Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit KKP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak dibawah
umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hasil
penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia, Tarwotjo, dkk (1999), memperkirakan bahwa 30
% atau 9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta
diantara anak-anak balita menderita gizi buruk. Berdasarkan “Rekapitulasi Data Dasar Desa Baru
UPGK 1982/1983” menunjukkan bahwa prevalensi penderita KKP di Indonesia belum menurun.
Hasil pengukuran secara antropometri pada anak-anak balita dari 642 desa menunjukkan
angkaangka sebagai berikut: diantara 119.463 anak balita yang diukur, terdapat status gizi baik
57,1%, gizi kurang 35,9%, dan gizi buruk 5,9%.

Tingginya prevalensi penyakit KKP disebabkan pula oleh faktor tingginya angka kelahiran.
Menurun Morley (1968) dalam studinya di Nigeria, insidensi kwashiorkor meninggi pada
keluarga dengan 7 anak atau lebih. Studi lapangan yang dilakukan oleh Gopalan (1964) pada
1400 anak prasekolah menunjukkan bahwa 32% diantara anak-anak yang dilahirkan sebagai
anak keempat dan berikutnya memperlihatkan tanda-tanda KKP yang jelas, sedangkan anakanak
yang dilahirkan terlebih dahulu hanya 17% memperlihatkan gejala KKP. Ia berkesimpulan
bahwa 62% dari semua kasus kekurangan gizi pada anak prasekolah terdapat pada anak-anak
keempat dan berikutnya.

Mortalitas KKP berat dimana-mana dilaporkan tinggi. Hasil penyelidikan yang dilakukan pada
tahun 1955/1956 (Poey, 1957) menunjukkan angka kematian sebanyak 55%, 35% diantara
mereka meninggal dalam perawatan minggu pertama, dan 20% sesudahnya.

Menurut WHO, 150 juga anak berumur di bawah 5 tahun menderita KKP dan 49% dari 10,4 juga
anak berumur di bawah 5 tahun meninggal karena KKP yang kebanyakan terjadi di negaranegara
yang sedang berkembang.

KKP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KKP disebabkan karena defisiensi
macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari
defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia
prevalensi KKP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya
penurunan prevalensi KKP (Aritonang, 2008).

Penyakit akibat KKP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor.
Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energi dan
Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KKP umumnya diderita
oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami
Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka
bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering,
rambut rontok dan flek hitam pada kulit (Aritonang, 2008). Adapun yang menjadi penyebab
langsung terjadinya KKP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada
orang dewasa, KKP timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan
akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KKP di beberapa daerah
di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem) (Aritonang,
2008).

Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat ± 1 milyar penduduk dunia yang
kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik. Disamping itu
masih ada ± 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas
minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan secara
normal(Aritonang, 2008) .

Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok
yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa
daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi
kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional kita. Bahkan
sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi
pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan
keadaan gizi masyarakat (Aritonang, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari KKP?

2. Etiologi dari KKP?

3. Patofisiologi dari KKP?

4. Bagaimana pathway hingga terjadi KKP?

5. Apa klasifikasi dari KKP ?

6. Apa manifestasi klinis dari KKP?

7. Bagaimana komplikasi dari KKP?

8. Baagaimana pencegahan dari KKP ?

9. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat bagi penderita KKP?

10. Bagaimana asuhan keperawatan dari KKP ?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan umum

Untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak yang berupa makalah tentang malnutrisi.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui pengertian dari KKP.

2. Untuk mengetahui penyebab dari KKP.

3. Untuk mengetahui Patofisiologi dari KKP.

4. Untuk mengetahui pathway dari KKP.

5. Untuk mengetahui klasifikasi dari KKP.

6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari KKP.

7. Untuk mengetahui komplikasi akibat KKP.

8. Untuk mengetahui pencegahan dari KKP.

9. Untuk mengetahui tatalaksana yang tepat pada KKP.

10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari KKP.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi institusi : Sebagai tambahan sumber bacaan di perpustakaan

2. Bagi pembaca : Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian, penyebab,


patofisiologi, tanda gejala, serta tatalaksana dari Malnutrisi tersebut.

3. Bagi penulis :Terpenuhinya tugas keperawatan anak yang berupa makalah Malnutrisi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang mendapat
masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori dan protein kurang dalam waktu yang
cukup lama (Ngastiyah, 1997).

Gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori dalam makanan sehari-
hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. (AKG)

2.2 Etiologi

Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein,

yang berarti kurangnya konsumsi makanan yang mengandung kalori maupun

protein, hambatan utilisasi zat gizi. Adanya penyakit infeksi dan investasi

cacing dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat-zat

gizi yang menjadi dasar timbulnya KEP. Penyebab langsung KEP dapat

dijelaskansebagaiberikut:

a. Penyakit infeksi

Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan KKP yaitu cacar air,

batuk rejang, TBC, malaria, diare, dan cacing, misalnya cacing Ascaris

lumbricoides dapat memberikan hambatan absorbsi dan hambatan

utilisasi zat-zat gizi yang dapat menurunkan daya tahan tubuh yang

semakin lama dan tidak diperhatikan akan merupakan dasar timbulnya

KKP.

b. Konsumsi makan

KKP sering dijumpaipada anak usia6 bulan hingga 5 tahun dimana pada usia tersebut tubuh
memerlukan zat gizi yang sangat tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi
maka tubuh akan menggunakan
cadangan zat gizi yang ada di dalam tubuh, yang berakibat semakin lama cadangan semakin
habis dan akan menyebabkan terjadinya kekurangan yang menimbulkan perubahanpada gejala
klinis.

c. Kebutuhan energi

Kebutuhan energi tiap anak berbeda-beda. Hal ini ditentukan oleh metabolisme basal tubuh,
umur, aktivitas, fisik, suhu, lingkungan serta kesehatannya. Energi yang dibutuhan seseorang
tergantung pada beberapa faktor,yaitu jeniskelamin,umur,aktivitas fisik,dan kondisi psikologis.

d. Kebutuhan protein

Protein merupakan zat gizi penting karena erat hubungannya dengan kehidupan.

e. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh dan kembang
anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat menerima segala informasi dari
luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik. Seorang ibu dengan pendidikan yang
tinggi akan dapat merencanakan menu makan yang sehat dan bergizi bagi dirinyadan
keluarganya. Pengetahuan ibu tentang cara memperlakukan bahan pangan dalam pengolahan
dengan tujuan membersihkan kotoran, tetapi sering kali dilakukan berlebihan sehingga merusak
dan mengurangi zat gizi yang dikandungnya.

f. Tingkat pendapatan dan pekerjaan orang tua

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua
dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer seperti makanan maupun yang
sekunder.Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan apa yang akan dibeli. Keluarga
yang pendapatannya rendah membelanjakan sebagian besar untuk serealia, sedangkan keluarga
dengan pendapatan yang tinggi cenderung membelanjakan sebagian besar untuk hasil olah susu.
Jadi, penghasilan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas makanan. Antara
penghasilan dan gizi jelas ada hubungan yang menguntungkan. Pengaruh peningkatan
penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi
dengan status gizi yang berlaku hampir universal.

g. Besar anggota keluarga

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan social ekonominya cukup akan
mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak, lebih-lebih kalau
jarak anak terlalu dekat. Adapun pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang,
jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan kurangnya kasih saying dan perhatian pada anak,
juga kebutuhan primer seperti makanan,sandang,papan tidak terpenuhi.
Penyebab tidak langsung dari KKP ada beberapa hal yang dominan, antara lain pendapatan yang
rendah sehingga daya beli terhadap makanan terutama makanan berprotein rendah. Penyebab
tidak langsung yang lain adalah ekonomi negara, jika ekonomi negara mengalami krisis moneter
akan menyebabkan kenaikan harga barang, termasuk bahan makanan sumber energy dan protein
seperti beras, ayam, daging, dan telur. Penyebab lain yang berpengaruh terhadap defisiensi
konsumsi makanan berenergi dan berprotein adalah rendahnya pendidikan umum dan pendidikan
gizi sehingga kurang adanya pemahaman peranan zat gizi bagi manusia. Atau mungkin dengan
adanya produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, jumlah anak yang terlalu banyak,
kondisi higiene yang kurang baik, sistem perdagangan dan distribusi yang tidak lancer serta tidak
merata (AdrianidanWijatmadi,2012).

2.3 Patofisiologi

Adapun energi dan protein yang diperoleh dari makanan kurang, padahal untuk
kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang didapat, dipengaruhi oleh makanan
yang diberikan sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan
juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Kekurangan energi protein dalam makanan
yang dikonsumsi akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang
dibutuhkan untuk sintesis, oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi
insulin akan meningkat dan sebagai asam amino di dalam serum yang jumlahnya sudah kurang
tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab
kurangnya pembentukan alkomin oleh heper, sehingga kemudian timbul edema perlemahan hati
terjadi karena gangguan pembentukan lipo protein beta sehingga transport lemak dari hati ke hati
dapat lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumuasi lemak dalam heper. (Ilmu kesehatan
anak, 1998).

Perjalanan penyakit Kurang Kalori Protein (KKP) yang terdiri dari marasmus (kurang
protein dan kalori) dan kwashiorkor (kurang protein) diawali dengan adanya ketidakseimbangan
pasokan protein dan kalori dengan kebutuhan sebenarnya. Penyakit yang biasanya melanda anak-
anak di negara miskin dan berkembang ini disebabkan oleh selain dari kurangnya pasokan
sumber nutrisi terpenting seperti protein, karbohidrat dan lemak sebagai penyebab utama, infeksi
yang kronis dan tergolong berat, khususnya yang disertai dengan diare, juga meningkatkan angka
kejadian KKP (Dixone, 2008).

2.4 Pathway
2.5 Manifestasi Klinis

Anak-anak dengan KKP kronis, tergolong kecil untuk umur dan cenderung tidak aktif secara
fisik, apatis, dan mudah terkena infeksi. Anoreksia dan diare juga sering dijumpai pada anak
yang mengalami KKP (Behrman, 2007).

Pada KKP akut, anak tampak kecil, sangat kurus tampak seperti tulang yang hanya dilapisi kulit
tanpa adanya jaringan lemak di bawah kulit.2 Kulit kering, dan “baggy” seperti, rambut jarang
dan berwarna coklat kusam atau kuning kemerahan. Temperatur tubuh rendah, denyut nadi dan
frekuensi pernapasan melambat. Mereka juga tampak lemah, irritable, dan biasanya lapar,
walaupun ada beberapa yang mengalami anoreksia disertai mual dan muntah (Behrman, 2007).

Pada penderita yang mengalami KKP, gejala klinis yang khas untuk marasmus adalah triangular
face, amenore primer atau sekunder, perut yang melar (akibat dari hipotonus otot abdomen),
prolapsus anal atau rektal (akibat dari kehilangan lemak perianal). Sedangkan pada penderita
kwashiorkor manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah edema, perubahan pada warna kulit
dan rambut, anemia, hepatomegali, letargi, defisiensi imunitas yang berat, dan kematian yang
cepat (Behrman, 2007).

Edema yang tidak terjadi pada penderita marasmus sedangkan sering dijumpai pada penderita
kwashiorkor masih sering diperdebatkan.1 Protein yang diketahui sebagai pengatur tekanan
onkotik plasma, akan hilang fungsinya jika tidak mencapai kadar yang sesuai dalam pembuluh
darah, sehingga menyebabkan edema dan asites. Tetapi pada penderita kwashiorkor lebih banyak
mengalami edema dan asites dipercaya akibat anemia berat yang dialami oleh penderita karena
dari beberapa penelitian didapati bahwa konsentrasi total protein dalam plasma pada penderita
marasmus tidak jauh berbeda dengan penderita kwashiorkor (Behrman, 2007).

Organ vital yang sering mengalami degeneradsi pada penderita KKP adalah hati dan jantung.
Akibatnya akan terjadi insufisiensi pada otot-otot jantung, yang akhirnya akan menjadi gagal
jantung. Hilangnya lemak subkutan menyebabkan anak-anak penderita KKP tidak memiliki
kemampuan untuk pengaturan suhu tubuh yang baik dan menurunkan cadangan air. Hal ini akan
berujung pada dehidrasi, hipotermi dan hipoglikemi jika dibandingkan dengan anak-anak yang
sehat. Pada KKP berat juga terjadi atrofi vili-vili usus halus sehingga penyerapan nutrisi pun
tidak baik yang akhirnya memperparah keadaan si penderita (Behrman, 2007).

Menurut Ngastiyah (1997) penderita kekurangan energi protein

akan memberikan gambaran klinik berupa:

a. Pertumbuhan terganggu meliputi berat badan dan tinggi badan.

b. Perubahan mental berupa cengeng dan apatis.

c. Adanya cederm ringan atau berat karena penurunan protein plasma.

d. Jaringan lemak dibawah kulit menghilang, kulit keriput dan tanus otot

menurun.

e. Kulit bersisik

f. Anemia

g. Carzy pavemen permatosisis (bercak-bercak putih dan merah muda dengan tepi hitam).

h. Pembesaran hati

2.6 Klasifikasi

2.6.1 KKP ringan-sedang


Bentuk klinis:

a. BB/ umur 60-80% baku medium WHO NCHS


b. Pertumbuhan linear berkurang atau berhenti.
c. Kenaikan berat badan berkurang atau berhenti, bahkan berat badan menurun.
d. Ukuran lingkar lengan atas menurun.
e. Meturasi tulang terhambat.
f. Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun.
g. Anemia ringan
h. Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat.
i. Ada kalanya dijumpai kelainan kulit dan rambut.

2.6.2 KKP berat tipe kwashiorkor

Bentuk Klinis:

a. BB/umur 60-80% baku median WHO NCHS disertai edema.


b. Edema, umumnya seluruh tubuh terutama kaki.
c. Wajah membulat dan sembab.
d. Pandangan mata sayu.
e. Rambut tipis berwarna kemerahan seperti rambut jagung mudah dicabut.
f. Perubahan status mental: cengeng, rewel, dan apatis.
g. Pembesaran hati.
h. Otot mengecil.
i. Crazy pavement dermatosi
j. Sering disertai infeksi, anemia dan diare.

2.6.3 KKP berat tipe marasmus

Bentuk klinis:

a. BB/umur <60% WHO NCHS


b. Tampak kurus-sangat kurus hingga tulang terbungkus kulit.
c. Wajah seperti orsng tua.
d. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis tipis.
e. Perut cekung.
f. Sering disertai penyakit kronis, diare kronis.

2.6.4 KKP berat tipe marasmus-kwashiorkor

Bentuk klinis:
a. Gambaran klinis marasmus-kwashiorkor merupakan campuran dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus dengan BB/umur <60% baku median WHO NCHS dengan
edema yang mencolok.
b. Pada setiap penderita KKP berat selalu diperiksa gejala defisiensi nutrient mikro yang
sering menyertai seperti vitamin A, anemia, stomatitis ( vitamin B dan C ), serta dicari
penyakit penyerta seperti infeksi bakteri, TBC, cacingan.

2.7 Komplikasi

1. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia)

Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena
cahaya).Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia (menjadi buta).

2. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis.

Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1


menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung.

3. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis)

Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2


menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis, kelainan kulit dan
mata.

4. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.

5. Defisiensi Vitamin B12

Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat
menyebabkan anemia pernisiosa.

6. Defisit Asam Folat

Menyebabkan timbulnya anemia makrositik, megaloblastik, granulositopenia, trombositopenia.

7. Defisiensi Vitamin C

Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan


untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan bagian dalam
pembentukan zat intersel, pada proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang dan dentin.

8. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium

Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan tumbuh
kembang anak.
9. Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.

10. Noma sebagai komplikasi pada KKP berat

Noma atau stomatitis merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga
dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila daya tahan tubuh sedang menurun. Bau
busuk yang khas merupakan tanda khas pada gejala ini (Muller, 2005).

2.8 Pencegahan

Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:

1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak
mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan
tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.

2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori
yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.

3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati
apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan
hal itu ke dokter.

4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola
dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.

5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi
dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah
sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula
suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil
yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi
kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang
permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

2.9 Penatalaksanaan KKP

Prinsip pengobatan KKP adalah (Junia, 2009):

1) Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai biologik tinggi, tinggi
kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral.

2) Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap.

3) Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan sangat rendah. Protein
yang diperlukan 3-4 gr/kg/hari, dan kalori 160-175 kalori.
4) Antibiotik diberikan jika anak terdapat penyakit penyerta.

5) Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi terhadap keluarga.

Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian cairan parenteral adalah sebagai
berikut:

1) Jumlah cairan adalah 200 ml/kgBB/hari untuk kwashiorkor atau marasmus kwashiorkor, dan
250 ml/kg BB/hari untuk marasmus.

2) Jenis cairan yang dipilah adalah Darrow-glukosa aa dengan kadar glukosa dinaikkan menjadi
10% bila terdapat hipoglikemia.

3) Cara pemberiannya adalah sebanyak 60 ml/kg BB diberikan dalam 4-8 jam pertama,
kemudian sisanya diberikan dalam waktu 16-20 jam berikutnya.

Makanan tinggi energi tinggi protein (TETP) diolah dengan kandungan protein yang dianjurkan
adalah 3,0-5,0 gr/kg BB dan jumlah kalori 150-200 kkal/kg BB sehari.

Asam folat diberikan per oral dengan variasi dosis antara 3×5 mg/hari pada anak kecil dan 3×15
mg/hari pada anak besar. Kebutuhan kalium dipenuhi dengan pemberian KCL oral sebanyak 75-
150mg/kg BB/hari (ekuivalen dengan 1-2 mEq/kg BB/hari); bila terdapat tanda hipokalemia
diberikan KCl secara intravena dengan dosis intramuskular atau intravena dalam bentuk larutan
MG-sulfat 50% sebanyak 0,4-0,5 mEq/kgBB/hari selama 4-5 hari pertama perawatan.

a. Prinsip penanganan anak dengan kurang gizi adalah (Junia, 2009)

1. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin
dan mineral.

2. Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah diserap dan dicerna

3. Makanan diberikan secara bertahap

4. Penyakit- penyakit lain yang menyertai harus ditangani

5. Tindak lanjut bersehatan berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi
terhadap keluarga.

b. Terapi dietik (Junia, 2009) 3 tahap cara pemberian makanan pada KKP adalah Tahap
Penyesuaian (Junia, 2009)

1. Makanan yang diberikan diawal lebih encer, lebih cair


2. Makanan yang diberikan awal bernilai kalori dan protein rendah , lalu bertahap ditingkatkan
kalori 150 – 220 kkal/kgBB sehari Pada aplikasinya penderita KEP dibagi dua golongan menurut
berat badan , yaitu:

1. Berat badan < 7 kg Pada penderita dengan berat badan dibawah 7 kg jenis makanan yang
diberikan adalah makanan bayi. Pada awal perawatan makanan utama adalah susu yng
diencerkan ( 1/3, 2/3, 3/3) atau susu formula rendah laktosa. Untuk tambahan kalori dapat
diberikan glukosa 2 – 5 % dan tepung 2 %.

2. Berat badan > 7 kg Pada penderita dengan berat badan diatas 7kg jenis makanan yang
diberikan adalah makanan anak umur satu tahun. Pemberian kalori 50 kkal/kgBB, protein 0,1
g/kgBB, cair200 ml/kgBB, makanan cair kental ( 1/3 , 2/3, 3/3). Sumber makanan utama adalah
susu dengan tambahan kalori glukosa 5%.

Tahap Penyembuhan (Junia, 2009)

Pada tahap penyembuhan, toleransi terhadap makanan dan nafsu makan sudah membaik. Ien
Pemberian makanan dapat ditingkatkan secara berangsur setiap 1-2 hari. Konsumsi kalori 150 –
200 kkal/kgBB dan protein 3,0 – 5,0 g/kgBB. Tahap Lanjutan (Junia, 2009) Pada tahap lanjutan,
pemberian makanan kembali ke kebutuhan nutrien baku.

C. Penatalaksanaan Marasmik dan Kwarshiorkor

1. Pemberian makanan tinggi energi dan tinggi protein

2. Energi 150 kkal/kgBB, protein 3 – 5 g/kgBB diberikan bertahap.

3. Tambahan KCL 75 – 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis, MgSO4 50% sebanyak 0,25
ml/kgBB/hari secara IM.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Fokus Pengkajian


1. Identitas Pasien Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.
2. Keluhan utama
a. Kwashiorkor: anak mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi lemah dan tidak
mau maka, BB menurun.
b.Marasmus : anak rewel, tidak mau makan, badan kelihatan kurus.
3. Riwayat kesehatan:
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Kapan keluhan mulai dirasakan
c. Kejadian sudah berapa lama.
d. Apakah ada penurunan BB
e. Bagaimanan nafsu makan pasien
f. Bagaimana pola makannya
g. Apakah pernah mendapat pengobatan, dimana, oleh siapa, kapan, jenis obatnya.
4. Pola penyakit dahulu
Apakah dulu pasien pernah menderita penyakit seperti sekarang
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan
kekurangan gizi atau kurang protein.
b. Riwayat penyakit social
c.Anggapan salah satu jenis makanan tertentu
d.Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
e. Bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien
f. Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
6. Riwayat spiritual
Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.
3.2 Pemeriksaan Fisik
1) Kaji tanda-tanda vital.
2) Kaji perubahan status mental, pada anak apakah anak nampak cengeng atau apatis.
3) Pengamatan timbulnya gangguan gastrointestinal, untuk menentukan kerusakan fungsi
hati, pankreas dan usus.
4) Menilai secara berkelanjutan adanya perubahan warna rambut dan keelastisan kulit
dan membran mukosa.
5) Pengamatan pada output urine.
6) Kaji perubahan pola eliminasi.
Perhatikan apakah ada ditemukan gejala seperti diare, perubahan frekuensi BAB, dan di
tandai adanya keadaan lemas dan konsistensi BAB cair.
7) Kaji secara berkelanjutan asupan makanan tiap hari.
Perhatikan apakah ada dijumpainya gejala mual dan muntah dan biasanya ditandai
dengan penurunan berat badan.
8) Pengkajian pergerakan anggota gerak/aktivitas anak dengan mengamati tingkah laku
anak melalui rangsang.
Kemudian untuk menegakkan diagnose pada Kekurangan Kalori Protein ini juga bisa
didukung dengan pemeriksaan penunjang :
2. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium - Pemeriksaan darah tepi
untuk memperlihatkan apakah dijumpai anemia ringan sampai sedang, umumnya pada
KKP dijumpai berupa anemia hipokronik atau normokromik.
- Pada uji faal hati: Pada pemeriksaan uji faal hati tampak nilai albumin sedikit atau amat
rendah, trigliserida normal, dan kolesterol normal atau merendah.
- Kadar elektrolit K rendah, kadar Na, Zn dan Cu bisa normal atau menurun.
- Kadar gula darah umumnya rendah. (normalnya Gula darah puasa : 70-110 mg/dl,
Waktu tidur : 110-150 mg/dl, 1 jam setelah makan < 160 mg/dl, 2 jam setelah makan : <
125 mg / dl
- Asam lemak bebas normal atau meninggi.
- Nilai beta lipoprotein tidak menentu, dapat merendah atau meninggi.
- Kadar hormon insulin menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapat normal, merendah
maupun meninggi.
- Analisis asam amino dalam urine menunjukkan kadar 3-metil histidin meningkat dan
indeks hidroksiprolin menurun.
- Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai dengan kasus
perlemakan berat.
- Kadar imunoglobulin serum normal, bahkan dapat meningkat.
- Kadar imunoglobulin A sekretori rendah.
- Penurunan kadar berbagai enzim dalam serum seperti amilase, esterase, kolin esterase,
transaminase dan fosfatase alkali. Aktifitas enzim pankreas dan xantin oksidase
berkurang.
- Defisiensi asam folat, protein, besi.
- Nilai enzim urea siklase dalam hati merendah, tetapi kadar enzim pembentuk asam
amino meningkat.
2) Pemeriksaan Radiologik
Pada pemeriksaan radiologik tulang memperlihatkan osteoporosis ringan.

a. inspeksi: Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi
pasien meliputi :
1) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
2) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti
bulan.
3) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak
siannosis, perut membuncit
b. Palpasi Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek dan pada kwashiorkor terdapat
pembesaran hati
3.3 Diagnosa Keperawatan
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare.
• Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan
kehilangan akibat diare.
• Gangguan integritas kulit b/d tidak adanya kandungan makanan yang cukup
• Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.
• Kurangnya pengetahuan b/d tidak tahu memberikan intake nutrisi yang adekuat
pada anak
3.4 Intervensi Keperawatan
No NDX NOC NIC

1 Ketidakseimbangan  Nutritional Status : Nutrition


nutrisi kurang dari  Nutritional status : Management
kebutuhan b/d food and fluid  Kaji adanya alergi
intake makanan
asupan yang tidak
adekuat, anoreksia  Nutritional status :  Kolaborasi dengan
dan diare. nutrient intake ahli gizi untuk
 Weight control menentukan jumlah
Kriteria Hasil : kalori dan nutrisi
Definisi : asupan
 Adanya peningkatan yang dibutuhkan
nutrisi tidak cukup
BB sesuai dengan pasien
untuk memenuhi tujuan  Berikan substansi
kebutuhan metabolik  BB ideal sesuai gula
dengan tinggi badan  Ajarkan pasien
 Mampu bagaimana membuat
mengidentifikasi catatan makanan
kebutuhan nutrisi harian
 Tidak ada tanda –  Onitor jumlah nutrisi
tanda malnutrisi dan kandungan
 Menunjukkan kalori
peningkatan fungsi  Berikan informasi
tentang kebutuhan
pengecapan dari
nutrisi
menelan Nutrition
 Tidak terjadi Monitoring
penurunan BB yang
 BB pasien dalam
berarti batas normal
 Monitor adanya
penurunan BB
 Monitor tie dan
jumlah aktivitas
 Monitor turgor kulit
 Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht

2 Kekurangan volume  Fluid balance Fluid Management


cairan b/d penurunan  Hydration  Timbang popok /
asupan peroral dan  Nutritional status : pembalut jika
food and fluid diperlukan
peningkatan
kehilangan akibat
intake  Pertahankan catatatn
Kriteria Hasil intake dan output
diare.  Mempertahankan yang akurat
urine output sesuai  Monitor status
Definisi : penurunan dengan usia dan BB, hidrasi
cairan intravaskuler, BJ urine normal,  Monitor vital sign
intersitial, dan/ atau HTT normal  Monitor masukan
intraseluler. Ini  TD, nadi, SB dalam makanan / cairan
batas normal dan itung intake
mengacu pada
 Tidak ada tanda – kalori harian
dehidrasi, kehilangan tanda dehidrasi,  Kolaborasikan
cairan saa tanpa elastisitas turgorkulit pembarian cairan IV
perubahan natrium baik, membrane  Monitor status
mukosa lembab, nutrisi
tidak ada rasa haus  Berikan cairan IV
yang berlebihan pada suhu ruangan
 Dorong masukan
oral
 Dorong keluarga
untuk membatu
pasien makan
 Kolaborasi dengan
dokter
 Atur kemungkinan
transfuse
 Monitor tingkat Hb
dan hematoktrit
 Monitor BB

3 Gangguan integritas  Tissue Integrity : Pressure


kulit berhubungan skin dan Mucous Management
dengan tidak adanya Membranes  Anjurkan pasien
 Hemodyalis akses menggunakan
kandungan makanan
Kriteria Hasil : pakaian yang
yang cukup
 Integritas kulit yang longgar
baik bisa  Hindari kerutan pada
Definisi : Perubahan dipertahankan ( tempat tidur
/ gangguan epidermis sensasi, elastisitas,  Jaga kebersihan kulit
dan/ atau dermis temperature, hidrasi, agar tetap bersih dan
pigmentasi) tetap kering
 Tidak ada luka / lesi  Mobilisasi pasien
pada kulit
 Monitor kulit akan
 Perfusi jaringan baik
adanya kemerahan
 Menunjukkan
 Oleskan lotion atau
pemahaman dalam
minyak / baby oil
proses perbaikan
pada daerah yang
kulit dan mencegah
tertekan
terjadinya sedera
berulang  Mandikan pasien
 Mampu melindungi dengan sabun dan air
kulit dan
mempertahankan hangat
kelembaban kulit
dan perawatan alami
4 Keterlambatan  Growth and Peningkatan
pertumbuhan dan development, perkembangan
perkembangan b/d delayed anak dan remaja
 Nutrition imbalance
asupan kalori dan  Kaji faktor penyebab
less than body
protein yang tidak gangguan
requirements :
adekuat dan proses perkembangan anak
Kriteria Hasil :
penyakit kwashiokor  Identifikasi dan
 Anak berfungsi gunakan sumber
dan marasmus. optimal sesuai pendidikan untuk
tingkatannya memfasilitasi
Definisi :  Keluarga dan anak perkembangan anak
penyimpangan / mampu yang optimal
menggunakan
kelainan dari aturan  Tingkatkan
koping terhadap
kelompok usia komunikasi verbal
tantangan karena
dan stimulasi taktil
adanya
 Berikan instruksi
ketidakmampuan.
berulang dan
 Keluarga mampu
sederhana
mendapatkan
sumber – sumber  Dorong anak
sarana komunitas melakukan
 Kematangan fisik : sosialisasi dengan
wanita : perubahan kelompok
fisik normal pada  Berikan
wanita yang terjadi reinforcement positif
dengan transisi dari atas hasil yang
masa kanak – kanak dicapai anak
ke dewasa Nutritional
 Kematangan fisik : Management :
pria : perubahan  Kaji keadekuatan
fisik normal pria asupan nutrisi
yang terjadi dengan  Tentukan makanan
transisi dari masa yang disukai anak
kanak – kanak ke  Pantau
dewasa kecenderungan
 Status nutrisi kenaikan dan
seimbang penurunan BB anak

5 Kurangnya  Knowledge : disease Teaching : disease


pengetahuan b/d process process
tidak tahu  Knowledge : health  Berikan penilaian
behavior tentang tingkat
memberikan intake
nutrisi yang adekuat pengetahuan pasien
pada anak tentang proses
penyakit yang
Definisi : keadaan spesifik
atau defisiensi  Jelaskan
patofisiologi dari
informasi kognitif
penyakit dan
yang berkaitan bagaimana hal ini
dengan topic tertentu berhubungan dengan
anatomi dan
fisiologi, dengan
cara yang tepat
 Gambarkan tanda
dan gejala yang
biasa muncul pada
penyakit dengan
cara yang tepat
 Gambarkan proses
penyakit dengan
cara yang tepat
 Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat
 Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
 Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi dimasa
yang akan datang
 Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan

3.5 EVALUASI
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
• Dapat disimpulkan bahwa KKP merupakan suatu keadaan di mana tubuh
mengalami gangguan terhadap absorbsi, pencernaan, dan penggunaan zat gizi untuk
pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas.
• Penyebab KKP secara langsung ialah karena kurangnya asupan makanan:
Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah
makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara
pemberian makanan yang salah. Serta karena adanya penyakit infeksi.
• Sedangkan penyebab yang tidak langsung ialah kurangnya ketahanan pangan
keluarga, kualitas perawatan ibu dan anak, sanitasi lingkungan yang kurang,
buruknya pelayanan kesehatan
• Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan
mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami
komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di
rumah sakit.
• Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak.
Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume
darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam
bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua
sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral
dapat juga diberikan.

4.2 Saran
Demikian materi yang kami paparkan,tentunya masih banyak kekurangan
dankelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap
para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun
demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan
berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga
parapembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ns. Dony Setiawan Hendycha Putra,dkk. 2014. Keperawatan Anak dan Tumbuh Kembang.
Yogyakarta : NuhaMedika

Nurari, Amin H dan Hardhi Kusuma. 2015 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta : MediAction.

Suhada, Rahman. 2018. Kurang Kalori Protein Pada Anak, diakses dari
https://id.scribd.com/380265416/kalori-protein-kkp-pada-anak. Pada 4 maret 2020

Melinarisa, Whinny Putri. Makalh Gizi Kkp, diakses dari


https://idscribd.com/doc/148248965/makalah-gizi-kkp. Pada 4 maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai