Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“IDENTIFIKASI KECELAKAAN KERJA, PERENCANAAN


PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PADA PEKERJA
BURUH/KULI BANGUNAN”

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan


Kerja dengan Dosen Pengajar Linda Riski Sefrina, SKM., M.Si.

Oleh:

Kelompok 3/ Kelas B
1. Arneta Anggraeni Putri NPM. 1810631220032
2. Anisa Sagita NPM. 1810631220036
3. Vina Nur Azizah NPM. 1810631220053
4. Sinta Puspita Dewi NPM. 1810631220054
5. Indah Nurkhotimah NPM. 1810631220056

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam suatu perusahaan.
Semakin berkembangnya teknologi di berbagai sektor usaha semakin besar
pula potensi yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan
peralatan pada tempat kerja, pada lingkungan, bahan dan proses
pengelolaannya, landasan tempat kerja, serta cara-cara melakukan
pekerjaan.
Kesehatan dan keselamatan kerja telah menjadi salah satu pilar
penting ekonomi makro maupun mikro, karena keselamatan dan kesehatan
kerja tidak bisa dipisahkan dari produksi barang dan jasa (Bailey et al, 2007;
Eng et al, 2009). Untuk itu perusahaan harus menekan risiko kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, karena kecelakaan akan menyebabkan
kelambatan produksi, padahal ketepatan waktu dapat menghemat biaya
yang besar, sebaliknya ketidaktepatan dalam memenuhi jadwal dapat
berakibat kerugian yang besar pada perusahaan dan pelanggan (Depnaker
RI, 1996). Kecelakaan juga timbul sebagai hasil gabungan dari beberapa
faktor. Faktor yang paling utama adalah faktor peralatan teknis, lingkungan
kerja, dan pekerja itu sendiri (ILO, 1989). Menurut ILO, setiap tahun terjadi
1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat
hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta
kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan
pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan
pekerjaan baru setiap tahunnya (Depkes RI, 2007).
Tujuan adanya keselamatan kerja adalah melindungi tenaga kerja atas
hak keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan dan menjamin
keselamatan setiap orang yang di tempat kerja serta sebagai sumber
produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Untuk
menanggulangi terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat terganggunya
proses produksi sehingga menyebabkan kerugian perusahaan, maka perlu
diketahui faktor risiko penyebab kecelakaan tersebut sehingga dapat
dilakukan upaya pencegahan (Bleuera et al., 2008).
Pencegahan dan penanganan kecelakaan serta penyakit akibat kerja
(PAK) dapat dilakukan dengan cara menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Cara tersebut dilakukan karena
kasus kecelakaan kerja selama ini sebagian besar disebabkan oleh faktor
manajemen, di samping faktor manusia dan teknis. Penerapan SMK3
tercantum dalam PP 50 tahun 2012 yang menyebutkan bahwa komunikasi
K3 merupakan bagian dari kegiatan pendukung. Bentuk komunikasi K3 di
tempat kerja adalah promosi K3. Promosi K3 yaitu bertujuan untuk
peningkatan keselamatan serta perubahan sikap dan perilaku karena
pelaksanaannya dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap
perilaku keselamatan sehingga dapat meningkatkan kesadaran pekerja akan
pentingnya K3 untuk diri sendiri, tenaga kerja, perusahaan, maupun
masyarakat sekitar perusahaan (Wahyuni et al, 2017).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana identifikasi kecelakaan kerja pada buruh/kuli bangunan?
2. Bagaimana upaya perencanaan, pencegahan, dan penanggulangan
akibat kecelakaan kerja?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui identifikasi kecelakaan kerja pada buruh/kuli
bangunan.
2. Untuk mengetahui upaya perencanaan, pencegahan, dan penanggulangan
akibat kecelakaan kerja.

D. MANFAAT
Untuk mengetahui identifikasi risiko kecelakaan serta mencari solusi untuk
memecahkan masalah yang berhubungan kesehatan dan keselamatan kerja
bagi pekerja buruh/kuli bangunan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI KECELAKAAN KERJA
Analisa penyebab risiko dari hasil analisis identifikasi risiko, dilakukan
analisa untuk mencari penyebab risiko dari masing-masing variabel risiko
yang sudah di analisa. Variabel-variabel penyebab risiko tersebut yang
nantinya akan kembali dianalisa untuk mengidentifikasi penyebab risiko
yang terjadi pada kegiatan konstruksi.
Kecelakaan atau kesalahan biasanya terjadi karena disebabkan
kesalahan atau kecelakaan, yaitu active failure dan latent conditions. Active
failure adalah suatu tindakan yang tidak aman (unsafe act) yang dilakukan
seseorang. Biasanya active failure mempunyai efek langsung dalam suatu
kejadian. Sedangkan latent conditions disebabkan oleh keputusan-
keputusan yang diambil oleh top level management yang terdapat dalam
sistem tersebut dalam jangka waktu yag lama sebelum berinteraksi dengan
active failure dan local trigger yang akan membuat kemungkinan
kecelakaan. Berbeda dengan active failure, kondisi ini sering sulit untuk
diprediksi tapi dapat diidentifikasi dan diperbaiki sebelum kejadian yang
tidak diinginkan itu terjadi.
1. Pekerja Tidak Memakai Peralatan Keselamatan Kerja
Hasil yang ditunjukkan dalam analisa mengenai active failure
memberikan gambaran bahwa nilai indeks tertinggi adalah “tidak
memakai peralatan keselamatan kerja”. Hal ini menunjukkan bahwa
masih banyak pekerja yang tidak menggunakan peralatan keselamatan
kerja di dalam proyek. Dari hasil studi literatur dan wawancara yang
dilakukan dengan para responden didapatkan ada berbagai macam
penyebab mengapa pekerja seringkali tidak memakai peralatan
keselamatan kerja, antara lain:
1) Pekerja mengalami tekanan terhadap fisik
2) Kurangnya penjelasan mengenai risiko pekerjaan
3) Kurangnya perencanaan keselamatan kerja dalam proyek
4) Kurangnya pengontrolan tentang keselamatan kerja
5) Kurangnya pemeriksaan terhadap kondisi dan kelayakan dari
peralatan kerja
6) Tidak tersedianya perlengkapan keselamatan kerja
7) Peralatan keselamatan kerja kurang layak pakai
8) Perusahaan kurang memperhatikan ketersediaan peralatan
keselamatan kerja
9) Kurangnya penjelasan mengenai tanggung jawab dan kewajiban
terhadap keselamatan kerja di dalam proyek
10) Kurangnya pelatihan keselamatan kerja
2. Pekerja Melakukan Kesalahan Kesalahan Kecil
Peringkat kedua dalam active failure tersebut adalah “melakukan
kesalahan kecil seperti: jatuh, terpeleset, terantuk, terjerat, dan lanlain.
Hal ini menunjukkan bahwa pekerja-pekerja di dalam proyek seringkali
melakukan kesalahan kecil ini. Menurut hasil studi literatur dan
wawancara yang penulis lakukan, penyebab terjadinya risiko ini adalah:
1) Pekerja mengalami tekanan terhadap waktu
2) Pekerja mengalami tekanan terhadap mental
3) Pekerja kurang terampil dalam melakukan pekerjaannya
4) Kurangnya pengarahan/penjelasan mengenai keselamatan kerja
sebelum memulai pekerjaan
5) Lokasi kerja yang tidak bersih dan rapi
6) Lokasi proyek yang baru/asing
7) Kurangnya pengontrolan lokasi proyek
8) Tidak adanya tanda-tanda peringatan atau hati-hati di dalam lokasi
proyek
9) Tempat bekerja yang sempit atau mempunyai sedikit ruang gerak
10) Tidak adanya alat pengaman seperti: penutup lubang, jaring
pengaman, dll
11) Lalu lintas proyek yang tidak teratur
3. Pekerja Bekerja dengan Tergesa-gesa
Peringkat ketiga adalah “bekerja dengan tergesa-gesa”. Dalam
wawancara dan survei yang penulis lakukan, pekerja seringkali
melakukan pekerjaan dengan tergesa-gesa. Keinginan untuk
menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan tekanan terhadap waktu
menjadi alasan para pekerja mengapa mereka bekerja dengan tergesa-
gesa. Berikut beberapa penyebab terjadinya risiko ini.
1) Pekerja mengalami tekanan terhadap waktu
2) Kurangnya analisa/penjelasan terhadap risiko kecelakaan kerja di
dalam proyek
3) Kurangnya pengarahan/penjelasan mengenai keselamatan kerja
sebelum memulai pekerjaan
4) Kurangnya pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh
pekerja
5) Kurangnya komunikasi dan koordinasi mengenai pekerjaan yang
dikerjakan
6) Gambaran kerja yang kurang jelas dan membingungkan
7) Kurangnya reward atau kompensasi terhadap keselamatan kerja di
dalam proyek
8) Perusahaan mempekerjakan tenaga kerja tidak sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya
9) Pemilihan rekan kerja (sub kontraktor) yang tidak memperhatikan
keselamatan kerja
4. Pekerja Bekerja dengan Posisi yang Tidak Benar atau Tidak
Nyaman
Peringkat keempat adalah “bekerja dengan posisi yang tidak benar
atau tidak nyaman”. Dalam wawancara dan studi literatur yang penulis
lakukan, ditemukan sebagian besar dari pekerja proyek tidak bekerja
dengan posisi yang tidak benar. Nampaknya bekerja dengan posisi yang
tidak benar ini seringkali diabaikan oleh para pekerja, namun dapat
menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja di dalam
proyek. Berikut beberapa penyebab dari risiko ini.
1) Pekerja mengalami tekanan terhadap waktu
2) Kurangnya survei dan data mengenai lokasi kerja
3) Lokasi kerja yang tidak bersih dan rapi
4) Kurangnya pemeriksaan terhadap bahan dan meterial yang terdapat
di dalam proyek
5) Kurangnya pengontrolan lokasi proyek
6) Tidak adanya tanda-tanda peringatan atau hati-hati di dalam lokasi
proyek
7) Tidak tersedianya perlengkapan P3K di dalam lokasi proyek
8) Tempat bekerja yang sempit atau mempunyai sedikit ruang gerak
9) Tempat bekerja yang kurang nyaman seperti: penerangan yang
kurang cukup, sirkulasi udara tidak baik, dll
10) Perusahaan mempekerjakan tenaga kerja tidak sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya
11) Kurangnya peraturan atau prosedur keselamatan kerja yang jelas dan
tegas
5. Pekerja Bekerja dengan Waktu yang Sempit
Peringkat kelima dalam analisa active failure yang terjadi adalah
“pekerja bekerja dengan waktu yang sempit”. Dari hasil studi literatur
dan wawancara, risiko ini terjadi karena beberapa sebab, antara lain
yaitu:
1) Pekerja mengalami tekanan terhadap waktu
2) Pekerja kurang terampil dalam melakukan pekerjaannya
3) Kurangnya pengarahan/penjelasan mengenai keselamatan kerja
sebelum memulai pekerjaan
4) Kurangnya pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh
pekerja
5) Kurangnya komunikasi dan koordinasi mengenai pekerjaan yang
dikerjakan
6) Perusahaan mempekerjakan tenaga kerja tidak sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya
7) Pemilihan rekan kerja (sub kontraktor) yang tidak memperhatikan
keselamatan kerja
8) Kurangnya pelatihan keterampilan kerja

B. PERENCANAAN, PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN


KECELAKAAN KERJA PADA BURUH/KULI BANGUNAN
1. Perencanaan Kegiatan K3
Langkah berikutnya setelah penetapan sasaran/target K3 adalah
perencanaan kegiatan K3. Beberapa bentuk kegiatan K3yang dilakukan
antara lain
a. Safety Induction
Pengarahan/pendekatan kepada pekerja baru termasuk karyawan
serta pengarahan tentang K3, house keeping dan ketertiban
proyek. Kegiatan ini dilakukan pada awal pelaksanaan proyek
atau setiap ada pekerja yang baru masuk.
b. Safety Talk
Penjelasan atau pengarahan singkat tentang K3 dan kondisi
proyek kepada seluruh pekerja sebelum memulai pekerjaan. Hal
ini penting agar pekerja mengetahui kondisi bahaya/risiko yang
ada pada pekerjaan yang akan dihadapi.
c. Safety Meeting
Pertemuan/rapat K3 diperlukan untuk membahas masalah yang
terjadi dan tindakan pencegahannya serta melaporkan
kecelakaan yang terjadi dan langkah - langkah perbaikannya.
d. Safety Patrol
Inspeksi K3 atau safety patrol, dilakukan untuk pengawasan dan
mengontrol kegiatan di lapangan apakah sudah sesuai dengan
rencana atau tidak.
e. Training K3
Pelatihan K3 bagi karyawan dan petugas K3.
f. Pemasangan rambu–rambu K3
Pemasangan rambu-rambu K3 sangat penting untuk
memberikan peringatan bagi pekerja akan bahaya/risiko
kecelakaan kerja selama berada dan bekerja di proyek. Rambu-
rambu ini juga untuk mengingatkan karyawan dan pekerja agar
menjaga keselamatan dan membuat lingkungan kerja menjadi
bersih dan teratur.
2. Pencegahan Risiko
Hal yang sangat penting dalam pembuatan program kerja K3 proyek
adalah penetapan sasaran/ target K3 proyek. Sasaran atau targe tK3 yang
direncanakan akan menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan proyek
pada aspek K3.
a) Zero Accident
b) Meningkatkan kepedulian tentang K3 kepada seluruh pekerja
c) Pada pelaksanaan proyek tidak terjadi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja
d) Wajib menggunakan alat pelindung diri dan alat keamanan lainnya
e) Material ditumpuk rapi dan sesuai dengan jenisnya
f) Proyek bersih, rapi dan sehat
g) Meningkatkan hasil produksi yang lebih baik
3. Penanggulangan Risiko
Pengelolaan atau pengendalian risiko didasarkan berbagai
pertimbangan yang telah dilakukan dalam tahap penilaian risiko. Risiko
dapat dikelola sendiri oleh perusahaan dengan melakukan usaha
pencegahan dan pengendalian bahaya (safety management system) yang
baik. Risiko dapat dikelola dengan melakukan berbagai teknik dan
pilihan teknologi yang tersedia, biaya, efektivitas dan efesiensi terhadap
operasi menyeluruh.
a) Teknik Eliminasi
Sumber bahaya dihilangkan sama sekali sehingga tidak ada lagi
potensi bahaya.
b) Substitusi
Sumber bahaya diganti (substitusi) dengan bahan/sistem/alat lain
yang sifat bahayanya lebih rendah. Sumber bahaya masih ada tetapi
intensitasnya berkurang.
c) Isolasi
Sumber bahaya diisolir. Sumber bahaya masih ada tetapi
intensitasnya berkurang atau hilang sama sekali.
d) Engineering
Bahaya dikelola secara teknis seperti:
 Menjaga jarak yang aman
 Penggunaan sistim pengaman dan pelindung
 Proses tertutup
Sumber bahaya dijauhkan sampai batas yang aman. Semakin
jauh dari sumber bahaya semakin kecil paparan bahaya yang
diterima.
e) Administrative control
Bahaya dikelola melalui pendekatan administratif seperti:
1. Pengaturan waktu kerja (shift kerja).
2. Prosedur kerja aman (SOP)
3. Rotasi
4. Pemilihan/seleksi pekerja
f) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat Pengaman Kerja
(APK)
Alat pengaman diri merupakan alat perlindungan bagi pekerja yang
bertujuan untuk mencegah atau meminimalisir dampak/akibat yang
terjadi apabila kecelakaan kerja terjadi. Sedangkan alat pengaman
kerja merupakan alat bantu dalam proses pelaksanaan proyek. Alat
pengaman ini berupa rambu-rambu peringatan terkait dengan
potensi bahaya di dalam proyek dan lingkungan sekitarnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Broto, I. K. (2011). INDENTIFIKASI DAN PENANGANAN RISIKO K3 PADA


PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG . Poli Teknologi, 10(1) : 83-92.
Manlian Ronald. A. Simanjuntak, R. P. (2012). IDENTIFIKASI PENYEBAB
RISIKO KECELAKAAN KERJA PADA KEGIATAN KONSTRUKSI
BANGUNAN GEDUNG DI DKI JAKARTA. Jurnal Ilmiah MEDIA
ENGINEERING, 2(2) : 85-99.
Nurhuda Destari, B. W. (2017). ANALISIS IMPLEMENTASI PROMOSI K3
DALAM UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA DI PT X
(PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG Y SEMARANG). Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 5(1) : 397-403.

Anda mungkin juga menyukai