Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Teori belajar adalah proses pembelajaran yang kompleks, terlibat banyak banyak unsur
yang berkaitan, yaitu guru, peserta didik, sarana, metode, strategi, media dan lain-lain. Undang-
undang guru dan dosen No. 14 Tahun 2005 pasal 2 menjelaskan bahwa dalam tugas
keprofesionalan guru, guru berkewajiban salah satunya merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Berdasakan permendiktub No. 103 Tahun 2014 tentang pembelajaran, kegiatan pembelajaran
menggunakan prinsip sebagai berikut : 1) Peserta didik di fasilitasi untuk mencari tahu; 2)
Peserta didik belajar berbagai dari sumber belajar; 3) Proses pembelajaran menggunakan
pendekatan ilmiah; 4) Pembelajaran berbasis kompetisi; 5) Pembelajaran terpadu; 6)
Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi
dimensi 7) Pembelajaran berbasis ketrampilan aplikatif; 8) Peningkatan keseimbangan,
kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills; 9). Pembelajaran yang
mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang
hayat; 10). Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso
sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); 11). Pembelajaran
yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; 12). Pemanfaatan
teknologi.informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;
13). Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budayapeserta didik; dan 14).
Suasana belajar menyenangkan dan menantang.

Menurut Nara dan Siregar (2014), teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara
kegiatan pembelajaran dengan proses-proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori
belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses-proses psikologi dalam
diri siswa atau mengungkapkan hubungan antara fenomena yang ada dalam diri siswa. Tujuan
utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar yang mengungkapkan hubungan antara

1
kegiatan siswa dengan proses-proses psikologi dalam diri siswa atau mengungkapkan hubungan
antara fenomena yang ada dalam diri siswa.

Dengan adanya makalah ini mungkin dapat memberikan pengetahuan, serta dapat
menambah wawasan tentang teori belajar.

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa itu teori belajar…?
b) Teori-teori belajar seperti apa saja yang menjadi alasan yang membuat teori belajar
sangat di butuhkan dan di kembangkan…?
1.3 Tujuan
Tujuannya untuk lebih memahami dan mendapat wawasan tentang pembagian teori
belajar kepada para peserta didik dengan cara-cara yang berbeda dari setiap karakteristik yang
berbeda-beda pula.

1.4 Manfaat
Manfaat teori belajar seperti memahami karakteristik dan metode pembelajaran yang di
berikan oleh pendidik dengan menangani masalah para peserta didik yang mengalami kesulitan
dalam belajar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Teori Belajar adalah proses pembelajaran merupakan hal yang kompleks, di dalamnya
terlibat banyak unsur yang saling terkait, yaitu guru, peserta didik, sarana, metode, strategi,
media dan lain-lain. Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 pasal 20 menjelaskan
bahwa dalam tugas keprofesionalan guru, guru berkewajiban salah satunya merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran. Pembelajaran yang sukses senantiasa menuntut kreativitas
guru melalui penciptaan lingkungan belajar yang kondusif dan menantang rasa ingin tahu
peserta didik sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung efektif.

Berdasarkan Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang pembelajaran, kegiatan


pembelajaran menggunakan prinsip sebagai berikut: 1) peserta didik difasilitasi untuk mencari
tahu; 2) peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar; 3). proses pembelajaran
menggunakan pendekatan ilmiah; 4). pembelajaran berbasis kompetensi; 5) pembelajaran
terpadu; 6). pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran
multi dimensi; 7). pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif; 8). peningkatan keseimbangan,
kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills; 9). pembelajaran yang
mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang
hayat; 10). pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso
sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); 11). pembelajaran
yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; 12). Pemanfaatan
teknologi.informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;
13). pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budayapeserta didik; dan 14).
suasana belajar menyenangkan dan menantang.

3
llmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang materi kajiannya berasal dari
struktur keilmuan sosiologi, geografi, ekonomi, dan sejarah. Menurut Permendikbud No. 103
Tahun 2014, Pembelajaran IPS di integrasikan melalui konsep ruang, koneksi antar ruang, dan
waktu. Ruang adalah tempat di mana manusia beraktivitas, koneksi antar ruang
menggambarkan mobilitas manusia antara satu tempat ke tempat lain, dan waktu
menggambarkan masa di mana kehidupan manusia itu terjadi. Cakupan materi yang demikian
luas ini harus dikemas melalui kegiatan pembelajaran yang konkret dan menyenangkan
sehingga mampu menarik perhatian siswa . Menurut Permendikbud No. 103 Tahun 2014
tentang pembelajaran, pada hakikatnya IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran dalam
bentuk integrated social studies.

Mata pelajaran IPS merupakan program pendidikan yang berorientasi aplikatif,


pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan
sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial. Dalam membelajaran IPS
menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Pendekatan
saintifik terdiri atas 5 (lima) tahapan yaitu Mengamati, Menanya, Mengumpulkan Informasi,
Menalar dan Mengkomunikasikan dimana semua tahapan di atas berorientasi kepada aktivitas
siswa bukan guru. Peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum ataupun prinsip
melalui kelima tahapan di atas dan peran guru adalah sebagai fasilitator bukan satu-satunya
seorang yang berkewajiban mentransfer ilmu. Berdasarkan landasan Permendikbud di atas,
maka dalam pembelajaran di kelas, guru dapat mengadopsi berbagai macam teori belajar
dibawah ini sepanjang aktivitas pembelajarannya mampu mencakup ranah spiritual, sosial,
kognitif dan ketrampilan peserta didik dan pembelajaran yang mengaktfkan peserta didik
(student active oriented).

2.1 Macam-macam Teori Belajar

Sebelum membahas tentang teori belajar, terdapat perbedaan antara Teori Pembelajaran
dan Teori Belajar. Menurut Bruner dalam Degeng (1989) terdapat perbedaan antara teori
pembelajaran dan teori belajar. Teori pembelajaran adalah preskriptif, karena tujuan utama

4
teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan
dikatakan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar.

Menurut Nara dan Siregar (2014), teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara
kegiatan pembelajaran dengan proses-proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori
belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses-proses psikologi dalam
diri siswa atau mengungkapkan hubungan antara fenomena yang ada dalam diri siswa. Tujuan
utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar yang mengungkapkan hubungan antara
kegiatan siswa dengan proses-proses psikologi dalam diri siswa atau mengungkapkan hubungan
antara fenomena yang ada dalam diri siswa.

Implementasi teori belajar dalam pembelajaran IPS sejalan dengan Permendikbud No.
103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran. Implikasi dari hal tersebut, maka aktivitas pembelajaran
diarahkan pada kegiatan yang menggali potensi dari peserta didik meliputi kemampuan
berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung
jawab terhadap lingkungan sosial untuk mewujudkan pendidikan yang mencakup 4 (empat)
ranah yaitu spiritual, sosial, pengetahuan dan ketrampilan. Dalam prakteknya dengan
berlandaskan pada Permendikbud No. 103 Tahun 2014, guru dapat mengadopsi beberapa teori
belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, kondisi peserta didik dan karakteristik mata
pelajaran yang diajarkan.Terdapat tiga macam teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme
dan konstruktivisme.

Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behaviorisme


memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti dan tidak berubah. Pengetahuan
adalah terstruktur dan rapi, sehingga belajar hanya sebatas memperoleh pengetahuan, dan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada peserta didik. Hal ini menyebabkan
aktivitas belajar sangat bergantung pada buku teks/wajib dimana peserta didik diminta untuk
mengungkapkan kembali isi buku teks wajib tersebut. Penilaian yang dilakukan ditekankan pada
hasil belajar bukan pada proses dan dipandang secara terpisah dari kegiatan pembelajaran
melalui pengukuran dan pengamatan. Perkembangan dari teori ini, muncullah teori belajar

5
kognitivismeyang berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.

Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Proses
belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya
dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Pada teori
konstruktivisme, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan cara
mengabstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara peserta didik dengan realitas baik
realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung
secara pribadi maupun sosial. Proses ini adalah proses yang aktif dan dinamis. Beberapa faktor
seperti pengalaman, pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan lingkungan sangat
berpengaruh dalam proses konstruksi makna. Teori belajar ini dilandasi bahwa manusia sebagai
homo creator yang mampu mengkonstruksi realitasnya sendiri.

2.2 Teori Belajar Gagne (Behaviorisme)

Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat


bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar
pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang
meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai
lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan
selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.

Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu
bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan
mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan
sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap
meskipun hanya sementara.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus,
dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne

6
juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar,
fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.

1. Sistematika ”Delapan Tipe Belajar”


Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
1. Tipe belajar tanda (Signal learning)
Belajar dengan cara ini dapat dikatakan sama dengan apa yang dikemukakan oleh
Pavlov. Semua jawaban/respons menurut kepada tanda/sinyal.
2. Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning)
Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons
juga karena adanya dorongan yang datang dari dalam serta adanya penguatan
sehingga seseorang mau melakukan sesuatu secara berulang-ulang.
3. Tipe belajar berangkai (Chaining Learning)
Pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, maksudnya adalah
bahwa suatu respons pada gilirannya akan menjadi stimulus baru dan selanjutnya
akan menimbulkan respons baru.
4. Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning)
Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu
memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang.
5. Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)
Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar objek-
objek yang terdapat dalm lingkungan fisik.
6. Tipe belajar konsep (Concept Learning)
Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau
pengertian tentang suatu yang mendasar.
7. Tipe belajar kaidah (RuleLearning)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan
beberapa konsep.
8. Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)

7
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan.

2. Sistematika “Lima Jenis Belajar”


Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan sistematika delapan tipe belajar, dimana
isinya merupakan bentuk penyederhanaan dari sistematika delapan tipe belajar. Uraian
tentang sistematika lima jenis belajar ini memperhatikan pada hasil belajar yang
diperoleh siswa. Hasil belajar ini merupakan kemampuan internal yang telah menjadi
milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang tersebut melakukan sesuatu yang
dapat memberikan ptrestasi tertentu.
Sistematika ini mencakup semua hasil belajar yang dapat diperoleh, namun tidak
menunjukkan setiap hasil belajar atau kemampuan internal satu-persatu. Akan tetapi
memgelompokkan hasil-hasil belajar yang memiliki ciri-ciri sama dalam satu kategori
dan berbeda sifatnya dari kategori lain. Maka dapat dikatakan, bahwa sistematika Gagne
meliputi lima kategori hasil belajar. Kelima kategori hasil belajar tersebut
adalah informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif,
keterampilan motorik, dan sikap.
1. Informasi verbal (Verbal information)
Merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam
bentuk bahasa, lisan, dan tertulis. Pengetahuan tersebut diperoleh dari sumber
yang juga menggunakan bahasa, lisan maupun tertulis. Informasi verbal meliputi
”cap verbal” dan ”data/fakta”. Cap verbal yaitu kata yang dimiliki seseorang untuk
menunjuk pada obyek-obyek yang dihadapi, misalnya ’kursi’. Data/fakta adalah
kenyataan yang diketahui, misalnya ’Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta’.
2. Kemahiran intelektual (Intellectual skill)
Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup
dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan
berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, dan gambar). Kategori kemahiran
intelektual terbagi lagi atas empat subkemampuan, yaitu:

8
a. Diskriminasi jamak, yaitu kemampuan seseorang dalam mendeskripsikan benda
yang dilihatnya.
b. Konsep, ialah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang memiliki ciri-ciri
sama. Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus
didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada obyek-
obyek dalam lingkungan fisik. Konsep yang didefinisiskan adalah konsep yang
mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam
lingkungan hidup fisik.
c. Kaidah, yaitu kemampuan seseorang untuk menggabungkan dua konsep atau
lebih sehingga dapat memahami pengertiannya.
d. Prinsip. Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga
terbentuk suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompleks.
Berdasarkan prinsip tersebut, seseorang mampu memecahkan suatu
permasalahan, dan kemudian menerapkan prinsip tersebut pada permasalahan
yang sejenis.
3. Pengaturan kegiatan kognitif (Cognitive strategy)
Merupakan suatu cara seseorang untuk menangani aktivitas belajar dan berpikirnya
sendiri, sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan
yang sama.
4. Keterampilan motorik (Motor skill)
Adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu rangkaian gerak-gerik
jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik
berbagai anggota badan secara terpadu.
5. Sikap (Attitude)
Merupakan kemampuan seseorang yang sangat berperan sekali dalam mengambil
tindakan, apakah baik atau buruk bagi dirinya sendiri.

3. Fase-Fase Belajar

9
Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 buah fase
dalam proses belajar, yaitu:
1) Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa
langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah
pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2) Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang
yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya
perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3) Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat
digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4) Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud
untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan
apa yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan
tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini meliputi
penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya
dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.

Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya
proses belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar.
4. Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran
1. Mengontrol perhatian siswa.
2. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3. Merangsang dan mengingatkan kembali kemampuan-kemampuan siswa.
4. Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5. Memberikan bimbingan belajar.

10
6. Memberikan umpan balik.
7. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah
dicapainya.
8. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan
yang baru diberikan.

2.3 Teori Belajar Piaget (Konstruktivisme)

1. Beberapa Konsep dalam Teori Piaget.


Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori
perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu;
a. Intelegensi
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan secara
ketat.Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi biologis.
Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua
struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor
diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
b. Organisasi
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna
mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem
yang lebih tinggi.
c. Skema
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah
selama perkembangan kognitif seseorang.
d. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
e. Akomodasi.
11
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga
cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga
cocok dengan rangsangan yang ada.
f. Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan
diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan
akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar
dengan struktur dalamnya.
2. Pengertian Belajar Menurut Piaget
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus menerus
antara individu dengan lingkungan.Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah
perkembangan secara alami fikiran pebelajar mulai anak-anak sampai dewasa.Konsepsi
perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari analisa perkembangan biologi
organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti sistem
kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi.

3. Teori Belajar menurut Piaget


Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah:
a) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka
bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk anak kecil, mereka mempunyai cara
yang khas ntuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka
memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.

12
b) Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu
urutan yang sama bagi semua anak.
c) Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan
tertentu tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain
tidaklah selalu sama pada setiap anak.
d) Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
1. Kemasakan
2. Pengalaman
3. Interaksi Sosial
4. Equilibration (proses dari ketiga faktor di atas bersama-sama untuk membangun
dan memperbaiki struktur mental)
e) Ada 4 tahap perkembangan yaitu:
1. Tahap Sensori motor (0-2,0 tahun)
2. Tahap Pre operasional (2,0-7,0 tahun)
3. Tahap konkret (7,0-11,0 tahun)
4. Tahap operasi formal (11,0-dewasa)

4. Tahap Perkembangan Kognitif Piaget


Tahap perkembangan intelektual anak secara kronologis terjadi 4 tahap. Urutan
tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia kronologis memasuki setiap
tahap bervariasi pada setiap anak. Keempat tahap dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Tahap sensorimotor : umur 0 – 2 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya anak mengalami dunianya melalui gerak dan
inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai
sekitar berumur 2 tahun.Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget.Pada
tahap sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak
terhadapt lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar,
membau dan lain-lain. Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu

13
benda berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “ sudah
mempunyai gagasan”.
Gagasan mengenai benda sangat berkaitan dengan konsep anak tentang ruang dan
waktu yang juga belum terakomodasi dengan baik.Struktur ruang dan waktu belum
jelas dan masih terpotong-potong, belum dapat disistematisir dan diurutkan dengan
logis. Menurut Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan
proses asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak
dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi
terhadap skema-skema anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak
dengan pengalaman dan situasi yang baru.
2) Tahap Pra operasional : umur 2 -7 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda dan
konsep intuitif)
Istilah “operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logik, dan merupakan aktivitas
sensorimotor. Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit me nerima
pendapat orang lain. Anak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga
menjadi pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang
tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa.
Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian.
a. Tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan
dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan.
b. Tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan
pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
 Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya
dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak
rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.

14
 Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang
membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka
masih bersifat irreversible.\
 Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus,
dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
 Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum
mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti
berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian
sebenarnya dengan imajinasi mereka.
 Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang
mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang
hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang
konkrit.
3) Tahap operasi kongkret : umur 7 – 11/12 tahun
(Ciri pokok perkembangannya anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-
kejadian konkret)
Tahap operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan perkembangan sistem
pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis.Anak sudah
memperkembangkan operasi-oprasi logis.Operasi itu bersifat reversible, artinya
dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan
kepada awalnya lagi.Tahap opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem
operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
Ciri-ciri operasi konkret yang lain, yaitu:
1. Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh.
Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh
ingatan, pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan
lingkungan disatukan dengan gambaran akan lingkungan itu.
2. Melihat dari berbagai macam segi.

15
Anak pada tahap ini mulai mulai dapat melihat suatu objek atau persoalan
secara sediki menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya.Ia tidak hanya
memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersam-sam mengamati titik-titik
yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
3. Seriasi
Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin besar
atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget , bila seorang anak
telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami banyak
kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
4. Klasifikasi
Menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi
bermacam-maam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa menjadi
satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
5. Bilangan
Dalam percobaan Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi konkret belum
dapat mengerti soal korespondensi satu-satu dan kekekalan, namun pada tahap
tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan
kekekalan dengan baik.Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang
bilangan bagi anak telah berkembang.
6. Ruang, waktu, dan kecepatan
Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti tentang urutan ruang
dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada umur 8 tahun anak sudan
sudah sapat mengerti relasi urutan waktu dan jug akoordinasi dengamn waktu,
dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan
kecepatan.
7. Probabilitas
Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal
yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai terbentuk.
8. Penalaran

16
Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang berbicara dengan
suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada tahap ini, menurut
Piaget masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.
9. Egosentrisme dan Sosialisme.
Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris dalam pemikirannya.Ia sadar
bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain.

4) Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.


(Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, dan logis)
Tahap operasi formal (formal operations) merupakan tahap terakhir dalam
perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat
berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-
proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat
diamati saat itu. Cara berpikir yang abstrak mulai dimengerti.Sifat pokok tahap
operasi formal adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif sintifik, dan abstrak
reflektif.
1. Pemikiran Deduktif Hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran yang menarik kesimpulan yang spesifik
dari sesuatu yang umum.Kesimpulan benar hanya jika premis-premis yang
dipakai dalam pengambilan keputusan benar.Alasan deduktif hipotesis adalah
alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang ditarik dari
premis-premis yang masih hipotetis.Jadi, seseorang yang mengambil
kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan
dengan kenyataan yang real. Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat mendeteksi
adaanya pemikiran yang logis, meskipun para remaja sendiri pada
kenyataannya tidak tahu atau belum menyadari bahwa cara berpikir mereka itu
logis. Dengan kata lain, model logis itu lebih merupakan hasil kesimpulan Piaget
dalam menafsirkan ungkapan remaja, terlepas dari apakah para remaja sendiri
tahu atau tidak.

17
2. Pemikiran Induktif Sintifik
Pemikiran induktif adalah pengambilan kesimpulan yang lebih umum
berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus.Pemikiran ini disebut juga dengan
metode ilmiah.Pada tahap pemikiran ini, anak sudah mulai dapat membuat
hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel control, mencatat
hasi, dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan
sejumlah variabel yang berbeda pada waktu yang sama.
3. Pemikiran Abstraksi Reflektif
Menurut Piaget, pemikiran analogi dapat juga diklasifikasikan sebagai abstraksi
reflektif karena pemikiran itu tidak dapat disimpulkan dari pengalaman.

5. Teori Pengetahuan.
Berdasarkan pengalamannya sejak masa kanak-kanak, Piaget berkesimpulan bahwa
setiap makhluk hidup memang perlu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat
melestarikan kehidupannya.Manusia adalah makhluk hidup, maka manusia juga harus
beradaptasi dengan lingkungannya.Berdasarkan hal ini, Piaget beranggapan bahwa
perkembangan pemikiran manusia mirip dengan perkembangan biologis, yaitu perlu
beradaptasi dengan lingkungannya.
Piaget sendiri menyatakan bahwa teori pengetahuannya adalah teori adaptasi pikiran ke
dalam suatu realitas, seperti organisme yang beradaptasi dengan lingkungannya.
A. Teori Adaptasi Piaget
Menurut Piaget, mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual dimana
pengalaman dan ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui untuk
membentuk struktur pengertian yang baru. Setiap orang mempunyai struktur
pengetahuan awal (skema) yang berperan sebagai suatu filter atau fasilitator
terhadap berbagai ide dan pengalaman yang baru. Melalui kontak dengan
pengalaman baru,skema dapat dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses
asimilasi dan akomodasi. Skema seseorang selalu dikembangkan, diperbaharui ,

18
bahkan diubah untuk dapat memahami tanyangan pemikiran dari luar. Proses ini
disebut adaptasi pikiran.
B. Teori Pengetahuan Piaget
Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Dalam pembentukan
pengetahuan , Piaget membedakan tiga macam pengetahuan, yakni:
1. Pengetahuan fisis adalah pengetahuanakan sifat-sifat fisis suatu objek atau
kejadian, seperti bentuk, besar, berat, serta bagaimana objek itu berinteraksi
dengan yang lain.
2. Pengetahuan matematis logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan
berpikir tentang pengalaman akan suatu objek atau kejadian tertentu.
3. Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya
dan sosial yang menyetujui sesuatu secara bersama.
C. Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme Piaget menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah
bentukan (bentukan) orang itu sendiri. Proses pembentukan pengetahuan itu
terjadi apabila seseorang mengubah atau mengembangkan slkema yang telah
dimiliki dalam berhadapan dengan tantangan, dengan rangsangan atau persoalan.
Teori Piaget seringkali disebut konstruktivisme personal karena lebih menekankan
pada keaktifan pribadi seseorang dalam mengkonstruksikan pengetahuannya.
Terlebih lagi karena Piaget banyak mengadakan penelitian pada proses seorang
anak dalam belajar dan membangun pengetahuannya.

2.4 Teori Belajar Ausubel


Sebagai pelopor aliran kognitif, David Ausable mengemukakan teori belajar bermakna
(meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan dalam informasi baru
dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. (Ratna
Willis Dahar: 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar
bermakna jika memenuhi prasayasat, yaitu:
1. Materi yang akan dipelajari melaksanakan belajar bermakna secara potensial

19
2. Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna. Kebermaknaan materi
pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan
gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Berdasarkan pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausuble mengajukan
4 prinsip pembelajaran , yaitu:
1. Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan
konsep lama denan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Pemggunaan pengatur
awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi
pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali
pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu
digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2. Diferensiasi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-
konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian
baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3. Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan
kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep
dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga
pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila
konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.
4. Penyesuaian Integratif
Pada suatu sasat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih
nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang
sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu,
Ausable mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi
pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-
hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan

20
(reception learning). Menurut Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang penting
atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk
melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah diajarkan di sekolah.
Ausable menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar penangkapan.

Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori, yakni pembelajaran sistematik


yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information).
Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Penyajian advance organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memeperkenalkan bagian-
bagian utama yang etrcakup dalam urutan pengajaran. Advance organizer berfungsi
untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi
yang telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap
informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2. Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru menyajikan metri pembelajaran yang baru dengan menggunakan
metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar kepada siswa.
Ausuble menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian siswa, dan juga
pentingnya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur yang
terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut
dengan diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap demi setahap,
dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif,
dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
3. Memperkuat organisasi kognitif.
Ausuble menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam
stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara
mengingatkan siswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran
informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan
pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang

21
baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan
pengorganisasian materi pembelajaran sebagaimana yang dideskripsikan didalam
advance organizer samping itu juga memberikan pertanyaan kepada siswa dalam rangka
menjajaki keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.

Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna


(meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi
barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar ,1988 :142) juga
menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat,
yaitu :
1. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,
2. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga
mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.

Dikatakan lebih lanjut oleh Ausubel (Dahar ,1989 :141) ada tiga kebaikan dari belajar
bermakna yaitu :
a) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat,
b) Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya
untuk materi pelajaran yang mirip,
c) Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip
walaupun telah terjadi lupa.
Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas David P. Ausubel adalah suatu
proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru
mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah
mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga
belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna
(meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.

22
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah
struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena
baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa
yang ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan
fakta-fakta baru kedalam system pengertian yang telah dipunyainya.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa
melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan
lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan
pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika
menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.
Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:
A. Belajar dengan penemuan yang bermakna
Yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang
dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari
kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
B. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna
Yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
C. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna
Materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai
bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan
yang ia miliki.
D. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna
Yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa
sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa
mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki. Prasyarat agar belajar
menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:

23
a. Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki
strategi belajar bermakna,
b. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa,
c. Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan
intelektual siswa.

2.5 Teori Belajar Eggen


Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikanpembelajaran kooperatif sebagai
sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -membantu dalam
mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman
sebaya.”.Kooperatif adalah suatu gambaran kerjasama antara individu yang satu dengan
lainnya dalam suatu ikatan tertentu. Ikatan–ikatan tersebut yang menyebabkan antara satu
dengan yang lainnya merasa berada dalam satu tempat dengan tujuan–tujuan yang secara
bersama–sama diharapkan oleh setiap orang yang berada dalam ikatan itu.
Pemikiran tersebut hanya merupakan suatu gambaran sederhana apa yang tersirat
tentang kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan
siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran
kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu
mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia.
Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif konstruktivis dan
teori belajar social.
Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
A. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar.
B. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
C. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda-beda
D. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

24
Secara umum, pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mencipatakan ikatan yang kuat
antar siswa, membangun kecerdasan sosial dan emosional, sehingga pada akhirnya siswa
bisa berinteraksi terhadap lingkungannya dengan segala kemampuan dan potensi diri yang
berkembang dengan baik. Secara garis besar, tujuan tersebut bisa dicapai apabila memenuhi
indikator sebagai berikut:
a. Kemandirian yang positif
Kemandirian yang positif akan berhasil dengan baik apabila setiap anggota kelompok
merasa sejajar dengan anggota yang lain. Artinya satu orang tidak akan berhasil kecuali
anggota yang lain merasakan juga keberhasilannya. Apapun usaha yang dilakukan oleh
masing-masing anggota tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri tetapi untuk semua
anggota kelompok. Kemandirian yang positif merupakan inti pembelajaran kooperatif.
b. Peningkatan interaksi
Pada saat guru menekankan kemandirian yang positif, selayaknya guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling mengenal, tolong menolong, saling bantu, saling
mendukung, memberi semangat dan saling memberi pujian atas usahanya dalam belajar.
Aktivitas kognitif dan dinamika kelompok terjadi pada saat siswa diikutsertakan untuk
belajar mengenal satu sama lain. Termasuk dalam hal ini menjelaskan bagaimana
memecahkan masalah, mendiskusikan konsep yang akan dikerjakan, menjelaskan pada
teman sekelas dan menghubungkan dengan pelajaran yang terakhir dipelajari.
c. Pertanggungjawaban individu
Tujuan kelompok dalam pembelajaran kooperatif adalah agar masing-masing anggota
menjadi lebih kuat pengetahuannya. Siswa belajar bersama sehingga setelah itu mereka
dapat melakukan yang lebih baik sebagai individu. Untuk memastikan bahwa masing-
masing anggota lebih kuat, siswa harus membuat pertanggungjawaban secara individu
terhadap tugas yang menjadi bagiannya dalam bekerja. Pertanggungjawaban individu
akan terlaksana jika perbuatan masing-masing individu dinilai dan hasilnya diberitahukan
pada individu dan kelompok.
Dalam proses belajar mengajar, para siswa perlu dilatih untuk bekerja sama dengan
rekan-rekan sebayanya. Ada kegiatan belajar tertentu yang akan lebih berhasil jika

25
dikerjakan secara bersama-sama, misalnya dalam kerja kelompok, daripada jika dikerjakan
sendirian oleh masing-masing siswa. Latihan kerja sama sangatlah penting dalam proses
pembentukan kepribadian anak. Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa
keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amatlah penting untuk dimiliki
siswa dalam rangka memahami konsep-konsep yang sulit, berpikir kritis dan kemampuan
membantu teman.
Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa siswa-siswa mudah memahami
konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret dan
dikerjakan secara bersama-sama. Dalam ranah pengembangan kepribadian dan konsep diri
siswa, konselor di sekolah dapat menerapkan pembelajaran kooperatif dalam konseling
melalui teknik sebagai berikut:
3. Bimbingan kelompok
Dalam bimbingan kelompok sebaiknya dibentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih
kurang terdiri dari 4-5 orang. Murid-murid yang telah tergabung dalam kelompok-
kelompok kecil itu mendiskusikan bersama sebagai permasalahan termasuk didalamnya
permasalahan belajar.
4. Peer Konseling
Melalui peer konseling, hubungan sosial dan kecerdasan emosional siswa meningkat dan
menjadi lebih baik. Dalam hal ini siswa bisa saling bekerjasama untuk menyelesaikan
permasalahan.
5. Organisasi murid dan kegiatan bersama
Kegiatan bersama merupakan teknik bimbingan yang baik, karena dengan melakukan
kegiatan bersama mendorong anak saling membantu sehingga relasi sosial positif dapat
dikembangkan dengan baik. Organisasi siswa dapat membantu dalam proses
pembentukan anak, baik secara pribadi maupun secara sebagai anggota masyarakat.
4. Sosiodrama
Sosiodrama adalah suatu cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan pada
murid-murid untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau penghayatan seseorang.
Maka dari itu sosiadrama dipergunakan dalam pemecahan-pemecahan masalah.

26
2.6 Teori Belajar Bruner
Teori belajar bruner dikenal oleh tiga tahapan belajarnya yang terkenal. Pada dasarnya
setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam
lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di
dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut
adalah proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan, yakni:
(1) Tahap enaktif;
dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi
obyek-obyek secara langsung.
(2) Tahap ikonik;
pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang
merupakan gambaran dari obyek-obyek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak
memanipulasi langsung obyek-obyek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan
menggunakan gambaran dari obyek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-
gambar yang mewakili suatu konsep (Sugandi, 2004:37).
(3) Tahap simbolik;
tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya
dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian ikonik ke
penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih
fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan sejumlah
informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai pemahaman.

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam empat macam menurut fungsinya
antara lain:

1. Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicaorus” (sebagai pengganti pengalaman yang


langsung) yaitu menyajikan bahan yang tidak dapat mereka peroleh secara langsung di
sekolah. Hal ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dan sebagainya;
2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu
gejala misalnya model molekul, model bangun ruang;

27
3. Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film
tentang alam, untuk memberikan pengertian tentang suatu idea atau gejala;
Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma yang
menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur dan memberikan balikan
atau feedback tentang respon siswa (Nasution, 2003:15).

2.7 Teori Belajar Vigotsky

Nama lengkapnya adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia dilahirkan di salah satu kota
Tsarist, Russia, tepatnya pada pada 17 November 1896, dan berkuturunan Yahudi. Ia
tertarik pada psikologi saat berusia 28 tahun.
Seseorang yang belajar dipahami sebagai seseorang yang membentuk
pengertian/pengetahuan secara aktif dan terus-menerus. Inti teori Vygotsky adalah
menekankan interaksi antara aspek “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan
penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif
berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga
yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari namun tugas- tugas itu berada dalam “zone of proximal development”
mereka. Zone of proximal developmentadalah jarak antara tingkat perkembangan
sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan
tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
mampu.
Vygotsky banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam
memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi
mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan
perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti
ingatan, berpikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini
dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari
budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang

28
lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain
secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang
dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam
kebudayaannya.
Aliran psikologi yang dipegang oleh Vygotsky lebih mengacu pada kontruktivisme karena
ia lebih menekankan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Dalam analisisnya,
perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif,
juga ditentukan oleh lingkungan sosial secara aktif. Oleh karenanya, konsep teori
perkembangan kognitif Vygotsky berkutat pada tiga hal:
1. Hukum Genetik tentang Perkembangan (Genetic Law of Development)
Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua aturan,
yaitu tataran sosial lingkungannya dan tataran psikologis yang ada pada dirinya.
2. Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development)
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui
pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika
berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan
pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain. Vygotsky membedakan
antaraactual development dan potential development pada anak. Actual
development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan
orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah
seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang
dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
3. Mediasi
Mediator yang diperankan lewat tanda maupun lambang adalah kunci utama
memahami proses-proses sosial dan psikologis. Makanya, jika dikaji lebih mendalam
teori perkembangan kognitif Vygotsky akan ditemukan dua jenis mediasi, yaitu
metakognitif dan mediasi kognitif. Media metakognitif adalah penggunaan alat-
alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan self regulation (pengaturan diri) yang
mencakup self planning, self monitoring, self checking, danself evaluation. Media ini

29
berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Sedangkan media kognitif adalah
penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan
pengetahuan tertentu. Sehingga media ini dapat berhubungan dengan konsep spontan
(yang mungkin salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

Vygotsky lebih menekankan pada peran aspek sosial dalam pengembangan intelektual
atau kognitif anak. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak berkembang melalui interaksi
sosial. Anak mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu. Secara singkat, teori
perkembangan sosial berpendapat bahwa interaksi sosial dengan budaya mendahului.
Maksudnya dari relasi dengan budaya membuat seorang anak mengalami kesadaran dan
perkembangan kognisi. Jadi intinya Vygotsky memusatkan perhatiannya pada hubungan
dialektik antara individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan.

Pengetahuan terbentuk sebagai akibat dari interaksi sosial dan budaya seorang anak.
Pengetahuan tersebut terbagi menjadi dua bentuk, yaitu pengetahuan spontan dan
pengetahuan ilmiah. Pengetahuan spontan mempunyai sifat lebih kurang teridentifikasi
secara jelas, tidak logis, dan sistematis. Sedangkan pengetahuan ilmiah sebuah pengetahuan
yang diperoleh dari pendidikan formal dan sifatnya lebih luas, logis, dan sistematis.
Kemudian proses belajar adalah sebuah perkembangan dari pengertian spontan menuju
pengertian yang lebih ilmiah.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori belajar adalah metode pembelajaran yang di kembangkan untuk membantu para
pendidik untuk lebih memahami para peserta didik, dalam situasi apapun untuk bagaimana
para peserta didik bisa dan mampu mengembangkan bakat dan minatnya dalam masa
pertumbuhannya.

3.2 Saran

Teori belajar bukan hanya di lakukan dalam lingkungan sekolah tapi juga di lakukan di
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat atau pendidikan formal dan non formal,
teori belajar juga bisa di aplikasikan kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus yang biasa
di sebut pendidikan inklusif dan mudah-mudahan dengan adanya makalah ini mungkin bisa
menambah pemahaman dan pengetahuan tentang peserta didik.

31
DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Djamarah. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta E.
Mulyasa. (2009). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan.Bandung: Remaja Rosdakarya Blog Tips Info Tentang Pendidikan, Belajar
Pembelajaran dan Ilmu Pengetahuan! Label:asolihin28@yahoo.com Pendidikan Oemar
Hamalik. (1993). Strategi Belajar Mengajar.Bandung: Mandar Maju. Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendikbud No.103 Tahun 2014
tentang pedoman pelaksanaan Sanjaya. 2010.Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran.
Jakarta: Kencana Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta :Penerbit PT
Raja Grafindo Persada. Suryabrata, Sumadi. 2001. Psikologi Pendidikan.Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada Suryosubroto. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah.Jakarta : PT Rineka
Cipta. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Syaiful
Sagala. 2005 . Konsep dan Makna Pembelajaran . Bandung: Penerbit Alfabeta.

32

Anda mungkin juga menyukai