Anda di halaman 1dari 27

2.

1 Hakikat, Fungsi dan Perwujudan Moral

Bahasa latin moral berasal dari kata “mores” yang artinya adat kebiasaan.

Sementara dalam bahasa yunani, moral adalah “ethos” atau etika yaitu ajaran

tetang baik buruk dan diterima masyarakat umum tentang sikap, perbuatan,

kewajiban, dan sebagainya.

Moral (moralitas) pada hakikatnya adalah istilah manusia untuk

menyebut kemanusia lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif.

Sedangkan manusia yang tidak memiliki moral disebut “amoral” artinya dia tidak

bermoral yang artinya tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Oleh

karena itu, moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral

secara eksplisit adalah hal hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi

individu. Tanpa moral, manusia tidak melakukan proses sosialisasi karena ia

akan dijauhi oleh orang lain. Manusia harus memiliki moral jika ia ingin

dihormati oleh sesamanya. Moral ini adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan

bermasyarakat secara utuh. Penilaiannya terhadap moral diukur dari kebudayaan

masyarakat setempat.

Moral berfungsi sebagai landasan dan patokan bertindak bagi setiap

orang dalam kehidupan sehari hari ditengah kehidupan sosial kemasyarakat

maupun dalam lingkungan keluarga. Suatu hal yang paling penting adalah bahwa

moral berada pada bathin atau pikiran setiap insan sebagai fungsi kontrol

penimbang bagi pikiran negatif yang akan direalisasikan.


Moral sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya setempat

yang diyakini kebenarnnya. Penggunaan pakaian minim bagi perempuan

diindonesia mungkin akan dianggap melanggar aturan moral orang orang timur,

akan tetapi, aturan ini bisa saja tidak berlaku bagi perempuan dibarat yang sudah

biasa melakukannya karna sudah menjadi kebiasaan mereka. Moral selalu

mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Hal itu tersebut kan lebih

mudah kita pahami jika mendengar orang mengatakan “perbuatannya tidak

bermoral”. Perkataan tersebut mengandung makna bahwa perbuatan tersebut

buruk atau salah karena melanggar nilai dan norma moral yang berlaku dalam

masyarakat.

Sumaryono (1995) dalam Budi Juliardi (2014) mengklarifikasikan molaritas

dalam beberapa bagian berikut :

a. Moralitas objektif

Moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia sebagaimana apa

adanya.

Jadi,perbuatan itu mungkin baik atau buruk,mungkin benar atau

salah,terlepas dari berbagai modifikasi kehendak bebas yang dimiliki

oleh setiap pelakunya.contohnya, membunuh merupakan perbuatan tidak

baik apa pun alasan di balik pembunuhan yang dilakukan.

b. Moralitas subjektif

Moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia sebagai adanya

karena dipengaruhi oleh sejumlah pelakunya, seperti emosional, latar


belakang pengetahuan, dan sebaginnya. Misalnya,korupsi adalah

perbuatan curang atau jahat yang harus diberikan sanksi.akan tetapi, jika

yang melakukan korupsi adalah orang berpengaruh atau masih dalam

lingkungan keluarga orang penting maka bisa saja ia dibebaskan.

c. Moralitas intrinsik

Moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan atas benar atau

salah, baik buruknya berdasarkan hakikatnya dan terlepas dari pengaruh

hukum yang positif yang berlaku.contohnya, jika orang sudah bekerja

maka berilah kepdanya gaji yang sudah menjadi haknya.hal tersebut pada

dasarnya sudah merupakan kewajiban bagi “pengupah” untuk

memberikan “upah”.bahkan kemudian aturan ini dimuat dalam hukum

positif, namun tidaklah memberikan akibat yang signifikan,karena masih

ada saja “pengupah”yang tidak memberikan upah pada orang yang

“diupah “ tadi.

d. Moralitas ekstrinsik

Moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan benar atau salah ,

baik atau buruk berdasarkan hakikatnya tergantung dari pengaruh hukum

positif.hukum positif di jadikan patokan dalam menetukan kebolehan dan

larangan atas suatu hal. Contohnya, membunuh adalah perbuatan buruk

dan pelakunya harus di kenakan hukuman. Aturan ini juga dimuat positif

dan wajib untuk dilaksanakan.


Berbicara tentang Moralitas, mari kita lihat terlebih dahulu di dalam

Kamus Bahasa Indonesia apa definisi tentang moralitas, Moralitas berarti Budi

Pekerti, Sopan Santun, Adat Kesopanan. Sementara kata Moralitas, berasal dari

kata “Moral” dan moral di dalam kamus didefinisikan sebagai ajaran tentang baik

buruk yang diterima umum mengenai budi pekerti. Moralitas adalah sifat moral

atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk (Bertens,

2002:7). Jadi, jika kita berbicara tentang ”Moralitas atau Moral” pasti kita

merujuk kepada cara berfikir dan bertindak yang dilandasi oleh budi pekerti yang

luhur. Istilah moral juga biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas

suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik,

buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. Moralitas dapat berasal

dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari

beberapa sumber.

Masalah moral merupakan masalah kemanusiaan, jadi sudah sewajarnya

apabila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masalah

moralitas menjadi masalah penting yang harus diperhatikan dalam rangka

meningkatkan hubungan sosialnya dengan masyarakat sekitar yang merupakan

realitas kehidupan yang harus dihadapi. Pada tahap awal pembentukan

kepribadian misalnya, seorang bayi mulai mempelajari pola perilaku yang

berlaku dalam masyarakat dengan cara mengadakan hubungan dengan orang

lain. Dalam hal ini pertama-tama dengan orang tua dan saudara-saudaranya.

Lambat laun setelah menjadi anak-anak dia mulai membedakan dirinya dengan

orang lain. Dia mulai menyadari perbuatan yang boleh dilakukan dan yang tidak.
Bila ia melakukan perbuatan yang benar dia akan disukai oleh lingkungan dan

bila berbuat salah dia akan ditegur. Tahap demi tahap seorang anak akan

mempunyai konsep tentang dirinya, kesadaran itu dapat diamati dari tingkah laku

dalam interaksinya dengan lingkungan.

Maka dalam proses interaksi tersebut diperlukan nilai-nilai moral

sebagai petunjuk arah, cara berfikir, berperasaan dan bertindak serta panduan

menentukan pilihan dan juga sebagai sarana untuk menimbang penilaian

masyarakat terhadap sebuah tindakan yang akan diambil, dan nilai-nilai moralitas

juga penting untuk menjaga rasa solidaritas di kalangan kelompok atau

masyarakat serta dapat menjadi benteng perlindungan atau penjaga stabilitas

budaya kelompok atau masyarakat tertentu.

Melihat kondisi penerus bangsa yang saat ini telah kacau balau. Dimana

banyak peristiwa yang menunjukkan sikap tidak bermoral seperti tindakan

pencurian, pemerkosaan, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari

mewarnai kehidupan di negara kita tercinta ini. Belum lagi tindakan korupsi,

kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala

permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya

serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar

belakang pendidikan tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri. Faktor-faktor

yang mengakibatkan seseorang menjadi tidak beramoral adalah:

Faktor pertama, yaitu pengajaran tentang moral yang terlambat. Pada dasarnya,

pendidikan moral harus diajarkan dan diterapkan mulai usia dini, karena potensi

anak-anak yang lebih mudah mencontoh suatu perilaku baik/buruk dibandingkan


pada saat dewasa. Ketika pendidikan moral dilakukan sejak usia dini, maka

pendidikan moral tersebut akan menjadi kerangka berpikir atau kebiasaan anak

tersebut ketika beranjak dewasa.

Faktor kedua, yaitu proses transformasi pendidikan moral yang tidak diimbangi

oleh pendidik yang bermoralitas. Bagaimana seorang anak atau murid mampu

menyerap dengan baik pendidikan moral yang diajarkan oleh orang tua atau

gurunya, jika pendidiknya sendiri tak mampu menunjukkan perilaku yang

bermoral. Ibarat peribahasa, buah jatuh tak jauh dari pohonnya atau guru kencing

berdiri, murid kencing berlari. Seseorang akan mampu menyerap dengan baik

informasi yang diterimanya jika informasi tersebut berlangsung dikehidupan

nyata. Oleh sebab itu mengapa murid lebih suka melakukan praktek daripada

hanya mendengarkan teori-teori saja.

Faktor ketiga, yaitu kesadaran diri pada manusia itu sendiri. Pada dasarnya

orang-orang yang tidak/kurang bermoral bisa belajar untuk jadi bermoral jika

orang tersebut memiliki keinginan, kemauan, kesadaran dan harapan. Oleh sebab

itu tidak ada salahnya, jika orang tersebut dibekali oleh pendidikan agama

(spiritual) dan contoh-contoh nyata perilaku yang bermoral dari orang-orang

disekitarnya.

2.2 Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Hukum

Hakikat hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa

kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa atau di luar

masyarakat. Maka manusia, dan hokum merupakan pengertian yang tidak dapat
dipisahkan sehingga pemeo “Ubi sociestas ibi ius” (di mana ada masyarakat di

sana ada hukum) adalah tepat. Lebih jelasnya,berikut pengertian menurut hukum

beberapa ahli.

a. Plato menyatakan bahwa hukum adalah sistem peraturan yang teratur,

tersusun baik, serta mengikat masyarakat.

b. Aristoteles menyatakan bahwa hukum hanya sebagai kumpulan peraturan

yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.

c. Van Apeldoorn menyatakan bahwa hukum adalah gejala sosial dan tidak

ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi

suatu aspek kebudayaan, yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan

kebiasaan.

d. Austin, menyatakan bahwa hukum adalah sebagai peraturan yang

diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh

makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann,1993).

Hukum dalam kehidupan bermasyarakat memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.

b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.

c. Sebagai sarana penggerak pembangunan.

d. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci.

e. Sebagai alat penyelesaian sengketa.

f. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan

kondisi kehidupan yang berubah.


Norma hukum memiliki karakter spesifik yang menjadi ciri identik hukum

itu sendiri, yaitu sebagai berikut (soeprapto dan maria farida, 1998) :

a. Norma hukum bersifat heteronom, dalam arti bahwa norma hukum

datangnya dari luar diri manusia.

b. Norma hukum dapat dilekatkan saksi pidana ataupun saksi paksaan

secara fisik, yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang di beri

wewenang oleh hukum itu sendiri.

Berdasarkan uraian dia atas maka dapat dikatakan bahwa norma hukum

memiliki perbedaan dengan norma-norma sosial lainnya (norma

kesopanan,norma kesusilaan, dan norma agama) yaitu sebagai berikut :

a. Norma hukum datangnya dari luar diri, yaitu dari kekuasaan atau lembaga

resmi yang berwenang

b. Norma hukum dilekatkan oleh saksi pidana secara fisik dan langsung dan

dilaksanakan oleh aparat negara.

c. Aturanya pasti (tertulis) biasanya dalam bentuk undang-undang atau

pasal.

d. Mengikat semua orang.

e. Memiliki alat penegak aturan.

f. Dibuat oleh lembaga berwenang seperti lembaga penegak hukum

g. Memiliki saksi yang berat.


Menurut Norma lainnya(norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma

agama) memiliki ciri sebagai berikut :

a. Terkadang aturannya tidak pasti dan tidak tertulis

b. Ada atau tidaknya alat penegak tidak pasti (terkadang ada/tidak)

c. Dibuat oleh masyarakat

d. Bersifat tidak terlalu memaksa

e. Saksinya terkesan “ringan”

Norma hukum berguna untuk memberikan saksi tegas bagi terjadinya

pelanggaran. Tidak hanya dalam bidang hukum saja, namun juga dalam

bidang norma lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma

hukum sangat penting keberadaannya dalam kehidupan manusia, yang

berkaitan dengan posisi sebagai warga suatu kelompok masyarakat, bangsa,

dan negara. Pentingnya norma antara lain karena alsan berikut :

a. Karena saksi dari norma lainnya belum cukup memaksa untuk

menciptakan ketertibaan.

b. Masih ada perilaku yang lain yang perlu diatur di luar ketiga norma

lainnya, misalnya perilaku di jalan raya, dan sebagianya.

2.3 Permasalahan Moral dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara

A. Permasalahan moral berupa pelanggaran moral

Aspek moral tidak kalah penting dengan aspek aspek lain yang

harus memiliki oleh setiap manusia. Moral yang dimiliki tiap individu
juga akan memicu “transfer” moral kepada temannya, apalagi dalam

dunia remaja. Pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif jika moral

yang dimiliki teman itu positif. Sebaliknya, akan berpengaruh negatif jika

moral yang ditampilkan memang buruk, seperti merokok, menghisap

ganja, minum minuman keras, dan prilaku amoral lainnya. Jadi,

diperlukan pendampingan orang tua dalam tindakan anak anaknya,

terutama bagi orang tua yang mempunyai anak dibawah umur untuk

mengontrol moral anak agar tetap pada koridor yang ditentukannya.

Pelanggaran moral dapat pula dilakukan oleh seorang individu

karena adanya pengaruh “ figur otoritas”. Anak anak cenderungmemilih

figur orang tua sebagai panutan moral. Jika moral orang tua baik maka

moral anak juga ikut baik, demikian juga sebaliknya. Disini orang tua

harus bisa menempatkan diri menjadi figur yang benar benar dicontoh

oleh anak anak untuk membentuk moral yang baik. Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa figur otoritas sangat berpengaruh dalam

perkembangan nilai moral orang lain.

B. Permasalahan hukum berupa pelanggaran hukum

Hukum diciptakan untuk ditaati demi terwujudny ketertiban dan

kentetraman dalam masyarakat. Akan tetapi, pelanggaran hukum tetap

saja terjadi akibat lemahnya kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran

hukum adalah kesadarn diri sendiri tanpa tekanan, paksaan atau perintah

dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Disinilah letak

permasalahn hukum yang berlaku dewasa ini, ketika masih rendahnya


kesadaran hukum masyarakat. Akibat lemahnya kesadaran hukum

masyarakat ini, berbagai pelanggarn hukum sering terjadi seperti

membawa kendaraan tanpa SIM, menggunakan sepeda motor tanpa helm

dan pelanggran lainnya. Contoh contoh ini merupakan bukti dari dalam

diri individu bahwa individu yang melakukan pelanggaran memang tidak

atau belum memiliki kesadaran hukum.

Permasalahan hukum selanjutnya adalah hukum slalu digunakan

oleh penguasa sebagai alat legimitasi untuk berbuat emuanya. Hukum

diciptakan bukan kebaikan bersama, tetapi lebih untuk menguntungkan

satu pihak atau kelompok saja dan menyengsarakan masarakat banyak.

Hal ini tidak boleh terjadi, karena hukum adalah yang tertinggi dalam

sebuah negara (supremasi hukum). Hukum mengatur pemerintah, bukan

pemerintah yang mengatur hukum.

2.4 Hubungan antara Hukum dan Moralitas

Dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan terlepas dari ikatan nilai-

nilai, baik nilai-nilai agama, moral, hukum, keindahan, dan sebagainya.

Hubungan antara hukum dan moralitas sangat erat sekali. Tujuan hukum ialah

mengatur tata tertib hidup bermasyarakat sesuai dengan aturan hukum yang

berlaku. Sedangkan moral bertujuan mengatur tingkah laku manusia sesuai

dengan tuntutan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat. Hukum berisikan

perintah dan larangan agar manusia tidak melanggar aturan-aturan hukum baik

yang tertulis maupun tidak tertulis. Moral menuntut manusia untuk bertingkah

laku baik dan tidak melanggar nilai-nilai etika atau moral. Berbeda dengan
hukum, maka hakikat moralitas pertama-tama terletak dalam kegiatan batin

manusia.

Moral berkaitan dengan masalah perbuatan manusia, pikiran serta

pendirian tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang

patut dan tida patut untuk dilakukan seseorang. Dikatakan moralnya baik apabila

sikap dan perbuatannya sesuai dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh

ajaran Tuhan, hukum yang ditetapkan pemerintah serta kepentingan umum.

Pelanggaran terhadap norma hukum sekaligus juga melanggar norma moral.

Karena itu bagi pelanggar norma hukum akan mendapat dua sanksi sekaligus,

yaitu sanksi hukum dan sanksi moral. Sanksi hukum berupa hukuman sesuai

dengan aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan sanksi moral

berupa: (1) sanksi dari Tuhan, (2) sanksi pada diri sendiri, dan (3) sanksi yang

berasal dari keluarga atau masyarakat.

2.5 Pelaksanaan Hukum serta Hambatan-Hambatannya.

Hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang

salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan

baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat

dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan

ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut (Achmad Ali). Hukum yang

berlaku bagi suatu negara mencerminkan perpaduan antara sikap dan pendapat

pimpinan pemerintahan negara dan keinginan masyarakat luas mengenai hukum

tersebut. Letak perbedaan hukum dan moral, yaitu norma-norma moral itu

berakar pada batin manusia, sedangkan peraturan-peraturan hukum itu lain


karena hukum positif mengendalikan kemungkinan paksaan, ialah paksaan yang

diatur dalam negara harus dilaksanakan. Sesuatu itu hanya menurut hukum

diwajibkan, karena hukum mengatakannya, dan hukum itu hanya mengikat

karena dibentuk dengan cara yang ditunjuk oleh Undang-Undang Dasar. Dan

UUD itu mengikat karena UUD itu merupakan kesepakatan seluruh rakyat dalam

negara.

Hukum yang berlaku terdiri dari dan diwujudkan oleh aturan-aturan

hukum yang saling berhubungan, dan oleh karena itu keberadaannya merupakan

suatu susunan atau tatanan sehingga disebut tata hukum. Tata hukum di Indonesia

ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia atau oleh negara Indonesia. Oleh

sebab itu tata hukum Indonesia ada sejak Proklamasi Kemerdekaan, yaitu tanggal

17 Agustus 1945. Hal ini berarti bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah

mengambil keputusan untuk menentukan dan melaksanakan hukumnya sendiri,

yaitu hukum bangsa Indonesia dengan tata hukumnya yang baru ialah Tata

Hukum Indonesia.

Dasar-dasar dan asas-asas tata hukum nasional sebagai berikut:

1) Dasar Pokok Hukum Nasional RI adalah Pancasila.

2) Hukum nasional bersifat: Pengayoman, Gotong royong, Kekeluargaan,

Toleransi, Anti kolonialisme, imperialisme, dan feodalisme.

Hukum di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Konsentris, artinya adanya satu tangan yang mengatur/membuat (yaitu

pengundang-undang).
b. Konvergen, artinya hukum Indonesia bersifat terbuka terhadap perubahan

dan perkembangan.

c. Tertulis, untuk lebih menjamin kepastian hukum.

Pelaksana Hukum.

Pelaksana atau penegak hukum dalam tatanan hukum di Indonesia terdiri

dari Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman. Kendati, dalam ketentuan

perundangan lembaga-lembaga ini terpisah, namun masih memiliki jalur

koordinasi keatasnya, hingga ke presiden. Lembaga-lembaga tersebut tidak ada

yang bebas dan independen, karena garis koordinasi bersifat vertikal bertanggung

jawab kepada kepala negara.

1) Kepolisian.

Tugas Kepolisian menurut UU Kepolisian Bab III Pasal 13 yaitu:

a) Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib

hukum.

b) Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan

perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan

peraturan perundang-undangan.

c) Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan

keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam

wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.

d) Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang

terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf

a, b, dan c.
Kendati jajaran kepolisian kian berbenah dengan semboyan

profesionalisme dan melayani kepentingan masyarakat, namun dalam

prakteknya kerap terjadi distorsi kebijakan. Masyarakat sering mempertanyakan

eksistensi pihak kepolisian ini.

Pertama mengenai aspek kemaksimalan tugas, Kedua Sensitifitas

problema/kriminalitas masyarakat, Ketiga, Kejujuran dan Kenetralan Tugas.

Badan (lembaga) yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat ternyata

sekarang menjadi lembaga angker dan menakutkan.

2) Kejaksaan.

Tugas kejaksaan menurut Keputusan Presiden RI No. 86 Tahun 1999 pada

Bab I Pasal 2, yaitu: “Kejaksaan mempunyai tugas melaksanakan kekuasaan

negara di bidang penuntutan dan tugas-tugas lain berdasarkan peraturan

perundang-undangan serta turut menyelenggarakan sebagian tugas umum

pemerintahan dan pembangunan di bidang hukum”.

Lembaga ini memiliki banyak masalah yang juga meresahkan masyarakat.

Jaksa selaku Penuntut Umum telah juga ternoda, karena ulah sebagian oknum

jaksa nakal dan silau dengan materi. Kenakalan jaksa tidak hanya dalam kasus-

kasus yang telah dilimpahkan di Pengadilan. Namun, kenakalan itu juga di luar

Pengadilan. Misalnya, kasus-kasus yang masih dalam tahap

penyelidikan/penyidikan. Di tingkat penyelidikan atau penyidikan kerap terjadi

penyalah-gunaan wewenang. Tertuduh/tersangka atau keluarganya bisa

saja melobi jaksa yang menyelidik/menyidik kasusnya meminta kasusnya di-peti

es-kan atau istilah formalnya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan).


3) Kehakiman

Kekuasaan kehakiman dapat dilihat dalam UU Tentang Kekuasaan

Kehakiman Bab III Pasal 19. Sedangkan tugas pokok hakim yaitu: “Menerima,

memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara (melaksanakan

persidangan)”.

Departemen kehakiman hingga kini belum mampu memberantas

kenakalan para hakim di seluruh negeri ini. Betapa tidak, sebenarnya munculnya

cibiran tentang mafia peradilan lebih ditujukan kepada para hakim. Kita tahu,

wajah hukum negeri ini telah dicoreng dengan banyaknya kasus-kasus yang

terjadi karena praktik vonis yang tanpa dasar atau cenderung menurut selera para

hakim. Dari hari ke hari, Lembaga ini kerap ditunding melahirkan hakim nakal.

Putusan-putusan hakim sering mengusik hati nurani dan rasa keadilan

masyarakat.

Kita tentu masih ingat misalnya Tommi Suharto yang seabrek-abrek

kejahatannya, divonis hanya 15 tahun penjara. Anehnya, beberapa hari

mendekam dipenjara, tanpa dasar dan alasan yang rasional ia mendapatkan

keringanan masa tahanan (remisi). Dan masih banyak lagi kasus-kasus kelas

kakap yang belum dapat dituntaskan pihak Kejaksaan. Sebenarnya, praktik

mafia peradilan tidak hanya ditujukan kepada dua lembaga tersebut, tapi juga

dengan pengacara. Sekarang ini, tugas pengacara banyak mengalami perubahan

fungsi. Semula mendampingi klien dan membelanya, baik di dalam maupun di

luar Pengadilan (litigasi dan non litigasi). Kini, sudah bergeser menjadi calo

perkara dan pelobi atau makelar kasus. Meski tidak semua, namun kebanyakan
pengacara menangani perkara karena pertimbangan financial, sekalipun mereka

harus mematikan hati nurani. Ukuran keberhasilan (menang) suatu kasus bukan

karena kemampuan analisis cerdas pengacara dalam mengotopsi dan menggali

dasar hukum kasus yang sedang ditangani, melainkan berdasarkan kalkulasi

seberapa banyak uang klien yang akan disuguhi kepada hakim yang menangani

suatu kasus.

Hambatan-hambatan Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah merupakan suatu kewajiban yang mutlak harus

diadakan dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Kewajiban tersebut

bukan hanya dibebankan pada petugas resmi yang telah ditunjuk dan diangkat

oleh Pemerintah akan tetapi adalah juga merupakan kewajiban dari pada seluruh

warga masyarakat. Bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa kadang-kadang

terdapat noda hitam dalam praktek penegakan hukum yang perlu untuk

dibersihkan sehingga hukum dan keadilan benar-benar dapat ditegakkan. Sebagai

salah satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penyelesaian berbagai permasalahan

hukum yang dihadapi oleh bangsa Indonesia harus diakui tidak dapat dilakukan

dalam waktu singkat. Hambatan-hambatan yang dihadapi antara lain:

a. Kurang optimalnya komitmen para pemegang fungsi pembentukan

perundang-undangan dalam mematuhi Program Legislasi Nasional

(Prolegnas) dan lemahnya koordinasi antarinstansi/lembaga dalam proses

pembentukan peraturan perundang-undangan karena masing-masing

mempunyai kepentingan (ego sektoral). Akibatnya, ketidakpastian dan


penegakan peraturan perundang-undangan lebih mengemuka dan pada

akhirnya rakyatlah yang dirugikan karena sangat bertentangan dengan

tujuan untuk menciptakan ketertiban dan ketenteraman.

b. Kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang lain juga

masih belum memperlihatkan kinerja yang menggembirakan. Dapat

dilihat dari banyaknya kasus yang diputuskan oleh pengadilan yang

bersifat kontroversial, yang bertentangan dengan moral dan rasa keadilan

masyarakat.

c. Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap perkembangan

kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup kejahatan antarnegara

(transnational crime) terutama mengenai tindakan pencucian uang

termasuk uang dari hasil korupsi.

d. Kurangnya tenaga perancang peraturan perundang-undangan (legal

drafter) yang berkualitas sehingga sering menimbulkan multiinterpretasi

dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, baik di pusat maupun

di daerah.

e. Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman terhadap

pelindungan dan penghormatan HAM masih belum memberikan dampak

yang menggembirakan dalam masyarakat. Merupakan suatu kenyataan

bahwa kegiatan penyuluhan hukum dan pemahaman terhadap nilai-nilai

HAM belum memengaruhi perilaku setiap anggota masyarakat dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


f. Rendahnya moral penegak hukum dan masyarakat di Indonesia.

Menimbulkan berbagai kasus dalam hukum seperti korupsi, mafia

hukum, dan mafia pajak dimana kasus-kasus ini menyeret para pejabat

tinggi di pengadilan.

2.6 Pengertian Penderitaan

Penderitaan berasal dari kata Derita yang artinya menanggung atau

merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan.. Penderitaan termasuk realitas

Dunia dan Manusia.Penderitaan ada yang ringan dan ada yang berat. Suatu

peristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan

penderitaan bagi orang lain. Bisa juga penderitaan menjadi energi untuk bangkit

dan menjadikan seseorang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Penderitaan juga merupakan teguran Tuhan kepada Umat-Nya agar

manusia sadar untuk tidak berpaling dari-Nya.Sebelum penderitaan itu terjadi

pada umumnya manusia telah diberikan tanda, tanda itu dapat berupa mimpi dan

lain sebagainya. Tuhan telah menciptakan manusia dengan segala kelebihannya

dibandingkan dengan makhluk lainnya.Penderitaan itu dapat berkurang

tergantung bagaimana manusia menyikapi penderitaan itu. Bagi manusia yang

tebal imannya musibah yang sedang dialaminya akan segera menyadarkan

dirinya untuk bertaubat kepada Nya dan pasrah terhadap takdir yang telah

ditentukan Tuhan terhadap diri nya, dan yakin bahwa kekuasaan Tuhan jauh lebih

besar dari dirinya. Kepasrahan itu yang membuat manusia merasakan kedamaian
dalam hatinya dan lama kelamaan akan berkurang penderitaan yang dialaminya.

Sesungguhnya Tuhan tidak pernah memberikan cobaan diluar batas kemampuan

umatnya.

Di dalam Al-Qur’an maupun kitab suci agama lainnya banyak surat dan

ayat yang menjelaskan tentang penderitaan manusia dan peringatan kepada

manusia akan ada nya penderitaan, namun pada umumnya manusia kurang

memperhatikan peringatan tersebut. Dalam surat Al-Insyiqoq ayat 6 dinyatakan

bahwa Manusia ialah makhluk yang hidup nya penuh perjuangan. Ayat tersebut

dapat diartikan bahwa manusia harus bekerja keras untuk kelangsungan hidup

nya yaitu dengan cara menghadapi alam, menghadapi manusia disekelilingnya

dan tidak lupa untuk bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Apabila

manusia melalaikan salah satu nya akibatnya manusia akan menderita.

Penderitaan itu ada yang fisik dan ada yang psikis. Penderitaan fisik dapat

dihadapi dengan cara medis untuk mengurangi atau menyembuhkannya.

Sedangkan penderitaan psikis penyembuhannya terletak pada kemampuan

penderita menyelesaikan persoalan-persoalan psikis. Setiap manusia pasti

mengalami penderitaan baik ringan maupun berat. Manusia harus berusaha untuk

mengurangi penderitaan semaksimal mungkin atau bahkan menghilangkannya

sama sekali.

Manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga

untuk menderita.Karena itu manusia hidup tidak boleh pesimis yang menganggap
hidupnya adalah bagian dari rangkaian penderitaan.Manusia harus optimis, harus

berusaha mengatasi kesulitan hidupnya. Tuhan tidak akan merubah nasib

seseorang kecuali orang itu sendiri yang berusaha merubahnya. Pembebasan

penderitaan pada hakekatnya meneruskan kelangsungan hidup dengan cara

berjuang menghadapi tantangan hidup dalam alam sekitar, masyarakat sekitar,

dengan waspada disertai doa kepada Tuhan agar terhindar dari bahaya

dan malapetaka. Manusia hanya bisa merencanakan segalanya Tuhan yang

menentukan.Kelalaian manusia dapat menyebabkan penderitaan bagi manusia

itu sendiri.

Penderitaan dan sebab-sebabnya :

a. Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia

Penderitaan yang menimpa manusia karena perbuatan buruk manusia dapat

terjadi dalam hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam

sekitar. Karena perbuatan buruk antara sesama manusia yang mengakibatkan

manusia lain menderita antara lain :

1. TKW Indonesia yang dianiaya di Malaysia disiksa, disetrika, diperkosa bahkan

ada yang sampai meninggal dunia. Perbuatan buruk majikan yang menyebabkan

penderitaan bagi pembantunya sampai kehilangan nyawanya.


2. Tawuran pelajar antara SMA 6 dan SMA 70 yang mengakibatkan dua orang luka

dan satu orang meninggal dunia. Tawuran pelajar yang menyisakan penderitaan

bagi keluarga maupun dirinya sendiri.

Perbuatan buruk manusia terhadap lingkungan juga menyebabkan

penderitaan bagi manusia.Tetapi manusia tidak menyadari hal tersebut. Manusia

baru menyadari setelah bencana itu terjadi seperti :

Bencana Lumpur Lapindo yang disebabkan karena kelalaian manusia

dalam pengeboran sumur di Sidoarjo Jawa Timur yang mengakibatkan

menyemburnya lumpur panas dari bawah tanah. Semburan lumpur panas

tersebut menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan

perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas

perekonomian di Jawa Timur. Inilah penderitaan manusia akibat kelalaian

pekerja dan pimpinan perusahaan. Mereka harus bertanggung jawab untuk

memulihkan penderitaan warga sekitar.

b. Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan / azab Tuhan

Penderitaan juga dapat terjadi karena penyakit, siksaan / azab Tuhan.Kesabaran,

tawakal dan optimisme merupakan usaha manusia untuk mengatasi penderitaan

tersebut. Banyak contoh kasus penderitaan semacam ini antara lain :


Seorang anak laki-laki yang lahir tanpa tangan dan kaki. ia berjuang

mental dan emosional serta fisik nya. Awalnya dia seakan tidak mempunyai

harapan untuk hidup seakan hidup ini tidak ada artinya lagi. Tetapi dia menyadari

bahwa ada tangan Tuhan yang akan selalu membantunya. Tuhan pasti akan

menunjukan kebesaran dan kuasanya bagi orang-orang yang tidak pernah

mengenal putus asa. Dengan kekuatannya itu dia mampu menyelesaikan study

nya di Griffith University dan sekarang dia menjadi seorang motivator

Internasional. Dia adalah Nicholas James Vujicic atau yang biasa sering

dipanggil Nick Vujicic.

Nabi ayub mengalami cobaan Tuhan yaitu dia menderita penyakit kulit

selama bertahun-tahun. Nabi ayub kehilangan masa kejayaannya, keluarganya,

teman dan kaum kerabatnya. Dengan penuh kesabaran dan keihklasan Nabi ayub

menjalankan cobaan dari Tuhan. Berkat kesabaran dan keihlasannya beliau

sembuh total dari penyakitnya dan Allah memberikan kemulian yang berlipat-

lipat sehingga Nabi Ayub tidak lagi miskin.

Tenggelamnya fir’aun dilaut merah adalah azab yang dijatuhkan Tuhan

kepada orang yang angkuh dan sombong. Ketika fir’aun mengngejar Nabi Musa

dan pengikut-pengikutnya menyebrangi laut merah. Dengan tongkat Nabi Musa

laut itu terbelah, Nabi Musa dan para pengikutnya segera menyebrangi laut

tersebut. Ketika fir’aun dan tentaranya tepat berada ditengah laut merah itu
seketika itu juga laut merah tertutup lagi dan fir’aun beserta bala tentaranya

tenggelam didalamnya.

- Pengaruh penderitaan

Setiap penderitaan yang dialami oleh seseorang membawa pengaruh baik

positif maupun negatif. Sikap positif yaitu sikap optimis dalam menghadapi

penderitaan hidup, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan

perjuangan membebaskan diri dari penderitaan, dan penderitaan itu hanya bagian

dari kehidupan. Sedangkan sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak

bahagia, kecewa, putus asa, ingin bunuh diri.

2.7 Pengertian Kegelisahan

Kegelisahan berasal dari kata gelisah yang berarti tidak tenteram hatinya,

selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas. Sehingga kegelisahan

merupakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tenteram hati maupun

perbuatannya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar

ataupun dalam kecemasan.

1. Kegelisahan Negatif : kegelisahan yang berlebih-lebihan, atau yang

melewati batas, yaitu kegelisahan yang berhenti pada titik merasakan

kelemahan, di mana orang yang mengalaminya sama sekali tidak bisa

melakukan perubahan positif atau langkah-langkah konkret untuk berubah


atau mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu kegelisahan dalam ‘menanti-

nanti’ sesuatu yang tidak jelas atau tidak ada. Tentu saja hal ini merupakan

ancaman bagi eksistensi manusia sebagai kesatuan yang integral.

2. Kegelisahan Positif : Dasar kehidupan atau sebagai kesadaran yang dapat

menjadi spirit dalam memecahkan banyak permasalahan, atau sebagai tanda

peringatan, kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap bahaya-bahaya atau hal-

hal yang datang secara tiba-tiba dan tak terduga. Ia juga merupakan kekuatan

dalam menghadapi kondisi-kondisi baru dan dapat membantu dalam

beradaptasi. Singkatnya, ia merupakan faktor penting yang dibutuhkan

manusia. Sedangkan “kegelisahan negatif” jelas sangat membahayakan,

seperti gula pada darah; ketika ketinggian kadarnya membahayakan

kesehatan manusia.

- Sebab-sebab Orang Gelisah

Gelisah terkadang membuat seseorang tidak nyaman. Kegelisahan berasal

dari kata gelisah yang berarti tidak tentram hatinya, selalu merasa khawatir, dan

cemas. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan orang-orang menjadi

gelisah.

1. Panik

Panik adalah sebuah perasaan dari ketakutan dan kecemasan. Panik

merupakan ketakutan dan kecemasan yang terjadi secara mendadak dari

sebuah peristiwa yang terjadi. Rasa panik dapat menyebabkan seseorang


menjadi gelisah. Dengan adanya rasa panik otomatis timbulnya perasaan

tidak tenang dan mengakibatkan seseorang menjadi gelisah.

2. Kesulitan ekonomi

Kesulitan ekonomi merupakan kesulitan yang dialami ketika seseorang

merasakan kondisi sulit dalam kehidupan ekonomi. Seperti hal nya tidak

mempunyai uang atau kelangkaan dalam suatu barang pemuas kebutuhan.

Dengan adanya kesulitan ekonomi, ada beberapa orang yang merasa terdesak

dan gelisah untuk berfikir bagaimana caranya agar bisa menyelesaikan

kesulitan ekonomi tersebut.

3. Persiapan yang tidak matang

Segala sesuatu kegiatan yang dilakukan, harus dengan persiapan yang

matang. Apabila kita akan melakukan sesuatu tetapi belum ada persiapan

yang matang, maka dapat terjadi kegelisahan. Contoh nya seperti dalam

menghadapi ujian, tetapi belum ada persiapan yang matang dalam menjalani

ujian tersebut, maka kemungkinan perasaan gelisah akan timbul.

- Usaha-usaha Mengatasi Kegelisahan

1. Bersikap tenang

Tenang merupakan sikap mengontrol perasaan menjadi rileks. Pada saat

seseorang merasa gelisah, sikap tenang dapat membantu menghilangkan atau


mengurangikegelisahan dengan me rileks kan perasaan serta fikiran.

2. Intropeksi diri

Pada saat gelisah, intropeksi diri sangat diperlukan untuk membantu

menghilangkanperasaan gelisah. Dengan adanya intropeksi diri seseorang akan

mulai berfikir apa penyebab kegelisahan nya dan bagaimana cara menyelesaikan

permasalahan nya tanpa harus merasa gelisah

3.Berserah diri kepada Tuhan

Kegelisahan terkadang membuat diri seseorang lupa akan ada nya Tuhan

yang selalu siap membantu . Apapun yang membuat kita gelisah, apabila kita

memasrahkan diri kepada tuhan kemungkinan tuhan akan memberikan jalan

keluar

dari kegelisahan yang kita alami.

4. Bercerita kepada seseorang

Apabila sedang mengalami kegelisahan, alangkah baik nya apabila seseorang

dapat menceritakan permasalahan yangmembuatnya gelisah. Dengan adanya

bercerita kepada seseorang, permasalahan yangsedang dialami bisa

mendapatkankan pendapat ataupun saran. Jadi kemungkinan kegelisahan tidak

akan bertambah dengan adanya pendapat atau saran yang diterima.

Anda mungkin juga menyukai