Anda di halaman 1dari 4

A.

KONSEP ANAK USIA DINI

1. Definisi Anak Usia Dini

Terdapat beberapa definisi tentang anak usia dini. Definisi yang pertama, anak usia
dini adalah anak yang berusia nol tahun atau sejak lahir sampai berusia kurang lebih
delapan tahun (0-8) (Nurihsan, 2007). Sedangkan definisi kedua, menurut Undang-
Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 14 yang
menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Definisi ketiga anak usia dini merupakan anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Dari
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa anak usia dini adalah anak yang
berusia nol sampai 6 atau 8 tahun yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani yang paling pesat, baik fisik maupun mental. Usia dini merupakan usia
yang sangat penting bagi perkembangan anak sehinggadisebut Golden Age. Anak usia dini
belajar dengan caranya sendiri.

2. Ciri-ciri Anak Usia Dini

Anak pada masa usia dini memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut: 1)
Bersifat egosentris, Anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dari
pengetahuan dan pemahamannya sendiri, serta dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang
masih sempit. Anak sangat terpengaruh oleh akalnya yang masih sederhana sehingga tidak
mampu menyelami perasaan dan pikiran orang lain. Anak belum memahami arti
sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan dirinya ke dalam
kehidupan atau pikiran orang lain. Anak sangat terikat pada dirinya sendiri. Dia
menganggap bahwa pribadinya adalah satu dan terpadu erat dengan lingkungannya, dan
juga belum mampu memisahkan dirinya dari lingkungannya; 2) Relasi sosial yang
primitive, ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara
keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan sosial sekitarnya. Artinya, anak belum dapat
membedakan antara kondisi dirinya dengan kondisi orang lain atau anak lain di luar
dirinya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda dan peristiwa
yang sesuai dengan daya fantasinya.

Dengan kata lain anak membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya
sendiri; 3) Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan, anak belum dapat
membedakan keduanya. Isi jasmani dan rohani anak masih merupakan kesatuan yang
utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas,
spontan dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku, maupun bahasanya. Anak tidak dapat
berbohong atau bertingkah laku pura-pura. Anak mengekspresikan segala sesuatu yang
dirasakannya secara terbuka; 4) Sikap hidup yang fisiognomis, artinya secara langsung
anak memberikan atribut/sifat lahiriah atu sifat kongkrit, nyata terhadap apa yang
dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang
dihadapinya masih bersifat menyatu (totaliter) antara jasmani dan rohani.

Anak belum dapat membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala
sesuatu yang ada di sekitarnyaa dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup
yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri. Oleh karena itu, anak
pada usia ini sering bercakap-cakap dengan binatang atau boneka.

Anak usia dini (0-6 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan
perkembangan.Karena itulah pada usia dini dikatakan sebagai Golden Age (usia emas)
yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Aspek yang sangat
menonjol dalam cara belajar anak usia dini adalah rentang perhatian yang pendek (short
attention span) dan orientasi perilakunya pada “sini dan kini” (here andnow). Menurut
Soegeng (2000) secara umum karakteristik anak usia dini atau prasekolah adalah: suka
meniru, ingin mencoba, spontan, jujur, riang, suka bermain, selalu ingin tahu (suka
bertanya) banyak gerak, suka menunjukkan akunya (egois), unik, dan lain-lain.

3. Karakteristik Umum Anak Usia Dini

Pandangan para ahli pendidikan tentang anak cenderung berubah dari waktu ke
waktu dan berbeda satu sama lain sesuai dengan landasan teori yang digunakannya. Ada
yang memandang anak sebagai makhluk yang telah terbentuk oleh bawaannya atau
memandang anak sebagai makhluk yang dibentuk oleh lingkungannya. Ada juga ahli lain
yang menganggap anak sebagai miniatur orang dewasa, dan ada pula yang memandang
anak sebagai individu yang berbeda. Maria Montessori (dalam Hurlock, 1978)
berpendapat bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka terhadap
anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang , diarahkan
sehingga tidak terhambat perkembangannya. Masa sensitif anak pada usia ini mencakup
sensitive terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan
tangan, sensitif untuk berjalan, sensitif terhadap objek-objek kecil dan detail, serta
terhadap aspek-aspek sosial kehidupan.

Usia dini merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang sangat


menentukan perkembangan masa selanjutnya. Erickson mengemukakan bahwa “masa
kanak-kanak merupakan gambaran manusia sebagai manusia. Perilaku yang berkelainan
pada masa dewasa dapat dideteksi pada masa kanak-kanak”. Karakteristik Umum atau
sifat-sifat Anak Usia Dini, sebagai berikut:

1. Unik, artinya sifat anak itu berbeda satu sama lainnya.


2. Egosentris, artinya anak lebih cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut
pandang dan kepentingannya sendiri.
3. Aktif dan Energik, artinya anak lazimnya senang melakukan aktivitas.
4. Rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
5. Eksploratif dan berpetualang, maksudnya terdorong oleh rasa ingin tahu yang kuat,
anak lazimnya menjelajah, mencoba dan mempelajari hal-hal baru.
6. Spontan, artinya perilaku yang ditampilkan anak umumnya relatif asli dan tidak
tertutupi sehingga merefleksikan apa yang ada dalam perasaan dan pikirannya.
7. Senang dan kaya dengan fantasi, artinya anak senang dengan hal-hal yang imajinatif.
8. Masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu.
9. Daya perhatian yang pendek.
10. Bergairah untuk belajar.
11. Semakin menunjukkan minat terhadap teman

4. Hakikat Perkembangan

a.Pengertian Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif,
melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada
segi fungsional.
Menurut Yusuf Syamsu (2001: 15), perkembangan adalah perubahan-perubahan yang
dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
(maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).

Adapun menurut Oemar Hamalik (2004: 84), perkembangan merujuk kepada perubahan
yang progresif dalam organisme bukan saja perubahan dalam segi fisik (jasmaniah)
melainkan juga dalam segi fungsi, misalnya kekuatan dan koordinasi.

b.Pertumbuhan dan Perkembangan


Secara singkat dapat diutarakan perbedaan kedua istilah perkembangan dan pertumbuhan
adalah bahwa perkembangan (development), merupakan proses atau tahapan pertumbuhan
ke arah yang lebih maju yang bersifat psikis. Adapun pertumbuhan (growth), merupakan
tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan
merupakan tahapan perkembangan (a stage of development) yang bersifat fisik.

c.Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Istilah pertumbuhan dan perkembangan seringkali digunakan seolah-olah keduanya
mempunyai pengertian yang sama, karena menunjukan adanya suatu proses perubahan
tertentu yang mengarah kepada kemajuan. Padahal sesungguhnya istilah pertumbuhan dan
perkembangan ini mempunyai pengertian yang berbeda. Pertumbuhan dapat diartikan
sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif, sebagai akibat dari adanya pengaruh luar atau
lingkungan. Pertumbuhan mengandung arti adanya perubahan dalam ukuran dan struktur
tubuh sehingga lebih banyak menyangkut perubahan fisik. Selain dari pengertian di atas,
pertumbuhan dapat didefinisikan pula sebagai perubahan secara fisiologis sebagai hasil
dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada diri
individu yang sehat dalam fase-fase tertentu. Hasil dari pertumbuhan ini berupa bertambah
panjang tulang-tulang terutama lengan dan tungkai, bertambah tinggi dan berat badan serta
makin bertambah sempurnanya susunan tulang dan jaringan syaraf. Pertumbuhan ini akan
berhenti setelah adanya maturasi atau kematangan pada individu.

1. Nurihsan, Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik, Bandung: Sekolah Pasca


Sarjana UPI
2. Kartini Kartono. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV
Mandar Maju.
3. Santoso, Soegeng dan Fasli, Gusnawirta. 2002. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Citra Pendidikan
4. Hurlock, Elizabeth. B. 1978.Child Development, Sixth Edition.New York:Mc.Graw
Hill, Inc.
5. Yusuf Syams. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja
, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm 15
6. Hamalik, Oemar. 2004, Proses Belajar Mengajar , Jakarta: Bumi Aksara, hlm 84

Anda mungkin juga menyukai