Sol Teteg Kasus
Sol Teteg Kasus
SOL (Meningioma)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
Disusun oleh :
Teteg Puspasari
30101307087
Pembimbing:
dr.Ken Wirastuti, M.Kes, Sp.S, KIC
Nama : Ny. SM
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : demak
No. CM : 01335987
Di rawat di : Darul Muqomah
Tanggal Masuk RS : 11 Desember 2017
Tanggal pulang RS : 15 Desembere 2017
STATUS NEUROLOGIS
A. Fungsi Luhur
- Kesadaran
Kualitatif : Komposmentis
Kuantitatif GCS : E4M6V5
- Orientasi : Baik
- Daya ingat : Baik
- Gerakan abnormal : Tidak Ditemukan
- Gangguan berbahasa :
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
C. Fungsi Vegetatif
- Miksi : Dalam batas normal
- Defekasi : Dalambatas normal
D. Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu t.d.l t.d.l
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan Tidak dpt melihat baik
b. Lapang pandang t.d.l t.d.l
c. Fundus okuli t.d.l t.d.l
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas (+) (+)
c. Gerak mata kebawah (+) (+)
d. Gerak mata medial (+) (+)
e. Ukuran pupil 3 mm 2 mm
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Reflek cahaya langsung (↓) (+)
h. Reflek cahaya konsesuil (↓) (+)
i. Reflek akmodasi (+) (+)
j. Strabismus divergen (-) (-)
k. Diplopia (-) (-)
N.IV (Trochlearis) :
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit (+) (+)
b. Membuka mulut (+) (+)
c. Sensibilitas Normal Normal
d. Reflek kornea t.d.l t.d.l
e. Trismus (-) (-)
N.VI (Abducens)
a. Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.VII (Facialis)
a. Mengerutkan dahi (+) (+)
b. Mengangkat alis (+) (+)
c. Menutup mata (+) (+)
d. Sudut mulut (+) (+)
e. Meringis (+) (+)
f. Tik fasial (-) (-)
g. Mecucu/bersiul (+) (+)
h. Daya kecap 2/3 depan t.d.l t.d.l
N.VIII (Vestibulocochlearis)
a. Suara berbisik t.d.l t.d.l
b. Mendengarkan detik arloji t.d.l t.d.l
c. Tes rinne t.d.l t.d.l
d. Tes weber t.d.l t.d.l
e. Tes schwabach t.d.l t.d.l
N.IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Uvula Tidak ada defiasi Tidak ada defiasi
c. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
d. Reflek muntah t.d.l t.d.l
e. Sengau (-) (-)
f. Tersedak (-) (-)
N.X (Vagus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
c. Bersuara (+) (+)
d. Menelan (+) (+)
N.XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka simetris simetris
b. Sikap bahu (+) (+)
c. Mengangkat bahu (+) (+)
d. Trofi otot bahu N N
N.XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah N N
b. Menjulurkan lidah Tidak ada defiasi Tidak ada defiasi
c. Artikulasi N N
Sistem motorik :
- Gerakan bebas bebas
- Kekuatan 5 5
- Tonus normotonus normotonus
- Trofi eutrofi eutrofi
- Klonus (-) (-)
Sistem sensorik :
- Sensibilitas normal normal
Refleks
- Biceps (N) (N)
- Triceps (N) (N)
Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri
Sistem motoric
- Gerakan normal normal
- Kekuatan 5 5
- Tonus normotonus normotonus
- Trofi eutrofi eutrofi
- Klonus (-) (-)
Sistem Sensoris :
- Sensibilitas normal normal
Refleks
- Patella (N) (N)
- Achiles t.d.l t.d.l
Reflek Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk - -
Kernig sign t.d.l t.d.l
Brudzinski I t.d.l t.d.l
Brudzinski II t.d.l t.d.l
Rangsang Radikuler
Tes Laseque t.d.l t.d.l
Tes Patrik t.d.l t.d.l
Tes Kontra Patrik t.d.l t.d.l
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
Darah rutin (11/12/2017) :
- Hb : 14.2
- Ht : 44.0
- Lekosit : 14.95 meningkat
- Eritrosit : 4.89
- Trombosit : 343
- Eosinophil% : 0.1 menurun
- Basofil% : 0.1
- Neutrophil% : 76.5 meningkat
- Limfosit% : 15.9 menurun
- Monosit% : 7
- Golongan darah/Rh : B / positif
- Gula darah sewaktu : 111 meningkat
2. CT-Scan :
(05/12/2017) CT-Scan craniocerebral dengan kontars
Sulci, fissure dan cysterna tampak sempit.
Tampak lesi isodens batas tegas tepi regular di region sella tursika ukuran sekitar
4.9 x 4 x 4.5 cm, post injeksi kontras tampak penyengatan.
Sistem ventrikel tampak sempit.
Tak tampak deviasi garis tengah.
Batang otak dan serebelum tak jelas kelihatan
KESAN :
Massa diregio sella tursika ukuran sekitar 4.9 x 4 x 4.5 cm,
DD/ - Meningioma
- Markroadenoma
V. TERAPI
- Infus RL 20tpm
- Injeksi dexamethasone 3 × IIA
- Ranitidine 2 ×1 tab
VI. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
VII. Edukasi
A. Pasien dan keluarga dijelaskan mengenai keadaan penyakitnya.
B. Pasien diminta untuk minum obat secara teratur, menjaga kondisi tubuh.
FOLLOW UP
Nadi 80x/menit
RR 20x/menit
Suhu 36o C
A : SOL susp. Meningioma, TIK ↑
P : - Infus RL 20 tpm
- Injeksi dexamethasone 3 × IA
- Ranitidine 2 × 1 tab
- Esilgan tab 1 × 1 (k/p)
- Dulcolac tab 1
14 Desember 2017 S : baik
O : GCS 15
TD 125/75 mmHg
Nadi 80x/menit
RR 20x/menit
Suhu 36o C
Nadi 78x/menit
RR 20x/menit
Suhu 36o C
A : SOL susp. Meningioma, TIK ↑
P : Infus RL 20 tpm
- Dexamethasone 3 ×3 tab
- Ranitidine 2 ×1 tab
- Bio atp 1 × 1
- Piracetam 800mg 2 × 1
PULANG JAM 15.00
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Space Occupying Lession merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesipada ruang
intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi
pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, absesotak dan tumor intra kranial. ( Long,
C 1996 ; 130 )Space occupying lesion(SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang
dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan tempat yang kaku
dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan
intracranial.Tekanan intracranial adalah tekanan dalam ruang tengkorak. Dimana ruangtengkorak
terdiri atas (2-10%), cairan serebrospinal (9-11%) dan jaringan otak (s.d88%).(tarwoto, 2007 :
51)
B. Etiologi
Space occupying lesions yang meningkatkan volume jaringan :
a. Konstusio serebri
Konstusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri.
Gejala akan muncul dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan; denyut nadi lemah,
pernapasan dangkal,kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari.
Pasien dapat diusahakan untuk bangun tetapi segera masuk kembali ke dalam keadaan tidak
sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama dengan syok. Umumnya, invidu
yang mengalami cedera luas mengalami fungsi motorik abnormal, gerakan mata abnormal,dan
peningkatan TIK mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien dapat mengalami pemulihan
kesadaran komplet danmungkin melewati tahap rangsang serebral. (Smeltzer, 2001 ; 2212)
b. Hematoma
Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah cranial adalah akibat paling
serius dari cidera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural, subdural atau intraserebral,
bergantung pada lokasinya. Efek utama adalah sering kali lambat sampai hematoma tersebut
cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK. (Smeltzer,
2001 ;2212)
c. Infark
d. Abses
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Ini dapat
terjadi melalui invasi otak langsung dari traumaintracranial atau pembedahan.; melalui
penyebaran infeksi dari daerah lainseperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis
media,, sepsis gigi);atau melalui penyebaran infeksi melalui penyebaran infeksi dari organ
lain(abses paru-paru, endokarditis infektif); dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan
dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak merupakan komplikasi yang dikaitkan dengan
beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang meningkat pada pasien yang
system imunnya disupresi baik karena terapi atau penyakit. Untuk mencegah abses otak maka
perlu dilakukan pengobatan yang tepat pada otitis media, mastoiditis,sinusitis,infeksi gigi dan
infeksi sistemik. (Smeltzer, 2001 ; 2177)
e. Tumor Intrakranial
Tumor intracranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun ganas yang tumbuh di otak,
meningen, dan tengkorak. Klien tumor intracranial dating dengan berbagai gejala yang
membingungkan oleh karena itu penegakkan diagnosis menjadi sukar. Tumor intracranial dapat
terjadi pada semua umur,tidak jarang menyerang anak-anak dibawah usia 10 tahun, tetapi paling
sering terjadi pada orang dewasa pada usia 50-an dan 60-an. (Muttaqin,Arif.2008;474)
Meningioma
Pengertian
Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian
otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya.
Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi.
Meningioma merupakan neoplasma intracranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya yaitu
mencapai angka 20%. Ia lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria terutama pada golongan
umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa
anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis kurang meyakinkan. Pada umumnya
meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel
di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan duramater yang menutupi radiks.
Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital. Yang terletak
di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana
meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di dekat
sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat di
bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang
tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis.
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40%
meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis.
Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti
impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan
ketidakmampuan mengatur mood.
Epidemologi dan Insiden
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intracranial dan 12 % dari semua tumor
medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat. Tumor ini
lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak
tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.Paling
banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 % malignant. Meningioma malignant dapat
terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih banyak terjadi pada wanita.
Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah
diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya
meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul
meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal
pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,
ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-
NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering
terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan
pertumbuhan meningioma.
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan
ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan
faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang
mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala,
sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk
mengembangkan meningioma. Multiple meningiomas terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien,
terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningiomas memiliki reseptor
yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi
progesteron reseptor dilihat paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan wanita.
Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi
dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka
memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan
meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin
meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.
Anatomi
Meninx adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla
spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superficial
ke profunda. Bersama-sama,araknoid dan piamater disebut leptomening.
Dura mater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina
meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada
dinding canalis vertebralis, menjadi endosteum(=periosteum),sehingga di antara lamina
meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium extraduralis(spatium epiduralis) yang berisi
jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara dura mater dan archnoid terdapat
spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat
pada permukaan interior cranium, terutama pada sutura, basis crania dan tepi foramen occipital
magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan
sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu;
1. Falxcerebri
2. Tentoriumcerebella
3. Falxcerebella
4. Diaphragmsellae
Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeninges. Kedua lapisan ini
dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae. Arachniod adalah suatu selubung tipis,
membentuk spatium subdurale dengan duramater. Antara archnoid dan pia mater terdapat
spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis
serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan
transparant. Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea,
masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior.
Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia
cerebri.Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan
elastic,ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral. Pia terdiri dari lapisan sel mesodermal
tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini ini menutupi semua
permukaan otak dan medulla spinalis.
Patofisiologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari
meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel
pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk.
Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid
diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.
Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui,
termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang
dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin
pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodic. Jika tumor
semakin bverkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian
penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I
diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang continue.
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga.
Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya
membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau
meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1 % dari seluruh
kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III
diikuri dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Diagnosa
1. Manifestasi klinik
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak
dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunaya fungsi
normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh darah).
Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.
Gejala umumnya seperti;
Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari.
Perubahan mental
Kejang
Mual muntah
Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor;
Meningioma falx dan parasagittal; nyeri tungkai
Meningioma Convexitas; kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal, perubahan
status mental
Meningioma Sphenoid; kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang,
kebutaan, dan penglihatan ganda.
Meningioma Olfactorius; kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
Meningioma fossa posterior; nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-
otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya
berjalan,
Meningioma suprasellar; pembengkakan diskus optikus, masalah visus
Spinal meningioma ; nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital ; penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular ; perubahan mental, sakit kepala, pusing
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos
Hiperostosis adalah salahsatu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos.
Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus
sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran
pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai
darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal
maupun difus.
b. CT-Scan
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak
meningioma. Tampak gambran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum
kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogeny pada foto kontras.
Tumor juga memberikan gambaran komponen cystic dan kalsifikasi pada beberapa
kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan
intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat.
c. MRI
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung
pada lokasi tumor berada.
Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran
“spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular
yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung daril okasi dan ukuran tumor itu sendiri.
Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa
faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan
konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat
operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah
berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat
seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian
rekurensi 12.
Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera
diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari
sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis
pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III
yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk
organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui
mulut,sinus paranasal, telinga, atau mastoid.
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial.
a. Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
b. Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
c. Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura, atau
mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang
hiperostotik)
d. Grade IV Reseksi parsial tumor
e. Grade V Dekompresi sederhana (biopsy)
Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk
terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan
terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan
operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena
lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi,
external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektivitasannya. Teori terakhir
menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma
yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak
dikemukakan.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi
yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan
akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun
nekrosis akibat radioterapi.
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi
ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat
melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari
Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion
helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi
komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm.
Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma
knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor
ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan
pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama
melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan
pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil.
Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut
kejadiannya sekitar 5 %.
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui
efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan
untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien,
tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum,
decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan
Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan
dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan
vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun.
Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel
pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa
sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini
memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat
direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi
pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas
dibanding pemberian dengan kemoterapi.
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan
meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti
progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari)
telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang
sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi
sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien.
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari
selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan
perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu
pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa
tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari
kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor
berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada
tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang
lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur
tetap untuk terapi pada tumor ini.
Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya
relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat
menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma
akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi 13.
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah
dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada13: invasi dan kerusakan
tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian
(mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan
pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil.
Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan
(1957–1966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu
perdarahan dan edema otak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran Universtas
Indonesia; 2003. Hal 393-4.
2. Focusing on tumor meningioma[ cited 2009 November 20]. Availble from:
http://www.abta.org/meningioma.pdf
3. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma[cited 2009 November 20]. Availble
from: http://www.neuroonkologi.com/articles