Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM PERILAKU

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangsangan dari luar skinner dalam soekidjo notoatmojo 2007, berdasarkan

batasan perilaku dari skinner tersebut, perilaku kesehatan adalah suatu respon

seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit, penyakit,

system pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan (soekidjo

notoatmodjo 2007 ,136)

Dari pengertian perilaku kesehatan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi

3 bagian :

1. Perilaku terhadap kesehatan

Adalah perilaku atau usaha–usaha dari seseorang untuk memelihara atau

menjaga ksehatan agar tidak sakit dan upaya untuk penyembuhan bila sakit,

hal ini mencakup 3 aspek yaitu :

1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bila mana telah sembuh dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

Perlu dijelaskan bahwa kesehatan sangat dinamis dan relative, oleh karena

itu Orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat

kesehatan yang optimal mungkin.


3. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan miniuman dapat

memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya

makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunya kesehatan

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilits pelayanan

kesehatan, atau perilaku mencari pengobatan.

Perilaku ini adalah upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai dari mengobati

diri sendiri sampai mencari pengobatan yang lebih baik atau canggih.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak

mempengaruhi kesehatannya.

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat bergantung pada

karesteristik atau faktor-faktor orang tersebut.faktor-faktor yang membedakan

respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku (soekidjo

notoadmojo 2007,139) . Determinan perilaku dapat di bedakan menjadi 2 yakni :

a) Determinan internal yakni karekteristik orang yang bersangkutan yang

bersifat given atau bawaan misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin, dan sebagainya.

10
b) Determinan external yaitu lingkungan baik lingkungan fisik social, budaya,

ekonomi, politik dan sebagainya.

Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks

dan memerlukan waktu yang relative lama, secara teori perubahan perilaku atau

seseorang menerima perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap yaitu :

pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan( soekidjo notoadmojo 2007,147)

Perawat dalam melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan yang

berhubungan pelayan kesehatan juga tidak luput di pengaruhi oleh tingkat

pendidikan dan pengetahuan, mereka dengan tingkat pendidikan yang tinggi

akan bersikap dan bertindak lebih hati-hati, namun juga dipengaruhi oleh

pengalaman kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam ruangan perawatan ataupun

karena terbatasnya sarana yang ada dalam ruang.terhadap pelaksanaan

kewaspadaan universal.

11
B. TINJAUAN UMUM KEWASPADAAN STANDAR

1. Siklus dan pencegahan penularan penyakit

Mikroorganisme hidup dimana-mana dilingkungan kita. Manusia

biasanya membawanya pada kulit dan saluran pernafasan atas, dalam usus dan

organ genital. Sebagai tambahan, mikroorganisme juga hidup pada binatang,

tumbuhan, tanah, udara, dan air. Beberapa mikroorganisme, lebih patogenik

dari pada yang lain, artinya, lebih mungkin menyebabkan penyakit. Jika pada

lingkungan yang tepat , semua mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi

ketika daya tahan tubuh manusia menurun, seperti mereka yang kekebalan

tubuhnya menurun contohnya pada pasien HIV/AIDS (Burke 1977 dalam

Tienjien dkk 2004)

Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar

jenis virus. Jumlah organisme yang diperlukan sehingga dapat menyebabkan

seseorang/host rentan bervariasi sesuai dengan lokasi tempat masuknya

organisme tersebut. Resiko infeksi lebih tinggi ketika mikroorganisme kontak

dengan area tubuh yang biasanya steril,sehingga masuknya sejumlah kecil

organism dapat menyebabkan penyakit, resiko infeksi tinggi bila area kontak

adalah membrane mukosa atau kulit yang tidak utuh, resiko infeksi cukup

rendah ketika organisme kontak dengan kulit yang utuh. Factor-faktor

penularan mikroorganisme yang menyebabkan penyakit dari orang ke orang

dapat digambarkan dan didefinisikan dalam gambar

12
-

-
n
g
A
s
e
R
r
a
o
t
v Gambar 1. siklus penularan penyakit

Sumber : APIC 1983,WPRO/WHO 1990

Seperti pada gambar diatas, suatu penyakit memerlukan keadaan

tertentu yang dapat menyebarkan kepada orang lain.

Harus ada agent, sesuatu

(virus,bakteri,parasit,riketsia).
yang dapat menyebabkan penyakit

Agent, harus memiliki tempat hidup (penjamu atau reservoir). Banyak

mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia dapat berkembang biak

didalam tubuh manusia,tampa gejala dan dapat ditularkan dari orang ke

orang. Beberapa diantaranya ditularkan lewat air atau makanan yang

terkontaminasi, faeces, urine, darah, dan gigitan hewan yang terinfeksi

(rabies) serta serangga (malaria,demam berdarah).

Agent, harus memiliki lingkungan yang tepat diluar penjamu agar dapat

bertahan hidup, mikroorganisme tersebut harus memiliki lingkungan yang

cocok agar dapat bertahan hidup sampai ia dapat menginfeksi orang lain.

13
- Ada orang yang terkena/terjangkit penyakit (penjamu yang rentan).Orang

selalu terpapar eloh agent/penyebab penyakit setiap hari tetapi tidak selalu

menjadi sakit, tergantung system daya tahan tubuh seseorang.

- Agent/penyebab memiliki cara berpindah dari penjamu untuk menulari

penjamu berikutnya yang rentan. Penyebaran penyakit infeksi terutama

melalui cara-cara :

1. Cara penularan kontak

Merupakan cara penularan yang paling sering terjadi pada infeksi

nosokomial, sehingga penting untuk diperhatikan. Dibagi dua

kelompok yaitu : penularan kontak langsung dan tidak langsung

a. Penularan kontak langsung adalah melalui kontak langsung dengan

permukaan tubuh dimana terjadi perpindahan organisme secara

fisik dari orang yang terinfeksi atau terkolonisasi kepada penjamu

yang rentan, seperti ketika seseorang menggubah posisi tubuh

pasien, memandikan pasien, atau melakukan aktifitas perawatan

dan pemeriksaan lainnya yang mengharuskan terjadinya kontak

langsung.

b. Penularan kontak tidak langsung adalah melalui kontak antara

penjamu yang rentan dengan benda yang terkontaminasi, seperti

instrument, jarum, pembalut luka, tangan yang tidak di cuci sarung

tangan yang tidak diganti saat digunakan lebih dari satu pasien.

2. Penularan melalui percikan (droplet)

Secara teoritis ini juga merupakan bentuk penularan kontak. Tetapi,

mekanisme perpindahan pathogen ke penjamu berbeda dengan

penularan kontak, baik langsung maupun tidak langsung.

14
3. Penularan melaui udara (Air Borne )

4. Penularan melalui perantara yang umum berlaku untuk organisme

yang ditularkan oleh benda-benda terkontaminasi seperti air, makanan,

peralatan.

5. Penularan melalui vector seperti nyamuk, lalat, tikus dan binatang

pengerat lainnya.

6. Penularan faecal-oral terjadi ketika seseorang menelan makanan yan g

terkontaminasi oleh faeces atau memasukkan jari ke mulut setelah

memegang benda yang terkontaminasi tampa mencuci tangan terlebih

dahulu.

Pencegahan penyebaran infeksi memerlukan dihilangkanya satu atau

lebih kondisi yang memerlukan bagi penjamu atau reservoir untuk

menularkan penyakit ke penjamu rentan lainnya dengan :

- Menghambat atau menbunuh agent, misalnya dengan mengaplikasikan

antiseptik dalam mencuci tangan

- Memblokir cara agent berpindah dari orang yang terinfeksi ke orang yang

rentan, misalnya dengan mencuci tangan atau memakai antiseptik

handrub untuk membersihkan bakteri atau virus yang didapat saat

bersentuhan dengan pasien terinfeksi atau permukaan tercemar

- Menyediakan alat pelindung diri (APD) yang memadai bagi petugas

kesehatan dalam upaya mencegah kontak dengan agent infeksi misalnya

sarung tangan, masker, kaca mata pelindung, gaun apron

- Mengupayakan bahwa orang, khususnya petugas kesehatan telah

diimunisasi atau divaksinasi.

15
- Menerapkan system pencegahan penularan infeksi yang baku ditunjamg

dengan sarana prasarana dan semua pemegang kebijakan serta pelaksana

kegiatan.

2. Universal precaution

Universal precaution atau kewaspadaan universal adalah bentuk

penerapan strategi melindungi petugas rumah sakit dari penularan infeksi

lewat darah dari pasien ke petugas serta mencegah penularan dari pasien ke

pasien dan penularan dari petugas ke pasien. Kewaspadaan universal pertama

diperkenalkan karena timbulnya penyakit yang ditularkan lewat darah seperti

AIDS, dan hepatitis C (HCV) pada tahun 1980-an bersamaan dengan

timbulnya kembali tuberculosis (Tietjen Linda dkk 2004),

karena banyaknya penularan lewat darah seperti HIV/AIDS yang tidak

menunjukan gejala-gejala penyakit atau tidak terlihat sebagai orang yang

terinfeksi, kewaspadaan universal di modifikasi agar menjangkau seluruh

orang, pasien dan klien yang datang kefasilitas layanan kesehatan,baik yang

terinfeksi maupun tidak terinfeksi (CDC 1985 dalam Tietjen linda dkk 2004)

3. Body substance isolation ( isolasi duh tubuh)

Body substance isolation atau isolasi duh tubuh merupakan alternatif

yang diusulkan selain kewaspadaan universal (lynch dkk 1987 dalam tietjen

linda dkk 2004). System isolasi duh tubuh lebih cepat diterima dibandingkan

dengan system kewaspadaan universal karena pendekatan ini lebih sederhana,

lebih mudah dipelajari dan diterapkan, serta berlaku untuk semua pasien, tidak

16
hanya pasien yang didiagnosa atau dengan gejala, yang mungkin terinfeksi

(tetap beresiko bagi pasien dan perawat). Isolasi duh tubuh dimulai dengan

menggunakan sarung tangan sebelum menyentuh selaput lendir, secret, darah,

sputum atau kulit yang terluka (lynch dkk 1987 dalam Tietjen linda dkk

2004). Pada tahun 1996 CDC mengeluarkan pedoman baru meliputi :

a. Standar Precaution/Kewaspadaan standar, diterapkan pada semua klien

dan pasien yang mengunjungi fasilitas layanan kesehatan.,

b. Kewaspadaan berdasarkan penularan, diterapkan hanya untuk pasien

rawat inap (Garner dan HICPAC 1996 dalam Tietjen linda dkk 2004).

4. kewaspadaan standar / Standar precaution

Kewaspadaan standar adalah suatu bentuk penerapan untuk mencegah

penyebaran infeksi dengan memutus siklus transmisi penyakit melalui

pembatas fisik, secara mekanik, atau kimiawi, dimana kewaspadaan standar

ini merupakan gabungan dari Universal Precaution dan Isolasi Duh Tubuh.

Kewaspadaan baku/ standar dirancang untuk perawatan bagi semua orang,

pasien, petugas atau pengunjung tampa menghiraukan mereka terinfeksi atau

tidak. Termasuk bagi orang-orang yang baru terinfeksi dengan penyakit

menular melalui cara lain dan belum menunjukkan gejala. Kewaspadaan

baku/standar diterapkan untuk secret pernafasan, darah, dan semua cairan

tubuh lainnya serta semua ekskreta (kecuali keringat), kulit yang tidak utuh

dan membrane mukosa. Penerapan ditujukan untuk mengurangi resiko

penyebaran mikroorganisme dari sumber infeksi yang diketahui ataupun tidak

17
diketahui dalam system pelayanan kesehatan seperti pasien, benda tercemar,

jarum atau spuit yang telah digunakan (Depkes 2007)

Komponen utama kewaspadaan baku/standar menurut Tietjien linda

dkk 2004 yang di modifikasi terdiri atas :

a. Cuci tangan (kebersihan tangan).

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat

dianggap sebagai sebab utama infeksi nasokomial yang menular

dipelayanan kesehatan dan penyebaran mikroorganieme multiresisten dan

telah diakui sebagai konstributor yang penting terhadap timbulnya wabah

(Boyce dan pittet 2002 dalam Tietjen linda dkk 2004).

Kriteria pencucian tangan atau penggunaan penggosok tangan

antiseptic menurut Tietjen dkk 2004 ,dasar pemilihan untuk membersihkan

kedua tangan tergantung pada :

1) Intensitas kontak dengan pasien dan atau darah dan duh tubuh

2) Kemungkinan penularan mikroba

3) Kerentanan pasien terhadap infeksi

4) Tindakan yang dilakukan

Dari sudut pandang pencegahan infeksi, praktek kesehatan dan

kebersihan tangan (cuci tangan dan cuci tangan bedah) dimaksudkan untuk

mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menyingkirkan

18
kotoran dan debu serta menghambat atau membunuh mikroorganisme

pada kulit.

Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara

mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme

sementara.cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan

cuci tangan menggunakan sabun antimikroba (pareira,lee dan wade 1990

dalan tietjen 2004).

Cuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum :

a) Pemeriksaan (kontak langsung) dengan pasien dan

b) Memakai sarung tangan bedah steril

Cuci tangan sebaiknya dilakukan setelah :

a) Situasi tertentu dimana kedua tangan dapat terkontaminasi seperti :

memegang instrument yang kotor,menyentuh selaput lendir darah atau duh

tubuh lainnya,kontak yang lama dengan pasien

b) Melepaskan sarung tangan.

Kedua tangan harus dicuci dengan sabun dan air (atau menggunakan

penggosok antiseptic) sesudah melepas sarung tangan karena kemungkinan

sarung tangan berlubang atau robek,sehingga bakteri dapat dengan mudah

berkembang biak dilingkungan yang hangat dan basah didalam sarung

tangan(CDC 1989;Korniewez 1990 dalam tietjen linda dkk 2004).

19
Untuk mendorong cuci tangan, pengelola rumah sakit harus

menyediakan sabun dan suplai air bersih terus menerus baik dari kran atau

ember dan kain lap. langkah-langkah untuk mencuci tangan rutin adalah :

1. Langkah 1: basahi kedua belah tangan

2. Langkah 2: gunakan sabun biasa

3. Langkah 3: gosok dengan keras seluruh permukaan tangan dan jari-jari

bersama sekurang kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan

memperhatikan bidang dibawah kuku tangan dan diantara jari-jari.

4. Langkah 4: bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih.

5. Langkah 5: keringkan tangan dengan lap kertas atau pengering dan

gunakan lap untuk mematikan keran.

Penggunaan pengosok antiseptic lebih efektif membunuh flora sementara

dan tetap dari pada mencuci tangan dengan bahan antimikroba atau sabun

biasa dengan dan air, lebih cepat dan lebih mudah dilakukan, serta

mengurangi flora tangan yang lebih besar.(Girou dkk 2002).

b. Sarung tangan

Sarung tangan di gunakan pada keadaan :

1. Bila kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi dan bahan terkontaminasi.

2. Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.

3. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada penderita dan mencegah

resiko kepada petugas terhadap kemungkinan transmisi mikroba pathogen

( Darmadi 2008 ).

20
Walupun telah terbukti sangat efektif mencegah kontaminasi pada

tangan, sarung tangan tidak dapat menggantikan perlunya cuci

tangan(Tenosis dkk ,2001 dalam tietjien dkk 2004).

Ada tiga jenis sarung tangan yang biasa digunakan :

a) .Sarung tangan bedah, biasa dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif

atau pembedahan.

b) .Sarung tangan pemeriksaan,dipakai untuk melindungi petugas kesehatan

sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.

c) .Sarung tangan rumah tangga,dipakai sewaktu memproses

peralatan,menangani bahan-bahan terkontaminasi,dan sewaktu

membersihkan permukaan yang terkontaminasi.

Yang perlu diperhatikan dalam pemakaian sarung tangan :

1) Pakailah sarung tangan dengan ukuran yang sesuai

2) Ganti sarung tangan secara berkala pada tindakan yang memerlukan waktu

lama.

3) Potong kuku cukup pendek untuk mengurangi resiko robek atau bocor.

4) Pakailah cairan pelembab yang tidak mengandung lemak untuk mencegah

kulit tangan dari kekeringan

5) Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengn suhu terlalu panas atau

dingin,karena dapat merusak bahan sarung tangan tersebut sebagai

pembatas.

21
Prosedur pemakaian sarung tangan (Lelyana L dkk 2006) :

5. Mencuci tangan

6. Buka paket sarung tangan ditempat lapang dan steril

7. Letakkan sarung tangan dengan bagian telapak tangan menghadap

keatas

8. Ambil sarung tangan dengan memegang pada lipatan sebelah dalam

9. Posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan menghadap kelantai

hingga bagian lubang untuk jari terbuka

10. Masukkan tangan dan jaga agar tidak menyentuh permukaan

11. Ambil sarung tangan kedua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan

yang sudah memakai sarung tangan kebagian lipatan.

12. Pasang sarung tangan agar terasa pas di tangan.

c. Masker,kaca mata,pelindung muka

Masker merupakan alat/perlengkapan yang menutup saluran

pernafasan mulut dan hidung. Masker harus cukup lebar dengan demikian

dapat menahan percikan cairan/lendir yang keluar dari hidung maupun

mulut saat petugas berbicara atau batuk, maupun bersin ( Darmadi 2008 ).

Masker terbuat dari berbagai bahan antara lain katun, kasa,kertas, atau

bahan sintetik. Masker yang ideal bila terasa nyaman dipakai oleh petugas .

Usahakan pemakaian masker pada posisi yang tepat dengan ikatan tali yang

cukup kuat dan jangan sampai turun kebawah saat mengerjakan prosedur

dan tindakan.

22
Pelindung mata untuk melindungi mata petugas dari kemungkinan

percikan darah atau cairan lain dari penderita

d. Baju pelindung,

Baju pelindung berfungsi untuk melindungi kulit dari kontak dengan

darah dan duh tubuh juga untuk mencegah pakaian tercemar selama

tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah atau cairan

tubuh lainnya.

e. Alas kaki

Alas kaki ; digunakan untuk melindungi kaki dari perlukaan,

bersentuhan dengan cairan yang menetes atau benda yang jatuh. Alas kaki

tersebut dapat berupa sepatu bot/sandal dari bahan kulit atau karet dengan

catatan harus bersih dan telah melalui proses dekontaminasi (Darmadi

2008:90). Namun menurut peneliti dalam pengalaman di klinik

Penggunaan sendal atau sepatu dari kain tidak dapat diterima sebagai alat

pelindung diri yang baik untuk digunakan di rumah sakit, karena kedua alas

kaki ini tidak menjamin keamanan dari benda tajam berupa jarum suntik

atau tumpahan tetesan cairan tubuh yang jatuh dan mengenai kaki, sepatu

bot atau dari plastik, sintetik, kulit mungkin lebih melindungi dari percikan

darah dan cairan tubuh lainnya. Tetapi alas kaki tersebut harus selalu

bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.

f. Kain/linen

Tangani kain/linen tercemar dengan benar, cegah dari sentuhan

kulit/selaput lendir, tidak melakukan prabilas kain/linen yang tercemar

23
diarea perawatan pasien, jangan meletakkan kain/linen kotor dilantai,

jangan mengibaskan kain/linen kotor, segera ganti kain/linen yang tercemar

terkena darah atau cairan tubuh.

g. Peralatan perawatan pasien

Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak

langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada

pakaian dan lingkungan ,terutama pada area lingkungan kerja perawat.

mencuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali,

menyeterilkan alat-alat tindakan yang dapat disterilkan ulang dengan benar

dan sesuai dengan protap yang ada.

h. Pembersihan lingkungan
Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan
perlengkapan dalam ruang perawatan
i. Instrument tajam
Pengelolaan jarum suntik pada pasien dengan terapi pemberian injeksi
adalah dengan sekali pakai (disposable) jarum suntik yang telah digunakan
dapat di buang langsung ke kontainer yang telah di sediakan, bentuknya
pun dapat di modifikasi apabila tidak ada kontainer khusus. Jarum suntik
tidak boleh dibuang bersama dengan sampah rumah tangga. Karena dapat
beresiko perlukaan bagi petugas sampah, jarum suntik yang sudah tidak
terpakai sebaik tidak ditutup untuk mencegah perlukaan pada petugas,
tetapi langsung di masukkan kedalam kontainer yang telah di sediakan.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penangan sampah
tajam dengan kontainer khusus ataupun yang dimodifikasi :

24
1. Letakkan container tajam sedekat mungkin dengan titik penggunaan
dan secara praktek dan ideal dalam jangkauan tangan.kontainer harus
mudah dilihat,dikenal,dan digunakan
2. Gantung container tajam kedinding atau permukaan lain apabila
memungkinkan.
3. Berilah tanda pada container tajam dengan jelas sehingga orang
mengetahuinya dan orang tidak menggunakan nya sebagai menbuang
punting rokok
4. Letakkan yang cukup tinggi sehingga staf dapat menggunakan dan

mengganti

5. Beri tanda fill line pada level tiga perempat penuh

6. Jangan menempatkan wadah pada area lalu lintas yang tinggi

7. Jangan menempatkan wadah dilantai atau tempat lain yang dilanggar

atau mudah dijangkau anak-anak.

8. Jangan menempatkan wadah dekat tombol listrik,kipas angin, atau

pengatur suhu yang biasanya secara tidak sengaja orang-orang

meletakkan tangan diatasnya.

Hal- hal yang pelu diperhatikan dalam penggunaan jarum suntik habis

pakai :

a) Hindari memasang kembali penutup jarum bekas

b) Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai

c) Hindari pembengkokan,mematahkan atau memanipulasi jarum bekas

dengan tangan

25
d) Masukkan instrument tajam kedalam tempat yang tidak tembus

tusukan

j. Resusitasi pasien

Gunakan bagian mulut, kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain

untuk menghindari resusitasi dari mulut ke mulut. Alat–alat seperti selang

2
O atau sejenisnya sedapatnya digunakan sekali pakai.

k. Isolasi pasien

Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruangan

pribadi atau isolasi. Penempatan pasien tertentu yang dapat menularkan

penyakit seperti : hepatitis ,HIV AIDS, tuberculosis paru sebaiknya perlu

pertimbangan dari ketat dari pihak rumah sakit, pemberian penjelasan yang

adekuat dan baik, mungkin lebih diterima pasien dan keluarganya.

26

Anda mungkin juga menyukai