Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KEADILAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Administrasi


Dosen Pengampu: Dr. H. Ahmad, Drs., M.M., MBA., M.si.

Disusun Oleh: Kelompok 2


Rendi Ardiyana (1188010181)
Rofi Ramdani (1188010198)
Sabrina Nursahpa D (1188010200)
Sayyid Ali Hilman (118801206)
Kelas E Semester 3 (Tiga)

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan tidak lupa pula sholawat serta salam
kami panjatkan kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW yang telah membawa
umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat
ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata


kuliah Etika Administrasi yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah
ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Keadilan”,
kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, sehingga
kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik pembaca demi
penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Keadilan .............................................................................3


B. Macam-macam Keadilan .....................................................................5
C. Keadilan Sebagai Sunatullah .............................................................. 6
D. Makna Keadilan dan Kebaikan ............................................................8
E. Kewajiban Berlaku Adil dan Jujur...................................................... 9
F. Konsep Keadilan Menurut Pemikiran Klasik .................................... 12
G. Konsep Keadilan Menurut Pemikiran Modern .................................. 14
H. Prinsip Keadilan Sebagai Ide Hukum ................................................ 18

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ............................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah Swt telah memuliakan umat Islam sebagai umat pertengahan (umatan
wasathan) atau umat yang moderat. Umat yang adil dan pertengahan. Allah Swt
menurunkan syariatnya dalam rangka menyeimbangkan struktur kehidupan manusia,
menegakan keadilan dalam kehidupan manusia. Tidak ada satupun syariat Allah Swt
yang tidak mengindikasikan keadilan di dalamnya. Dari rukun Islam sangat terlihat
sekali nilai keadilan syariat ini, yang jauh dari ekstrimisme. Prinsip keadilan Islam ini
telah memberikan jaminan ruang hidup abadi pada ajaran agama ini hingga akhir
zaman.
Islam sangat menjunjung tinggi keadilan dalam setiap aspek kehidupan.
Keadilan merupakan ciri atau kunci ajaran Islam. Setiap kaum muslimin memperoleh
hak dan kewajiban yang sama. Hak disini dimaknai bahwa setiap muslim akan
mendapatkan keadilan hukum yang sama. Dengan keadilan, orang akan merasa aman
dan nyaman. Keadilan ini tersurat dalam landasan hukum Islam baik Al-Qur’an
maupun hadits. Keadilan kehidupan sosial, politik, keamanan dan lainnya. Banyak di
dalam sendi kehidupan kita harus meletakkan keadilan seperti menetapkan putusan
dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengankeadilan dan apa saja macam-macam keadilan?
2. Bagaimana maksudnya keadilan sebagai sunatullah?
3. Apa saja makna keadilan dan kebaikan?
4. Bagaimana hukumnyaberlaku adil dan jujur?
5. Bagaimana konsep keadilan menurut pemikiran klasik dan modern?

1
6. Apa saja prinsip keadilan sebagai ide hukum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai keadilan, macam-macam keadilan
2. Untuk mengetahui keadilan sebagai sunatullah
3. Untuk mengetahui makna keadilan dan kebaikan
4. Untuk mengetahui hukum berlaku adil dan jujur
5. Untuk mengetahui konsep keadilan menurut pemikiran klasik dan modern
6. Untuk mengetahui prinsip keadilan sebagai ide hukum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Keadilan

Pengertian keadilan menurut para ahli dan secara umum beserta macam-
macam keadilan .

Pengertian keadilan dan macam-macam keadilan-keadilan adalah kondisi


kebenaran ideal secara moral mengenai suatu hal, baik yang menyangkut benda atau
orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentiangan yang
besar. Intinya, keadilan adalah meletakan segala sesuatu atau sesuai porsinya, adil
tidak harus merata berlaku bagi semua orang tetapi sifatnya sangat subjektif.

Keadilan juga bisa diartikan adalah suatu hal yang berkaitan dengan sikap dan
tindakan dalam hubungan antar manusia yang berisi sebuah tuntutan agar antar
sesama mendapatkan sesuai hak dan kewajibannya.

Dengan adanya keadilan, maka kehidupan bermasyarakat dan bernegara


menjadi lebih baik lagi, keadilan diperlukan di segala bidang kehidupan baik itu
hukum, ekonomi, dan lain sebagainya. Hilangnya keadilan dapat memunculkan
berbagai masalah di tengah masyarakat.

Pengertian keadilan menurut KBBI

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), keadilan adalah sifat


(perbuatan, perlakuan,dan sebagainya) yang adil. Keadilan berasal dari kata adil yang
artinya enurut kbbi adalah sebagai berikut:

Sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar,
berpegang pada kebenaran sapetutnya, tidak sewenang-wenangnya tidak sewenang-
wenang .

3
Pengertian keadilan menurut para ahli

Selain penjelasan secara umum sebagaimana ulasan di atas, para ahli dan
pakar memilikipendapat yang berbeda-beda dalam mendefinisikan apa itu keadilan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini pengertian keadilan secara lengkap.

Aristoteles

Keadilan adalah tindakan yang memberikan sesuatu kepada orang yang


memang menjadi haknya. Ia juga berpendapat bahwa keadilan adalah kelaiakan
dalam tindakan manusia, yaitu titik tengah antara ujung ekstrem, tidak berat sebelah,
dan tidak memihak.

Thomas Hubbes

Keadilan adalah keadaan dimana ada suatu perjanjian yang kemudian isi
perjanjian tersebut dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa berat sebelah.

Plato

Keadilan adalah memeatuhi semua hukum dan perundangan yang berlaku, ia


juga berpendapat bahwa keadilan adalah suatu hal yang berada di luar kemampuan
manusia biasa yang berasal dari perubahan dalam masyarakat. Untuk mewujudkan
keadilan, masyrakat harus dikembalikan pada struktur aslinya.

John Rawls

Filsuf amerikan serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad
ke-20, John Ralwsmenyatakan bahwa kadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari
institusi sosial sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran.

Notonegoro

Keadilan adalah suatu keadaan dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku

4
Franz magnis suseno

Keadilan adalah keadaan dimana sesame manusia saling menghargai hak dan
kewajiban masing-masing yang membuat keadilan menjadi harmonis.

W,.I.S Poerwadarminto

Keadilan adalah tidak berat sebelah, sepatutnya tidak sewenang-wenang

Imam Al-Khasim

Keadilan adalah mengambul hak dari orang yang wajib memberikannya dan
memberikannya kepada orang yang menerimanya.

B. Macam-macam Keadilan

Berikut ini jenis dan macam-macam keadilan secara umum.

Keadilan Komunikatif (Iustitias Communicativa). Yaitu suatu keadilan yang


memberikan kepada masing-masing orang terhadap apa yang menjadi bagiannya
dengan berdasarkan hak seseorang pada suatu objek tertentu.

Keadilan Distributif (Iustitia Distributiva), yaitu keadilan yang memberikan


kepada masing-masing terhadap apa yang menjadi suatu hak pada subjek hak yakni
individu.

Keadilan legal (iustitia legalis), yaitu keadilan menurut undang-undang dimana


objeknya ialah masyarakat yang dilindungi UU untuk kebaikan secara bersama atau
banumcommune.

Keadilan Vindikatif (Iustitia Vindikativa), yaitu suatu keadilan yang memberikan


hukuman ataupun denda yang sesuai dengan pelanggaran ataupun kejahatannya.

Keadilan Kreatif (Iustitia Creativa), yaitu suatu keadilan yang memberikan


hukuman orang dengan berdasarkan bagiannya yang berupa suatu kebebasan yang
dapat menciptakan kreativitas yang dimiliki dalam berbagai dalam bidang kehidupan.

5
C. Keadilan Sebagai Sunatullah

Secara utuh ajaran islam dapat digambarkan dengan berkata tauhid, salam
atau damai, kasih, ada pula yang menyebutkan adil. Agama Islam menempatkan
aspek keadilan pada posisi yang sangat tinggi dalam sistem perundang-undangannya,
tiada bukti paling komplet kecuali ayat Al-Qur’an. Konsep tentang adil dan keadilan
dalam agama Islam dijelaskan dalam Al-Qur’an ada sekitar 56 ayat, diantaranya

1. Menjelaskan untuk berlaku adil QS An-Nisa (4): 135, Al-Maidah (5): 8, Al-
An’am (6): 152, An-Nahl (16): 90
2. Menjelaskan untuk wajib berlaku adil dalam perniagaan QS Al-Isra (17): 35
3. Menjelaskan adil terhadap lawan QS An-Nisa (4): 105, Al-Maidah (5): 8
4. Menjelaskan pernyataan Allah tentang “keadilan-Nya” QS Ali-Imran (3): 18

Prof Muhammad Abu Zahrah membagi keadilan menjadi tiga bagian diantarnya
yaitu:

1. Keadilan hukum adalah diberlakukannya hukum secara merata kepada semua


strata sosial yang ada, tidak membedakan yang kaya ataupun yang tidak, yang
muliat ataupun yang hina. Semua orang di depan hukumm dan perundangan
adalah sama.
2. Keadilan sosial adalah sesuatu yang menuntut setiap individu dalam suatu
kelompok agar dapat hidup secara terhormat tanpa ada tekanan dan halangan
serta mampu memanfaatkan kemampuan sesuai dengan apa yang berfaedah
bagi diri dan orang lain.
3. Keadilan global adalah prinsip utama sebagai landasan ditegakkannya
hubungan antara kaum Muslim dan non-Muslim.

Keadilan dalam pandangan agama dan moralis adalah meletakkan segala


sesuatu pada tempat semestinya. Keadilan adalah memberi hak kepada pemiliknya
dengan cara yang terbaik dan dengan secepat mungkin. Nabi Muhammad SAW

6
bersabda “Penundaan pembayaran utang bagi yang mampu adalah kezaliman”, itu
karena penundaan tersebut tidak pada tempatnya. Contoh lainnya tidak adil jika anak
dihormati sebagaimana penghormatan kepada ayah, tidak adil peci ditempatkan di
kaki, tidak adil tidur di ruang mandi, tidak adil juga jika kita meletakkan seorang
yang kurang mampu atau tidak percaya menjadi pemimpin Nabi Muhammad SAW
bersabda “Apabila satu tugas diserahkan kepada yang tidak memiliki kriteria yang
diperlukan untuknya, maka nantikanlah kehancuran” ditempat lainpun beliau
mengingatkan “Siapa yang memilih seseorang sedang dia mengetahui ada yang lebih
mampu daripada yang dipilihnya, maka dia telah mengkhianati Allah, Rasul, dan
amanat kaum muslimin. Jadi maksudnya disini adalah perlu ada ukuran atau kriteria
bagi segala sesuatu agar ia ditempatkan di tempat yang semestinya.

Pada masa lalu di Yunani ada banyak filsuf yang berkata “Keadilan tercermin
dalam kebenaran ucapan dan kesetiaan membayar utang” ada juga yang
menggambarkan “Bantuan untuk teman-teman dan mudharat terhadap musuh” dan
ditegaskan “kecuali keberpihakan kepada yang kuat”. Para filsuf tersebut menunjuk
kenyataan yang dialami oleh masyarakat dengan sistem pemerintahan yang mereka
anut, pemerintah membuat peraturan perundangan yang membuat agar mereka
terjamin untuk kelanggengan kekuasaan mereka sendiri. Tetapi dalam pandangan
agamawan hal tersebut tidak daapat dibenarkan, karena mereka berpendapat bahwa
Tuhan semesta alam Yang Maha-adil itu adalah Tuhannya yang kuat. Contohnya
seperti Abu Bakar ra menerima jabatan kekhalifahannya, “beliau berkata yang kuat
diantara kamu, lemah hingga hak orang lain yang direbutnya kukembalikan kepada
pemiliknya, dan yang lemah, kuat sampai kukembalikan haknya yang direbut orang
lain.” Dalam konteks kepemimpinan, berbuat adil artinya memberikan dan
melindungi hak seseorang yang memang menjadi haknya. Merusak keadilan berarti
merampas hak orang lain, dan itu suatu kezaliman. Keadilan itu harus menjadi
pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan agar tidak merugikan orang
lain, demi melindungi hak masing-masing pihak yang terkait.

7
D. Makna Keadilan dan Kebaikan

Beda antara keadilan dan kebaikan, jika keadilan itu memberikan dan menjaga
hak seseorang yang memang miliknya, sedangkan kebaikan itu mengeluarkan sesuatu
dari yang kita miliki untuk orang lain secara tulus dan memberi manfaat bagi
penerimanya.

Berbuat baik artinya mengeluarkan dan memberikan kebaikan dari diri kita
untuk orang lain. Jika keadilan dan kebaikan ini menjadi sifat seorang pemimpin lalu
diwujudkan dalam kebijakan politiknya, pasti rakyat akan respek dan mencintainya.
Rakyat akan membela dan rela berkorban untuk pemimpinnya karena tahu dan yakin
yang dilakukan adalah untuk kebaikan masyarakat luas, bukan untuk dirinya. Dengan
demikian prinsip keadilan dan kebaikan akan menjadi sumber kekuatan bagi tegaknya
sebuah pemerintahan.

Al-Qur’an sangat menekankan agar umat Islam menegakkan keadilan, karena


berbuat keadilan itu sangat dekat dengan derajat ketaqwaan.

QS Fussilat (41): 46

“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk
dirinya sendiri ddan barangsiapa yang mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya)
untuk dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-
hambanya.”

QS Al-Jaasiyah (45): 15

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya
sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa
dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.”

8
Makna yang terkandung pada konsepsi keadilan Islam ialah menempatkan
sesuatu pada tempatnya, membebankan sesuatu sesuai daya pikul seseorang,
memberikan sesuatu yang memang menjadi haknya dengan kadar yang seimbang.

Berperilaku adil pasti ada hikmahnya, dan berikut ini beberapa hikmah yang
akan kita dapatkan apabila kita berbuat adil yaitu :
1.Menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, karena adil lebih
dekat dengan taqwa. (Q.S. Al-Maidah ayat 8)
2. Menjadi pemimpin dan teladan sekaligus pengayom bagi orang lain.
3. Disegani dan dipercaya oleh masyarakat sekitar.
4. Menumbuhkan rasa kepuasan, aman dan nyaman bagi orang lain.
5. Menciptakan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Mempererat tali persaudaraan dan persatuan.
E. Kewajiban Berlaku Adil dan Jujur

Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman dan melaksanakan prinsip-prinsip


peradilan, Allah SWT memerintahkan agar manusia berlaku adil. Dalam beberapa
ayat Al-Quran, dijelaskan secara terperinci tentang kewajiban bagi penegak hukum
untuk berlaku adil dalam memutuskan perkara di antara manusia sebagai pencari
keadilan. Dalam surat An-Nisa ayat 58 Allah memperingatkan kepada siapa yang
telah diturunkan oleh Allah SWT berarti ia termasuk kafir serta berlaku aniaya dan
fasiq. Maksudnya agar para penegak hukum itu hendaknya ia berlaku adil dalam
memutuskan perkara, dan dilarang memutuskan perkara berdasarkan hawa nafsunya

Dalam Ensiklopedi Hukum islam disebutkan bahwa Imam Abu Hanifah dan
imam Asy-Syafi’i menggaris bawahi tentang kewajiban hakim untuk berlaku adil
terhadap orang yang berperkara. Hal ini sesuai dengan surat Amr bin Abi Syaibah
(salah seorang sahabat Rasulullah SAW) yang dikirim ke Basrah dalam bidang
peradilan dengan sanad dari Ummu Salamah, yakni Rasulullah berkata bahwa “siapa
saja yang diserahi tugas sebagai hakim maka hendaklah ia harus berlaku adil dalam

9
ucapan, tindak-tanduk dan kedudukan. Hakim tidak boleh meninggikan suara kepada
salah satu pihak sementara melembutkan pada pihak lain”. Demikian jua surat Umar
bin al-Khasttab keada Abu Musa al-Asya’ari sahabat nabi Muhammad Saw yang
diangkat menjadi hakim di Kuffah. Dalam surat itu antara lain berbunyi ‘ “sama
ratakanlah manusia dalam persidangan, kedudukan dan keputusanmu sehingga tidak
ada celah bagi orang terpandang yang menginginkan agar kamu menyeleweng dan
tidak berlaku adil. Begitu pula tidak akan putus asa kaum yang lemah dan
mendambakan keadilan darimu. “Dalam sebuah Hadis yang lain riwayat al-Bukhari
dan Muslim dan Ummu Salamah, Rasulullah bersabda jika ada hakim yang
memutuskan suatu perkara tanpa mendengar kedua belah pihak, maka keputusannya
itu sama dengan sepotong api maraca.

Dalam proses penyelesaian suatu perkara diperlukan kesaksian (asy-syahadah)


dari dua orang saksi yang adil jika perkara tersebut menyangkut perkara tuduhan
terhadap seseorang yang diduga melakukan zina, diperlukan empat orang saksi yang
adil yang menyaksikan secara langsung perbuatan tersebut. Para saksi yang
menyaksikan secara langsung perbuatan tersebut. Para pakar hukum islam sepakat
menjadikan syarat adil merupakan salah satu syarat bagi seorang saksi. Ada juga para
pakar hukum Islam yang mengatakan bahwa adil hanya sebagai sifat tambahan dari
orang yang beragama islam. Mengenai orang fasiq, para ahli hukum islam sepakat
untuk tidak menerimanya sebagai saksi, kecuali apabila ia sudah bertaubat.
Sementara itu, para ahli hukum islam persyaratan bagi seorang saksi adalah adil,
beragama islam, bebas mengeluarkan pendapat (merdeka) dan tidak terlibat dalam
hal-hal yang dilarang oleh agama.

Berkenaan dengan penegakkan keadilan, dalam surat An-Nisa (4):135

keharusan berlaku adil :

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar


menegak keadilan, menjadi saksi karena allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau

10
ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu balikkan (kata-kata)atau enggan menjadi
saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan”.

Demikian prinsip islam terhadap keadilan yang diperintahkan oleh Al-Qur’an


dengan ridha Allah SWT. Penerapan keadilan tidak membedakan antara musuh
dengan sahabat dan antara relasi dengan rival. Ketentuan yang berlaku dihadapan jika
timbangan keadilan ini dipegang oleh tangan orang-orang yang memegang teguh
prinsip keadilan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, dan ia takut
melanggar keadilan serta selalu menjaga kebenciannya, ia akan selalu mendapat
perlindungan dari Allah sebagaimana tersebut dalam Qur’an surat An-Nisa ayat 135
dan jika kamu memutarbalikkan kata-kata dan enggan untuk menjadi saksi,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.

Apabila dilihat dalam berbagai literatur, terkesan bahwa keadilan itu berkaitan
dengan urusan pengadilan, dan beban keadilan terletak pada pundak hakim ta’at
kepada-Nya. Sebenarnya masalah keadilan itu menyangkut dalam berbagai aspek
kehidupan termasuk dalam bidang pemerintahan. Kunci pokok dalam melaksanakan
keadilan adalah kejujuran, sebab, kejujuran itu salah satu dari dimensi keadilan yang
tidak lepas dari moralitas yang telah ditetapkan olch Allah SWT antara baik dan
buruk dengan pertimbangan-pertimbangan yang benar dan adil pula.

Tugas utama seorang pemimpin pemerintahan adalah mengambil keputusan


tcntang masalah-masalah yang menyangkut hajat hidup rakyatnya. Pekerjaan ini
tidaklah mudah sebab para penguasa itu cenderung untuk memimpin rakyat menurut
seleranya sendjri, sehingga banyak menimbulkan ketidakadilan. Dalam hal ini, dalam
surat Shad (38) ayat 26, Allah berpesan kepada Nabi Daud a.s :

11
“Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab
yang berat, karena melupakan hari perhitungan.

Jadi, pesan Allah terhadap Raja Daud hanya satu, yaitu jika mengambil suatu
keputusan maka hendaklah dengan adil. Amanat seorang pemimpin adalah keadilan,
apabila hal ini dikesampingkan maka legitimasinya akan tercabut. Seorang pemimpin
akan kehilangan legitimasinya apabila ia telah melalaikan keadilan.

Keadilan merupakan sesuatu yang abstrak, berada dalam dunia sollen (umum)
tumbuh secara fllsafati dalam alam hayal manusia, namun tidak bisa diingkari bahwa
semua orang mendambakan keadilan. Di dalam ilmu hokum, keadilan itu merupakan
ide dan tujuan hukum namun secara pasti dan gramatikal keadilan itu tidak dapat
didefinisikan oleh ilmu hukum, oleh karenanya keadilan harus dikaji dari sudut
pandang teoritik dan filosofis. Atas dasar hal tersebut dalam tulisan yang singkat ini
akan dibahas mengenai keadilan secara konseptual yang ditinjau dari sudut kajian
filosofis yang pembahasannya difokuskan pada:

1. Konsep Keadilan Menurut Pemikiran Klasik

2. Konsep Keadilan Menurut Pemikiran Zaman Modern

3. Konsep Kadilan Sebagai Ide Hukum

F. Konsep Keadilan Menurut Pemikiran Klasik

Teori-teori yang mengkaji masalah keadilan secara mendalam telah dilakukan


sejak zaman Yunani kuno. Konsep keadilan pada masa itu, berasal dari pemikiran
tentang sikap atau perilaku manusia terhadap sesamanya dan terhadap alam
lingkungannya, pemikiran tersebut dilakukan oleh kalangan filosof. Inti dari berbagai
pemikiran fllsafat itu terdiri dari berbagai obyek yang dapat dibagi kedalam dua

12
golongan. Pertama obyek materia yaitu segala sesuatu yang ada atau yang mungkin
ada, yakni kesemestaan, baik yang konkrit alamiah maupun yang abstrak non material
seperti jiwa atau rohani termasuk juga nilai-nilai yang abstrak seperti nilai kebenaran,
nilai keadilan, hakekat demokrasi dan lain sebagainya. Kedua obyek forma yaitu
sudut pandang atau tujuan dari pemikiran dan penyelidikan atas obyek materia, yakni
mengerti sedalam-dalamnya, menemukan kebenaran atau hakekat dari sesuatu yang
diselidiki sebagai obyek materia.

Salah satu diantara teori keadilan yang dimaksud antara lain teori keadilan
dari Plato yang menekankan pada harmoni atau keselarasan. Plato mendefinisikan
keadilan sebagai “the supreme virtue of the good state”, sedang orang yang adil
adalah “the selfdiciplined man whose passions are controlled by reasson”. Bagi Plato
keadilan tidak dihubungkan secara langsung dengan hukum. Baginya keadilan dan
tata hukum merupakan substansi umum dari suatu masyarakat yang membuat dan
menjaga kesatuannya.

Dalam konsep Plato tentang keadilan dikenal adanya keadilan individual dan
keadilan dalam negara. Untuk menemukan pengertian yang benar mengenai keadilan
individual, terlebih dahulu harus ditemukan sifat-sifat dasar dari keadilan itu dalam
negara, untuk itu Plato mengatakan : “let us enquire first what it is the cities, then we
will examine it in the single man, looking for the likeness of the larger in the shape of
the smaller”. Walaupun Plato mengatakan demikian, bukan berarti bahwa keadilan
individual identik dengan keadilan dalam negara.

Hanya saja Plato melihat bahwa keadilan timbul karena penyesuaian yang
memberi tempat yang selaras kepada bagian~bagian yang membentuk suatu
masyarakat. Keadilan terwujud dalam suatu masyarakat bilamana setiap anggota
melakukan secara baik menurut kemampuannya fungsi yang sesuai atau yang selaras
baginya.

13
Jadi fungsi dari penguasa ialah membagi bagikan fungsi-fungsi dalam negara
kepada masing-masing orang sesuai dengan asas keserasian. Pembagian kerja sesuai
dengan bakat, bidang keahlian dan keterampilan setiap orang itulah yang disebut
dengan keadilan. Konsepsi keadilan Plato yang demikian ini dirumuskan dalam
ungkapan “giving each man his due” yaitu memberikan kepada setiap orang apa yang
menjadi haknya. Untuk itu hukum perlu ditegakkan dan Undang-undang perlu dibuat.

Dalam kaitannya dengan hukum, obyek materianya adalah masalah nilai


keadilan sebagai inti dari asas perlindungan hukum, sedangkan obyek formanya
adalah sudut pandang normatif yuridis dengan maksud menemukan prinsip dasar
yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah yang timbul di bidang
penggunaan nilai keadilan dimaksud. Tentang nilai keadilan yang dimaksud terutama
yang berkenaan dengan obyeknya yaitu hak yang harus diberikan kepada warga
masyarakat. Biasanya hak ini dinilai dan diperlakukan danri berbagai aspek
pertimbangan politik dan budaya, namun intinya tetap tidak berubah yaitu suum
cuique tribuere (semua mungkin mendapatkan haknya).

Dari ungkapan di atas, terlihat dengan jelas Plato memandang suatu masalah
yang memerlukan pengaturan dengan undang-undang yang harus mencerminkan rasa
keadilan, sebab bagi Plato hukum dan undang-undang bukanlah semata-mata untuk
memelihara ketertiban dan menjaga stabilitas negara, melainkan yang paling pokok
dari undang-undang adalah untuk membimbing masyarakat mencapai keutamaan,
sehingga layak menjadi warga negara dari negara yang ideal. Jadi hukum dan
undang-undang bersangkut paut erat dengan kehidupan moral dari setiap warga
masyarakat.

G. Konsep Keadilan Menurut Pemikiran Modern

Konsep keadilan pada jaman modern diwarnai dengan berkembangnya


pemikiran-pemikiran tentang kebebasan, antara lain munculnya aliran
liberalismeyaitu suatu aliran yang tumbuh di dunia barat pada awal abab ke-XVll

14
Masehi. Aliran ini mendasarkan diri pada nilai-nilai dalam ajaran etika dan mazhab
Stoa khususnya individualisme, sanksi moral dan penggunaan akal. Dalam bidang
politik dianut konsepsi tentang pemerintahan demokrasi yang dapat menjamin
tercapainya kebebasan. Tradisi liberalisme sangat menekankan kemerdekaan
individu. Istilah liberalisme erat kaitannya dengan kebebasan, titik tolak pada
kebebasan merupakan garis utama dalam semua pemikiran liberal.

Dalam konteks kebebasan tersebut, di dalam konsepsi liberalisme terkandung


cita toleransi dan kebebasan hati nurani. Bagi kaum liberalis keadilan adalah
ketertiban dari kebebasan atau bahkan ralisasi dari kebebasan itu sendiri. Teori
keadilan kaum liberalis dibangun di atas dua keyakinan, yaitu;

1. Manusiamenurut sifat dasarnya adalah mahluk moral


2. Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang hatus dipatuhi manusia untuk
mewujudkan dirinya sebagai pelaku moral.

Berdasarkan hal ini keadilan dipahami sebagai suatu ketertiban rasional yang
di dalamnya hukum alamiah ditaati dan sifat dasar manusia diwujudkan.

Berbeda dengan kaum liberal, penganut utilitarianisme menolak


digunakannya ide hukum alam dan suara akal dalam teori mereka. Konsep keadilan
pada aliran ini didasarkan pada asas kemanfaatan dan kepentingan manusia. Keadilan
mempunyai ciri sebagai suatu kebajikan yang sepenuhnya ditentukan oleh
kemanfaatannya, yaitu kemampuannya menghasilkan kesenangan yang terbesar bagi
orang banyak.

Dalam konteks pemikiran modern tentang keadilan dalam kamus Bahasa


Indonesia istilah keadilan berasal darik kata adil. artinya tidak memihak, sepatutnya,
tidak sewenang-wenang. Jadi keadilan diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
adil. Di dalam literatur Inggris istilah keadilan disebut dengan "justice" kata dasarnya
"jus". Perkataan "jus” berarti hukum atau hak. Dengandemikian salah satu pengertian
dari "justice” adalah hukum.

15
Dari makna keadilan sebagai hukum, kemudian berkembang arti dari kata
"justice” sebagai "lawfullness" yaitu keabsahan menurut hukum. Pengertian lain yang
melekat pada keadilan dalam makna yang lebih luas adalah "fairness" yang sepadan
dengan kelayakan. Ciri adil dalam arti layak atau pantas, dapat dilihat dari istilah-
istilah yang digunakan dalam ilmu hukum. Misalnya "priciple of fair play" yang
merupakan salah satu asas-asas umum pemerintahan yang baik, "fair wage” diartikan
sebagai upah yang layak yang sering ditemui dalam istilah hukum ketenagakerjaan.
Hal yang sama dikemukakan dalam konsep keadilan Aristoteles yang disebutnya
dengan "fairness in human action", Keadilan adalah kelayakan dalam tindakan
manusia.

Bertolak dari peristilahan di atas, di dalam literatur ilmu hukum konsep


keadilan mempunyai banyak pengertian sesuai dengan teori-teori dan pengertian
tentang keadilan yang dikemukakan para ahli. Telaah pustaka menunjukkan bahwa
masalah keadilan sejak dahulu telah menjadi bahan kajian baik dikalangan ahli
filsafat maupun dikalangan agamawan, politikus maupun para pemikir atau ahli
hukum sendiri. Akan tetapi sampai saat ini apabila timbul pertanyaan tetang keadilan,
misalnya apa itu keadilan? Ukuran apa yang digunakan untuk menentukan sesuatu itu
adil atau tidak? Akan timbul berbagai jawaban dan jawaban itu biasanya tidak pernah
atau jarang memuaskan sehingga terus menjadiperdebatan, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa berbagai rumusan mengenai keadialn merupakan rumusan yang
relatif. Persoalan ini pada akhirnya mendorong banyak kalangan untuk mengambil
jalan pintas dengan menyerahkan perumusan keadilan kepada pembentuk undang-
undang yang akan merumuskannya berdasarkan pertimbangan mereka sendiri. Dari
sekian banyak pengertian dan teori-teori yang dikemukakan para ahli, pada umumnya
menyangkut mengenai hak dan kebebasan, peluang dan kekuasaan pendapat dan
kemakmuran. Berbagai definisi keadilan yang menunjuk pada hal di atas antara lain
dapat dilihat dari pengertian keadilan sebagai:

1. "the constant and perpetual disposition to render every man his due":

16
2. “the end of civil society;
3. "the right to obtain a hearing and decision by a court which is free of
4. prejudice and improper influence";
5. "all recognized equitable rights as well as technical legal right";
6. "the dictate of right according to the consent of mankind generally":
7. "conformity with the principle of integrity, rectitude and just dealing":

Pengertian yang sama dikemukakan oleh Rudolph Heimanson yang


mendefinisikan keadilan sebagai: redressing a wrong, finding a balance between
legitimate but conflicting interest”Definisi ini menggambarkan bahwa nilai keadilan
melekat pada tujuan hukum. Ide keadilan dicerminkan oleh keputusan yang
menentang dilakukannya hukuman yang kejam, melarang penghukuman untuk kedua
kalinya terhadapkesalahan yang sama. Menolak diterapkannya peraturan hukum yang
menjatuhkan pidana terhadap tindakan yang dilakukan sebelum ada peraturan yang
mengaturnya, menolak pembentukan undang-undang yang menghapus hak-hak dan
harta benda seseorang. Teori lain yang menyatakan bahwa keadilan melekatpada
tujuan hukum dikemukakan oleh Tourtoulon yang dengan tegas menyatakan “lex
injusta non est lex” yaitu hukum yang tidak adil bukanlah hukum. sebaliknya ide
keadilan itu menuntut pemberian kepada setiap orang hak perlindungan dan
pembelaan diri.

Pada dasarnya makna dari suatu pengertian atau definisi keadilan berupaya
memberi pemahaman untuk mengenal apa itu keadilan. Dari definisi tersebut akan
diketahui ciri-ciri suatu gejala yang memberi identitas atau tanda tentang keadilan.
Akan tetapi tugas untuk menjelaskan apa itu keadilan? Sifat dasar dan asal mula
keadilan, atau mengapa suatu gejala tertentu disebut keadilan bukan merupakan tugas
definisi keadilan, melainkan hanya dapat diterangkan dengan bantuan teori keadilan.

17
H.Prinsip Keadilan Sebagai Ide Hukum

Hukum adalah sesuatu yang abstrak, tidak dapat dilihat dan tidak dapat diraba,
yang dapat dilihat adalah tingkah laku manusia sehari-hari, lebih tepat lagi tingkah
laku hukum manusia. Hukum itu sendiri merupakan hasil karya manusia berupa
norma yang berisikan petunjuk bagi manusia untuk bertingkah laku, hal ini berkaitan
dengan keberadaan manusia sebagai makhluk yang berakal budi, sehingga setiap
tingkah laku manusia harus diatur secara normatif dengan arti bahwa manusia harus
bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang ditentukan sebagai pegangan
hidupnya. Melalui penormaan tingkah laku ini, hukum memasuki semua aspek
kehidupan manusia, seperti yang dikatakan Steven Vagos, "The normative life of the
state and its citizens". Agar supaya tingkah laku ini diwarnai oleh nilai-nilai
Pancasila, maka norma hukum positifyang berlaku di Indonesia harus bernapaskan
Pancasila.

Formulasi yang demikian ini mengandung arti bahwa peraturan perundang-


undangan, mengandung norma hukum yang di dalamnya terdapat patokan penilaian
dan patokan tingkah laku. Patokan penilaian ini tidak hanya terbatas pada macam-
macam nilai, akan tetapi merupakan satu kesatuan atau keterpaduan yang disebut
dengan sistem penilaian. Melalui sistem penilaian ini, dapat dirumuskan petunjuk
tingkah laku, tentang perbuatan apa saja yang mesti dilakukan dan yang harus
ditinggalkan. Penilaian terhadap tingkah laku manusia bukan merupakan penilaian
yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari suatu ide yang lebih besar,
yaitu ide tentang masyarakat yang dicita-citakan.

Pemikiran keadilan dalam hubungannya dengan hukum sejak lama sudah


dikemukakan oleh Aristoteles dan Thomas Aquinus dengan mengatakan sebagai
berikut : Justice forms the substance of the law, but his heterogeneous substance is
composed of three elements: an individual element: the suum cuiquire tribuere
(individual justice): a social element: the changing fundation of prejudgments upon

18
which civilization reposes at any given moment (social justice), and a political
element, which is based upon the reason of the strongest, represented in the
particular case by the state (justice of the state). Hal inimenunjukkan ada pengaruh
timbal balik antara hukum dan keadilan, yaitu bahwahukum diciptakan berdasarkan
nilai-nilai atau kaidah-kaidah moral yang adil,yang sudah ada terlebih dahulu dan
yang telah hidup dalam masyarakat, jaditugas pembentuk undang-undang hanya
merumuskan apa yang sudah ada.Sedangkan dilain pihak terdapat kemungkinan
bahwa perumusan hukum itusendiri hanya bersifat memberikan interpretasi, atau
memberikan norma barutermasuk norma keadilan. Tentang apa yang dimaksud
dengan keadilan meliputidua hal, yaitu yang menyangkut hakekat keadilan dan yang
menyangkut dengan isi atau norma, untuk berbuat secara konkrit dalam keadaan
tertentu.

Hakekat keadilan yang dimaksud di sini adalah penilaian terhadap suatu


perlakuan atau tindakan dengan mengkajinya dari suatu norma. Jadi dalam hal ini ada
dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang membuat adanya perlakuan atau tindakan
dan pihak lain yang dikenai tindakan itu, dalam pembahasan ini, pihak pihak yang
dimaksud adalah pihak penguasa atau pemerintah, sebagai pihak yang mengatur
kehidupan masyarakat melalui instrumen hukum, dan pihak masyarakat sebagai pihak
yang tata cara bertindaknya dalam negara diatur oleh ketentuan hukum.

Prinsip keadilan dalam pembentukan hukum dan praktek hukum, memperoleh


kedudukan dalam dokumen-dokumen resmi tentang hak asasimanusia. Bahkan jauh
sebelum dokumen-dokumen hak asasi itu dikeluarkan, prinsip keadilan telah
dijadikan sebagai landasan moral untuk menata kehidupan masyarakat. Filsuf hukum
alam seperti Agustinus mengajarkan bahwa hukum abadi yang terletak dalam budi
Tuhan ditemukan juga dalam jiwa manusia. Partisipasi hukum abadi itu tampak
dalam rasa keadilan, yaitu suatu sikap jiwa untuk memberi kepada setiap orang apa
yang menjadi haknya. Prinsip tersebut mengindikasikan, inti tuntutan keadilan adalah
bahwa untuk tujuan apapun, hak asasi seseorang tidak boleh dilanggar hak asasi

19
manusia harus dihormati, hak ini melekat pada manusia bukan karena diberikan oleh
negara, melainkan karena martabatnya sebagai manusia. Hal ini berarti jika seseorang
mempunyai hak atas sesuatu, orang lain juga mempunyai hak yang sama.

Pemahaman terhadap hal tersebut di atas, menunjukkan bahwa dalam


kehidupan bermasyarakat dan bernegara, apa yang menjadi kepentingan bersama,
akan mudah dicapai apabila masyarakat ditata menurut cita-cita keadilan. Keadilan
menuntut agar semua orang diperlakukan sama, jadi keadilan merupakan suatu nilai
yang mewujudkan keseimbangan antara bagian-bagian dalam masyarakat, antara
tujuan pribadi dan tujuan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu wujud cita-
cita hukum yang bersifat universal adalah tuntutan keadilan. Soal bagaimana
menentukan apakah hukum itu adilatau tidak? Tidak tergantung atau tidak diukur dari
kriteria obyektif keadilan, melainkan diukur dari apa yang oleh masyarakat dianggap
adil. Untuk memahami hukum yang mencerminkan rasa keadilan masyarakat, terlebih
dahulu harus dipahami makna hukum yang sesungguhnya. Menurut pandangan yang
dianut dalam literatur ilmu hukum, makna hukum itu ialah mewujudkan keadilan
dalam kehidupan manusia. Makna ini akan tercapai dengan dimasukkannya prinsip-
prinsip keadilan dalam peraturan hidup bersama tersebut. Hukum yang dimaksud di
sini adalah hukum positif yang merupakan realisasi dari prinsip-prinsip keadilan.

Beberapa teori tentang keadilan seperti yang dikemukakan oleh Stammler,


Radbruch dan Kelsen menitikberatkan keadilan sebagai tujuan hukum. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hukum yang mewujudkan keadilan itumutlak
diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tanpa adanya hukum hidup
manusia menjadi tidak teratur dan manusia kehilangan kemungkinan untuk
berkembang secara manusiawi.

Teori lain yang berbicara tentang keadilan adalah teori yang dikemukakan
oleh John Rawls to Dalam teorinya dikemukakan bahwa ada tiga hal yang merupakan
solusi bagi problema keadilan. Pertama prinsip kebebasan yang samabagi setiap

20
orang (principle of greatest equal liberty), tentang hal ini dirumuskan oleh John
Rawls sebagai berikut: Each person is to have an equal right to the most extensive
basic liberty compatible with a semilar liberty of thers Rumusan ini mengacu pada
rumusan Aristoteles tentang kesamaan, oleh karenanya juga kesamaan dalam
memperoleh hak dan penggunaannya berdasarkan hukum alam. Rumusan ini inhern
dengan pengertian equal yakni sama atau sederajat diantara sesama manusia. Usaha
memperbandingkan ini juga secara tidak langsung merupakan pengakuan atau
konfirmasi bahwa manusia selalu hidup bersama yang menurut Aristoteles disebut
sebagai makhluk sosial, sehingga penentuan hak atau keadilan yang diterapkan adalah
keadilan yang memperhatikan lingkungan sosial atau dengan kata lain harus
merupakan keadilan sosial.

Prinsip ini mencakup kebebasan berperanserta dalam kehidupan politik,


kebebasan berserikat dan berbicara termasuk kebebasan pers dan kebebasan
beragama. Kedua prinsip perbedaan (the difference principle), yang dirumuskannya
sebagai berikut: Social and economic inequalities are to be arranged so that they are
bot (a) reasonably expected to be to everyone's advantage, and (b) attached to
positions and office open to all. Rumusan ini merupakan modifikasi atau imbangan
terhadap rumusan pertama yang menghendaki persamaan terhadap semua orang,
modifikasi ini berlaku apabila memberi manfaat kepada setiap orang. Selain itu
rumusan ini juga nampak ditujukan untuk masyarakat modern yang sudah memiliki
tatanan yang lengkap,meskipun maksudnya adalah untuk memberi pemerataan dalam
kesempatankerja atau memberi peranan yang sama dan merata, akan tetapi bagaimana
pun juga sudah terlihat perhatiannya yang sungguh-sungguh, untuk tidak melupakan
dan meninggalkan orang lain yang sulit untuk memperoleh kedudukan dan
kesempatan dalam kegiatan ekonomi. Jadi perbedaan sosial ekonomi, harus diatur
agar memberi manfaat bagi warga yang kurang beruntung. Ketiga prinsip persamaan
yang adil untuk memperoleh kesempatan bagi setiap orang (the principle of fair

21
equality of opportunity), yaitu ketidaksamaan ekonomi harus diatur sedemikian rupa
agar memberi kesempatan bagi setiap orang untuk menikmatiknya.

Prisip persamaan ini lebih lanjut dikemukakan oleh W. Friedmann sebagai


berikut: "In a formal and general sense equality, is a postulate ofjustice. Aristoteles
"distributive justive" demands the equal treatment of thoseequal before the law. This
like any general formula of justice is however,applicable to any form of government
or society; for it leaves it to a particularlegal order to determine who are equal
berfore the law... Equality in rights, as postulated by the extention of individual
rights, ini principle, to all citizensdistinct from a priveleged minoritiy" Pada
pokoknya pandangan yangdikemukakan Friedman tersebut mengandung dua
pengertian.

Pertama, persamaan dipandang sebagai unsur keadilan, di dalamnya


terkandung nilai-nilai universal dan keadilan tersebut pada satu sisi dapat diartikan
sama dengan hukum, hal ini dapat dilihat dari istilah “justice” yang berarti hukum,
akan tetapi pada sisi lain, keadilan juga merupakan tujuan hukum. Dalam mencapai
tujuan tersebut, keadilan dipandang sebagai sikap tidak memihak (impartiality).
Sikap inilah yang mengandung gagasan mengenai persamaan (equality) yaitu
persamaan perlakukan yang adil terhadap semua orang.

Kedua, persamaan merupakan hak, persamaan sebagai hak dapat dilihat dari
ketentuan The Universal Declaration Human Rights 1948, maupun dalam
international Covenant on Economic, Socialo and Cultural Rights 1966
danInternational Covenant on Civil and Political Rights 1966. Di dalam ketiga
dokumen hak asasi manusia tersebut, dimuat ketentuan yang diawali dengan kata-
kata: setiap orang... dst. Demikian pula halnya di dalam Pasal 27 DUD 1945. Pasal
ini pada dasarnya menempatkan persamaan dan kebebasan yang meliputi kepentingan
dan tujuan dari hak itu ditetapkan dalam suatu hubungan Mengenai hubungan
persamaan dengan kebebasan ini. Friedmann pada pokoknya memandang bahwa

22
kebebasan merupakan suatu alat yang membuka jalan seluas-luasnya bagi
pengembangan personalitas, sedang persamaan dimaksudkan untuk memberi
kesempatan yang sama terhadap setiap orang dalam mengembangkan
personalitasnya.

Dalam kaitannya dengan pengaturan hak asasi dan kebebasan warga, teori ini
merupakan teori yang cukup relevan untuk diterapkan, oleh karena itu, pembentukan
hukum melaui undang-undang yang bersifat membatasi kebebasan warga perlu
mempertimbangkan teori ini, agar pengaturan melalui undang- undang tersebut
mencerminkan rasa keadilan bagi warga.

Bagi bangsa Indonesia, kaitan teori itu dengan keadilan sosial yang
berdasarkan Pancasila adalah bahwa konsepsi dan persepsi keadilan itu harus sesuai
dengan perasaan suatu bangsa. Sejalan dengan itu apabila kita berbicara tentang
hukum, berarti kita juga berbicara tentang keadilan. Hukum adalah suatu yang
mengikat dan bila ikatan itu dikaitkan dengan manusia maka ikatan itu harus
mencerminkan rasa keadilan. Keadilan sebagai konsepsi adalah keadilan dalam dunia
"Sollen", namun demikian dunia Sollen dari keadilan itu patut dirumuskan dalam
rangka usaha untuk menterjemahkan dunia ide itu menjadidunia "Sein" atau
kenyataan. Oleh karena itu pengaturan hak dan kebebasanwarga harus dibangun di
atas prinsip-prinsip keadilan yang berdasarkan Pancasila. Untuk itu hukum yang
dikehendaki adalah hukum yang sifatnya memberi perlindungan terhadap warga
masyarakat, termasuk perlindungan terhadap hak warga untuk berserikat dan
berkumpul. Perlindungan dalam hal ini, berarti bahwa rasa keadilan yang ada pada
nurani warga harus terpenuhi.

Menggarisbawahi prinsip Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas


hukum, UUD 1945 sebagai hukum dasar menempatkan hukum pada posisi
yangmenentukan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam kaitan itu, konsep
kenegaraan Indonesia antara lain menentukan bahwa pemerintah menganut paham

23
konstitusional, yaitu suatu pemerintahan yang dibatasi oleh ketentuan yang temuat
dalam konstitusi. Pada negara yang bersistem konstitusi atau berdasarkan hukum
dasar, terdapat hirarki perundangan, dimana UUD berada di puncak piramida
sedangkan ketentuan yang lain berada di bawah konstitusi. Konstitusi yang demikian
ini dikenal dengan “stufenbau theory" Hans Kelsen.

Pada sisi lain Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa, di dalamnya


terkandung sistem nilai yang kemudian berkelanjutan menjadi norma-norma
kehidupan. Nilai diartikan oleh Mc Cracken sebagai: "volue is that aspect of a fact or
experience in virture of which it is seen to contain in its nature or essence the
sufficient reason for its existence as such a deteminate fact or experience, or the
sufficient reason form its being regarded as an end for practice or contemplation".
Senada dengan itu, Notonagoro mengatakan :... Pancasila bukan hanya satu konsepsi
politis, akan tetapi buah hasil perenungan jiwa yang dalam, buah hasil penyelidikan
cipta yang teratur dan seksama di atas basis pengetahuan dan pengalaman yang luas.
Dengan demikian Pancasila dalam keseluruhan artinya adalah nilai-nilai kejiwaan
bangsa, hasrat keinginan yang mendalam dari bangsa, ikatan antara jiwa bangsa dan
kenyataan hidup.

Dalam kaitan ini Flew menyatakan: ....About what things in the world are
good, desirable, and important. Jadi nilai merupakan sesuatu yang berkaitan dengan
yang dipandang baik, diperlukan dan penting bagi kehidupan. Dari rumusan tersebut
dapat diketahui bahwa nilai memiliki karakteristik baik, bersahaja dan penting.
Karakteristik lain tentang nilai dikemukakan oleh The Lie Anggi2 sebagai berikut:

a. Dari perkataan nilai dapat dilihat dari sudut kata kerja (menilai) atau
dilihatdari sudut kata sifat (bernilai), atau dilihat dari sudut kata benda (suatu
nilai),dan sebagainya.
b. Nilai adalah merupakan dasar suatu perbuatan atau pilihan.
c. Nilai itu sendiri sering dikatakan merupakan suatu pilihan

24
d. Pada situasi tertentu setiap orang dapat berselisih dalam
mempertimbangkansuatu nilai
e. Nilai dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu nilai intrinsik dan
nilaiinstrumental
f. Nilai berkaitan dengan hal yang positif dan yang negatif, yaitu
berkaitandengan kebaikan dan kejahatan.
g. Penilaian kapan saja berkaitan dengan kehidupan.

Sedang Koesneo mengemukakan bahwa di dalam hidup manusia, nilai-


nilaibanyak ragam dan macamnya, ada nilai kebenaran, nilai kesusilaan, nilai
keindahan dan ada nilai hukum. Sistem nilai ini secara teoritis dan konsepsional
disusun sedemikian rupa, sehingga nilai-nilai dan norma-norma yang terkandung di
dalamnya merupakan suatu jalinan pemikiran yang logis. Hal ini berarti bahwa nilai-
nilai yang berkaitan dengan keadilan sosial akan menempati kedudukan yang penting
di dalam hukum. Untuk itu dalam pengaturan hak dan kebebasan warga negara nilai-
nilai keadilan harus mendapat perhatian. Berdasarkan hal yang demikian ini, terlihat
dengan jelas bahwa Pancasila mengharuskan tertib hukum Indonesia sesuai dengan
norma-norma moral, kesusilaan, etika dan sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa
Pancasila selain mengandung nilai moral juga mengandung nilai polotik.

25
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Keadilan merupakan katup pengaman pada setiap masyarakat,


dimanakeadilan ini dalam hukum, kesaksian, akidah, tindakan, kecintaan kemarahan
danlain-lain, merupakan sumber ketentraman dan kedamaian bagi manusia.
Selamatimbangannya benar dan tangan yang diberi wewenang untuk
melaksanakannyaberlaku amanah dan terpelihara, niscaya masyarakat akan
merasakan kebaikan dan kebahagiaan. Akan tetapi, apabila timbangannya rusak dan
tangan yang diberikanwewenang untuk melaksanakan amanah disalahgunakan, maka
masyarakat akan merasakan penderitaan yang menyakitkan sehingga keadilan tidak
akan pernahterjadi, masyarakat akan kacau dan akan hidup menderita sepanjang
zaman. Olehsebab itu, sebaik-baiknya penguasa adalah orang yang dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat seburuk-buruk penguasa adalah seorang yang
membuatrakyatnya sengsara. Pemimpin harus adil kepada rakyatnya.

Dari uraian di atas terlihat bahwa konsep keadilan selalu didasarkan padasuatu
aliran filsafat sesuai dengan kondisi pemikiran manusia pada waktu itu. Dari teori-
teori dan pengertian keadilan itu, terdapat dua hal yang bersifat universal dari konsep
keadilan yaitu tujuan dan karakter atau ciri-ciri keadilan. Tujuan adalah hal yang akan
dicapai dalam hubungan hukum baik antara sesama warga, maupun antara warga
dengan negara atau hubungan antar negara. Sedang ciri-ciri atau karakter yang
melekat pada keadilan-adalah: adil, bersifat hukum, sah menurut hukum, tidak
memihak, sama hak, layak, wajar secara moral dan benar secara moral. Konsep-
konsep keadilan bersumber dari alam pikiran barat pada zaman klasik dan zaman
modern yang didasarkan pada pandangan dan pemikiran yang berkembang sesuai
dengan jamannya. Keadilan dapat diartikan sebagai kebaikan, kebajikan dan
kebenaran, yaitu suatu kewajiban moral yang mengikat antara anggota masyarakat.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2019. Bahan-bahan Perkuliahan Etika Administrasi

https://customslawyer.wordpress.com/2014/06/21/keadilan-dalam-perspektif-islam/

27

Anda mungkin juga menyukai