Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT

KECEMASAN PADA PASIENGAGAL GINJAL YANG


MENJALANI HEMODIALISA PERTAMA KALIDI
RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

JURNAL PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :
GALANG DENI ASMORO
NIM S.12015

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien
Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisa Pertama Kali
di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

1)
Galang Deni Asmoro, 2)Atiek Murharyati,3) Innez Karunia Mustikarani
1)
Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
2) 3)
Dosen Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Abstrak

Kecemasan seringkali dirasakan pasien gagal ginjal dalam menjalani


hemodialisa pertama kalinya. Perawat yang mampu berkomunikasi terapeutik
dengan baik, melalui perkataan, perbuatan, atau ekspresi, dapat memfasilitasi
penyembuhan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal yang
baru pertama kali menjalani hemodialisa di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Sragen.
Penelitian menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan
cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan total
sampling,sebanyak 40pasien gagal ginjal yang pertama kali menjalani
heomodialisa di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Analisis data
menggunakan Spearman rank test.
Hasil penelitian ini didapatkan komunikasi terapeutik yang dilakukan
perawat pada pasien gagal ginjal yang baru pertama kali menjalani hemodialisa
mayoritas termasuk cukup baik sebesar 50%. Tingkat kecemasan pada pasien
gagal ginjal yang baru pertama kali menjalani hemodialisa mayoritas termasuk
kecemasan sedang sebesar 45%. Ada hubungan komunikasi terapeutik dengan
tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal yang baru pertama kali menjalani
hemodialisa, dengan nilai koefisien korelasi spearman rho (ρ) sebesar -0,607 dan
nilai signifikansi 0,000 < 0,05.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar oleh perawat menerapkan
komunikasi terapeutik dengan lebih baik terutama pada pasien gagal ginjal yang
baru pertama kali menjalani hemodialisa agar tingkat kecemasannya rendah.

Kata Kunci :komunikasi terapeutik, tingkat kecemasan, gagal ginjal,


hemodialisa pertama kali
Daftar Pustaka : 9 (2003 – 2016)

1
The Correlation between Therapeutic Communication and Anxiety Level of Patients
with Kidney Failure at First Time Hemodialysis at Regional Public Hospital (RSUD) of
dr. Soehadi Prijonegoro in Sragen
1)
Galang Deni Asmoro, 2)Atiek Murharyati,3) Innez Karunia Mustikarani
1)
Student Program S-1 Nursing STIKes Kusuma Husada Surakarta
2) 3)
Lecturer Program S-1 Nursing STIKes Kusuma Husada Surakarta

Abstract

Anxiety often occurs in patients with kidney failure when undergoing


hemodialysis for the first time. Nurses who are performing therapeutic
communication well through words, deed or expression, can facilitate patients’
recovery. This study aims at investigating the relationship between therapeutic
communication and anxiety levels of patients with kidney failure receiving
hemodialysis therapy for the first time at Regional Public Hospital (RSUD) of dr.
Soehadi Prijonegoro in Sragen.

This study applied descriptive, correlational design with cross-sectional


approach. A total of 40 patients with kidney failure receiving hemodialysis
therapy for the first time at Regional Public Hospital (RSUD) of dr. Soehadi
Prijonegoro in Sragen were taken as samples using total sampling technique. Data
were later analyzed using Spearman rank test.

The research results indicate that the therapeutic communication


provided by most nurses to patients with kidney failure receiving hemodialysis
therapy for the first time is considered ‘quite good’ (50%). The anxiety levels of
most patients with kidney failure receiving hemodialysis therapy for the first time
are considered ‘medium’ (45%). There is a relationship between therapeutic
communication and anxiety level of patients with kidney failure receiving
hemodialysis therapy for the first time, with the coefficient correlation Spearman
rho (ρ) score of -0.607 and significance level of 0.000<0.05.

It expected that this study can be the basis for nurses to perform better
therapeutic communication, especially on patients with kidney failure receiving
hemodialysis therapy for the first time in order to reduce their anxiety levels.

Keywords : therapeutic communication, anxiety level, kidnay failure, receiving


hemodialysis therapy for the first time

Bibliography : 9 (2003 – 2016)

2
3
I. PENDAHULUAN Menurut data Yayasan Peduli
Penyakit gagal ginjal Ginjal (Yadugi), saat ini di Indonesia
merupakan masalah kesehatan dunia terdapat 40.000 penderita gagal
dilihat dari terjadinya peningkatan ginjal kronik (GGK). Namun dari
insidensi, prevalensi, dan tingkat jumlah tersebut, hanya sekitar 3.000
morbiditasnya. Berdasarkan data di penderita yang bisa menikmati
United States Renal Data System, pelayanan cuci darah atau
penyakit gagal ginjal meningkat hemodialisa. Sisanya, hanya bisa
sebesar 20-25% setiap tahunnya pasrah menjalani hidupnya, karena
(USRD, pada dasarnya penderita hemodialisa
2006).BadanKesehatanDunia tidak bisa sembuh (Makmur dan
(WHO), mengatakan bahwa secara Tasa, 2012).
global lebih dari 500 juta orang Penelitian Aroem (2015)
mengalamipenyakitgagalginjalkronik menyatakan bahwa pasien yang
, yaitu sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hemodialisaseringkali
menjalani hidup bergantung pada mengalami kecemasan dengan
cuci darah, adapun indikasi pada mengalami tanda- tanda seperti
pasien gagal ginjal yang menjalani merasa tegang, jantung berdebar-
hemodialisa adalah pasien yang debar, serta khawatir terhadap efek
menjalani hemodialisa adalah pasien samping setelah tindakan
gagal ginjal kronik dan gagal ginjal hemodialisa (misalnya mual dan
akut untuk sementara sampai fungsi kepala terasa pusing). Pasien
ginjalnya pulih (laju filtrasi mengatakan setelah menjalani
glomerolus < 5 ml), pasien - pasien hemodialisa pasien seringkali
tersebut dinyatakan memerlukan merasakan sakit dan tidak bisa
hemodialisa apabila terdapat aktivitasnya seperti biasa, mudah
indikasi: hiperkalamia, asidosis, merasa lelah, mengatakan sering
intoksikasi obat dan zat kimia, mengalami masalah tidur, sering
ketidak seimbangan cairan dan merasakan putus asa, cemas dan
elektrolit berat (Saferi dan Mariza, merasa ketakutan tentang proses
2013). hemodialisa yang sedang dijalani.

4
Komunikasi terapeutik dikarenakan kurang pengetahuan
memberikan pengertian antara pasien tentang tujuan dan prosedur
perawat dengan tujuan membantu dari hemodialisa. Berdasarkan latar
klien memperjelas dan mengurangi belakang di atas peneliti tertarik
beban pikiran serta diharapkan dapat untuk menelitipengaruh komunikasi
menghilangkan kecemasan (Mulyani terapeutik terhadap tingkat
et al, 2008). Perawat sebagai kecemasan pada pasien gagal ginjal
komponen penting dalam proses yang menjalani hemodialisa pertama
keperawatan dan orang yang terdekat kali.
dengan klien diharapkan mampu Tujuan dalam penelitian ini
berkomunikasi terapeutik, melalui adalah untuk mengetahui hubungan
perkataan, perbuatan, atau ekspresi komunikasi terapeutik dengan
yang menfasilitasi penyembuhan tingkat kecemasan pada pasiengagal
klien (Wahyu, 2006). ginjal yang menjalani hemodialisa
Hasil studi pendahuluan yang pertama kali di RSUD dr. Soehadi
dilakukan di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
Prijonegoro Sragen didapatkan data Manfaat dalam penelitian ini
bahwa pasien gagal ginjal yang adalah untuk menambah
menjalani hemodialisa pada bulan pengetahuan tentang pentingnya
Desember 2015 sampai Februari mengetahui tingkat kecemasan pada
2016 sebanyak 1260 pasien pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisa, sedangkan untuk hemodialisa pertama kali di RSUD
jumlah pasien gagal ginjal yang baru dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
pertama kali menjalani hemodialisa
sebanyak 135 pasien. Dengan rata- II. METODOLOGI
rata pasien baru dalam satu bulan 45 Penelitian initelah dilakukan
pasien. Hasil wawancara di ruang pada 27 Juni – 30 Juli 2016di ruang
hemodialisa dengan pasien yang baru hemodialisa RSUD Dr. Soehadi
pertama kali menjalani hemodialisa Prijonegoro Sragen. Desain
menyatakan bahwa pasien penelitian yang digunakan dalam
mengalami kecemasan menjelang penelitian ini adalah deskriptif
cuci darah atau hemodialisa korelasi dengan pendekatan cross

5
sectional.Dalam penelitian ini Tinggi
Pekerjaan
sebagai populasi adalah pasien gagal IRT 8 20.0
ginjal yang baru pertama kali Wiraswasta 17 42.5
Swasta 12 30.0
menjalani hemodialisa di ruang PNS 3 7.5
Sumber: Hasil pengolahan data, 2016
hemodialisa RSUD Dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen. Jumlah populasi Tabel 1 menunjukan
rata-rata40 pasien perbulan. Teknik karakteristik responden berdasarkan
pengambilan sampel usia sebagian besar berusia 41-50
menggunakantotalsampling, tahun yaitu sebanyak 18 orang
sehingga diperoleh sampel sebanyak (45%). Sebagian besar menyatakan
40 pasien. Alat ukur penelitian bahwa faktor gaya hidup yang
menggunakan kuesioner komunikasi menjadi penyebab utama responden
terapeutik menggunakan kuesioner mengalami gagal ginjal. Kurangmya
dan pengukuran tingkat kecemasan olah raga dan mayoritas responden
pasien menggunakan adalah seorang wirasuasta yang
kuesionerHamilltonRatting Scale for menyebabkan kurangnya waktu
Anxiety (HRS-A). Analisis data
untuk berolah raga. Kebanyaka juga
menggunakan Spearman rank test.
dari responden sudah mulai merokok
dan minuman beralkohol sejak diusia
III. HASIL DANPEMBAHASAN
muda yang ahirnya beresiko terkena
1. Karakteristik Responden
gagal ginjal.
Tabel 1. Distribusi karakteristik
responden Tabel 1 menunjukan
Karakteristik Frekuensi Persentase karakteristik responden berdasarkan
Responden (n = 40) (100%)
Usia jenis kelamin laki-laki yaitu 21 orang
31 - 40 tahun 13 32.5%
41 - 50 tahun 18 45.0% (52,5%). Mayoritas penderita
51 - 60 tahun 7 17.5% berjenis kelamin laki-laki, ini
> 60 tahun 2 5.0%
Jenis kelamin dikarenakan pola hidup pasien laki-
Laki-laki 21 52.5%
Perempuan 19 47.5%
laki yang cenderung kurang baik,
Pendidikan sehingga ketika terkena gagal ginjal
SD 14 35.0
SMP 12 30.0 menjadi cenderung lebih serius dan
SMA 9 22.5
Perguruan
harus menjalani hemodialisa.
5 12.5

6
Tabel 1 menunjukan segan untuk bertanya tentang segala
karakteristik responden berdasarkan
hal tentang terapi hemodialisis.
pendidikan SD sebanyak 14 orang
2. Komunikasi Terapeutik
(35%). Rendahnya pendidikan
Perawat
responden tidak menutup
Tabel 2.Distribusi Frekuensi
kemungkinan mereka mampu
Komunikasi Terapeutik di
berkomunikasi baik dengan perawat. RSUD dr. Soehad
Prijonegoro Sragen
Dikarenakan pengalaman mereka Komunikasi Frekuensi Persentase
yang cukup banyak dan sering Terapeutik
Kurang 3 7.5%
bergaul dengan banyak orang Cukup 20 50.0%
Baik 17 42.5%
sehingga menjadikan responden Sumber: Hasil pengolahan data, 2016
mampu berkomunikasi baik dengan
Tabel 2menggambarkan
para perawat saat mereka menjalani
komunikasi terapeutik perawat pada
terapi hemodialisa. Hal ini dapat pasien gagal ginjal yang menjalani
membantu pasien mengurangi rasa hemodialisa pertama kalimayoritas
cemasnya sewaktu pertama kali perawat melakukan komunikasi
menjalani hemodialisa yang pertama terapeutik kategori cukup sebanyak
kalinya. 20orang (50%).
Tabel 1 menunjukan karakteristik Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian Zahrah (2014)
responden berdasarkan pekerjaan
dimana komunikasi terapeutik
sebagian besar wiraswasta yaitu
diterapkan oleh dokter dalam
sebanyak 17 orang (42,5%). Dengan menangani pasien gagal ginjal
karena komunikasi terapeutik
bekerja berarti responden memiliki
menimbulkan efek yang
pengalaman yang cukup banyak dan
menanamkan sebuah semangat dan
berpengalaman berkomunikasi menghasilkan energi positif bagi
pasien gagal ginjal untuk kearah
dengan orang lain. Dengan demikian
kesembuhan yang lebih baik dan
responden mampu berkomunikasi
untuk menyeimbangkan kerja sistem
baik dengan perawat, mereka tidak tubuh antara fisikal organ dengan

7
mental, emosional dan psikologikal
untuk memperoleh kesehatan yang
menyeluruh dan kunci keberhasilan
dalam mengobati pasien itu tidak 3. Tingkat Kecemasan Pasien
cukup hanya dengan pemberian Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat
Kecemasan Pada Pasien di
resep tetapi juga pasien itu harus
RSUD dr. Soehadi
mengubah perilaku, perilaku berubah Prijonegoro Sragen
Tingkat Frekuensi Persentase
jika ada perubahan pemahaman dan Kecemasan
pemahaman itu akan berubah apabila Cemas ringan 15 37.5%
Cemas sedang 18 45.0%
dikomunikasikan. Cemas berat 7 17.5%
Sumber: Hasil pengolahan data, 2016
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa komunikasi terapeutik Tabel 3menggambarkan tingkat
perawat sudah cukup baik. Hal ini kecemasan pasien gagal ginjal yang

berarti melalui komunikasi terapeutik pertama kali menjalani hemodialisa


sebagian besar responden mengalami
yang sudah terjalin dengan cukup
tingkat kecemasan termasuk sedang
baik maka mampu mendukung
yaitu sebanyak 18 orang (45%).
pasien, memajukan kesembuhan, dan
Menurut Aroem (2015) dalam
mendukung atau meningkatkan
penelitiannya menyebutkan bahwa
fungsi tubuh. Diharapkan terdapat
diasumsikan karena pada tahap awal
peningkatan kesehatan yang dialami
pasien yang menjalani hemodialisis
oleh pasien dari komunikasi yang
akan mengalami kecemasan tinggi.
diberikan oleh perawat. Meskipun
Seorang individu yang di diagnosis
mayoritas responden berpendidikan
menderita penyakit kronis, akan
rendah namun mereka mempunyai
berada pada kondisi kritis, yang
pengalaman yang cukup banyak
ditandai dengan ketidak seimbangan
karena mayoritas mereka bekerja.
fisik dan psikososialnya. Pasien
Hal inilah yang tidak menjadikan
merasa kacau, cemas, takut dan
komunikasi terapeutik perawat
perasaan emosional lainnya, karena
dengan pasien menjadi terhambat.
koping yang biasa digunakan saat
menghadapi masalah tidak efektif.

8
Pertama kali pasien dengan penyakit
gagal ginjal harus menjalani dialysis
jangka panjang, pasien akan merasa 4. Hubungan Antara Komunikasi
Terapeutik Dengan Tingkat
khawatir atas kondisi sakit serta Kecemasan
pengobatan jangka panjangnya. Tabel 4. Hubungan Antara
Komunikasi Terapeutik
Menurut peneliti, tingkat Dengan Tingkat Kecemasan
kecemasan mayoritas pasien yang Komu Tingkat Kecemasan
Rh S
nikasi Ringan Sedang Berat Jumlah
o i
sedang dalam menjalani terapi Terape
(ρ) g
utik F % F % F % f %
hemodialisis untuk pertama kalinya Kurang 0 0% 0 0% 3 7,5% 3 7,5% -
0,0
0,60
00
di ruang hemodialisa RSUD Dr. 7
Cukup 4 10% 12 30 4 10% 20 50%
Soehadi Prijonegoro Sragen ini dapat %
Baik 11 27,5 6 15 0 0% 17 42,5
diartikan bahwa mayoritas responden % % %
Jumlah 15 37,5 18 45 7 17,5 40 100
mampu mengontrol emosinya % % % %
Sumber: Hasil pengolahan data, 2016
dengan baik meskipun menghadapi
terapi hemodialisa pertama kali. Hal Hubungan antara komunikasi

ini dimungkinkan karena adanya terapeutik dengan tingkat kecemasan

dukungan dari keluarga yang mampu dianalisis menggunakanSpearman

men-suport pasien untuk bersikap Rank Test.Tabel 4 menunjukan

tenang demi kesembuhan dirinya dan mayoritas responden menyatakan

perawat mampu memberikan bahwa komunikasi terapeutik yang

komunikasi terapeutik yang baik, dilakukan perawat kepada responden

penuh kesabaran sehingga pasien saat menjalani hemodialisa pertama

merasa tenang tidak terlalu cemas. kali termasuk dalam kategori cukup
dengan tingkat kecemasan responden
dalam kategori sedang yaitu
sebanyak 12 orang (30%), Hasil
spearman rank test nilaiρ (rho)
sebesar -0,607 dengan signifikansi
sebesar 0,000,<0,05; sehingga
hipotesis Ho ditolak, yang artinya
ada hubungan komunikasi terapeutik

9
dengan tingkat kecemasan pada sedang dialami klien. Kecemasan
pasien yang pertama kali menjalani terjadi karena cemas dijadikan
hemodialisa. Nilai koefisien korelasi sebagai stressor yang merupakan
negative yaitu -0,607 menandakan perasaan takut seseorang terhadap
bahwa semakin baik komunikasi suatu keadaan yang tidak
terapeutik perawat kepada pasien menyenangkan yang secara subjektif
yang menjalani hemodialisa pertama dialami dan dikomunikasikan secara
kali maka semakin rendah tingkat interpersonal. Komunikasi yang
kecemasan pasien.begitu pula terjalin baik akan menimbulkan rasa
sebaliknya semakin kurang baik kepercayaan sehingga terjadi
komunikasi terapeutik antara perawat hubungan yang hangat dan
kepada pasien maka semakin berat mendalam.
kecemasan pada pasien saat Selain itu hasil penelitian
menjalani hemodialisa pertama Lamusa dkk (2015) juga mendukung
kalinya. hasil peenlitian ini dimana
Menurut hasil penelitian Arbani menjelaskan bahwa terdapat
(2015)komunikasi terapeutik hubungan antara tindakan
dikatakan baik bila perawat bekerja hemodialisa dengan tingkat
sama dengan pasien mendiskusikan kecemasan klien gagal ginjal. Begitu
tentang masalah yang sedang juga mendukung hasil penelitian
dihadapi untuk pencapaian tujuan Widiyati (2016) dimana
tindakan keperawatan, perawat menyebutkan bahwa terdapat
memberi informasi tentang tindakan hubungan mekanisme koping dengan
keperawatan yang akan dilakukan tingkat kecemasan pada pasien yang
dan melakukan evaluasi hasil menjalani hemodialisa. Pasien gagal
tindakan keperawatan terhadap ginjal yang sakit kurang dari enam
pasien. Komunikasi sangat penting bulan cenderung mengalami
khususnya antara perawat dengan kecemasan sedang dan berat. Pasien
klien dimana dalam komunikasi ini gagal ginjal yang baru menjalani
perawat dapat menemukan beberapa hemodialisa sangat besar
solusi dari permasalahan yang kemungkinan mengalami kecemasan

10
dikarenakan belum mengenal alat orang (52,5%) dan responden
dan cara kerja mesin hemodialisa, perempuan yaitu sebanyak 19
kurang adekuatnya informasi dari orang (47,5%).
tenaga kesehatan terkait prosedur 2. Komunikasi terapeutik yang
hemodialisa maupun kecemasan dilakukan perawat pada pasien
akan keberhasilan proses gagal ginjal yang baru pertama
hemodialisa saat itu. Hal ini dapat kali menjalani hemodialisa
menjadi stressor yang meningkatkan mayoritastermasuk cukup baik
kecemasan pasien gagal ginjal. (50%).
Sehingga dari hasil penelitian 3. Tingkat kecemasan pada pasien
ini dapat ditarik kesimpulan bahwa gagal ginjalyang baru pertama
ada hubungan yang signifikanantara kali menjalani hemodialisa
komunikasi terapeutik perawat mayoritastermasuk kecemasan
dengan tingkat kecemasan pada sedang (45%).
pasien saat menjalani hemodialisa 4. Ada hubungan komunikasi
pertama kalinya. Dalam terapeutik dengan tingkat
teoridisebutkan bahwa komunikasi kecemasan pada pasien gagal
merupakan hal yang sangat penting ginjal yang baru pertama kali
dalam prosespemberian asuhan menjalani hemodialisa, dengan
keperawatan. Komunikasi terapeutik nilai koefisien korelasi spearman
yang terjalin baik akanmenimbulkan rho (ρ) sebesar -0,607 dan nilai
kepercayaan sehingga terjadi signifikansi 0,000 < 0,05.
hubungan yang lebih hangat
danmendalam. V. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
IV. KESIMPULAN keterbatasan penelitan, maka peneliti
Berdasarkan hasil penelitian memberikan saran sebagai berikut :
maka peneliti memberikan 1. Bagi pelayanan keperawatan
kesimpulan sebagai berikut : Pemberi pelayanan
1. Sebagian besar responden adalah keperawatan diharapkan untuk
laki-laki yaitu sebanyak 21 terus meningkatkan komunikasi

11
terapeutik kepada pasien, agar kelompok perlakuan serta
pasien mendapat cukup informasi memberikan intervensi dalam
mengenai tindakan hemodialisa bentuk pendidikan kesehatan
yang akan dilakuka.. kepada pasien dan keluarga
2. Bagi pasien dan keluarga yang pasien. Selain itu peneliti
menjalani terapi hemodialisa selanjutnya dapat menambah
Diharapkan pasien dapat faktor lain yang dapat
lebih termotivasi untuk menjalani mempengaruhi tingkat
terapi hemodialisa secara rutin. kecemasan pasien gagal ginjal
Sedangkan keluarga pasien harus saat menjalani terapi
terus mendukung dan memotivasi hemodialisa.
pasien agar semakin bersemangat
untuk menjalani terapi DAFTAR PUSTAKA
hemodialisa. Arbani, Fadilah. 2015. Hubungan
komunikasi terapeutik dengan
3. Bagi institusi keperawatan
tingkat kecemasan pasien pre
Diharapkan institusi operasi di RS PKU
keperawatan menekankan kepada Muhammadiyah
Sukoharjo.1015.diakses 31
mahasiswa pentingnya Agustus
komunikasi terapeutik serta 2015.http://digilib.stikeskusu
mahusada.ac.id/files/disk1/23
pemahaman pemberian askep /01-gdl-fadilahani-1129-1-
secara holistik yang dapat skripsi-i.pdf

menurunkan tingkat kecemasan Aroem, Hari Ratna.


(2015).Gambaran kecemasan
pasien, khususnyapasien gagal
dan kualitas hidup pada
ginjal yang menjalani pasien yang menjalani
hemodialisa. Naskah
hemodialisa pertama kali.
Publikasi. Fakultas Ilmu
4. Bagi peneliti selanjutnya Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian untuk La.musa,Wartilisna; Rinna Kundre;
dan Abram Babakal. 2015.
melihat pengaruh komunikasi Hubungan tindakan
terhadap kecemasan dengan hemodialisa dengan tingkat
kecemasan klien gagal ginjal
membagi kelompok kontrol dan di Ruangan Dahlia RSUP

12
Prof dr.R. Kandou Widiyati, Sri. 2016. Hubungan
Manado.ejournal mekanisme koping individu
Keperawatan (e-Kp) Volume dengan tingkat kecemasan
3. Nomor 1. Februari 2015 pada pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani
Makmur, Nur Wahida; Hamzah hemodialisa di bangsal
Tasa, dan Sukriyadi. 2012. teratai RSUD dr. Soediran
Pengaruh hemodialisis mangun Sumarso wonogiri.
terhadap kadar ureum dan 2016. Diakses 31`Agustus
kreatinindarah pada pasien 1016.
gagal ginjal kronik yang http://digilib.stikeskusumahus
menjalanihemodialisis di ada.ac.id/files/disk1/30/01-
ruang hemodialisis (HD) gdl-sriwidiyat-1481-1-
RSUP Dr. skripsi-0.pdf
WahidinSudirohusodo
Makassar. Jurnal Ilmiah Zahrah. 2014. Komunikasiterapeutik
Volume 2 Nomor 1 Tahun dokter – pasien gagal ginjal.
2013. Artikel Ilmiah. Program
Magister Ilmu
Mulyani S, et al. 2008. Komunikasi KomunikasiUniversitas
dan hubunganterapeutik Padjadjaran.
perawat-klien terhadap
kecemasanPra-Bedah Mayor.
Jurnal. Yogyakarta.

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie


Mariza Putri,
2013.Keperawatan medical
bedah.Bengkulu
:NumeddUnited States Renal
Data System
2009.http://www.usrds.org/20
09/pdf/V1_00_INTROL_09.P
DF.

Wahyu.Hubungan pengetahuan
komunikasi terapeutik
terhadap kemampuan
komunikasi perawat dalam
melaksanakan asuhan
keperawatan di Elizabet
Purwokerto, Jurnal
KeperawatanSoederman.Vol
ume. 1, No:,November 2006,
Hal.53 – 60.

13

Anda mungkin juga menyukai