Anda di halaman 1dari 4

Nursing Advocacy

advokasi mempunyai arti tindakan melindungi, berbicaraatau bertindak


untuk kepentingan klien dan perlindungan kesejahteraan (Vaartio, 2005). Salah satu
peran perawat adalah sebagai advokat (penasehat) bagi pasien yaitu melindungi hak
pasien untuk mendapatkan informasi dan untuk berpartisipasi dalam keputusan
mengenai perawatan yang akan diterima oleh pasien. Dengan Perannya sebagai
advokat, perawat diharapkan mampu untuk bertanggungjawab dalam membantu
pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi
pelayanan yang diperlukan untuk mengambil persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepadanya serta mempertahankan danmelindungi hak-
hak pasien. Hal ini harus dilakukan, karena pasien yang sakit dan dirawat di rumah
sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. (Afidah, E. dan Sulisno,
M. 2013)
Perawat mempunyai kewajiban untuk menjamin diterimanya hak-hak
pasien. Dan harus membela pasien apabila haknya terabaikan (Vaartio, 2005; Blais,
2007), dikarenakan perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak
dengan pasien sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak pasien
(Mubarak dkk, 2000).
Dalam pelayanan kesehatan, hal ini dikenal sebagai hak legal pasien. Hal
itu diatur dalam Pasal 53 Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
yang menyatakan dengan jelas tentang hak-hak pasien, diantaranya adalah hak atas
informasi dan hak memberikan persetujuan tindakan medik. Dan dalam Pasal 32
UU Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, pasien memiliki hak untuk
memperoleh informasi tentang hak dan kewajibannya, mendapat informasi, serta
memberikan persetujuan atau menolak tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya. (Pemerintah Republik Indonesia,
2009).
Pelaksanaan advokasi perawat di luar negeri berdasarkan hasil penelitian
P.Mc Grath menunjukkan bahwa advokasi merupakan tanggung jawab profesional
perawat. Proses advokasi pasien sangat penting dalam asuhan keperawatan yang
berpusat pada pasien. Advokasi pada profesi keperawatan memiliki komitmen yang
kuat untuk kepentingan filosofi keperawatan sebagai inti profesi. (P.Mc Grath,
2006).
Pelaksanaan advokasi perawat meliputi:

1. Advokasi sebagai pemberi informasi


Sebagian besar informan utama menyatakan bahwa sebelum
pasien/keluarga mendapatkan penjelasan dari dokter, perawat terlebih
dahulu memberikan informasi tentang rencana tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien. Selain memberikan informasi tentang rencana
tindakan, perawat juga memberikan penjelasan tentang hak pasien untuk
bertanya pada saat mendapatkan penjelasan dari dokter.
2. Advokasi sebagai pelindung
Advokasi sebagai pelindung dilakukan dengan memastikan pasien/keluarga
penerima informasi adalah yang kompeten/mampu menerima informasi dan
mengambil keputusan. Kompetensi keluarga ditentukan berdasarkan
hubungan keluarga (suami, istri, anak, saudara dekat, penanggung jawab
pasien), berusia dewasa, sehat mental, dan sadar penuh.
3. Advokasi sebagai mediator
Perawat yang mengetahui pasien/keluarga belum jelas dengan informasi
yang disampaikan oleh dokter, akan menyampaikan kepada dokter tersebut
bahwa pasien belum jelas dengan informasi yang disampaikan dan ingin
dijelaskan atau konsultasi kembali
4. Advokasi sebagai pelaku
Pelaksanaan advokasi perawat sebagai pelaku dilaksanakan dengan cara
meminta dokter untuk memberikan penjelasan pada pasien/keluarga yang
belum mendapatkan informasi atau belum jelas dengan informasi yang
diberikan.
5. Advokasi sebgai pendukung
Pelaksanaan advokasi perawat sebagai pendukung dilaksanakan dengan
cara memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan, menanyakan
keputusan, menanyakan alasan penolakan, dan menghargai keputusan
pasien.

(Sulistiyowati, 2016)
Adapun Faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan advokasi perawat antara
lain:

a. kepemimpinan dokter
b. lemahnya dukungan organisasi
c. kurangnya perhatian terhadap advokasi
d. kurangnya jumlah tenaga perawat
e. kondisi emosional keluarga
f. terbatasnya fasilitas kesehatan
g. lemahnya kode etik.

Sementara itu faktor yang mendukung meliputi:

a. kondisi pasien
b. pengetahuan tentang kondisi pasien
c. pendidikan keperawatan yang semakin tinggi
d. kewajiban perawat
e. dukungan instansi rumah sakit

(Afidah, E. dan Sulisno, M, 2013)


DAFTAR PUSTAKA

Sulistiyowati, M. 2016. Pelaksanaan Advokasi Perawat Dalam Informed Consent


Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Stikes Telogorejo.
Vol. 8 No. 2
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/index/search/advance
dResults

Arofiati, F. & Rumila, E. 2016. Hubungan antara Peranan Perawat dengan Sikap
Perawat pada Pemberian Informed Consent Sebagai Upaya
Perlindungan Hukum Bagi Pasien di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Tahun 2009. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Vol. 9 No. 2
journal.umy.ac.id/index.php/mm/article/download/1605/1650

Afidah, E. & Sulisno, M. 2013. Gambaran Pelaksanaan Peran Advokat Perawat di


Rumah Sakit Negeri di Kabupaten Semarang. Universitas
Diponegoro. Vol. 1 No. 2.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JMK/article/view/1008/1057

Anda mungkin juga menyukai