Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOTEKNOLOGI MODERN

VAKSIN MALARIA

Mata Kuliah : Biologi Umum

Dosen

DR.Syamsurizal
Rijal Satria, PhD

Disusun oleh :

Shania Ramadani (19035164)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit Protozoa galur Plasmodium.
Plasmodium falciparum adalah spesies paling berbahaya di antara empat spesies lain
yang menginfeksi manusia. Infeksi oleh P. falciparum dapat menyebabkan kematian.
Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah
penyakit malaria dalam hal ini vaksin dibuat dengan menggunakan rekayasa genetika
potongan plasmodium yang menjadi faktor penyebab penyakit malaria dengan virus
cacar air yang kurang aktif, dengan potongan DNA dari isolasi plasmodium gen
dikombinasikan dengan DNA virus cacar air yang kurang aktif sehingga dapat
menghasilkan antigen yang kemudian digunakan sebagai vaksin yang kebal terhadap
penyakit malaria yang mematikan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu malaria?
b. Gen apakah yang menyebabkan penyakit malaria?
c. Bagaimana cara kerja vaksin malaria?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit malaria
b. Mengenali gen penyebab penyakit malaria
c. Mengetahui cara kerja pada vaksin malaria

1
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Sejak beberapa dekade, manusia ibaratnya menjadi sandera oleh penyakit malaria.
Statistik dari organisasi kesehatan dunia WHO, semakin menegaskan besaran dari
ancaman wabah penyakit malaria di dunia. Dilaporkan, setiap tahunnya 300 juta
orang terinfeksi malaria. Lebih dari satu juta orang, meninggal sebagai dampak
penyakit . Terutama kawasan Afrika hitam yang menjadi kawasan endemik malaria.
Sekitar 90 persen kasus malaria di dunia, terjadi di kawasan yang selalu diguncang
konflik bersenjata. Akibatnya, selain mutu kesehatan menurun drastis, beban sosial
dan ekonomi akibat dari wabah penyakit malaria, sangat membebani perkembangan
kawasan Afrika hitam.

Malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut hingga kronis yang dapat
disebabkan oleh satu atau lebih spesies plasmodium, ditandai dengan panas tinggi
bersifat intermitten, anemia, dan hepato-splenomegali, cara untuk memastikan
diagnosis diperlukan pemeriksaan darah tepi (apusan tebal atau tipis) untuk
konfirmasi adanya parasit Plasmodium, bagi dunia medis, wabah malaria adalah
tantangan besar yang harus dihadapi, seperti lazimnya standar dari metode
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pencegahan selalu merupakan cara
terbaik. Disnilah letak masalahnya. Sejauh ini, pencegahan malaria yang efektif yakni
dalam bentuk vaksinasi, siklus perkembangbiakan penyebab malaria, yakni
Plasmodium falciparum amat rumit. Memang sudah diketahui, penyebaran parasit
bersel tunggal itu melalui gigitan nyamuk Anopheles. Tapi, perkembangannya
berbagai tahapan yang sulit diputus.

Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan


makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk
hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.
Perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga
pada ilmu-ilmu terapan dan murni lainnya, seperti biokimia, komputer, biologi
molekular, mikrobiologi, genetika, kimia ,matematika, dan lain sebagainya. Vaksin
malaria merupakan suatu tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah
penyakit malaria, dalam hal ini virus cacar air yang kurang aktif di rekayasa genetika

2
dengan dikombinasikan menggunakan potongan pada permukaan plasmodium yang
merupakan parasit dalam penyebab penyakit malaria sendiri.

Penyakit malaria
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit yang bernama
Plasmodium. Penyakit ini dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi
parasit tersebut. Di Indonesia terdapat empat spesies parasit malaria yaitu
Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale, dan P. malariae. Infeksi Plasmodium
falciparum merupakan penyebab kesakitan dan kematian tertinggi diantara jenis
malaria lainnya.
Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ
hati kemudian menginfeksi sel darah merah. Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan
menunjukan gejala awal menyerupai penyakit influenza, namun bila tidak diobati
maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian. Penyakit ini paling
banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana parasit Plasmodium dapat
berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles. Daerah selatan
Sahara di Afrika dan Papua Nugini di Oceania merupakan tempat-tempat dengan
angka kejadian malaria tertinggi. Proses terjadinya penyakit malaria yaitu mula-mula
Plasmodium bersembunyi di sel hati. Di sana parasit ini berkembang biak secara
a-seksual, tanpa menimbulkan gejala sakit. Produk dari perkembang biakan ini,
kemudian menyerang sel-sel darah merah. Barulah pada stadium ini muncul gejala
penyakit malaria yang khas. Sebagian parasit tumbuh di dalam sel darah merah
menjadi bentuk yang berkembang biak secara seksual. Jika sel darah merah yang
mengandung parasit malaria itu disedot oleh nyamuk Anopheles, selanjutnya terjadi
perkembang biakan seksual di dalam tubuh nyamuk. Disinilah terbentuk partikel yang
bagi manusia menimbulkan penyakit infeksi malaria, yakni Sporozoit yang berbentuk
seperti sabit. Untuk meredam wabah malaria, siklus inilah yang harus diputuskan.
Caranya, dapat dengan pemberantasan nyamuk inang perantara, atau juga menumpas
Plasmodium di dalam tubuh manusia, dengan menggunakan vaksin malaria.

3
Gambar : siklus penyakit malaria.

Penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina atau


melalui inokulasi langsung sel-sel darah merah yang telah terinfeksi. Stadium infektif
Plasmodium disebut sporozoit. Sporozoit yamg berhasil masuk ke dalam tubuh
manusia sebagian besar mengikuti aliran darah menuju hepar dan sebagian kecil
dirusak dengan fagositosis oleh makrofag dalam darah.

4
Plasmodium

Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh


genus ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini sentiasa mempunyai dua inang dalam
siklus hidupnya, vektor nyamuk dan inang vertebra.

Gambar : Plasmodium

Klasifikasi :
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium

Melacak gen yang akan dinon-aktifkan

Salah satu langkah rekayasa yang paling rumit, adalah melacak gen tertentu
pada Plasmodium yang cocok untuk dimatikan fungsinya, sehingga dapat diketahui,
pencegahan paling efektif adalah dengan memberikan vaksin malaria dalam stadium
Sporozoit. Fase paling kritis dari penelitian saat Plasmodium menyerang sel hati, dan
berkembangan selanjutnya yakni mengerang ke sel-sel darah merah, hal ini harus
dicegah. Setelah penelitian bertahun-tahun, ditemukan gen yang disebut UIS-3, yang
harus dinonaktifkan, agar stadium serangan ke sel darah merah dapat dihindarkan.

5
Gambar : Sel darah merah yang terinfeksi oleh P.vivax.

Vaksin malaria
Vaksin malaria merupakan suatu tindakan yang diharapkan dapat membantu
mencegah penyakit ini, tetapi adanya bermacam-macam stadium pada perjalanan
penyakit malaria menimbulkan kesulitan pembuatannya. Pengobatan yang tepat dan
efektif untuk malaria adalah yang berbasis artemisinin dengan terapi kombinasi.
Namun, pencegahan malaria tetap lebih baik jika dibandingkan dengan pengobatan
penyakit tersebut maka dari itu terus dilakukan pembuatan vaksinnya. Penelitian pada
pembuatan vaksin malaria ditujukan pada 2 jenis vaksin, yaitu
1. Proteksi terhadap ketiga stadium parasit:
1. Sporozoit yang berkembang dalam nyamuk dan menginfeksi manusia.
2. Merozoit yang menyerang eritrosit.
3. Gametosit yang menginfeksi nyamuk
2. Rekayasa genetika atau sintesis polipeptida yang relevan. Jadi, pendekatan
pembuatan vaksin yang berbeda-beda mempunyai suatu kelebihan dan
kekurangan masing-masing, tergantung tujuan mana yang akan dicapai.
Vaksin dari sporozoit Plasmodium falciparum merupakan vaksin yang
pertama kali diuji coba, dan apabila telah berhasil, vaksin dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas malaria tropika terutama pada anak dan ibu hamil.
Dalam waktu dekat akan diuji coba vaksin dengan rekayasa genetika.
Konsep memori imunologik dan transfer imunitas lewat serum atau
imunoglobulin tampaknya berperan pada proses terbentuknya kekebalan terhadap
malaria. Individu yang sudah terpapar Plasmodium dalam waktu yang lama mungkin
sudah lebih dulu “membangun” imunitas sehingga gejala infeksi tidak begitu nyata,

6
walaupun dari analisis darah tebal sudah ditemukan Plasmodium. Selain itu apabila
serum darah seorang dewasa yang sudah sering terpapar Plasmodium diberikan
kepada orang lain yang belum pernah terpapar, maka resipien serum itu akan
memperoleh sejumlah imunitas. Karena itu, prinsip vaksinasi adalah membuat
seseorang yang tidak pernah terpapar Plasmodium menjadi imun dengan cara
memaparkannya pada Plasmodium yang dilemahkan. Dalam hal ini sporozoit adalah
bentuk yang terpenting karena sesuai dengan bentuk Plasmodium yang dimasukkan
nyamuk ke dalam tubuh manusia. Konsep ini sudah dicoba pada tahun 1970-an
dengan melemahkan sporozoit lewat radiasi, namun kendala perbedaan spesies
Plasmodium yang amat bervariasi membuat konsep ini tidak terlalu berkembang pada
saat itu. Sedangkan pada masa sekarang, permasalahan utama adalah resistensi parasit
yang berkembang dengan cepat.
Selain pada fase sporozoit, ada kemungkinan konsep vaksin bekerja pada
tahap lain dalam siklus hidup Plasmodium. Secara teoritis setiap tahap perkembangan
Plasmodium dalam tubuh manusia dapat dibuatkan vaksin. Vaksin preeritrositer
(hepatik) dibuat berdasarkan konsep penghambatan pelepasan trofozoit dari skizon
hati, yaitu dengan menginduksi limfosit T sitotoksik untuk merusak sel-sel hati yang
terinfeksi. Vaksin eritrositer diharapkan dapat menghambat multiplikasi trofozoit
yang dilepaskan skizon hati atau mencegah invasi trofozoit menuju eritrosit. Ada pula
konsep pembuatan vaksin yang mampu mencegah perlekatan eritrosit ke dinding
pembuluh darah. Fase seksual juga dapat dijadikan dasar pengembangan vaksin. Fase
ini tidak berperan imunologis pada manusia, namun berperan dalam mencegah
penularan lebih lanjut lewat nyamuk.
Pengembangan vaksin malaria pada saat ini ditujukan untuk dua kelompok
besar. Yang pertama kepada populasi di daerah endemik malaria, dan yang kedua
ditujukan untuk turis dari negara nonendemik yang berkunjung ke negara endemik.

7
BAB III
CARA KERJA

3.1 Pembuatan Vaksin Malaria dan Cara Kerja Vaksin Malaria


Prinsip pembuatan rekayasa genetika dalam pembuatan vaksin malaria adalah sebagai
berikut :

Gambar : Proses pembuatan vaksin malaria.


a) Mengisolasi (memisahkan) gen- gen dari organisme penyebab penyakit
Memisahkan gen - gen dari pembawa penyakit malaria yaitu Plasmodium yang
berperan menghasilkan antigen yang merangsang limfosit untuk menghasilkan
antibody. Antigen diambil dari (sebagian atau seluruh) bakteri atau virus penyebab
penyakit, antigen bibit penyakit ini, yang sebelumnya telah diolah sedemikan rupa,
sehingga tidak akan menimbulkan penyakit lagi, bila disuntikkan kembali ke dalam
tubuh kita, namun akan merangsang sistim imunologi tubuh untuk memberi reaksi
dan membuat zat antibody yang diperlukan untuk melawan dan mematikan bibit
penyakit yang sama bila invasi masuk dalam tubuh kita sehingga kita terhindar dari
penyakit dan kita menjadi kebal / imun terhadap penyakit tersebut.

8
b) Mengekstraksi DNA di permukaan Plasmodium dan DNA pada virus cacar air
yang kurang aktif.
Tipe kloning ada dua macam meliputi reproduktif dan therapeutic. Tipe kloning
reproduktif, DNA yang berasal dari sel telur manusia atau hewan dihilangkan dan
diganti dengan DNA yang berasal dari sel somatik (kulit, rambut, dan lain-lain)
hewan atau menusia dewasa yang lain. Tipe kloning therapeutic bertujuan
menghasilkan suatu Stem cell (sel yang belum terdiferensiasi) antara lain dua jenis
stem cell, yaitu totipotent stem cell (TSC) dan pluripotent stem cell (PSC) yang
memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi organ-organ tubuh jaringan untuk
kepentingan penggantian organ atau jaringan yang rusak pada manusia akibat suatu
penyakit tertentu (degeneratif) tanpa adanya penolakan respon kekebalan tubuh dari
penerima .
Kloning gen meliputi serangkaian proses isolasi fragmen DNA spesifik dari
genom suatu organisme, penentuan sekuen DNA, pembentukan molekul DNA
rekombinan, dan ekspresi gen target dalam sel inang.
c) Menyisipkan gen-gen yang telah di isolasi tersebut (DNA plasmodium) ke tubuh
organisme yang kurang pathogen yaitu virus cacar air.
Gen yang mengkode senyawa penyebab penyakit (antigen) diisolasi dari mikrobia
yang bersangkutan. Kemudian gen ini disisipkan pada plasmid bakteri yang sama,
tetapi telah dilemahkan (tidak berbahaya). Bakteri atau mikroba ini menjadi tidak
berbahaya karena telah dihilangkan bagian yang menimbulkan penyakit, misalnya
lapisan lendirnya. Bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen murni.
Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat
senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini akan mempertahankan
tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk dalam tubuh.
d) Mengkulturkan organisme hasil rekayasa sehingga menghasilkan antigen dalam
jumlah banyak.
Ketika Plasmodium masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk,
Plasmodium akan memproduksi molekul yang dikenal sebagai antigen. Munculnya
antigen ini memungkinkan sistem kekebalan tubuh mengenali adanya proses infeksi
dan merangsang respon kekebalan tubuh menghasilkan antibodi terhadap Plasmodium.
Antibodi adalah suatu zat yang mampu menetralisir benda asing seperti, bakteri, virus,
dan juga parasit (Plasmodium). Gagasan pemberian vaksin malaria didasari dari

9
mekanisme alamiah ini. Vaksin berisi antigen yang bertindak sebagai target respon
dari sistem kekebalan tubuh. Vaksin malaria akan dibuat dari antigen yang didapat
dari tahapan siklus hidup Plasmodium, dengan harapan tubuh manusia dapat
menghasilkan antibodi melawan parasit. Pemberian vaksin diharapkan akan menjadi
satu alternatif dalam mengatasi masalah malaria. Antigen dari Plasmodium yang
ditemukan di dalam tubuh manusia yang terinfeksi sangatlah beragam jenisnya, hal ini
disebabkan karena di dalam tubuh manusia, parasit mengalami beberapa kali
perubahan bentuk sesuai tahapan siklus hidupnya, yang berdampak pada beragamnya
antigen yang dihasilkan.
Respon imun terhadap antigen stadium sporozoit (bentuk infektif) dan stadium
hepatosit diharapkan dapat mencegah terjadinya infeksi sporozoit ke dalam sel hati
dan menghambat pertumbuhan parasit di dalam sel hati tersebut. Respon imun
terhadap beberapa antigen stadium eritrositik selain dapat mencegah infeksi merozoit
ke dalam eritrosit dan menghambat pertumbuhan parasit, ada juga yang dapat
mencegah terjadinya gejala klinis dan komplikasi yang berat pada infeksi malaria.
Vaksin malaria dapat dihasilkan dari Plasmodium yang direkayasa genetika yaitu
dengan dikombinasikan gen dari Plasmodium yang merupakan vector dari penyakit
malaria sendiri dengan virus cacar air yang kurang aktif dengan mengisolasi
Plasmodium dari penderita kemudian mengekstraksi DNA dan memisahkan gen
khusus yang akan di hubungkan dengan DNA dari virus cacar air yang kurang aktif,
hasil dari rekayasa genetika ini akan disuntikkan ke manusia penderita malaria dan
dapat diekspresikan dengan kekebalan manusia antibody akan melawan plasmodium
sehingga penyakit yang mematikan ini dapat dikurangi.

e) Mengekstraksi antigen yang akan digunakan sebagai vaksin malaria.


Antigen dalam pembuatan vaksin ini berasal dari bakteri yang dipergunakan
sebagai zat aktif yang dikandung didalam vaksin, dan antigen ini bertujuan untuk
merangsang sistim imunologi tubuh atau sistim pertahanan tubuh, untuk membuat zat
antibody yang diperlukan untuk melawan dan membasmi bibit penyakit yang invasi
masuk dalam tubuh kita. Antigen ini diambil dari (sebagian atau seluruh) bakteri atau
virus penyebab penyakit, antigen bibit penyakit ini, yang sebelumnya telah diolah,
sehingga tidak akan menimbulkan penyakit lagi, bila disuntikkan kembali ke dalam
tubuh kita, namun akan merangsang sistim imunologi tubuh untuk memberi reaksi
dan membuat zat antibodi yang diperlukan untuk melawan dan mematikan bibit

10
penyakit yang sama bila invasi masuk dalam tubuh kita sehingga kita terhindar dari
penyakit dan kita menjadi kebal imun terhadap penyakit tersebut. Cara mengolah
antigen bibit penyakit agar supaya aman untuk dipergunakan dalam vaksin bisa
dengan cara mematikan bibit penyakit tersebut dengan cara pemanasan/heating,
dengan cara penyinaran/radiasi, kemudian dengan zat kimia/chemical substant
misalnya fenol, alkohol dan lain-lain, proses ini disebut Inaktivasi / inactivation,
artinya vaksin ini mngandung antigen bakteri atau virus yang telah di matikan,
sehingga tidak bisa menularkan penyakit yang sama lagi bila dipakai sebagai vaksin,
dikenal sebagai vaksin mati (Killed Vaccine / Inactivated Vaccine) Atau bisa juga
dengan cara mengembang biakkan bakteri atau virus tersebut kedalam medium
tertentu yang mirip dengan medium habitat bibit dari penyakit tersebut, kemudian
pengembangbiakan ini diteruskan hingga mencapai tahapan dimana sifat asli bibit
penyakit yaitu sifat keganasan hilang, namun secara genetik tetap akan dikenali oleh
sistim imunologi tubuh kita sebagai bibit penyebab penyakit tertentu dan akan
merangsang tubuh membuat zat antibodi untuk bibit penyakit tersebut.

Menghentikan penyebaran malaria


Selama beberapa dekade, para peneliti mengerjakan ide riset baru yang disebut
sebagai “vaksin penghambat penularan”. Vaksin ini berbeda dari vaksin umumnya
yang melindungi pasien dari serangan penyakit. Bedanya, vaksin ini menghambat
penyebaran parasit yang menyebabkan malaria dari inang manusia yang terinfeksi ke
nyamuk.

Ketika seorang mendapat vaksin tersebut, antibodi tertentu dihasilkan dalam


darah. Saat seekor nyamuk menggigit dan menghisap darah manusia yang terinfeksi,
parasit dan antibodi dibawa ke perut nyamuk. Begitu berada di dalam tubuh nyamuk,
antibodi tersebut menempel pada parasit dan menghambat perkembangannya. Hal ini
mencegah nyamuk untuk menularkannya kepada orang lain.

Konsep ini bagus tapi ini belum diuji dalam skala yang besar.

11
Cara kerja vaksin menghambat penularan. Siklus penyakit dimulai ketika seekor
nyamuk pembawa parasit malaria menggigit orang pertama, dan menginfeksi orang
tersebut. Parasit kemudian mereplikasi diri di hati dan menyebar ke dalam darah.
Ketika vaksin disuntikkan ke orang yang terinfeksi, vaksin tersebut membuat tubuh
menghasilkan antibodi yang kemudian menempel pada parasit baru tersebut. Ketika
nyamuk lain menggigit orang yang terinfeksi, maka nyamuk tersebut menghisap
parasit sekaligus antibodi. Antibodi tersebut mencegah parasit untuk berkembang,
yang berarti bahwa nyamuk tersebut tidak dapat menularkan penyakit

.Laboratorium tim Lovell telah mengembangkan vaksin berbasis liposom dilapisi


kobalt dengan protein parasit menempel di permukaannya.

12
Cara membuat vaksin berbasis liposom: Protein Pfs25 dikaitkan ke histidin-tag
dan dicampur bersama dengan liposom yang mengandung kobalt. Kedua bagian
bergabung untuk menjadi vaksin yang akan disuntikkan ke tikus. Hasil suntikkan
menunjukkan bagaimana ujung dari histidin-tag berinteraksi dengan liposom untuk
menjaga protein tetap menempel.

Membuat vaksin ini cukup sederhana. Setelah kita memiliki campuran liposom
dan kobalt, serta molekul Pfs25-histidin, kita tinggal mencampurnya bersama-sama,
dan struktur vaksin akan terbentuk secara spontan. Ketika liposom Pfs25 ini
disuntikkan ke tikus, hal tersebut akan memicu jumlah produksi antibodi yang tinggi.

Antibodi yang dihasilkan tikus menghambat proses perkembangan parasit di usus


nyamuk. Jadi kami berharap bahwa ketika nyamuk yang tidak terinfeksi menggigit
seseorang yang terinfeksi malaria, darah yang terhisap mengandung parasit dan
antibodi manusia sekaligus yang akan mencegah parasit tersebut berkembang biak di
usus nyamuk.

Ketika kami menguji vaksin ini pada tikus, hewan-hewan tersebut terus
memproduksi antibodi selama lebih dari 250 hari. Antibodi yang diproduksi
sepanjang periode tersebut mencegah perkembangan parasit malaria selama periode
itu pula.

Liposom: pembawa vaksin

Cara kerja vaksin adalah dengan memasukkan suatu mikroba penyebab penyakit
ke dalam tubuh. Mikroba yang dimasukkan tidak akan sampai menyebabkan penyakit
tapi cukup untuk merangsang tubuh mengeluarkan antibodi yang akan menandai
mikroba tersebut untuk dimusnahkan.

Untuk membuat suatu vaksin yang kuat yang menghasilkan respon antibodi yang
kuat pula, memilih protein yang tepat dari organisme penyebab penyakit menjadi
faktor penting. Para ilmuwan menyasar pada protein tertentu yang diproduksi oleh
mikroba untuk membuat vaksin. Pada penelitian kami ini, kami memilih protein yang
telah diketahui dengan baik yang bernama Pfs25, yang ditemukan di permukaan
parasit malaria.

Parasit mengeluarkan protein tersebut pada permukaan tubuhnya saat


berkembang di saluran pencernaan nyamuk. Pfs25 yang dipilih sebagai protein target

13
untuk vaksin penghambat penularan telah diuji secara klinis pada uji coba Fase I;
namun, perkembangannya terbatas. Hal tersebut karena, dengan sendirinya, protein
Pfs25 hanya memicu sedikit produksi antibodi tertentu.

Menggunakan pendekatan lain, beberapa peneliti telah melakukan rekayasa


genetika Pfs25 menjadi lebih kuat untuk uji coba klinis lain. Secara umum,
pendekatan seperti itu cukup menjanjikan, tapi terdapat risiko yakni protein target
tidak benar-benar meniru protein alami yang ada pada parasit.

Kami percaya bahwa jenis vaksin baru yang menggunakan liposom mungkin
menjadi kandidat yang menjanjikan sebagai pembantu (adjuvant) vaksin penghambat
penularan. Adjuvant adalah komponen vaksin lainnya yang meningkatkan respons
imun. Liposom adalah bola berongga (vesikel), yang terbuat dari molekul lipid.

Keuntungan liposom, dibandingkan hanya menggunakan protein Pfs25, adalah


bahwa liposom dapat mengantarkan lebih banyak protein parasit ke sel imun. Sel-sel
ini menyerap vaksin yang dibawa liposom dan memicu produksi antibodi yang lebih
banyak yang kemudian menyasar parasit tersebut untuk dihancurkan dan menghambat
penyakit ini.

Tim riset Jonathan Lovell telah mengembangkan liposom sebagai vaksin untuk
melawan malaria. Pada 2015, tim Dr. Lovell menemukan cara menempelkan protein
ke liposom dengan mengaitkannya ke serangkaian asam amino yang
disebut histidin-tag. Tag tersebut bekerja sebagai pengait yang menempelkan protein
ke liposom.

Dengan menambahkan molekul yang mengandung kobalt, dengan suatu struktur


yang mirip dengan vitamin B12, maka struktur protein-liposom tersebut akan menjadi
stabil

14
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Dari penulisan makalah ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit yang disebabkan oleh
parasit yang bernama Plasmodium
2. Gen yang disebut UIS-3 adalah gen yang harus dinonaktifkan, agar stadium
serangan ke sel darah merah dapat dihindarkan ketika terkena malaria
3. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam rekayasa genetika ketika produksi vaksin
malaria adalah :
 Mengisolasi (memisahkan) gen-gen dari organisme penyebab penyakit
 Mengekstraksi DNA di permukaan plasmodium dan DNA pada virus cacar
air yang kurang aktif
 Menyisipkan gen-gen yang telah di isolasi tersebut (DNA plasmodium) ke
tubuh organisme yang kurang pathogen yaitu virus cacar air.
 Mengkulturkan organisme hasil rekayasa sehingga menghasilkan antigen
dalam jumlah banyak.
 Mengekstraksi antigen yang akan digunakan sebagai vaksin malaria
4. Vaksin malaria merupakan suatu tindakan yang diharapkan dapat membantu
mencegah penyakit malaria tersebut dengan rekayasa genetika.

15
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2011. Plasmodium. http://id.wikipedia.org/wiki/Plasmodium.
Harijanto, P. N. 2007. Malaria. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat .Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp: 1732- 1744.
Kimbal, John W. 1989. Biologi .Edisi kelima cetakan kedua. Jakarta:Erlangga
Pratiwi, D.A. 2006. Biologi. Jakarta : Erlangga
Muladno, 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor : Pustaka Wirausaha
Muda.
Suhendi. 2009. Vaksin malaria.
http://www.mikrokontrol.com/jurnal/iptek/penelitian-vaksin malaria.html.
Wulandari. 2010. Penyakit Malaria.
http://ifhaajasmin.blogspot.com/2012/05/vaksin-malaria.html.

Anda mungkin juga menyukai