Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK
HIPERBILIRUBIN

DISUSUN OLEH :
AINI CAHYANI
(0432950117003)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
Jl. RA Kartini No. 66 Bekasi timur, Kota Bekasi
A. PENGERTIAN

Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi
baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).

Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 133)

Hyperbilirubin adalah suatu kondisi bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total
lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan
ikterus neonatorum patologis. (Hidayat, 2008: 94)

Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk bayi yang baru
lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi yang lahir
kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. Jika kemudian kadar bilirubin
diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka ia dikategorikan hiperbilirubin.

B. EPIDEMIOLOGI
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup
bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk
fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian.

C. KLASIFIKASI
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi
hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan
akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus
karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan
bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan
urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang
tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus
merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

D. ETIOLOGI
a. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi
Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat badan lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia
atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat
langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.

E. Tanda dan Gejala


 Kulit berwarna kuning sampai jingga
 Pasien tampak lemah
 Nafsu makan berkurang
 Reflek hisap kurang
 Urine pekat
 Perut buncit
 Pembesaran lien dan hati
 Gangguan neurologic
 Feses seperti dempul
 Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
 Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
 Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
 Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3 -4 dan
menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

F. PATOFISIOLOGIS
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh.
Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia,
asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang
terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusa tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah
tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat
keadaan berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Test Coomb pada tali pusat BBL
 Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-
B dalam darah ibu.
 Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh- positif, anti-
A, anti-B) SDM dari neonatus.
 Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
 Bilirubin total :
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau
tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi
praterm tegantung pada berat badan.
 Protein serum total
- Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada
bayi praterm.
 Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%)
dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
 Glukosa
- Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan
simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
 Daya ikat karbon dioksida
- Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
 Meter ikterik transkutan
- Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
 Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
 Smear darah perifer
- Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH atau
sperositis pada incompabilitas ABO
 Test Betke-Kleihauer
- Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.

b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
H. PENATALAKSANAAN
Tindakan umum meliputi :
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma lahir,
pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus,
infeksi dan dehidrasi.
2. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan
bayi baru lahir.
3. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus


Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk
dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara
umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang
sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis
pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin.
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari),
Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.

I. KOMPLIKASI
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kern ikterus
J. PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan
kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
Secara skematis, patofisiologi hiperbilirubin dapat digambarkan pada pathway sebagai berikut:

Hemoglobin

. Globin Hema

Bilivirdi Feco
n
Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan
transport bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik), Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan albumin meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconeum terlambat,


obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Gangguan integritas Icterus pada sklera, leher dan


kulit badan peningkatan bilirubin indirek > 12 mg/dl

Indikasi fisioterapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko tinggi injuri Kekurangan volume Gangguan suhu tubuh


cairan tubuh

Anda mungkin juga menyukai