitkan tidak stasioner.

(a) (b)

Gambar 3: Plot Grafik dan ACF model AR(1) dengan ψ = 0.8

Dari gambar3 dan gambar4 terlihat bahwa data deret waktu yang dibangk-
itkan bersifat stasioner (lemah), dikarenakan mean yang tidak bergantung
terhadap waktu. Hal ini sangat dimungkinkan karena nilai parameternya

2
(a) (b)

Gambar 4: Plot Grafik dan ACF model AR(1) dengan ψ = −0.8

memenuhi syarat kestasioneran. Kemudian fungsi autokorelasi dari masing-


masing parameter menurun secara eksponensial.

(a) (b)

Gambar 5: Plot Grafik dan ACF model AR(1) dengan ψ = 0

Gambar5 diatas merupakan ilustrasi untuk ψ = 0, dimana dari gambar terse-


but terlihat bahwa pada lag pertama dan seterusnya fungsi autokorelasi ma-
suk dalam batas signifikansi, yang artinya data yang diperoleh saling bebas.

Autoregressive (AR) orde 2


Misalkan {Xt } adalah proses stokastik pada waktu t. {Xt } dikatakan mengikuti
model AR(1) jika memenuhi persamaan berikut:

Xt = φ1 Xt−1 + φ2 Xt−2 + εt

Fungsi Autokorelasi (ACF) dari AR(2) dapat dinyatakan sebagai berikut:

ρk = φ1 ρk−1 + ρk−2 , ∀k = 1, 2, . . .

Agar variansi dari model AR(1) berhingga maka nilai parameter dibatasi

3
sebagai berikut:

φ1 + φ2 < 1
φ2 − φ1 < 1
|φ2 | < 1

Batasan parameter ini menjadi syarat kestasioneran untuk model AR(2).


Selanjutnya dilakukan simulasi pola ACF untuk model AR(2) dengan param-
eter yang berbeda-beda dan memenuhi syarat kestasioneran model AR(2)
yang telah dijelaskan diatas.

(a) (b)

Gambar 6: Plot Grafik dan ACF model AR(2) dengan ψ1 = 1 dan ψ2 = −0.5

(a) (b)

Gambar 7: Plot Grafik dan ACF model AR(2) dengan ψ1 = 0.5 dan ψ2 = 0.3

Dari gambar6 dan gambar7 dapat dilihat bahwa data deret waktu yang
dibangkitkan bersifat stasioner (lemah), dikarenakan dari gambar tersebut
terlihat bahwa meannya tidak bergantung terhadap waktu. Hal tersebut
dimungkinkan karena nilai parameternya memenuhi syarat kestasioneran.
Kemudian dapat juga dilihat bahwa fungsi autokorelasi dari masing-masing
parameter turun secara eksponensial.

4
(a) (b)

Gambar 8: Plot Grafik dan ACF model AR(2) dengan ψ1 = −0.5 dan ψ2 =
0.6

Dari gambar8 terlihat dari plot grafik bahwa data deret waktu yang dibangk-
itkan tidak stasioner karena variansi nya berubah-ubah bergantung terhadap
waktu. Hal tersebut dimungkinkan karena nilai parameternya tidak memenuhi
syarat kestasioneran. Untuk gambar8 diatas syarat kestasioneran tidak ter-
penuhi karena φ2 −φ1 > 1. Kemudian fungsi autokorelasi dari masing-masing
parameter menurun secara perlahan sehingga data yang dibangkitkan tidak
stasioner.

(a) (b)

Gambar 9: Plot Grafik dan ACF model AR(2) dengan ψ1 = −0.5 dan ψ2 =
0.5

Dari gambar9 terlihat dari plot grafik bahwa data deret waktu yang dibangk-
itkan tidak stasioner karena variansi nya berubah-ubah bergantung terhadap
waktu. Hal tersebut dimungkinkan karena nilai parameternya tidak memenuhi
syarat kestasioneran. Kemudian fungsi autokorelasi dari masing-masing pa-
rameter menurun secara perlahan sehingga data yang dibangkitkan tidak
stasioner.

5
(a) (b)

Gambar 10: Plot Grafik dan ACF model AR(2) dengan ψ1 = 0.5 dan ψ2 = 1

Dari gambar10 terlihat bahwa data deret waktu yang dibangkitkan tidak sta-
sioner karena variansi nya berubah-ubah bergantung terhadap waktu. Hal
tersebut dimungkinkan karena nilai parameternya tidak memenuhi syarat
kestasioneran. Untuk gambar10 diatas syarat kestasioneran tidak terpenuhi
karena φ1 + φ2 > 1 dan nilai φ2 = 1. Kemudian fungsi autokorelasi dari
masing-masing parameter menurun secara perlahan sehingga data yang dibangk-
itkan tidak stasioner.

Moving Average (MA) orde 1


Misalkan {Xt } adalah proses stokastik pada waktu t. {Xt } dikatakan mengikuti
model MA(1) jika memenuhi persamaan berikut:

Xt = εt + θ1 εt−1

Fungsi Autokorelasi (ACF) dari MA(1) dapat dinyatakan sebagai berikut:



1, k = 0

θ1
ρk = 1+θ 2,k = 1
 1

0, k > 1

Selanjutnya dilakukan simulasi pola ACF untuk model MA(1) dengan pa-
rameter yang berbeda-beda.

6
(a) (b)

Gambar 11: Plot Grafik dan ACF model MA(1) dengan θ1 = 1

(a) (b)

Gambar 12: Plot Grafik dan ACF model MA(1) dengan θ1 = −1

(a) (b)

Gambar 13: Plot Grafik dan ACF model MA(1) dengan θ1 = 0.9

(a) (b)

Gambar 14: Plot Grafik dan ACF model MA(1) dengan θ1 = −0.9

7
(a) (b)

Gambar 15: Plot Grafik dan ACF model MA(1) dengan θ1 = 0

Gambar diatas merupakan ilustrasi model MA(1) dengan galat berdistribusi


normal mean 0 dan variansi 1 dengan menggunakan 100 data bangkitan.
Dari ilustrasi tersebut terlihat bahwa model MA(1) selalu stasioner (lemah).
Hal ini dikarenakan mean dan variansi dari masing-masing parameter tidak
bergantung terhadap waktu. Menurut teori hal tersebut dimungkinkan karena
model MA(1) dibangun dari kombinasi linear galat-galatnya yang bersifat
stasioner.

Kemudian dari gambar diatas terlihat bahwa fungsi autokorelasi selalu cut
off di lag 1, dimana hal ini merupakan ciri khas dari model MA(1). Namun
pada gambar15 terlihat pada lag pertama dan seterusnya, fungsi autokore-
lasi masuk dalam batas signifikansi yang berarti bahwa data yang diperoleh
saling bebas. Hal tersebut memungkinkan karena ketika nilai θ = 0 maka
model MA(1) menjadi proses white noise.

Selanjutnya bila diperhatikan tanda pada nilai θ berpengaruh terhadap fungsi


autokorelasi, khususnya jika ditinjau pada lag pertama. Dari gambar11 dan
gambar13 terlihat bahwa apabila nilai θ > 0 maka nilai ρ1 > 0. Dengan
demikian terdapat korelasi positif pada data.

8
Moving Average (MA) orde 2
Misalkan {Xt } adalah proses stokastik pada waktu t. {Xt } dikatakan mengikuti
model MA(1) jika memenuhi persamaan berikut:

Xt = εt + θ1 εt−1 + θ2 εt−2

Fungsi Autokorelasi (ACF) dari MA(2) dapat dinyatakan sebagai berikut:




 1, k = 0

 θ1 (1+θ
 2)
,k = 1
1+θ12 +θ22
ρk = θ2


 1+θ12 +θ22
,k = 2

0, k > 2

Selanjutnya dilakukan simulasi pola ACF untuk model MA(2) dengan pa-
rameter yang berbeda-beda.

(a) (b)

Gambar 16: Plot Grafik dan ACF model MA(2) dengan θ1 = 0.5 dan θ2 = 0.3

(a) (b)

Gambar 17: Plot Grafik dan ACF model MA(2) dengan θ1 = 1 dan θ2 = 0.5

9
(a) (b)

Gambar 18: Plot Grafik dan ACF model MA(2) dengan θ1 = 0.5 dan θ2 = −1

(a) (b)

Gambar 19: Plot Grafik dan ACF model MA(2) dengan θ1 = −0.3 dan
θ2 = −0.6

(a) (b)

Gambar 20: Plot Grafik dan ACF model MA(2) dengan θ1 = 0 dan θ2 = 0

Gambar diatas merupakan ilustrasi model MA(2) dengan galat berdistribusi


normal mean 0 dan variansi 1 dengan menggunakan 100 data bangkitan.
Sama seperti model MA(1), ilustrasi tersebut terlihat bahwa model MA(2)
selalu stasioner (lemah). Hal ini dikarenakan mean dan variansi dari masing-
masing parameter tidak bergantung terhadap waktu. Secara teoritis hal ini
dimungkinkan karena model MA(2) dibangun dari kombinasi linear galat-
galatnya yang bersifat stasioner.

10
Selanjutnya dari gambar diatas terlihat bahwa fungsi autokorelasi selalu cut
off di lag 2, dimana hal ini merupakan ciri khas dari model MA(2). Namun
pada gambar20 terlihat pada lag pertama dan seterusnya, fungsi autokore-
lasi masuk dalam batas signifikansi yang berarti bahwa data yang diperoleh
saling bebas. Hal ini memungkinkan karena bila nilai θ1 = 0 dan θ2 = 0
maka model MA(2) menjadi proses white noise.

Kesimpulan
Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model Autoregressive akan stasioner jika nilai parameternya memenuhi


syarat kestasioneran, tetapi jika nilai parameternya tidak memenuhi
syarat kestasioneran maka mean dan variansi akan berubah bergan-
tung terhadap waktu.

2. Model Autoregressive memiliki fungsi autokorelasi turun secara ekspo-


nensial.

3. Model Moving Average bersifat stasioner untuk setiap parameter yang


diberikan. Hal ini dikarenakan model moving average merupakan kom-
binasi linear dari proses white noise.

4. Model Moving Average memiliki fungsi autokorelasi yang selalu cut off
pada lag sesuai dengan jumlah parameter dari model, misalnya ACF
dari MA(1) akan selalu cut off pada lag 1, ACF dari MA(2) akan selalu
cut off pada lag 2, dan seterusnya.

11

Anda mungkin juga menyukai