Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan

upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat jalan,

rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, dan non medik yang

dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan

sosial, budaya dan dalam menyelenggarakannya upaya dimaksud dapat

mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap

lingkungan (Agustiani dkk, 1998).

Rumah sakit memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan. Peran

sentral rumah sakit yaitu: menyediakan pelayanan paripurna, penyembuhan

penyakit dan pencegahan penyakit kepada masyarakat (World Health

Organization, 2015). Sedangkan menurut Undang-Undang Pemerintahan

Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit menyebutkan

bahwa, dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna rumah sakit menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan, rumah sakit bersaing dalam

memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, rumah sakit yang mampu

bertahan dalam persaingan adalah rumah sakit yang berorientasi pada kepuasan

pasien.

Kepuasan pasien dapat dicapai dengan pelayanan keperawatan yang

berkualitas. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional


yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada

ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau

masyarakat, baik sehat maupun sakit (Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan). Memberikan pelayanan pada

individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, mempunyai peranan besar

terhadap pencapaian efisiensi, mutu dan citra rumah sakit (Nursalam, 2014).

Keperawatan sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan di rumah

sakit, wajib memberikan pelayanan keperawatan yang prima, efisien, efektif, dan

produktif kepada masyarakat. Huber (2006, dalam Sugiharto, et al. 2012)

mengemukakan di rumah sakit perawat memiliki peran fundamental yang luas

selama 24 jam sehari, 365 hari dalam setahun, dan berdampak pada kualitas,

efisiensi, dan efektivitas layanan kesehatan. Thomson, et al. (2007, dalam

Sugiharto, et al. 2012) mengatakan bahwa perawat merupakan kelompok pemberi

jasa layanan kesehatan terbesar di rumah sakit yang jumlahnya mencapai 40% -

60%, mengerjakan hampir 90% layanan kesehatan rumah sakit melalui asuhan

keperawatan dan sangat berpengaruh pada hasil akhir (outcomes) pasien.

Profesionalisme keperawatan menekankan pada peningkatan mutu

pelayanan sebagai suatu kewajiban moral profesi untuk melindungi masyarakat

terhadap praktik yang tidak profesional. Pelayanan keperawatan profesional dapat

diwujudkan dengan cara pengembangan model praktik keperawatan profesional

(Keliat, 2006). Menurut hasil penelitian Hoffart & Woods (1996, dalam Sitorus,

2006) mengemukakan bahwa dengan pengembangan model praktik keperawatan

profesional dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Berkembangnya


sistem informasi dan teknologi dalam menghadapi era globalisasi memberikan

dampak positif bagi pola pikir masyarakat, terutama pada bidang kesehatan.

Fenomena ini dapat dilihat dari semakin tinginya tuntutan masyarakat akan

pelayanan kesehatan yang berkualitas (Kompasiana, 2014). Tingginya tuntutan

masyarakat tersebut dalam sistem pelayanan keperawatan perlu adanya

perubahan. Salah satu pelaksanaan perubahan adalah memberikan asuhan

keperawatan yang berkualitas dengan manajerial keperawatan yang andal

(Nursalam, 2014).

Model metode asuhan keperawatan profesional adalah suatu model yang

digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien (Sitorus, 2006).

Nursalam (2014) menyatakan sistem model metode asuhan keperawatan

profesional (MAKP) merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat standar,

proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem MAKP. Empat unsur

tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menetukan model metode

asuhan keperawatan profesional (Nursalam, 2014).

Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan keperawatan,

oleh karena itu manajemen asuhan keperawatan yang benar akan meningkatkan

mutu pelayanan asuhan keperawatan. Memenuhi tuntutan masyarakat akan

pelayanan keperawatan yang berkualitas, rumah sakit perlu mengembangkan

suatu model metode asuhan keperawatan profesional yang bertujuan untuk

memenuhi kepuasan pasien (Suarli, 2011). Hasil penelitian Megaliyana (2011)

dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dengan penggunanaan model metode


asuhan keperawatan tim memiliki kepuasan pasien yang lebih tinggi daripada

penggunaan fungsional.

Proporsi tenaga perawat di sarana kesehatan merupakan proporsi terbesar

yakni 40% dibanding tenaga kesehatan lainnya. Tenaga tersebut 65% bekerja di

rumah sakit, 28% di puskesmas dan selebihnya 7% di sarana kesehatan lainnya

(PPNI, 2005).

Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan

sesuai pendokumentasian asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan

juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap.

Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan catatan tentang

tanggapan/respon klien terhadap kegiatan-kegiatan pelaksanaan keperawatan

secara menyeluruh, sistematis dan terstruktur sebagai pertanggunggugatan

terhadap tindakan yang dilakukan perawat terhadap klien dalam melaksanakan

asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan

(Prabowo, 2016). Apabila pendokumentasian tidak dilakukan dengan lengkap

akan dapat menurunkan mutu pelayanan keperawatan karena tidak akan dapat

mengidentifikasi sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan keperawatan yang telah

diberikan. dalam aspek legal perawat tidak mempunyai bukti tertulis jika suatu

hari nanti klien menuntut ketidakpuasan akan pelayanan keperawatan (Yanti,

2013).

Bukti tertulis pelayanan yang diberikan kepada pasien oleh tenaga

keperawatan bertujuan untuk menghindari kesalahan, tumpang tindih dan ketidak


lengkapan informasi. Undang-undang nomor 44 tahun 2009 pasal 52 ayat 1

menyatakan bahwa rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan

tentang semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk system

informasi manajemen rumah sakit.

Permenkes No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis pada pasal

1 ayat 1, menyatakan bahwa rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan

dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Berdasarkan permenkes

tersebut maka tenaga keperawatan mempunyai kewajiban untuk

mendokumentasikan setiap asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki resiko hukum, kesalahan

perawatan yang mengakibatkan kecacatan atau kematian bagi pasien dapat

menyeret perawat ke pengadilan, karenanya segala aktifitas yang dilakukan

terhadap pasien harus di dokumentasikan dengan baik dan jelas. Dokumentasi

menjadi elemen penting dari perawatan pasien, memungkinkan komunikasi antara

tim perawatan dan seluruh pergeseran keperawatan, memberikan catatan hukum

perawatan yang diberikan kepada pasien dan bertindak sebagai alat untuk

membantu mengelola perawatan pasien (Boucher, 2012).

Dokumentasi sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari

perawat dalam menjalankan tugasnya. Dokumentasi merupakan catatan otentik

dalam penerapan manajemen asuhan keperawatan professional. Perawat

professional diharapkan dapat menghadapi tuntutan tanggung jawab dan tanggung

gugat terhadap segala tindakan yang dilakukannya. Bila terjadi suatu masalah
yang berhubungan dengan profesi keperawatan, maka dokumentasi tersebut dapat

dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan (Setiadi, 2012).

Dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis

pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama

asuhan keperawatan dilakukan, di samping itu dokumentasi dijadikan sebagai

wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat

dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggung

jawabkan (Setiadi, 2012). Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat

sejauhmana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada klien. Hal ini akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan

(Handayaningsih, 2009).

Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik

menular maupun tidak menular. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat

berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal

dengan istilah infeksi nosokomial. Istilah ini seringkali tidak bisa secara pasti

ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital

Acquired Infections) diganti dengan istilah baru yaitu “Health Associated

Infections” (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit

tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Infeksi ini tidak terbatas pada

pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat

melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau
didapat di rumah sakit selanjutnya disebut Infeksi Rumah Sakit (IRS).

(Kemenkes, 2011)

HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang

tidak berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari

setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau

dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini

termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan

infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Pasien,

petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang

berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien

kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau

keluarga maupun dari petugas kepada pasien (Kemenkes RI, 2011).

Sebagai tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat yang bekerja di unit

gawat darurat sangat beresiko tinggi tertularnya penyakit. Tenaga kesehatan di

unit gawat darurat merupakan lini terdepan yang 24 jam berinteraksi dengan

pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan (Elvia, 2013). Penularan penyakit

dapat melalui udara, cairan tubuh seperti muntah, air seni bahkan lewat peralatan

medis yang digunakan.

Infeksi nosokomial atau yang kini dikenal dengan Healthcare Associated

Infections (HAIs) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting.

Infeksi nosokomial tadinya beruang lingkup di sebatasan rumah sakit, sedangkan

pencegahan pengendalian infeksi (HAIs) Meliputi seluruh pelayanan kesehatan

seperti : rumah sakit, rumah bersalin,puskesmas,klinik maupun seluruh tempat


pelayanan kesehatan lainnya. Sasaran PPI meliputi Pasien,keluarga pasien,

maupun petugas kesehatan. Infeksi nosokomial berhubungan dengan peningkatan

angka kesakitan dan kematian, peningkatan lama perawatan, peningkatan biaya

kesehatan akibat lamanya perawatan, diagnosis dan pengobatan. Selain itu,

tingginya kejadian infeksi nosokomial menimbulkan citra buruk sebuah rumah

sakit dan penurunan jumlah konsumen. Dampak buruk infeksi nosokomial tidak

hanya itu, tetapi juga membawa dampak hukum, dimana terjadi tuntutan

pengadilan yang membawa kerugian material dan immaterial.

Kebiasaan cuci tangan petugas merupakan perilaku yang mendasar sekali

dalam upaya mencegah cross infection (infeksi silang). Kebersihan tangan (cuci

tangan) merupakan suatu prosedur tindakan membersihkan tangan dengan

menggunakan sabun atau antiseptic dibawah air mengalir atau dengan

menggunakan handrub yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari kulit

secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Hal ini

mengingat rumah sakit sebagai tempat berkumpulnya segala macam penyakit,

baik menular maupun tidak menular (Tietjen, 2004).

Kebiasaan cuci tangan petugas merupakan perilaku yang mendasar sekali

dalam upaya mencegah cross infection (infeksi silang). Kebersihan tangan (cuci

tangan) merupakan suatu prosedur tindakan membersihkan tangan dengan

menggunakan sabun atau antiseptic dibawah air mengalir atau dengan

menggunakan handrub yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari kulit

secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Hal ini


mengingat rumah sakit sebagai tempat berkumpulnya segala macam penyakit,

baik menular maupun tidak menular (Tietjen, 2004).

Rumah Sakit Permata Cirebon dalam memberikan pelayanan keperawatan

terdiri dari beberapa unit, meliputi Unit Gawat Darurat, Unit Poliklinik Rawat

Jalan, Unit Rawat Inap 200, Unti Rawat Inap 300, Unit Rawat Inap 308 Dan Unit

Intensif Unit Care (ICU)

Berdasarkan petunjuk dari kepala bidang keperawatan RS Permata Cirebon

dan untuk meningkatkan pelayanan rawat inap sesuai instruksi dari manajemen

RS Permata Cirebon sebagai pemenuhan kualitas pelayanan keperawatan yang

akan dilakukan di rawat inap khususnya rawat inap 308 sebagai tempat praktik

manajemen keperawatan.

Berdasarkan pengamatan kajian situasional terdapat beberapa kekurangan

yang perlu diperbaiki oleh karena itu mahasiswa STIKes Cirebon memilih

permasalahan dokumentasi keperawatan dan upaya Pencegahan Pengendalian

Infeksi (PPI). Karena dokumentasi keperawatan dan upaya Pencegahan

Pengendalian Infeksi (PPI) di ruang rawata inap 308 belum optimal

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah dilakukan praktik manajemen keperawatan diharapkan Unit Rawat

Inap 308 dapat menerapkan dokumentasi keperawatan dan kebiasaan cuci

tangan untuk meningkatkan Pencegahan dan Pengedalian Infeksi

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi fokus keperawatan bagi klien dan kelompok


2. Membedakan tanggung gugat perawat dengan anggota tim kesehatan

lainnya

3. Menjadikan sarana untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang

telah diberikan kepada klien

4. Menjadikan sebagai data yang dibutuhkan secara administrasi dan legal

formal

5. Memberikan pelayanan keperawatan guna meningkatkan kesehatan yang

optimal

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Bagi pasien

1. Mendapatkan pelayanan untuk meningkatkan kesehatan

2. Mendapatkan perawatan medis dan non medis

1.3.2 Bagi mahasiswa

1. Mendapatkan data yang berguna dalam bidang pendidikan dan penelitian

1.3.3 Bagi perawat ruang rawat inap 308

1. Mempermudah untuk mengidentifikasi keadaan pasien pada saat timbang

terima

2. Mengidentifikasi fokus keperawatan bagi klien da kelompok

3. Melakukan evalusia setelah tindakan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai