Post Partum
Post Partum
Disusun oleh
ANITA DELIA
0432950117011
(POST PARTUM)
A. DEFINISI
Postpartum adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang dimulai setelah partus selesai atau
sampai kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan pulih kembali seperti semula. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sarwono, 2008).
Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang
diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang
lebih 6 minggu (Siti Saleha, 2009).
Postpartum mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Saifuddin,
2006).
6. Sistem gastrointestinal
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya karena makan padat dan
kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap
makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan
masa nifas, dimana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya
kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga
pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
7. Sistem muskuloskeletal
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara lain:
a. Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering terjadi. Hal ini
disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem muskuloskeletal akibat posisi saat
persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada
fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi istirahat, dan
aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan
selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien.
b. Sakit kepala dan nyeri leher
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain bisa
terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu post partum.
Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi
umum.
c. Nyeri pelvis posterior
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi sakroiliaka.
Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai
nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat
membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk
mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta
mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.
d. Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis dan nyeri
yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin
tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak
menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal,
diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan
suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa
nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri; perawatan ibu dan bayi
yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan
sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.
e. Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat
setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta
akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi
besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga
disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami
diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot rektus;
memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di
bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi,
kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up;
mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama
diperlukan.
f. Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai dengan
nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat berjalan),
ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan,
postur tubuh yang buruk. .
8. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Pada
hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
a. Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel dari desidua,
verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pasca
persalinan
c. Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
e. Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
f. Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
9. Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang besar, karena
setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak. Bila pembuluh darah yang
besar, tersunbat karena perubahan pada dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.
Vagina dan perineum Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama, tetapi
biasanya akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis menjadi diastasis dari otot-
otot rectus abnominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah terdiri dari perineum,
fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan menonjol kalau berdiri atau mengejan.
Perubahan vagina, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan)
kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan
mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan
dengan baik (Suherni, 2009).
10. Sistem Kardiovaskuler
a. Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya kehilangan darah
selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah
merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Pada minggu ketiga
dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume
sebelum hamil. Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan menyebabkan kebanyakan ibu bisa
mentoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan
tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan
dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.
1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10%-
15%.
2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi
3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil.
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama masa hamil.
Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-
60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke
sirkulasi umum.
D. PERUBAHAN PSIKOLOGIS
Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3 periode yaitu sebagai berikut:
1. Periode Taking In
a. Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
b. Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi yang baik.
c. Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan segala sesuatru kebutuhan dapat
dipenuhi orang lain.
d. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya
e. Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan secara berulang-ulang
f. Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan tenang untuk memulihkan
keadaan tubuhnya seperti sediakala.
g. Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, dan kurangnya nafsu makan
menandakan ketidaknormalan proses pemulihan
2. Periode Taking Hold
a. Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
b. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat bayi
c. Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu, ibu membutuhkan
sekali dukungan dari orang-orang terdekat
d. Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai penyuluhan dalam
merawat diri dan bayinya. Dengan begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
e. Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalkan buang air
kecil atau buang air besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta
belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya
3. Periode Letting Go
a. Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
b. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah
c. Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya
d. Keinginan untuk merawat bayi meningkat
e. Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya, keadaan ini disebut
baby blues (Herawati Mansur, 2009).
5. Perawatan Payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting susu
b. Menggunakan BH yang menyokong payudara
c. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu
setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari puting susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminum dengan
menggunakan sendok.
e. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum parasetamol 1 tab setiap 4-6 jam.
f. Apabila payudara bengkok akibat pembendungan ASI, lakukan :
1) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit.
2) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau menggunakan sisir untuk mengurut
arah Z pada menuju puting.
3) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak.
4) Susukan bayi setiap < 3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI sisanya
dikeluarkan dengan tangan.
5) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
6. Laktasi
ASI mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan
terhadap infeksi, selalu segar, bersih dan siap untuk diminum.
Tanda ASI cukup :
a. Bayi kencing 6 kali dalam 24 jam.
b. Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan
c. Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan tidur cukup.
d. Bayi menyusui 10-11 kali dalam 24 jam.
e. Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali menyusui.
f. Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI.
g. Bayi bertambah berat badannya.
ASI tidak cukup :
a. Jarang disusui.
b. Bayi diberi makan lain.
c. Payudara tidak dikosongkan setiap kali habis menyusui (Sarwono, 2002).
2) Pola istirahat dan tidur : Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang
mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah
mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum).
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan
kebersihan genitalia, pola berpakaian, tatarias rambut dan wajah.
6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang membuat
fresh dan relaks.
l. Sexual
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi freguensi koitus atau
hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan, kesulitan melakukan seks,
continuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan dimulai hubungan intercourse pasca
partum (dapat dilakukan setelah luka episiotomy membaik dan lochia terhenti, biasanya pada
akhir minggu ke 3). Bagaimana cara memulai hubungan seksual berdasarkan pengalamannya,
nilai yang dianut, fantasi dan emosi, apakah dimulai dengan bercumbu, berciuman, ketawa,
gestures, mannerism, dress, suara. Pada saat hubungan seks apakah menggunakan lubrikasi
untuk kenyamanan. Posisi saat koitus, kedalaman penetrasi penis. Perasaan ibu saat menyusui
apakah memberikan kepuasan seksual. Faktor-faktor pengganggu ekspresi seksual : bayi
menangis, perubahan mood ibu, gangguan tidur, frustasi yang disebabkan penurunan libido.
m. Konsep Diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi ibu tentang
tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan klien bila mengalami
opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang pendek.
n. Peran
Pengetahuan ibu dan keluarga tentang peran menjadi orangtua dan tugas-tugas
perkembangan kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan involusi uterus, perubahan fungsi
blass dan bowel. Pengetahan tentang keadaan umum bayi, tanda vital bayi, perubahan
karakteristik faces bayi, kebutuhan emosional dan kenyamanan, kebutuhan minum, perubahan
kulit.
Ketrampilan melakukan perawatan diri sendiri (nutrisi dan personal hyhiene, payu dara)
dan kemampuan melakukan perawatan bayi (perawatan tali pusat, menyusui, memandikan dan
mengganti baju/popok bayi, membina hubungan tali kasih, cara memfasilitasi hubungan bayi
dengan ayah, dengan sibling dan kakak/nenek). Keamanan bayi saat tidur, diperjalanan,
mengeluarkan secret dan perawatan saat tersedak atau mengalami gangguan ringan. Pencegahan
infeksi dan jadwal imunisasi.
o. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Tingkat energi, self esteem, tingkat kesadaran.
2) BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi cenderung bradi cardy, suhu 36,2-
38, Respirasi 16-24)
3) Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi pengecapan;
pendengaran, dan leher.
4) Breast : Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan puting susu,
stimulation nepple erexi. Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi
laktasi/kolostrum. Perabaan pembesaran kelenjar getah bening diketiak.
5) Abdomen : teraba lembut , tekstur Doughy (kenyal), musculus rectus abdominal utuh
(intact) atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus uterus, konsistensi (keras,
lunak, boggy), lokasi, kontraksi uterus, nyeri, perabaan distensi blas.
6) Anogenital : Lihat struktur, regangan, udema vagina, keadaan liang vagina (licin,
kendur/lemah) adakah hematom, nyeri, tegang. Perineum : Keadaan luka episiotomy,
echimosis, edema, kemerahan, eritema, drainage. Lochia (warna, jumlah, bau, bekuan
darah atau konsistensi , 1-3 hr ru Muskoloskeletal : Tanda Homan, edema, tekstur kulit,
nyeri bila dipalpasi, kekuatan otot.
p. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g% dibutuhkan
suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
2) Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.
c. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi,
tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
d. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (misal hipotensi
ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah
abnormal (anemia, sensivitas rubella,inkompabilitas Rh).
e. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb
prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal
nutrisi.
3. Intervensi keperawatan
Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan yang meliputi pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi
pada diagnose keperawatan.
1) Tentukan adanya lokasi, dan sifat ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan dan catatan
kelahiran.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy. Perhatikan edema, ekimosis, nyeri tekan
local, eksudat purulen, atau kehilangan perlekatan jaringan.
3) Berikan kompres es pada perineum, khusus nya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
4) Berikan kompres panas lembab (misal rendam duduk/bak mandi) diantara 100o dan 105o F
(38o sampai 43,2o C) selam 20 menit, 3-4 kali sehari, setelah 24 jam
7) Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal dibawah abdomen, dan melakukan
tehnik visualisasi atau aktivitas pengalihan.
8) Inspeksi payudara dan jaringan putting; jika adanya pembesaran dan/atau pitung pecah–
pecah.
10) Berikan informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan, memberikan kompres panas
sebelum member makan, mengubah posisi bayi dengan tepat, dan mengeluarkan susu
secara berurutan , bila hanya satu putting yang sakit atau luka.
11) Berikan kompres es pada area aksila payudara bila klien tidak merencanakan menyusui.
13) Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anesthesia subaraknoid. Hindari member
obat klien sebelum sifat dan penyebab dari sakit kepala ditentukan.
14) Berikan bromokriptin mesilat (parlodel) dua kali sehari dengan makan selama 2–3 minggu.
Kaji hipotensi pada klien; tetap dengan klien selama ambulasi pertama.
15) Berikan analgesic 30 – 60 menit sebelum menyusui. Untuk klien yang tidak menyusui,
berikan analgesic setiap 3 – 4 jam selama pembesaran payudara dan afterpain.
16) Berikan sprei anestetik, salep topical, dan kompres witc hazel untuk perineum bila
dibutuhkan.
17) Bantu sesuai dengan injeksi salin atau pemberian “ blood patch “ pada sisi pungsi dural.
Pertahankan klien pada posisi horizontal setelah prosedur.
regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui.
Intervensi:
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.
Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga.
2) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui,
perawatan putting dan payudara, kenutuhan diet khusus, dan factor – factor yang
memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
3) Demostrasikan dan tinjauan ulang tehnik – tehnik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama
menyusui dan lama menyusui.
4) Kaji putting klien; anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.
5) Anjurkan klien untuk mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah
menyusui.
6) Instruksikan klien untuk menghindari pengunaan putting kecuali secara khusus diindikasi.
7) Berikan pelindung putting payudara khusus untuk klien menyusui dengan putting masuk
atau datar.
d. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (misal hipotensi
ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah
abnormal (anemia, sensivitas rubella, inkompabilitas Rh).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko cidera teratasi.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan factor – factor
risiko/melindungi diri dan bebas dari komplikasi.
Intervensi:
1) Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan.
Catat tanda – tanda anemia.
2) Anjurkan ambulasi dan latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan anesthesia
subaraknoid, yang mungkin yetap berbaring selama 6 – 8 jam, tanpa penggunaan bantal
atau meninggikan kepala. Bantu klien dengan ambulasi awal.
3) Berikan supervise yang adekuat pada mandi shower atau rendam duduk. Berikan bel
pemanggil dalam jangkauan klien.
4) Berikan klien terhadap hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas (KKaA , sakit kepala, atau
gangguan penglihatan.
5) Catat efek – efek magnesium sulfat (MgSO4), bila diberikan, kaji respon patella dan pantau
status pernapasan.
6) Inspeksi ekstremitas bawah terhadap tanda – tanda tromboflebitis, perhatikan ada atau
tidaknya tanda human.6) Berikan kompres panas local; tingkatkan tirah baring dengan
meninggikan tungkai yang sakit.
7) Evaluasi status rubella pada grafik prenatal, kaji klien tehadap alergi pada telur atau bulu.
9) Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastic untuk kaki bila risiko – risiko atau
gejala-gejala flebitis terjadi.
10) Berikan antikoagulasi; evaluasi factor – factor koagulasi, dan perhatikan tanda – tanda
kegagalan pembekuan.
11) Berikan Rh0 (D) imun globulin (RhlgG) LM.dalam 72 jam pascapartum, sesuai indikasi.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb
prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal
nutrisi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan tehnik-tehnik untuk menurunkan risiko/
meningkatkan penyembuhan, menunjukan luka yang bebas dari drainase purulen dan
bebas dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
Intervensi:
1) Kaji catatan prenatal dan intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan
komplikasi seperti ketuban pecah dini (KPD), persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan
tertahannya plasenta.
2) Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda-tanda menggigil,
anoreksia atau malaise.
3) Kaji lokasi dan kontraktilitis uterus ; perhatikan perubahan involusional atau adanya nyeri
tekan uterus ekstrem.Catat jumlah dan bau rabas lokhial atau perubahan pada kemajuan
normal dari rubra menjadi serosa.
4) Evaluasi kondisi putting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan.
5) Anjurkan pemeriksaan rutin payudara. Tinjau perawatan yang tepat dan tehnik pemberian
makan bayi. (rujuk pada DK : Nyeri (akut)/ketidaknyamanan).
6) Inspeksi sisi perbaikan episiotomy setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan,
kemerahan, eksudat purulen, edema, sekatan pada garis sutura (kehilangan perlekatan),
atau adanya laserasi.
8) Kaji terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih (ISK) atau sisitis (mis : peningkatan
frekiensi, doronganatau disuria).
9) Catat warna dan tampilan urin, hematuria yang terlihat, dan adanya nyeri suprapubis.
10) Anjurkan perawatan perineal, dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4
kali sehari atau setelah berkemih/defekasi. Anjurkan klien mandi setiap hari ganti pembalut
perineal sedikitnya setiap 4 jam dari depan ke belakang.
11) Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan cermat dan pembuangan pembalut yang
kotor, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
12) Kaji status nutrisi klien. Perhatikan tampilan rambut, kuku, kulit, dan sebagainya. Catat
berat badan kehamilan dan penambahan berat badan prenatal.
13) Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C, dan zat besi.
14) Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan cairan sampai 2000 ml/hari.
Mansur, Herawati.2009.Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
Pendidikan Bidan.Jakarta:EGC
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta: TIM.
Neonatal.Jakarta:Tridasa Printer