Materi Osn Kebumian Sma Negeri 9 Batanghari PDF
Materi Osn Kebumian Sma Negeri 9 Batanghari PDF
Teknologi Lidar
LIDAR (Light Detection and Ranging) adalah sebuah teknologi peraba jarak jauh optik yang
mengukur properti cahaya yang tersebar untuk menemukan jarak dan/atau informasi lain dari
target yang jauh. Metode untuk menentukan jarak menuju obyek atau permukaan adalah
dengan menggunakan pulsa laser. Seperti teknologi radar, yang menggunakan gelombang radio
daripada cahaya, jarak menuju obyek ditentukan dengan mengukur selang waktu antara
transmisi pulsa dan deteksi sinyal yang dipancarkan. Teknologi LIDAR memiliki aplikasi dalam
bidang arkeologi, geografi, geologi, geomorfologi, seismologi, peraba jarak jauh dan fisik
atmosfer[1]. Sebutan lain untuk LIDAR adalah ALSM (Airborne Laser Swath Mapping) dan
altimetri laser. Akronim LADAR (Laser Detection and Ranging) sering digunakan dalam konteks
militer. Sebutan radar laser juga digunakan tapi tidak berhubungan karena menggunakan
cahaya laser dan bukan gelombang radio yang merupakan dasar dari radar konvensional.
1. Kilap (luster)
2. Warna (colour)
3. Kekerasan (hardness)
4. Cerat (streak)
5. Belahan (cleavage)
6. Pecahan (fracture)
7. Bentuk (form)
8. Berat Jenis (specific gravity)
9. Sifat Dalam
10. Kemagnetan
11. Kelistrikan
12. Daya Lebur Mineral
Kilap
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena
cahaya (Sapiie, 2006)
Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi jenis:
a. Kilap Logam (metallic luster): bila mineral tersebut mempunyai kilap atau kilapan seperti
logam. Contoh mineral yang mempunyai kilap logam:
Gelena
Pirit
Magnetit
Kalkopirit
Grafit
Hematit
b. Kilap Bukan Logam (non metallic luster), terbagi atas:
Kilap mineral sangat penting untuk diketahui, karena sifat fisiknya ini dapat dipakai dalam
menentukan mineral secara megaskopis. Untuk itu perlu dibiasakan membedakan kilap mineral
satu dengan yang lainnya, walaupun kadang-kadang akan dijumpai kesulitan karena batas kilap
yang satu dengan yang lainnya tidak begitu tegas (Danisworo 1994).
Warna
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak dapat
diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu
warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Sebagai contoh,
kuarsa dapat berwarna putih susu, ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna. Walau
demikian ada beberapa mineral yang mempunyai warna khas, seperti:
Kekerasan
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral dapat
membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard. Mineral
yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral
tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat oleh
Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10 skala,
dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras .
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai
bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa
dasar dari batuan.
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting, yaitu:
A. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya
batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa
banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat
mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya
berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung
cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan
cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf.
Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
• Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal. Tekstur
holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah
membeku di dekat permukaan.
• Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi
terdiri dari massa kristal.
• Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur
holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies
yang lebih kecil dari tubuh batuan.
B. Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada
umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
1. Fanerik/fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain
secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
- Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
- Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
- Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
- Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.
2. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata biasa
sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh
kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat dibedakan:
- Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan
mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
- Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati
meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
- Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
C. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara
keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
- Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
- Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
- Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
- Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
- Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
- Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
- Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
D. Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai hubungan antara
kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis besar, relasi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan
berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular
dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari
mineral-mineral yang euhedral.
- Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari
mineral-mineral yang subhedral.
- Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari
mineral-mineral yang anhedral.
- Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak
sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau
matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.
Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang
jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat
dilapangan saja, misalnya:
• Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut,
membentuk struktur seperti bantal.
• Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun
secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada
contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
• Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang
tertanam dalam tubuh batuan beku.
• Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas
pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang
teratur.
• Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya
besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
• Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-
mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
• Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain
yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
• Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang
ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan
pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar
berlembar).
Komposisi Mineral
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan
indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
• Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral
kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
• Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol
dan olivin.
Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan SiO2, dan indeks
warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam
jenis batuan yang sama, menurut dasar klasifikasinya.
Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya, menurut Rosenbusch (1877-1976) batuan beku dibagi
menjadi:
• Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.
• Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
• Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang
(1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan
vulkanik.
Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), yaitu:
• Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit.
• Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%. Contohnya
adalah dasit.
• Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya adalah
andesit.
• Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah
basalt.
Klasifikasi berdasarkan indeks warna ( S.J. Shand, 1943), yaitu:
• Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
• Mesococtik rock, apabila mengandung 30% - 60% mineral mafik.
• Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.
Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku berdasarkan indeks warnanya
sebagai berikut:
• Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
• Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
• Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
• Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.
Jenis-jenis batuan beku dibedakan menjadi 3 yaitu : 1. Batuan beku dalam,contohnya : Batu
granit. 2. Batuan beku gang/ tengah,contohnya : Granit porfir 3. Batuan beku luar,contohnya :
Batu andesit
KoMPOSISI MINERAl
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan
indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
• Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa,
feldspar, feldspatoid dan muskovit.
• Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan
olivin.
Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan SiO2, dan indeks
warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam
jenis batuan yang sama, menurut dasar klasifikasinya.
Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya, menurut Rosenbusch (1877-1976) batuan beku dibagi
menjadi:
• Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.
• Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
• Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis
batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.
Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), yaitu:
• Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit.
• Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%. Contohnya adalah
dasit.
• Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya adalah andesit.
• Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.
Klasifikasi berdasarkan indeks warna ( S.J. Shand, 1943), yaitu:
• Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
• Mesococtik rock, apabila mengandung 30% - 60% mineral mafik.
• Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.
Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku berdasarkan indeks warnanya
sebagai berikut:
• Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
• Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
• Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
• Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.
Jenis-jenis batuan beku dibedakan menjadi 3 yaitu : 1. Batuan beku dalam,contohnya : Batu
granit. 2. Batuan beku gang/ tengah,contohnya : Granit porfir 3. Batuan beku luar,contohnya :
Batu andesit
PETROLOGI
PETROLOGI BATUAN PIROKLASTIK
Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuan dan kondisi
pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengantiga tipe batuan: beku,
metamorf, dan sedimen. Kata petrologi itu sendiri berasaldari kata Bahasa Yunani petra, yang
berarti "batu".
•
Petrologi batuan beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku (batuan seperti
granit atau basalt yang telah mengkristal dari batulebur atau magma). Batuan beku mencakup
batuan volkanik dan plutoni
Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk dari letusan gunung api(berasal dari
pendinginan dan pembekuan magma) namun seringkali bersifat klastiK
Petrologi batuan metamorf berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan metamorf (batuan
seperti batu sabak atau batu marmer yang bermula dari batuan sedimen atau beku tetapi telah
melalui perubahankimia, mineralogi atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrim dari
tekanan,suhu, atau keduanya
Petrologi memanfaatkan bidang klasik mineralogi, petrografi mikroskopis, dananalisa kimia
untuk menggambarkan komposisi dan tekstur batuan. Ahli petrologimodern juga menyertakan
prinsip geokimia dan geofisika dalam penelitankecenderungan dan siklus geokimia dan
penggunaan data termodinamika daneksperimen untuk lebih mengerti asal batuan. Petrologi
eksperimentalmenggunakan perlengkapan tekanan tinggi, suhu tinggi untuk
menyelidikigeokimia dan hubungan fasa dari material alami dan sintetis pada tekanan dansuhu
yang ditinggikan. Percobaan tersebut khususnya berguna utuk menyelidiki
BATUAN PIROKLASTIK
Pengertian Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik atau pyroclastics (berasal dari bahasa Yunani πρ, yang
ῦ
berarti api; dan κλαστός, yang berarti rusak) adalah bebatuan clastic semata-mataatau
terutama terdiri dari material vulkanik. Mana materi vulkanik telah diangkutdan ulang melalui
tindakan mekanis, seperti oleh angin atau air, batu-batuan inidisebut volcaniclastic. Umumnya
terkait dengan aktivitas gunung berapi ledakan -seperti Plinian atau letusan Krakatau gaya, atau
letusanphreatomagmatic - piroklastik deposito yang umumnya terbentuk dari udara abu, dan
bom lapilli atau blok yang dikeluarkan dari gunung berapi itu sendiri, dicampuR
dengan negarahancur batu.Batuan piroklastik dapat terdiri dari berbagai macam ukuran clast;
dariagglomerates terbesar, dengan sangat halus dan tuffs abu. Pyroclasts denganukuran yang
berbeda diklasifikasikan sebagai bom vulkanik, lapilli dan abuvulkanik. Abu dianggap piroklastik
karena debu halus terbuat dari batu vulkanik.Salah satu bentuk yang paling spektakuler adalah
deposito piroklastik ignimbrites,deposito dibentuk oleh suhu tinggi gas dan abu campuran dari
aliran piroklastik acara.Tiga jenis transportasi dapat dibedakan: aliran piroklastik, aliran
piroklastik, dan piroklastik jatuh. Selama letusan Plinian, batu apung dan abuyang terbentuk
ketika magma silicic terpecah dalam saluran vulkanik, karenadekompresi dan pertumbuhan
gelembung. Pyroclasts kemudian entrained dalamletusan apung membanggakan yang dapat
naik beberapa kilometer ke udara danmenyebabkan bahaya penerbangan. Partikel jatuh dari
awan letusan bentuk lapisan di tanah (ini jatuh atau tephra piroklastik). Piroklastik kerapatan
arus yangdisebut sebagai 'aliran' atau 'gelombang', tergantung pada konsentrasi partikel
dantingkat turbulensi, kadang-kadang disebut bercahaya longsoran. Deposit batuapung yang
kaya aliran piroklastik dapat disebut ignimbrites.
Sebuah letusan piroklastik mensyaratkan meludah atau "fountaining" lava, dimana lava akan
dilemparkan ke udara bersama abu, bahan piroklastik, danvulkanik produk sampingan lainnya.
Hawaii letusan seperti di Kilauea dapatmengeluarkan gumpalan magma ditangguhkan menjadi
gas; ini disebut 'api air mancur'. Pembekuan magma, jika cukup panas mungkin menyatu atas
arahanuntuk membentuk aliran lahar. Terdiri dari endapan piroklastik yang tidak pyroclasts
disemen bersama-sama. Batuan piroklastik (tuff) adalah deposito piroklastik yang telah lithified
Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk dari letusan gunung api(berasal dari
pendinginan dan pembekuan magma) namun seringkali bersifatklastik. Menurut william (1982)
batuan piroklastik adalah batuan volkanik yang bertekstur klastik yang dihasilkan oleh
serangkaian proses yang berkaitan denganletusan gunung api, dengan material asal yang
berbeda, dimana material penyusuntersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum
mengalami transportasi(“rewarking”) oleh air atau es
Pada kenyataannya, batuan hasil letusan gunung api dapat berupa suatu hasillelehan yang
merupakan lava yang telah dibahas dan diklasifakasikan ke dalam batuan beku, serta dapat pula
berupa produk ledakan atau eksplosif yang bersifatfragmental dari semua bentuk cair, gas atau
padat yang dikeluarkan dengan jalanerupsi
Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan piroklastik mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang
ada di dalamnya, yang meliputi Glassy dan Fragmental.Pengamatan tekstur meliputi :1.
Glassy
Glassy adalah tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada batuan tersebutialah
glass.2.
Fragmental
Faragmental ialah tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada batuantersebut ialah
fragmen-fragmen hasil letusan gunung api.
c.
Struktur Batuan
Struktur adalah kenampakan hubungan antara bagian-bagian batuanyang
berbeda.pengertian struktur pada batuan beku biasanya mengacu pada pengamatan dalam
skala besar atau singkapan dilapangan.pada batuan bekustruktur yang sering ditemukan
adalah:
a.
Masif : bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubanggas b.Vesikular:
dicirikandengan adanya lubang-lubang gas,sturktur inidibagi lagi menjadi 3 yaitu:
•
Skoriaan : bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.
•
Pumisan : bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
•
Aliran : bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupunlubang gas.c.Amigdaloidal: bila
lubang-lubang gas terisi oleh mineral-mineralsekunder
KEBUMIAN 4
TENTANG SEDIMEN DAN BENTUK PASIR
Bongkah (boulder) adalah suatu massa batuan lepas yang agak membundar karena terabrasi
selama terangkut dan memiliki diameter minimal 256 mm. Bongkah hasil pelapukan in situ
disebut bongkah disintegrasi (boulder of disintegration) atau bongkah ekstrafolasi (boulder of
extrafolation). Blok (block) adalah fragmen batuan yang berukuran sama dengan bongkah,
namun menyudut dan tidak memperlihatkan jejak pengubahan oleh media pengangkut.
Kerakal (cobble) adalah suatu massa batuan lepas yang agak membundar karena terabrasi
selama terangkut dan memiliki diameter 64–256 mm. Kerakal hasil pelapukan in situ disebut
kerakal exfoliasi (cobble of exfoliation).
Kerikil (pebble) adalah suatu fragmen batuan yang lebih besar dari pasir kasar atau granul dan
lebih kecil dari kerakal serta membundar atau agak membundar karena terabrasi oleh aksi air,
angin, atau es. Jadi, diameter kerikil adalah 4–64 mm.
Akumulasi bongkah, kerakal, kerikil, atau kombinasi ketiganya dan tidak terkonsolidasi disebut
gravel. Berdasarkan besar butir partikel dominannya, suatu gravel dapat disebut gravel
bongkah (boulder gravel), gravel kerakal (cobble gravel), atau gravel kerikil (pebble gravel).
Bentuk ekivalen dari gravel, namun sudah terkonsolidasi, disebut konglomerat (conglomerate).
Seperti juga gravel, konglomerat dapat berupa konglomerat bongkah (boulder conglomerate),
konglomerat kerakal (cobble conglomerate), atau konglomerat kerikil (pebble conglomerate).
Rubble adalah akumulasi fragmen batuan yang lebih kasar dari pasir, menyudut, dan belum
terkonsolidasi. Bentuk ekivalen dari rubble, namun telah terkonsolidasi, disebut breksi
(breccia).
Istilah pasir (sand) digunakan untuk menamakan agregat partikel batuan yang berdiameter
lebih dari 1/16–2 mm.
Wentworth (1922) mengusulkan istilah granul (granule) untuk menamakan material yang
berukuran 2–4 mm.
Lanau (silt) adalah agregat partikel batuan yang berukuran 1/125–1/16 mm.
Lempung (clay) adalah agregat partikel batuan yang berukuran kurang dari 1/256 mm.
1. Kuarsa (SiO2)
Mineral kuarsa (SiO2) merupakan mineral utama penyusun batuan sedimen. Mineral ini yang
paling sering dijumpai pada batuan sedimen siliklastik. Mineral ini menyususn sekitar 65% dari
batu pasir dan sekitar 30% dari batulempung. Oleh karena kelimpahannya karakteristik mineral
kuarsa dalam batuan sedimen seringkali dijadikan indicator untuk mengetahui batuan asal dari
batuan sedimen. Bentuk butir mineral kuarsa terdiri dari Kristal tunggal dan Kristal banyak yang
terdiri dari dua atau lebih unit Kristal yang berbeda orientasi optiknya. Butiran kuarsa
monokristalin akan menampakkan karakteristik batuan asal ketika dilakukan pengujian secara
detail. Sedangkan untuk kuarsa polikristalindikenal dua macam yaitu bentuk komposit dan
semikomposit. Kuarsa komposit terdiri dari dua atau lebih unit Kristal rata.
2. Feldspar
Feldspar merupkan mineral kedua terbanyak sebagai penyusun batuan sedimen siliklastik.
Mineral ini menyusun sekitar 10-15% dalam batupasir, dan sekitar 5% dalam batulempung.
Dimana mineral feldspar terbagi menjadi dua yaitu:
- Alkali feldspar merupakan kelompok mineral yang berkomposisi muli dari K(AlSi3O8),
(K,Na)(alSi3O8). Mineral ini juga sering disebut potas feldspar karena mineral ini sangat umum
dijumpai, yang terdiri mineral-mineral seperti
1.Ortoklas
2.Sanidin
3.Anortoklas
4.Mikrokline
5.Adularia
- Plagioklas feldspar
terdiri dari mineral-mineral yang berada pada daerah continous reaction series yaitu
mineral – mineral seperti:
1.Anortit
2.Bitownit
3.Labradorit
4.Andesin
5.Oligoklas
6.Albit
3. Mineral lempung
Mineral lempung menyusun sekitar 25-30% batuan sedimen tetapi pada batuan sedimen
berbutir halus jumlahnya dapat mencapai 60%. Minerallempung termasuk dalam kelompok
mineral polisilikat. Karena butirannya yang sangat halus mineral lempung hanya dapat
diidentifikasi dengan menggunakan metode difraksi X-ray, SEM dan atau teknik nonoptik
lainnya.
4. Mineral tambahan
Mineral dalam batuan sedimen yang jumlahnya kurang dari 1%. Mineral yang umum sebagai
mineral tambahan adalah mineral mika (muskovit dan biotit) dn kineral berat. Kelimpahan
mineral mika yang berbutir kasar umumnya kurang dari 0,5%, meskipun pada beberapa
batupasir kandungan mika dapat mencapai 2-3%.
2. Klasifikasi zigg
Dimana klsafikasi ini membagi batuan sedimen berdasarkan bentuk kebundarannya yaitu
sebagai berikut :
Menyudut (angular) (0-0,15): sangat sedikit atau tidak ada jejak penghancuran; sudut dan sisi
partikel tajam; sudut sekunder (tonjolan minor dari profil partikel; bukan sudut antar-muka
partikel) banyak dan tajam.
Menyudut tanggung (subangular) (0,15-0,25): sedikit jejak penghancuran; sudut dan tepi
partikel hingga tingkat tertentu membundar; banyak terdapat sudut sekunder (10-20),
meskipun tidak sebanyak seperti pada partikel menyudut.
Membundar tanggung (subrounded) (0,25-0,40): jejak penghancuran cukup banyak; sudut
dan sisi partikel membundar; jumlah sudut sekunder relatif sedikit (5-10) dan umumnya
membundar. Luas permukaan partikel berkurang; sudut-dalam asli, meskipun membundar,
masih terlihat jelas.
Membundar (rounded) (0,40-0,60): Bidang-bidang asli hampir terhancurkan seluruhnya;
bidang yang relatif datar masih dapat ditemukan. Sisi dan sudut asli menjadi melengkung dan
membentuk kurva yang relatif besar; hanya sedikit ditemukan sudut sekunder (0-5). Pada
kebundaran 0,60, semua sudut sekunder hilang. Bentuk asli masih terlihat.
Sangat bundar (well rounded) (0,60-1,00): tidak ada permukaan, sudut, atau sisi asli;
semuanya membentuk lengkungan-lekungan besar; tidak ada bagian yang datar; tidak ada
sudut sekunder. Bentuk asli tidak terlihat lagi, amun dapat diperkirakan dari bentuknya yang
sekarang.
3. Struktur sedimen
Struktur sediment adalah bentukan struktur yang terbentuk saat pengendapan batuan
sediment terjadi. Struktur pada sediment sangat beraneka ragam, hal ini akibat pengaruh ketika
pembentukan yang terjadi misalnya gelombang sungai/laut, cuaca atau iklim, komposisi
sediment, lingkungan pengendapan, dan pengaruh lainnya. Struktur sediment merupaka
struktur yang sangat kompleks dan struktur tersebutlah kita dapat melakukan dugaan
sementara tentang fenomena yang terjadi. Adapun jenis-jenis struktur sedimen adalah sebagai
berikut :
1. Struktur sedimen yang terbentuk sebelum proses pembatuan (lithifikasi)
2. Struktur sedimen yang terbentuk pada proses sedimentasi
3. Struktur sedimen yang terbentuk pada proses sedimentasi
Penjelasan:
1. Struktur sedimen yang terbentuk sebelum proses pembatuan (lithifikasi) Struktur sedimen
yang terbentuk sebelum proses pembatuan dapat terjadi di bagian atas lapisan, sebelum
lapisan atau endapan yang lebih muda atau endapan baru di endapkan. Struktur sedimen ini
merupakan hasil kikisan, ’scour marks’, ‘flutes’, ‘grooves’, ‘tool marking’ dan sebagainya.
Struktur-struktur ini sangat penting untuk menentukan arah aliran atau arah sedimentasi.
2. Struktur sedimen yang terbentuk pada proses sedimentasi Struktur yang terbentuk semasa
proses pengendapan, antara lain adalah perlapisan mendatar (flat bedding), perlapisan silang-
siur (cross bedding) aminasi sejajar (paralel lamination), dan laminasi ripple mark.
3. Struktur yang terbentuk setelah proses pengendapanStruktur ini terbentuk selepas sedimen
terendap. Ini termasuk struktur beban, ‘pseudonodules’ dimana sebagian lapisan pasir jatuh
dan masuk kedalam lapisan lumpur di bawahnya, laminasi konvolut (convolute lamination) dan
sebagainya. Hasil dari pergerakan mendatar sedimen yang membentuk lipatan juga termasuk
dalam struktur selepas endapan.
Struktur Sedimen berdasarkan Pettijohn, 1975 , dapat dikelompokkan menjadi tiga macam
struktur, yaitu :
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan
metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat
adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC <
T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf.
Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20
km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah
mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi
fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses
tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-
kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis,
sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru
dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas
diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang
dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan
metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat.
Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut
adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara
mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara
diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-
sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam
batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit
dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-
eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu
tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari
material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal
metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing
terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum
terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di
sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di
sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe
batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian
besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari
batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur,
beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1) metamorfisme
tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade
metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan
asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku),
sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan
tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi
bertekstur beku atau igneous).
Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah –
medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan
pada penyebabnya.
Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme
kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/
kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional,
terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau
sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar 3.10).
Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa
batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit
bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11).
penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer
Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas
pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak
sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran
atau rekristalisasi.
Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-
metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme.
Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral
baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar
disebut foliasi.
Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa
dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular
(seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral
tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis.
Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih
berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan ini
biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan
pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini
mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah
termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran
mineral) (Tabel 3.12).
Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah
penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi
maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan.
Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/
sabak.
Sedangkan non foliasi,
misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya
sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses
metamorfisme.
Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan
banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.
Gempa dapat digolongkan menjadi beberapa kategori. Menurut proses terjadinya, gempa bumi
diklasifikasikan menjadi seperti berikut:
Gempa tektonik: terjadi akibat tumbukan lempeng-lempeng di litosfer kulit bumi oleh tenaga
tektonik. Tumbukan ini akan menghasilkan getaran. Getaran ini yang merambat sampai ke
permukaan bumi.
Gempa vulkanik: terjadi akibat aktivitas gunung api. Oleh karena itu, gempa ini hanya dapat
dirasakan di sekitar gunung api menjelang letusan, pada saat letusan, dan beberapa saat
setelah letusan.
Gempa runtuhan atau longsoran: terjadi akibat daerah kosong di bawah lahan mengalami
runtuh. Getaran yang dihasilkan akibat runtuhnya lahan hanya dirasakan di sekitar daerah yang
runtuh.
Gempa bumi dalam: kedalaman hiposenter lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi.
Gempa bumi menengah: kedalaman hiposenter berada antara 60-300 km di bawah
permukaan bumi.
Gempa bumi dangkal: kedalaman hiposenter kurang dari 60 km.
Gempa lautan: episentrumnya di dasar laut. Gempa jenis inilah yang menimbulkan tsunami
Skala Mercalli adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Satuan ini diciptakan oleh
seorang vulkanologis dari Italia yang bernama Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Skala
Mercalli terbaagi menjadi 12 pecahan berdasarkan informasi dari orang-orang yang selamat
dari gempa tersebutdan juga dengan melihat dan membandingkan tingkat kerusakan akibat
gempa bumi tersebut. Oleh itu skala Mercalli adalah sangat subjektif dan kurang tepat
dibanding dengan perhitungan magnitudo gempa yang lain. Oleh karena itu, saat ini
penggunaan skala Richter lebih luas digunakan untuk untuk mengukur kekuatan gempa bumi.
Tetapi skala Mercalli yang dimodifikasi, pada tahun 1931 oleh ahli seismologi Harry Wood dan
Frank Neumann masih sering digunakan terutama apabila tidak terdapat peralatan
seismometer yang dapat mengukur kekuatan gempa bumi di tempat kejadian.
Skala Modifikasi Intensitas Mercalli mengukur kekuatan gempa bumi melalui tahap kerusakan
yang disebabkan oleh gempa bumi itu. Satuan ukuran skala Modifikasi Intensitas Mercalli
adalah seperti di bawah :
Skala Modifikasi Keamatan Mercalli
1. Tidak terasa
2. Terasa oleh orang yang berada di bangunan tinggi
3. Getaran dirasakan seperti ada kereta yang berat melintas.
4. Getaran dirasakan seperti ada benda berat yang menabrak dinding rumah, benda
tergantung bergoyang.
5. Dapat dirasakan di luar rumah, hiasan dinding bergerak, benda kecil di atas rak mampu
jatuh.
6. Terasa oleh hampir semua orang, dinding rumah rusak.
7. Dinding pagar yang tidak kuat pecah, orang tidak dapat berjalan/berdiri.
8. Bangunan yang tidak kuat akan mengalami kerusakan.
9. Bangunan yang tidak kuat akan mengalami kerusakan tekuk.
10. Jambatan dan tangga rusak, terjadi tanah longsor. Rel kereta api bengkok.
JENIS SESAR
Sesar atau fault adalah rekahan yang mengalami geser-geseran yang jelas. pergeseran dapat
berkisar dari beberapa milimeter sampai ratusan meter dan panjangnya dapat mencapai
beberapa desimeter hingga ribuan meter. sesar dapat terjadi pada segala jenis batuan. akibat
terjadinya pergeseran itu, sesar akan mengubah perkembangan topografi, mengontrol air
permukaan dan bawah permukaan, merusak stratigrafi batuan dan sebagainya.
Sesar Normal
Sesar Naik (thrust fault)
Sesar geser (strike-slip or transform, or wrench fault)
Sesar sungkup
LEMPENG TEKTONIK
Teori tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi
yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala
besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori
Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep
seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer
yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan
litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan
sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan
geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer
sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan
tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat
tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer
ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-
batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform
(menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan
palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan
lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a.[1]
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang
dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi dalam bukunya The Origin
of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang
sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan
benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis
rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa adanya
bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja
bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin
bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah
teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian
kerak ini kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam
mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya.[3][9][1
Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik yang di atasnya
dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak.
Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima", gabungan dari
silikon dan magnesium.
Yang kedua adalah kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan
aluminium.
Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua memiliki ketebalan yang
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera. Ketebalan kerak benua mencapai 30-50
km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km.
Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu daerah di mana
aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan pembentukan kenampakan
topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung samudera. Kebanyakan gunung berapi
yang aktif di dunia berada di atas batas lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire)
di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan dikenal luas.
Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu lempeng
terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu sendiri dan sebagian
dasar Samudera Atlantik dan Hindia.
Perbedaan antara kerak benua dengan kerak samudera ialah berdasarkan kepadatan material
pembentuknya.
Kerak benua lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih sedikit silikon
dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera dikatakan lebih
bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak samudera umumnya berada di bawah
permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng Pasifik, sedangkan kerak benua timbul
ke atas permukaan laut, mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.
1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami
gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform
fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan
dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan
pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.
2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika dua
lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting)
yang aktif adalah contoh batas divergen
3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua
lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika
salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua (continental
collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam
biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam
mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini
dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan
pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di
Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).
SKALA GEOLOGI
Skala waktu geologi digunakan oleh para ahli geologi dan ilmuwan untuk menjelaskan waktu
dan hubungan antar peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah Bumi. Tabel periode geologi yang
ditampilkan di halaman ini disesuaikan dengan waktu dan tatanama yang diusulkan oleh
International Commission on Stratigraphy dan menggunakan standar kode warna dari United
States Geological Survey.
Bukti-bukti dari penanggalan radiometri menunjukkan bahwa bumi berumur sekitar 4.570 juta
tahun. Waktu geologi bumi disusun menjadi beberapa unit menurut peristiwa yang terjadi pada
tiap periode. Masing-masing zaman pada skala waktu biasanya ditandai dengan peristiwa besar
geologi atau paleontologi, seperti kepunahan massal. Sebagai contoh, batas antara zaman
Kapur dan Paleogen didefinisikan dengan peristiwa kepunahan dinosaurus dan baerbagai
spesies laut. Periode yang lebih tua, yang tak memiliki peninggalan fosil yang dapat diandalkan
perkiraan usianya, didefinisikan dengan umur absolut.
FOSIL GEOLOGI
Foraminifera, atau disingkat foram, adalah grup besar protista amoeboid dengan
pseudopodia.[1] Cangkang atau kerangka foraminifera merupakan petunjuk dalam pencarian
sumber daya minyak, gas alam dan mineral.
Helium
Nitrogen
Oksigen
Karbon dioksida
LAPISAN ATMOSFER
Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari permukaan
planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. Di Bumi, atmosfer terdapat dari ketinggian 0 km di
atas permukaan tanah, sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan Bumi. Atmosfer
tersusun atas beberapa lapisan, yang dinamai menurut fenomena yang terjadi di lapisan
tersebut. Transisi antara lapisan yang satu dengan yang lain berlangsung bertahap. Studi
tentang atmosfer mula-mula dilakukan untuk memecahkan masalah cuaca, fenomena
pembiasan sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Dengan
peralatan yang sensitif yang dipasang di wahana luar angkasa, kita dapat memperoleh
pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer berikut fenomena-fenomena yang terjadi di
dalamnya.
Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon
(0.9%), karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya. Atmosfer
melindungi kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari Matahari dan
mengurangi suhu ekstrem di antara siang dan malam. 75% dari atmosfer ada dalam 11 km dari
permukaan planet.
Lapisan ini berada pada level yang terendah, campuran gasnya paling ideal untuk menopang
kehidupan di bumi. Dalam lapisan ini kehidupan terlindung dari sengatan radiasi yang
dipancarkan oleh benda-benda langit lain. Dibandingkan dengan lapisan atmosfer yang lain,
lapisan ini adalah yang paling tipis (kurang lebih 15 kilometer dari permukaan tanah). Dalam
lapisan ini, hampir semua jenis cuaca, perubahan suhu yang mendadak, angin, tekanan dan
kelembaban yang kita rasakan sehari-hari berlangsung. Suhu udara pada permukaan air laut
sekitar 30 derajat Celsius, dan semakin naik ke atas, suhu semakin turun. Setiap kenaikan 100m
suhu berkurang 0,61 derajat Celsius (sesuai dengan Teori Braak). Pada lapisan ini terjadi
peristiwa cuaca seperti hujan, angin, musim salju, kemarau, dan sebagainya.
Atmosfer tidak mempunyai batas mendadak, tetapi agak menipis lambat laun dengan
menambah ketinggian, tidak ada batas pasti antara atmosfer dan angkasa luar.
Di area daerah Republik Indonesia dapat kita jumpai tiga macam hujan / ujan yang turun, yaitu
antara lain :
1. Hujan Frontal
Hujan frontal adalah hujan yang disebabkan oleh bertemunya angin musim panas yang
membawa uap air yang lembab dengan udara dingin bersuhu rendah sehingga menyebabkan
pengembunan di udara yang pada akhirnya menurunkan hujan.
2. Hujan Orografis
Hujan orografis adalah hujan yang diakibatkan oleh adanya uap air yang terbawa atau tertiup
angin hingga naik ke atas pegunungan dan membentuk awan. Ketika awan telah mencapai titik
jenuh maka akan turun hujan.
3. Hujan Zenit
Hujan zenit adalah hujan yang penyebabnya adalah suhu yang panas pada garis khatulistiwa
sehingga memicu penguapan air ke atas langit bertemu dengan udara yang dingin menjadi
hujan. Hujan zenit terjadi di sekitar daerah garis khatulistiwa saja.
ANGIN
A. Gaya Primer
Gaya primer yang menyebabkan terjadinya aliran udara horizontal adalah gaya gradien
tekanan. Gaya ini timbul karena adanya perbedaan tekanan yang disebabkan oleh perbedaan
suhu. Perbedaan tekanan ini menimbulkan gradien tekanan yang memicu terjadinya angin.
Udara bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah dan semakin tinggi perbedaan
tekanan akan semakin cepat udara bergerak.
B. Gaya Sekunder
Gaya sekunder merupakan gaya yang beraksi pada udara hanya setelah udara mulai
bergerak. Ada tiga gaya sekunder yang penting yang menyebabkan terjadinya jalur (curved
path flow) pada arah yang berbeda. Gaya-gaya ini adalah gaya coriolis, gaya sentrifugal dan
gaya gesekan.
Setiap proses cenderung menuju kesetimbangan, kalaupun ketidakseimbangan ini terjadi, sifat
sementara karena adanya reaksi terhadap gaya yang menyebabkannya. Empat angin berikut
berhubungan dengan proses tersebut untuk belahan bumi utara.
A. Angin Geostropik
Angin geostropik yang bergerak sejajar dengan isolar yang lurus. Untuk tahap awal,
karena udara yang dipelajari adalah angin yang mengalir pada suatu garis lurus dibelahan bumi
utara diatas ambang gesekan (600 m diatas permukaan laut) maka gaya Coriolis yang lebih
berperan. Pada tahap awal, kalau gaya gradien tekanan merupakan satu-satunya gaya yang
bekerja, udara akan bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah dengan kecepatan
angin yang semakin lama semakin tinggi. Tetapi dengan udara yang bergerak, gaya Coriolis
cenderung membelok
partikel-partikel udara yang bergerak ini mengarah ke kanan.
Gambar 3.1. Pada ketinggian dengan pengaruh gesekan nol, udara
yang bergerak pada garis lurus mempunyai kesetimbangan antara gaya gradien tekanan dan
gaya Coriolis. Pada saat kesetimbangan ini muncul angin yang terjadi disebut angin geostropik.
B. Gaya Gradien
Angin gradien adalah angin yang bergerak sejajar dengan isobar yang melengkung. Pada
tahap kedua ini gaya sentrifugal dimasukkan sebagai gaya ketiga untuk mencapai keadaan
setimbang, dan gaya ini selalu bereaksi ke arah luar dari pusat jalur lengkung.
ANGIN FOHN
Angin fohn atau angin lokal atau angin terjun adalah angin yang terjadi apabila ada gerakan
massa udara yang menaiki suatu pegunungan dengan ketinggian lebih dari 200 meter. Massa
udara yang mencapai puncak pegunungan akan mengalami kondensasi dan akhirnya timbul
hujan pada satu sisi lereng. Adapun pada lereng yang lain tidak terjadi hujan karena terhalang
tingginya pegunungan. Daerah yg tidak mengalami hujan disebut daerah bayangan hujan.
Pada daerah bayangan hujan itu angin dari atas pegunungan akan bergerak menuruni lereng
pegunungan dengan kecepatan tinggi. Hal itu menyebabkan naiknya suhu udara, karena setiap
turun 100 meter udara naik 1 °C. Dengan demikian angin yang turun bersifat panas dan kering.
Angin itulah yang disebut angin fohn.
Angin fohn yang terjadi di Indonesia antara lain sebagai berikut:
JENIS AWAN
Awan menurut bentuknya di bagi menjadi beberapa jenis
Awan Kumulus adalah awan yang bentuknya seperti bunga kol. Awan ini terjadi karena proses
konveksi. Secara lebih rinci awan ini terbagi dalam 3 jenis, yaitu: strato kumulus yaitu awan
kumulus yang baru tumbuh, kumulus, dan kumulonimbus yaitu awan kumulus yang sangat
besar dan mungkin terdiri beberapa awan kumulus yang bergabung menjadi satu.
Awan stratus sangat rendah, tebal dan berwarna kelabu. Awan ini kelihatan seperti lelangit
rendah atau kabus di tanah.
Awan cirrus adalah awan tinggi dengan ciri-ciri tipis, berserat seperti bulu burung. Pada awan
ini terdapat kristal-kristal es. Terkadang puncak awan cirrus bergerak dengan cepat. Arah
anginnya juga dapat bervariasi. Awan Cirrus terbentuk ketika uap air membeku menjadi kristal
es pada ketinggian diatas 8000 meter.
1. Awan rendah
terdiri daripada awan Stratokumulus, awan Nimbostratus dan awan Stratus. terletak
kurang daripada 3 000 meter dari muka bumi.
Awan Stratokumulus kelihatan kasar.
Awan Nimbostratus gelap dan mempunyai lapisan-lapisan jelas dan dikenali juga
sebagai awan hujan
Awan Stratus sangat rendah, tebal dan berwarna kelabu. Awan ini kelihatan seperti
lelangit rendah atau kabus di tanah.
2.Awan sederhana tnggi
Tediri daripada awan Altokumulus dan Altostratus. letaknya antara 3 000 hingga 6 000
meter dari muka bumi
Awan Altokumulus berkepul-kepul, tidak rata dan berlapis. Awan itu selalu
menggambarkan keadaan cuaca yang baik.
Awan Altostratus lebih padat, berwarna kelabu dan kelihatan seperti air. Awan ini
berjurai-jurai.
3.Awan tinggi
Terdiri daripada awan Kumulus dan awan Kumulonimbus. letaknya kira-kira 6 000
hingga 9 000 meter dari muka bumi.
Awan Kumulus terbentuk kelompok- kelompok bulat
Awan Kumulonimbus berbentuk kelompok-kelompok besar. Kelompok-kelompok yang
berwarna putih dan hitam ini mempunyai bentuk dan rupa yang beranekaragam. Awan
membawa hujan yang disertsi dengan kilat dan petir.
Beberapa cabang ilmu Geologi antara lain :
STRUKTUR BUMI
1. Bumi adalah planet ketiga dari delapan planet dalam Tata Surya. Diperkirakan usianya
mencapai 4,6 miliar tahun. Jarak antara Bumi dengan matahari adalah 149.6 juta kilometer atau
1 AU (Inggris: Astronomical Unit). Kala rotasi bumi adalah 23 jam 56 menit 4 detik. Sedangkan
kala revolusinya adalah 365,25 hari. Bumi mempunyai lapisan udara (atmosfer) dan medan
magnet yang disebut (magnetosfer) yang melindung permukaan Bumi dari angin surya, sinar
ultraviolet dan radiasi dari luar angkasa. Lapisan udara ini menyelimuti Bumi hingga ketinggian
sekitar 700 kilometer. Lapisan udara ini dibagi menjadi Troposfer, Stratosfer, Mesosfer,
Ionosfer,Termosfer, dan Eksosfer.
2. Lapisan ozon, setinggi 50 kilometer, berada di lapisan stratosfer dan mesosfer dan melindungi
Bumi dari sinar ultraungu. Perbedaan suhu permukaan Bumi adalah antara -70 °C hingga 55 °C
bergantung pada iklim setempat. Sehari dibagi menjadi 24 jam dan setahun di Bumi sama
dengan 365,2425 hari. Bumi mempunyai massa seberat 59.760 miliar ton, dengan luas
permukaan 510 juta kilometer persegi. Berat jenis Bumi (sekitar 5.500 kilogram per meter
kubik) digunakan sebagai unit perbandingan berat jenis planet yang lain, dengan berat jenis
Bumi dipatok sebagai 1.
3. Bumi memiliki diameter sepanjang 12.756 kilometer. Gravitasi Bumi diukur sebagai 10 N kg-1
dijadikan unit ukuran gravitasi planet lain, dengan gravitasi Bumi dipatok sebagai 1. Bumi
mempunyai 1 satelit alami yaitu Bulan. 70,8% permukaan Bumi diliputi air. Udara Bumi terdiri
dari 78% nitrogen, 21% oksigen dan 1% uap air, karbondioksida dan gas lain.
4. Bumi diperkirakan tersusun atas inti dalam Bumi yang terdiri dari besi nikel beku setebal 1.370
kilometer dengan suhu 4.500 °C, diselimuti pula oleh inti luar yang bersifat cair setebal 2.100
kilometer, lalu diselimuti pula oleh mantel silika setebal 2.800 kilometer membentuk 83% isi
Bumi dan akhirnya sekali diselimuti oleh kerak Bumi setebal kurang lebih 85 kilometer.
5. Kerak Bumi lebih tipis di dasar laut yaitu sekitar 5 kilometer. Kerak Bumi terbagi kepada
beberapa bagian dan bergerak melalui pergerakan tektonik lempeng (teori Continental Drift)
yang menghasilkan gempa Bumi.
6. Titik tertinggi di permukaan Bumi adalah gunung Everest setinggi 8.848 meter dan titik
terdalam adalah palung Mariana di samudra Pasifik dengan kedalaman 10.924 meter. Danau
terdalam adalah Danau Baikal dengan kedalaman 1.637 meter, sedangkan danau terbesar
adalah Laut Kaspia dengan luas 394.299 km2.
1. Atmosfer
Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari permukaan
planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. Di bumi, atmosfer terdapat dari ketinggian 0 km di
atas permukaan tanah, sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan bumi. Atmosfer
tersusun atas beberapa lapisan, yang dinamai menurut fenomena yang terjadi di lapisan
tersebut. Transisi antara lapisan yang satu dengan yang lain berlangsung bertahap. Studi
tentang atmosfer mula-mula dilakukan untuk memecahkan masalah cuaca, fenomena
pembiasan sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Atmosfer
Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon (0.9%),
karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya. Atmosfer melindungi
kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari matahari dan mengurangi
suhu ekstrem di antara siang dan malam. 75% dari atmosfer ada dalam 11 km dari permukaan
planet.
2. Troposfer
Lapisan ini berada pada level yang terrendah, campuran gasnya paling ideal untuk menopang
kehidupan di bumi. Dalam lapisan ini kehidupan terlindung dari sengatan radiasi yang
dipancarkan oleh benda-benda langit lain. Dibandingkan dengan lapisan atmosfer yang lain,
lapisan ini adalah yang paling tipis (kurang lebih 15 kilometer dari permukaan tanah).
Ketinggian yang paling rendah adalah bagian yang paling hangat dari troposfer, karena
permukaan bumi menyerap radiasi panas dari matahari dan menyalurkan panasnya ke udara.
Biasanya, jika ketinggian bertambah, suhu udara akan berkurang secara tunak (steady), dari
sekitar 17℃sampai -52℃. Pada permukaan bumi yang tertentu, seperti daerah pegunungan dan
dataran tinggi dapat menyebabkan anomali terhadap gradien suhu tersebut.
Lapisan ini dianggap sebagai bagian atmosfer yang paling penting, karena berhubungan
langsung dengan permukaan bumi yang merupakan habitat dari berbagai jenis mahluk hidup
termasuk manusia, serta sebagain besar iklim berlangsung pada lapisan troposfer. Susunan
kimia udara troposfer terdiri dari 78,03% nitrogen, 20,99 oksigen, 0,93% argon, 0,03% asam
arang, 0,0015% nenon, 0,00015% helium, 0,0001% kripton, 0,00005% hidrogen, serta
0,000005% xenon.
3. Stratosfer
Perubahan secara bertahap dari troposfer ke stratosfer dimulai dari ketinggian sekitar 11 km.
Suhu di lapisan stratosfer yang paling bawah relatif stabil dan sangat dingin yaitu – 70oF atau
sekitar – 57oC. Pada lapisan ini angin yang sangat kencang terjadi dengan pola aliran yang
tertentu.Disini juga tempat terbangnya pesawat. Awan tinggi jenis cirrus kadang-kadang terjadi
di lapisan paling bawah, namun tidak ada pola cuaca yang signifikan yang terjadi pada lapisan
ini. Dari bagian tengah stratosfer keatas, pola suhunya berubah menjadi semakin bertambah
semakin naik, karena bertambahnya lapisan dengan konsentrasi ozon yang bertambah. Lapisan
ozon ini menyerap radiasi sinar ultra ungu. Suhu pada lapisan ini bisa mencapai sekitar 18oC
pada ketinggian sekitar 40 km. Lapisan stratopause memisahkan stratosfer dengan lapisan
berikutnya.
4. Mesosfer
Kurang lebih 25 mil atau 40km diatas permukaan bumi terdapat lapisan transisi menuju lapisan
mesosfer. Pada lapisan ini, suhu kembali turun ketika ketinggian bertambah, sampai menjadi
sekitar – 143oC di dekat bagian atas dari lapisan ini, yaitu kurang lebih 81 km diatas permukaan
bumi. Suhu serendah ini memungkinkan terjadi awan noctilucent, yang terbentuk dari kristal es.
Daerah transisi antara lapisan mesosfer dan termosfer disebut mesopouse dengan suhu
terendah – 110o C.
5. Termosfer
Transisi dari mesosfer ke termosfer dimulai pada ketinggian sekitar 81 km. Dinamai termosfer
karena terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi pada lapisan ini yaitu sekitar 1982oC.
Perubahan ini terjadi karena serapan radiasi sinar ultra ungu. Radiasi ini menyebabkan reaksi
kimia sehingga membentuk lapisan bermuatan listrik yang dikenal dengan nama ionosfer, yang
dapat memantulkan gelombang radio. Sebelum munculnya era satelit, lapisan ini berguna
untuk membantu memancarkan gelombang radio jarak jauh. Molekul oksigen akan terpecah
menjadi oksegen atomik di sini. Proses pemecahan molekul oksigen dan gas-gas atmosfer
lainnya akan menghasilkan panas, yang akan menyebabkan meningkatnya suhu pada lapisan
ini. Suhu pada lapisan ini akan meningkat dengan meningkaknya ketinggian.
b. Lapisan udara F
Terletak antara 150 – 400 km. Lapisan ini dinamakan juga lapisan udara APPLETON.
Eksosfer
Merupakan lapisan atmosfer yang paling tinggi. Pada lapisan ini, kandungan gas-gas atmosfer
sangat rendah. Batas antara ekosfer (yang pada dasarnya juga adalah batas atmosfer) dengan
angkasa luar tidak jelas. Daerah yang masih termasuk ekosfer adalah daerah yang masih dapat
dipengaruhi daya gravitasi bumi. Garis imajiner yang membatasi ekosfer dengan angkasa luar
disebut magnetopause. Adanya refleksi cahaya matahari yang dipantulkan oleh partikel debu
meteoritik. Cahaya matahari yang dipantulkan tersebut juga disebut sebagai cahaya Zodiakal.
PERAIRAN LAUT
ZONA NERITIK
Komunitas ekosistem pantai pasir dangkal terletak di sepanjang pantai pada saat air pasang.
Luas wilayahnya mencakup pesisir terbuka yang tidak terpengaruh sungai besar atau terletak di
antara dinding batu yang terjal/curam. Komunitas di dalamnya umumnya didominasi oleh
berbagai jenis tumbuhan ganggang dan atau rerumputan.[1]
Jenis ekosistem pantai pasirdangkal ada tiga, yaitu sebagai berikut.[1]
ZONA OSEANIK
Zona oseanik merupakan wilayah ekosistem laut lepas yang kedalamannya tidak dapat
ditembus cahaya Matahari sampai ke dasar, sehingga bagian dasarnya paling gelap. Akibatnya
bagian air dipermukaan tidak dapat bercampur dengan air dibawahnya, karena ada perbedaan
suhu. Batas dari kedua lapisan air itu disebut daerah Termoklin, daerah ini banyak ikannya.[2]
BENUAadalah daratan yang sangat luas; (kontinen). Pada awalnya bumi terbentuk seluruh benua
merupakan satu daratan yang amat luas, belum terbagi-bagi oleh pergeseran kerak bumi;
daratan tersebut disebut Pangea, pada masa mesozoikum terbagi atas dua bagian besar yaitu
gondwana di belahan Bumi selatan dan laurasia di belahan Bumi utara.
Samudra adalah laut yang luas dan merupakan massa air asin yang sambung-menyambung
meliputi permukaan bumi yang dibatasi oleh benua ataupun kepulauan yang besar. Samudra
meliputi 71% permukaan bumi, dengan area sekitar 361 juta kilometer persegi, isi samudra
sekitar 1.370 juta km³, dengan kedalaman rata-rata 3.790 meter. (Perhitungan tersebut tidak
termasuk laut yang tak berhubungan dengan samudra, seperti Laut Kaspia).
KELEMBABAN UDARA
Kelembaban relatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jumlah uap air yang
terkandung di dalam campuran air-udara dalam fase gas.
Kelembaban relatf dari suatu campuran udara-air didefinisikan sebagai rasio dari tekanan
parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperatur tersebut.
Kelembaban relatif menggunakan satuan persen dan dihitung dengan cara berikut:
di mana:
adalah kelembaban relatif campuran;
adalah tekanan parsial uap air dalam campuran; dan
adalah tekanan uap jenuh air pada temperatur tersebut dalam campuran
Higrometer adalah sejenis alat untuk mengukur tingkat kelembaban pada suatu tempat.
Biasanya alat ini ditempatkan di dalam bekas (container) penyimpanan barang yang
memerlukan tahap kelembapan yang terjaga seperti dry box penyimpanan kamera.
Kelembaban yang rendah akan mencegah pertumbuhan jamur yang menjadi musuh pada
peralatan tersebut.
Higrometer juga banyak dipakai di ruangan pengukuran dan instrumentasi untuk menjaga
kelembapan udara yang berpengaruh terhadap keakuratan alat-alat pengukuran.
Kini Higrometer banyak dipakai untuk pengukur kelembaban ruangan pada budidaya jamur,
kandang reptil, sarang burung walet maupun untuk pengukuran kelembaban pada penetasan
telur
Klasifikasi iklim Köppen adalah salah satu sistem klasifikasi iklim yang paling banyak digunakan
secara luas. Sistem ini dikembangkan oleh Wladimir Köppen, seorang ahli iklim Jerman, sekitar
tahun 1884 (dengan beberapa perubahan oleh Köppen, tahun 1918 dan 1936). Kemudian,
seorang ahli iklim Jerman yang bernama Rudolf Geiger bekerjasama dengan Köppen untuk
mengubah sistem klasifikasi, sehingga sistem ini kadang-kadang disebut sebagai sistem
klasifikasi Köppen–Geiger .
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada konsep bahwa tanaman adalah ekspresi terbaik iklim; dan,
lingkaran zona iklim telah dipilih dengan distribusi tanaman. Sistem ini menggabungkan
temperatur dan kelembaban rata-rata bulanan dan tahunan, dan kelembaban musimKlasifikasi
iklim Köppen membagi iklim menjadi lima kelompok dan beberapa jenis dan subjenis. Setiap
jenis iklim diwakili oleh simbol 2 hingga 4 huruf.
Iklim tropis berkarakter temperatur tinggi (pada permukaan laut atau ketinggian rendah) —
dua belas bulan memiliki temperatur rata-rata 18 °C (64.4 °F) atau lebih tinggi. Terbagi menjadi:
Iklim hutan hujan tropis (Af):[3] Mengalami kelembaban 60 mm (2.4 in) ke atas
sepanjang 12 bulan. Iklim ini terjadi pada garis lintang 5-10° dari khatulistiwa. Di
beberapa wilayah pantai timur, dapat pula mencapai 25° dari khatulistiwa. Iklim ini
didominasi oleh Sistem Tekanan Rendah Doldrums sepanjang tahun, oleh sebab itu
tidak mengalami perubahan musim.
o Contoh:
Indonesia
Kuala Lumpur, Malaysia
Belém, Brasil
Hilo, Hawaii, Amerika Serikat
Singapura
Iklim monsun tropis (Am)
Iklim basah dan kering atau sabana tropis (Aw).
Contoh:
Bangalore, India
Veracruz, Meksiko
Townsville, Australia
RADIOSONDE
Radiosonde adalah seperangkat balon terbang yang digunakan untuk mengukur parameter
atmosfer dan mengirimkan data tersebut ke stasiun penerima “tetap”. Rawinsonde adalah
radiosonde yang dapat juga mengukur kecepatan angin dan arahnya. Variabel yang diukur atau
dihitung adalah: tekanan, ketinggian, posisi (lat/lon), suhu, kelembaban, kecepatan dan arah
angin. Radiosonde untuk pengukuran ozon biasanya disebut dengan ozonesondes.
Sebuah akuifer artesis adalah sebuah akuifer terbatas berisi air tanah yang akan mengalir ke
atas melalui sebuah sumur yang disebut sumur artesis tanpa perlu dipompa. Air dapat
mencapai permukaan tanah apabila tekanan alaminya cukup tinggi, dalam hal ini sumur itu
disebut sumur artesis mengalir.
Sebuah akuifer adalah satu tingkatan batu halus, seperti batu kapur atau batu pasir yang
menyerap air dari sebuah aliran air. Batu berpori-pori terletak di antara batu kedap air atau
tanah liat. Ini mengakibatkan tekanan tinggi, sehingga ketika air menemukan jalur keluar, air
tersebut melawan gravitasi dan mengalir ke atas daripada ke bawah. Pengisian akuifer terjadi
ketika permukaan air di daerah pengisiannya berada pada ketinggian yang lebih tinggi daripada
kepala sumur.
Akuifer air fosil juga bisa dianggap artesis bila mengalami tekanan yang cukup dari batu-batu
sekitarnya. Hal ini sama dengan banyaknya sumur minyak yang diberi tekanan.
Sumur artesis memiliki nama yang berasal dari bekas provinsi Artois di Perancis, tempat banyak
sumur artesis dibor oleh biarawan Carthusian sejak 1126.[1]
Dalam Al Quran kata bahr yang berarti lautan, muncul sebanyak 32 kali.Sementara kata barr
yang berarti daratan muncul sebanyak 13 kali.Mari kita ingat kembali sedikit pelajaran
matematika di SD. Jika kita tambahkan daratan
dan lautan maka,
32 + 13 = 45
13/45 = 28.9%
Kemudian kita cari informasi di Encyclopedia mengenai rasio perbandingan antara daratan
dan lautan.
Di sana kita akan mendapatkan data bahwa rasio perbandingan luas lautan atas daratan di
bumi adalah 71 %, sementara luas daratan atas lautan adalah 29 %
(Jika ini adalah "kebetulan", maka di dalam Al Quran ini akan ada banyak ayat yang harus di
sebut "kebetulan")
EKOSISTEM LAUT
Ekosistem laut atau disebut juga ekosistem bahari merupakan ekosistem yang terdapat di
perairan laur, terdiri atas ekosistem perairan dalam, ekosistem pantai pasir dangkal/bitarol, dan
ekosistem pasang surut.[1]
Ekosistem air laut memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut.[2]
Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti
"ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan
permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa
disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut,
longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat
ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi
ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan
kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian
gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa
oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang
tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga
mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer
dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan
karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan,
tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan,
pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami
dengan gempa bawah laut. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab
tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab
tsunami.
geologi, geografi, dan oseanografi pada masa lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut
seismik".
Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai
yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter di atas gelombang
laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski
sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini
pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang
mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling
Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang
akan berpusat di Indonesia.
ARUS LAUT
Menurut teori, zat-zat garam tersebut berasal dari dalam dasar laut melalui proses outgassing,
yakni rembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk gas ke permukaan dasar laut.
Bersama gas-gas ini, terlarut pula hasil kikisan kerak bumi dan bersama-sama garam-garam ini
merembes pula air, semua dalam perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut.
Kadar garam ini tetap tidak berubah sepanjang masa. Artinya kita tidak menjumpai bahwa air
laut makin lama makin asin. Garam - garaman di laut juga berasal dari sedimen sedimen yang
terbawa melalui sungai menuju laut.
1. Penguapan
Makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi.
2. Curah hujan
Makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah.
Perhitungan salinitas dapat dilakukan dengan bantuan alat, seperti refraktometer dan
salinometer. Berikut ini adalah beberapa cara dan langkah - langkahnya.
Refraktometer
Refraktometer merupakan alat pengukur salinitas yang cukup umum. Juga disebut sebagai
pengukur indeks pembiasan pada cairan yg dapat digunakan untuk mengukur kadar garam.
Prinsip alat ini adalah dengan memanfaatkan indeks bias cahaya untuk mengetahui tingkat
salinitas air, karena memanfaatkan cahaya maka alat ini harus dipakai ditempat yang
mendapatkan banyak cahaya atau lebih baik kalau digunakan dibawah sinar matahari jadi
sehabis kita mengambil sampel air laut kita langsung menghitungnya dengan alat ini. Berikut
langkah - langkahnya :
Salinometer
Salinometer adalah alat untuk mengukur salinitas dengan cara mengukur kepadatan dari air
yang akan dihitung salinitasnya. Bekerjanya berdasarkan daya hantar listrik,semakin besar
salinitas semakin Besar pula daya hantar listriknya. Alat ini digunakan di laboratorium, berbeda
dengan refraktometer yang biasa digunakan di lapangan atau outdoor. Cara menggunaka
salinometer adalah sebagai berikut :
1. Ambil gelas ukur yang panjang, isi dengan air sampel yang akan diukur salinitasnya
2. Salinitas akan terbaca pada skalanya
ORGANISME LAUT