Anda di halaman 1dari 24

Landasan Ilmu Pendidikan

“Masalah-Masalah dalam Pelaksanaan Pendidikan


Matematika dan Solusinya”

Oleh:

ELA SALSABIELA (18205054)

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Nurhizrah Gistituati, M.E

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Keaktifan Peserta Didik
dalam Pembelajaran Matematika Melalui Strategi Belajar Aktif”.

Makalah ini Penulis disusun sebagai gambaran terhadap masalah-masalah


pendidikan matematika yang sedang dihadapi. Dengan adanya makalah ini, semoga
dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi tersebut.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Nurhizrah
Gistituati, M.Ed sebagai dosen mata kuliah Landasan Ilmu Pendidikan, dan kepada
semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, demi kesempurnaan
makalah ini. Akhirnya Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaatkan
sebagaimana mestinya.

Padang, Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1


1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan . ..........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................


2.1 Landasan Ilmu Pendidikan Matematika ..........................................3
2.2 Masalah- Masalah dalam Pendidikan Matematika.........................14
2.3 Upaya/Solusi dalam Mengatasi Masalah dalam Pendidikan
Matematika.....................................................................................15

BAB III PENUTUP ............................................................................................20


Kesimpulan ....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan sangat
penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Besarnya peranan
tersebut telah menjadikan matematika sebagai salah satu ilmu yang dipelajari mulai
dari jenjang pendidikan terendah sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Matematika tidak hanya bertujuan untuk membuat peserta didik tahu semua
materi dan cara menyelesaikan soal-soal, tetapi juga dapat membuat peserta didik
memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep,
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, mengkomunikasikan gagasan,
dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Mengingat pentingnya peranan matematika, pemerintah berusaha
meningkatkan mutu pendidikan matematika dari masa ke masa, antara lain dengan
penyempurnaan kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana serta peningkatan
kualitas tenaga pengajar dengan cara mengadakan penataran dan peningkatan
pendidikan guru. Namun usaha- usaha tersebut belum memberikan hasil yang
memuaskan karena jika dilihat dari kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
hasil belajar matematika yang diperoleh peserta didik masih rendah. Hal ini terbukti
dari banyaknya peserta didik yang memperoleh nilai di bawah KKM.
Jika hal ini dibiarkan maka tujuan dari pembelajaran matematika untuk
mampu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh tidak akan tercapai. Untuk menghindari hal tersebut, perlu dilakukan
perubahan dalam strategi mengajar yang membuat peserta didik aktif dan
termotivasi untuk belajar matematika sehingga pelajaran matematika menjadi
menyenangkan.
Sebelum melakukan perubahan tersebut hal yang tidak kalah pentingnya
untuk diketahui adalah landasan dari pendidikan khususnya dalam pendidikan
matematika itu sendiri sehingga jika seorang guru mengetahui landasan dari
pendidikan matematika maka guru akan dengan mudah dapat menerapkan berbagai
strategi dalam pembelajaran matematika.
1.2 Tujuan

Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut.

a. Mengetahui landasan pendidikan khususnya dalam bidang matematika.


b. Mengatahui masalah- masalah dalam pendidikan dan pembelajaran matematika..
c. Mengetahui solusi atau upaya terhadap masalah yang dihadapi..

1.3 Manfaat Penulisan Makalah

Berikut ini kan dijabarkan mengenai manfaat-manfaat yang dapat diambil dari
Penulisan makalah ini.

a. Membangun kualitas pendidikan matematika kearah yang lebih baik.


b. Menelaah masalah-masalah pendidikan matematika yang dihadapi.
c. Memberikan inovasi baru dalam menghadapi masalah pendidikan matematika
d. Batu loncatan kepada pendidikan matematika yang lebih baik.
e. Membangun cara belajar yang lebih efektif.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Ilmu Pendidikan Matematika

Hakikat pembelajaran matematika dapat dipahami dari pengertian


matematika itu sendiri. Jika dicermati, setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia
selalu berhubungan dengan matematika, misalnya persoalan dalam kehidupan
sehari-hari yang memerlukan kemampuan menghitung dan mengukur. Untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan informasi
dengan bahasa matematika, seperti menyajikan persoalan dalam model matematika
yang dapat berupa diagram, grafik dan dengan bahasa matematika lainnya.
Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran
matematika adalah perubahan sifat yaitu pola berfikir kritis dan kreatif,
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Erman (2003: 62) “Dua hal penting yang
merupakan bahagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan
sifat, yaitu pola pikir kritis dan kreatif”. Untuk pembinaan hal tersebut, kita perlu
memperhatikan daya imajinasi peserta didik”. Dengan demikian dalam
pembelajaran matematika, peserta didik dituntut aktif dalam pembelajaran agar
peserta didik lebih memahami materi yang dipelajari dan antusias peserta didik akan
tampak.
Untuk pembinaan hal tersebut perlu dipupuk dan dikembangkan daya
imajinasi dan rasa ingin tahu peserta didik serta dibiasakan untuk diberi kesempatan
bertanya dan berpendapat. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran matematika di
sekolah, guru dituntut untuk bisa memilih dan menggunakan strategi, metode dan
teknik yang banyak melibatkan peserta didik dalam belajar, baik secara fisik
maupun sosial.
Dalam pendidikan matematika diperlukan adanya landasan baik landasan
filosofi, landasan psikologi, landasan sosiologi maupun landasan budaya.
 Landasan filosofi matematika
Kata "matematika" berasal dari kata máthema dalam bahasa Yunani yang
diartikan sebagai "sains, ilmu pengetahuan, atau belajar" juga mathematiks yang
diartikan sebagai "suka belajar". Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada
kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi
peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan
ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan
perubahan.

Matematika secara umum didefinisikan sebagai bidang ilmu yang


mempelajari pola dari struktur, perubahan, dan ruang; secara informal, dapat pula
disebut sebagai ilmu tentang bilangan dan angka'. Dalam pandangan formalis,
matematika adalah penelaahan struktur abstrak yang didefinisikan secara aksioma
dengan menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; ada pula pandangan
lain, misalnya yang dibahas dalam filosofi matematika.
Menurut metode aksiomatik, di mana sifat-sifat tertentu (sebaliknya tak
dikenal) struktur diambil dan kemudian secara logis akibat dari itu are then logically
diturunkan, Bertrand Russell berkata: “Matematika dapat didefinisikan sebagai
subyek yang mana kita tidak pernah tau tentang apa yang sedang kita bicarakan,
maupun apa yang tidak kita katakan benar”. Mungkin ini menjelaskan mengapa John
von Neumann berkata suatu kali: “Dalam matematika Anda takkan memahami hal.
Anda benar-benar mengambilnya dulu.”
Tentang indahnya matematika, Bertrand Russell berkata dalam Study of
Mathematics: Matematika, sudah sepantasnya dipandang, tak hanya memiliki
kebenaran, namun keindahan tertinggi – dingin dan cermat yang bagus, seperti
pahatan itu, tanpa menarik setiap bagian sifat lemah kita, tanpa hiasan indah lukisan
atau musik, masih murni sama sekali, dan kemampuan kesempurnaan keras seperti
hanya seni terbesar dapat mempertunjukkan. Jiwa kesenangan yang sesungguhnya,
keagungan, arti badan lebih daripada manusia, yang merupakan batu ujian
keunggulan tertinggi, untuk ditemukan dalam matematika seperti tentu saja puisi.
Menguraikan simetri antara aspek penciptaan dan logika matematika, W.S.
Anglin mengamati, dalam Mathematics and History: Matematika bukanlah gerakan
turun hati-hati jalan raya yang bebas, namun perjalanan dalam hutan belantara yang
asing, di mana penjelajah sering kehilangan. Kekerasan akan menjadi tanda untuk
sejarawan yang mana peta telah dibuat, dan penjelajah sesungguhnya telah pergi ke
tempat lain.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa struktur spesifik yang diselidiki oleh
matematikawan sering kali berasal dari ilmu pengetahuan alam, dan sangat umum di
fisika, tetapi matematikawan juga mendefinisikan dan menyelidiki struktur internal
dalam matematika itu sendiri, misalnya, untuk menggeneralisasikan teori bagi
beberapa sub-bidang, atau alat membantu untuk perhitungan biasa. Akhirnya,
banyak matematikawan belajar bidang yang dilakukan mereka untuk sebab yang
hanya estetis saja, melihat ilmu pasti sebagai bentuk seni daripada sebagai ilmu
praktis atau terapan.
 Landasan Psikologi matematika
Menurut Erman(2003) psikologi belajar atau disebut pula dengan teori belajar
adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental)peserta didik. Di
dalamnya terdiri atas dua hal, yaitu:
a. Uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak.
b. Uraian tentang kegiatan intelektual anakmengenai hal-hal yang bisa di pikirkan
pada usia tertentu.
Psikologi mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana
semestinya mengajar peserta didik pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar.
Dengan menguasai psikologi pembelajara, guru dapat memahami dan mengetahui
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik dan bagaimana proses berfikirnya
sehingga guru dapat membuat kondisi dan tujuan pengajaran yang sesuai. Aliran
psikologi tingkah laku terdiri dari :
1. Teori Thorndike
Thorndike menyatakan kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan
maupun ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Menurut teori ini,
pembelajaran akan berhasil, jika peserta didik diberikan ganjaran atau pujian
terhadap tugas yang telah diselesaikan oleh peserta didik. Para peserta didik akan
senang dan merasa dihargai jika mereka mendapat hadiah ketika mereka dapat
melaksanakan tugas dengan baik, sehingga mereka akan berusaha untuk
melakukan hal yang sama. Namun jika peserta didik melakukan hal yang salah
maka mereka harus mendapat hukuman agar ia tidak melakukan hal itu lagi.
Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh thorndike ini
disebut juga koneksionisme,teori ini mengatakan bahwa pada hakikatnya belajar
merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat
beberapa dalil:
a. Hukum Kesiapan (Law Of Readiness)
b. Hukum Latihan (Law Of Exercise) dan Hukum Akibat (Law Of Effect).
2. Teori Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya,
yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam
belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman
(punishment).Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah
konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi.
Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan
probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi
menjadi dua bagian yaitu :
a. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung
(rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah
(permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala
untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau
penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang
merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara
lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan
atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut,
muka kecewa dll).
Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan
penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan
atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di
hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman.
Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan
probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan
probabilitas terjadinya perilaku.
3. Teori Ausubel
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar
dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta
didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik
sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur
kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar,1988 :142)
Menurut Ausubel, Novak dan Hanesian ada dua jenis belajar:
1.Belajar bermakna (meaningful learning)
2.Belajar menghafal (rote learning)
4. Teori Gagne
Ahli belajar (learning theorist) Gagne telah membagi objek-objek
matematika yang diperoleh peserta didik menjadi objek langsung dan objek tak
langsung (Bell, 1978). Objek langsung adalah fakta (fact), konsep (concept),
prinsip (principle), dan keterampilan (skill). Sedangkan contoh objek tak
langsungnya adalah berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, sikap
positif terhadap matematika, ketekunan dan ketelitian. Jadi, objek tak langsung
adalah kemampuan yang secara tak langsung akan dipelajari peserta didik ketika
mereka mempelajari objek langsung matematika.
Menurut gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar,
yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak,rangkaian verbal,
membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan
masalah. 8 tipe belajar itu terurut menurut taraf kesukaran dari belajar isyarat
sampai pemecahan masalah.
5. Teori Pavlov
Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Ia melakukan percobaan
terhadap seekor anjing.Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor
anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasan(conditioning) dalam hubungannya
dengan kegiatan belajar mengajar, agar peserta didik belajar dengan baik maka
harus dibiasakan. Misalnya, agar peserta didik mengerjakan soal pekerjaan
rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya atau
memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
6. Teori Baruda
Baruda mengungkapkan bahwa peserta didik belajar itu melalui meniru.
Pengertian meniru di sini bukan menyontek, tetapi meniru hal-hal yang
dilakukan oleh orang lain terutama guru. Misalnya jika tgukisan guru baik,
berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar,
tingkah lakunya terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka peserta
didik akan menirunya. Misalnya pada pemberian materi himpunan seorang guru
membuat tanda kurung kurawal dengan tidak tepat dan peserta didik meniru
maka hal tersebut akan terus terbawa sampai jenjang berikutnya.
7. Aliran latihan mental
Aliran ini berkembang sampai dengan abad 20, yang mengemukakan
bahwa struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumapalan otot, agar ini kuat,
maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin
berat,maka otot atau otak itu makin kuat pula, oleh karena itu jika anak atau
peserta didik ingin pandai, maka ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak
berlatih memahami dan mengerjakan soal-soal yang benar, makin sukar materi
itu makin pandai pula anak tersebut. Struktur kurikulum pada masa itu berisikan
materi-materi pelajaran yang sulit, sehingga orang sedikit yang bersekolah
karena tidak kuat untuk mengikutinya. Disamping faktor lain seperti keturunan,
biaya, dan kesadaran akan pentingya sekolah.
Uraian di atas menjelaskan tentang psikologi tingkah laku, sedangkan aliran
psikologi yang kedua adalah psikologi kognitif. Psikologi kognitif merupakan salah
satu cabang dari psikologi umum dan mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala
kehidupan mental/psikis sejauh berkaitan dengan cara manusia berfikir, seperti
terwujud dalam memperoleh pengetahuan, mengolah pesan kesan yang masuk
melalui penginderaan, menghadapi masalah/ problem untuk mencari suatu
penyelesaian, serta menggali dari ingatan pengetahuan dan porosedur kerja yang
ditimbulkan dalam menghadapi tuntunan hidup sehari-hari.
Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan
sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan
kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang secara aktif
membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.
1. Teori Piaget
Piaget adalah seorang psikolog “developmental” karena penelitiannya
mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang
mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget pertumbuhan
kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan mental baru yang
sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif melainkan
kualitatif. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaian atau
adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi berdasarkan
dalil bahwa struktur intelektual terbentuk dalam individu akibat interaksinya
dengan lingkungan.
Menurut Piaget intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu:
a. Struktur, disebut juga “scheme”
b. Isi, disebut juga “content” yaitu pola tingkah laku spesifik ketika individu
menghadapi suatu masalah
c. Fungsi, disebut juga “function”, yang berhubungan dengan cara seseorang
mencapai kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari 2 macam fungsi
“invariant” yaitu organisasi dan adaptasi.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan bahwa ada
empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara
kronologis (manusia usia kalender) yaitu:
a. Tahap Sensori Motor, dari lahir hingga dua tahun (anak mengalami
dunianya melalui gerak dan indranya serta mempelajari permanensi objek)
b. Tahap Praoperasional, dari dua hingga tujuh tahun (mulai memiliki
kecakapan motorik)
c. Tahap Operasional Konkret, dari tujuh hingga sebelas tahun (anak mulai
berfikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
d. Tahap Operasional Formal, setelah usia sebelas tahun (perkembangan
penalaran abstrak)
2. Teori Bruner
Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses
pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan stuktur-struktur pada pokok bahasan
yang akan diajarkan. Dengan demikian anak akan lebih memahami materi yang
harus dikuasainya. Ini menunjukkan bahwa materi yang terstruktur akan lebih
mudah dipahami dan dimengerti anak.
3. Teori Gestalt
Psikologi Gestalt dikembangkan di Eropa pada sekitar tahun 1920-an.
Psikologi gestalt memperkenalkan suatu pendekatan belajar yang berbeda secara
mendasar dengan teori asosiasi (behaviorism). Teori gestalt dibangun dari data
hasil eksperimen yang sebelumnya belum dapat dijelaskan oleh ahli-ahli teori
asosiasi. Meskipun pada awalnya psikologi Gestalt hanya dipusatkan pada
fenomena yang dapat dirasa, tetapi pada akhirnya difokuskan pada fenomena yang
lebih umum, yaitu hakikat belajar dan pemecahan masalah
Jadi, menurut pandangan psikologi Gestalt dapat disimpulkan bahwa seseorang
memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat
strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur
yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami.
4. Teori Brownell
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar
bermakna dan belajar pengertian. Ia menegaskan bahwa belajar pada hakikatnya
merupakan suatu proses yang bermakna. Bila kita perhatikan teori ini sesuai dengan
teori belajar- mengajar Gestalt bahwa latihan hafal atau yang dikenal dengan
sebutan drill adalah sangat penting dalam kegiatan pengajaran. Cara ini ditetapkan
setelah tertanamnya pengertian.
Aritmatika atau berhitung yang diberikan pada anak-anak SD dulu lebih
menitik beratkan hafalan dan mengasah otak. Aplikasi dari bahan yang diajarkan
dan bagaimana kaitannya dengan pelajaran-pelajaran lainnya sedikit sekali dikupas.
Menurut Bronell anak-anak yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu
memiliki kemampuan berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang.
Banyaknya latihan yang diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan
soal-soal yang panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin
formal.
5. Teori Dienes
Professor Zolton P. Dienes, seorang ahli matematika, ahli psikologi dan
pendidik, pernah memberi banyak sumbangan dalam teori pembelajaran. Beliau
telah merancang satu sistem yang berkesan untuk pengajaran matematika untuk
menjadikan matematika lebih mudah dan berminat untuk mempelajari. Dienes
berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang
struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur dan
mengkategorikan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur. Dienes
mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang
disajikan dalam bentuk konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung
arti bahwa benda-benda atau objek-ibjek dalam bentuk pemainan akan sangat
berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika Dienes
memiliki konsep matematika boleh dipelajari melalui enam peringkat yaitu
permainan bebas, permainan berstruktur, mencari ciri-ciri, perwakilan gambar,
perwakilan simbol dan akhirnya formalisasi.

6. Teorema Van Hiele


Semua teori belajar yang telah diuraikan dimuka adalah teori belajar yang
dijadikan landasan proses belajar mengajar matematika. Pada bagian ini akan di
singgung bagaimana teori belajar yang di kemukakan ahli pendidikan, khusus dalam
bidang geometri.
Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van
Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam
geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan
penelitian dalam pengajaran geometri. Hasil penelitiannya itu, yang dirumuskan
dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan.
Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu: waktu,
materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara
terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan
berfikir yang lebih tinggi.

 Landasan sosiologi
Landasan sosiologi dalam pembelajaran matematika merupakan landasan yang
digunakan untuk membantu peserta didik dalam mempersiapkan dirinya agar dapat
hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan menggunakan ilmu tersebut dalam
menghadapi segala masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial dan
bermasyarakat.
Proses sosial yang terjadi di masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan
pendidikan. Pendidikan merupakan pranata sosial yang berfungsi untuk
mensosialisasikan generasi muda pada suatu masyarakat, agar terwujud
homogenitas. Maka dari itu di dalam dunia pendidikan sangat diperlukan landasan
sosiologis yang akan membekali tenaga pendidik untuk bersosialisasi terhadap
peserta didik. Perhatian sosiologi terhadap pendidikan sangat intensif, sehingga
munculah cabang sosiologi pendidikan guna meningkatkan kegiatan pendidikan.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola
interaksi di dalam sistem pendidikan.
Sosiologi pendidikan tidak hanya mencakup pendidikan di sekolah, tetapi
juga di luar sekolah. Pendidikan diluar sekolah salah satunya adalah pendidikan di
dalam keluarga. Pendidikan dalam keluarga sangatlah penting karena keluarga
adalah tempat pertama anak mendapat pendidikan. Proses pengembangan diri pada
anak akan dimulai dari keluarga. Dorongan, dukungan dan pendidikan yang
keluarga berikan akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 10 Ayat 4 dinyatakan bahwa “Pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan
dalam keluarga yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan
keterampilan”. Meskipun anak juga mendapat pendidikan di sekolah namun
pendidikan dalam keluarga lebih berpengaruh terhadap perkembangan anak. Situasi
dan kondisi yang keluarga alami seperti pola hubungan orang tua dan anak,
keberadaan orang tua, perbedaan kelas sosial keluarga dan sebagainya sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Proses pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial masyarakat,
seperti mengikuti keorganisasian di lingkungan rumah, pramuka, keagamaan dan
sebagainya. Biasanya anak juga memiliki kelompok khusus yang usianya sebaya
tanpa adanya orang dewasa. Kelompok sebaya ini juga merupakan proses sosialisasi
yang memberi pengaruh kuat terhadap perkembangannya. Kelompok sebaya ini
tidak bersifat tetap. Seiring berjalannya usia, anak akan mempunyai kelompok
sebaya yang berbeda-beda bahkan bisa memiliki banyak kelompok dalam waktu
yang bersamaan. Kelompok sebaya ini tidak memilki tujuan yang tetap dalam
proses pendidikan, namun kekompakan dan kesolidaritasan yang baik dapat
memberikan semangat dan dorongan yang kuat untuk anak dalam perkembangan
dirinya. Rasa peduli dan saling menghargai dalam kelompok sebaya akan
memberikan pendidikan yang sangat berarti dalam menumbuhkan sikap yang baik.
Pengaruh masyarakat sangat penting terhadap perkembangan pendidikan.
Dari sisi lain, tidak kalah pentingnya juga yaitu pengaruh pendidikan terhadap
masyarakat. Persoalan ini mengacu pada tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Apakah pendidikan mempersiapkan anak untuk hidup di dalam masyarakatnya
(penekanan pada sosialisasi) atau mempersiapkan anak untuk merombak
memperbarui masyarakat (penekanan pada agen pembaruan).
 Landasan Kultural/ budaya
Landasan budaya dalam pendidikan matematika sangat diperlukan karena
tanpa adanya landasan budaya maka seseorang yang mempelajari ilmu matematika
tidak akan dapat dikatakan sebagai seorang yang intelek jika ia melupakan unsur-
unsur budayanya karena tanpa adanya nilai- nilai budaya dalam dirinya tidak akan
dapat menjadikan orang tersebut beradab. Matematika adalah aktor penting
sekaligus tulang punggung dari peradaban manusia modernyang tidakkn melupakan
kebudayaan.
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab
kebudayaan dapat dilestarikan atau dikembangkan dengan jalur mewariskan
kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara
formal maupun informal.
Antara pendidikan, manusia dan kebudayaan memiliki keterkaitan satu sama
lain. Manusia yang merupakan makhluk intelektual tidak akan pernah bisa lepas
dari pendidikan, karena pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung terus
menerus sepanjang hayat. Sedangkan antara manusia dan kebudayaan juga memiliki
keterkaitan. Manusia yang menciptakan kebudayaannya sendiri dari kejadian atau
kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang alami dan melestarikannya secara turun
temurun. Kemudian antara pendidikan dan kebudayaan juga memiliki hubungan
timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan atau dikembangkan secara turun
temurun melalui pendidikan baik secara informal, nonformal maupun formal.
Sebaliknya bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan ditentukan oleh kebudayaan
masyarakat tersebut. Oleh karenanya, dalam UU-RI No. 2 tahun 1981 pasal 1 ayat 2
ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berakar pada Pancasila dan UUD 1945.
Anggota masyarakat berusaha melakukan perubahan-perubahan yang sesuai
dengan perkembangan zaman sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nilai-nilai,
dan norma-norma baru sesuai dengan tuntutan masyarakat. Usaha-usaha menuju
pola-pola ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim
digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga
pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga.

2.2 Masalah – masalah dalam pendidikan matematika


Berdasarkan yang terjadi di lapangan diketahui bahwa dalam proses pembelajaran
matematika ada beberapa masalah yang ditemukan diantaranya, proses pembelajaran
yang masih didominasi guru (teacher center). Pada proses pembelajaran guru
memberikan materi pelajaran, peserta didik mendengarkan, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian contoh soal dan pengerjaan latihan. Pada proses pembelajaran yang
seperti ini peserta didik merasa pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang
membosankan. Pembelajaran matematika hanya menjadi suatu kewajiban yang harus di
pelajari tanpa harus dipahami.
Pada proses pembelajaran peserta didik melaksanakan kegitan belajar tidak
dengan sepenuh hati. Contohnya pada saat guru menerangkan pembelajaran peserta
didik asyik dengan kegiatannya sendiri seperti bercerita dengan teman, bermain dan
yang lainnya. Permasalahan lain terlihat pada sikap peserta didik yang kurang aktif
dalam pembelajaran. Peserta didik lebih cenderung menerima apa yang diberikan guru.
Peserta didik jarang mengajukan pertanyaan terhadap materi yang dipelajari, mereka
hanya mendengarkan saja.
Dari masalah diatas terlihat bahwa permasalahan utama bagi peserta didik adalah
rendahnya aktivitas peserta didik, peserta didik cenderung menerima materi yang
diberikan guru dan interaksi antar peserta didik belum mengarah kepada interaksi yang
bersifat positif. Hal ini mencirikan bahwa tingkat minat dan aktivitas belajar peserta
didik rendah.
Tingkat minat dan aktivitas peserta didik akan mempengaruhi hasil belajar peserta
didik. Namun kebanyakan hasil belajar peserta didik cenderung masih rendah. Hanya
peserta didik yang memiliki kemampuan awal yang bagus yang memperoleh nilai yang
baik.
Hasil belajar matematika peserta didik yang rendah disebabkan oleh dua faktor.
Faktor pertama, yang berasal dari dalam diri peserta didik dapat dilihat dari
kecenderungan peserta didik yang kurang menyukai pembelajaran matematika karena
dianggap sulit dan tidak menyenangkan. Disamping itu, peserta didik kurang berani
untuk bertanya mengenai materi pelajaran yang kurang dipahaminya karena mereka
merasa malu dan takut jika pertanyaan yang diajukan dianggap sebagai masalah yang
sederhana. Hal ini membuat peserta didik kurang percaya diri sehingga menemukan
kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru yang mengakibatkan
peserta didik malas dalam mengerjakan tugas/latihan. Padahal untuk dapat memahami
suatu konsep matematika, peserta didik sangat dituntut untuk banyak mengerjakan
latihan soal.
Faktor kedua disebabkan oleh proses pembelajaran yang masih didominasi oleh
guru. Komunikasi yang terjadi hanya satu arah yaitu guru mentransfer pengetahuan
kepada peserta didik, sedangkan peserta didik hanya mendengar, memperhatikan dan
mencatat selama proses pembelajaran berlangsung. Setiap diadakan diskusi kelompok
hanya beberapa orang peserta didik yang aktif, sedangkan sebagian peserta didik yang
lain hanya berperan sebagai pendengar saja dan tidak mau mengeluarkan pendapat
mereka karena takut jika pendapat mereka tersebut salah atau dianggap sebagai hal yang
sederhana.
Masalah- masalah di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pembelajaran yang berlangsung di kelas terpusat pada guru.
2. Peserta didik kurang menyenangi pelajaran matematika.
3. Peserta didik kurang termotivasi dalam pembelajaran matematika.
4. Keberanian peserta didik untuk bertanya kepada guru masih kurang.
5. Peserta didik malas mengerjakan latihan soal.
6. Peserta didik cenderung pasif dan tidak mau mengeluarkan pendapat ketika
diadakan diskusi kelompok.
7. Kurangnya keaktifan peserta didik dalam belajar / aktivitas peserta didik masih
rendah.
8. Hasil belajar matematika peserta didik masih rendah.

2.3 Solusi / Upaya dalam menghadapi Masalah – masalah dalam pendidikan matematika
Banyak upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi masalah- masalah yang telah
dijelaskan di atas diantaranya yaitu :
 Menerapkan strategi belajar aktif
Belajar aktif (active learning) menurut Dede (2004: 165) adalah strategi belajar
yang memperbanyak aktivitas siswa dalam mencari informasi dari berbagai sumber
untuk dibahas dalam proses pembelajaran di kelas sehingga siswa memperoleh
pengalaman yang tidak saja menambah pengetahuan tetapi juga kemampuan analitis
dan sintesis. Belajar aktif menuntut siswa untuk bersemangat, menyenangkan dan
penuh gairah sehingga siswa merasa leluasa dalam berfikir dan beraktivitas. Sumadi
(2000: 71) menyatakan bahwa keaktifan siswa dapat dilihat dari :

a. Berbuat sesuatu untuk memahami materi pelajaran dengan penuh keyakinan


b. Mempelajari, mengalami dan menemukan sendiri bagaimana memperoleh
situasi pengetahuan
c. Merasakan sendiri bagaimana tugas-tugas yang diberikan guru kepadanya
d. Belajar dalam kelompok
e. Mencobakan sendiri konsep-konsep tertentu
f. Mengkomunikasikasikan hasil pikiran, penemuan dan penghayatan nilai-nilai
secara lisan
Pemahaman ini diperkuat oleh pernyataan John Holt (1967) dalam Silberman
(2004: 26) yang mengatakan bahwa proses belajar akan meningkat jika siswa
diminta untuk melakukan hal-hal berikut ini:

a. Menyatakan kembali informasi dengan kalimat sendiri


b. Memberi contoh
c. Mengenalinya dalam bermacam bentuk dan situasi
d. Melihat hubungan antara informasi dengan fakta-fakta ataupun gagasan lain
e. Menggunakannya dengan beberapa cara
f. Memprediksi sejumlah konsekuensinya
g. Menyatakan lawan atau kebalikan
Pada uraian di atas dijelaskan bahwa dalam proses belajar sesungguhnya
bukanlah kegiatan menghafal tetapi bagaimana siswa tersebut dapat menyatakan
informasi dalam kalimat sendiri dapat menghubungkannya dengan fakta-fakta atau
gagasan sehingga siswa tersebut dapat mengambil kesimpulan.

 Menerapkan pembelajaran kooperatif (cooperative learning)


Model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar
kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5
orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi,
dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Beberapa model Cooperative Learning telah dikembangkan oleh para ahli, antara
lain:
a) TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen,
tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap
kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan
dinamika kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar
kelompok, suasana diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi
permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah ,lembut,
santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil
kelompok sehingga terjadi diskusi kelas.
b) TAI (Team Assisted Individualy)
Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam
Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab
belajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan
tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah
negosiasi dan bukan imposisi-intruksi. Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985)
adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2)
siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok
secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi,
(3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.
c) STAD (Student Teams Achievement Division)
Student Teams Achievement Division (STAD) adalah salah satu model
pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen
(4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-
presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor
perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan
berikan reward.
d) NHT (Numbered Head Together)
Numbered Head Together (NHT) adalah salah satu tipe dari
pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen
dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar
(untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan
nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama)
kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor siswa yang
sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual
dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.
e) Jigsaw
Model pembelajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks
seperti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen,
berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan
banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahas
bagian tertentu, tiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai
bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke
kelompok asal, pelaksanaan tutorial pada kelompok asal oleh anggota kelompok
ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
f) TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru
menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja
kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi
kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan
hasil kuis dan berikan reward.
g) GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok
heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap
kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur
tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis
dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah),
pengolahan data penyajian data hasil investigasi, presentasi, kuis individual, buat
skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
h) TTW (Think Talk Write)
Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan
(menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya
dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laporan hasil
presentasi. Sintaknya adalah: informasi, kelompok (membaca-mencatatat-
menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.
i) TS-TS (Two Stay – Two Stray)
Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan
dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua
siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya
untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke
kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Dalam pembelajaran matematika yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah landasan
ilmu pendidikan matematika itu sendiri yaitu yang menjadi landasan dalam
pembelajaran matematika berupa landasan filosofi, landasan psikologi, landasan
sosiologi dan landasan kultural/ budaya.
2. Masalah- masalah dalam pembelajaran matematika diantaranya adalah pembelajaran
yang berlangsung di kelas terpusat pada guru, peserta didik kurang menyenangi
pelajaran matematika, peserta didik kurang termotivasi dalam pembelajaran
matematika, keberanian peserta didik untuk bertanya kepada guru masih kurang,
peserta didik malas mengerjakan latihan soal, peserta didik cenderung pasif dan
tidak mau mengeluarkan pendapat ketika diadakan diskusi kelompok, kurangnya
keaktifan peserta didik dalam belajar / aktivitas peserta didik masih rendah,
sehingga mengakibatkan hasil belajar matematika peserta didik rendah.
3. Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah dalam pembelajaran matematika
diantaranya adalah dengan menerapkan strategi belajar aktif dan dengan menerapkan
model- model pembelajaran kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA

Sardiman. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya.

Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:


Universitas Pendidikan Indonesia.
Yamin, Martinis. 2013. Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: GP
Press Group.
http://suksesseluruhtest.blogspot.co.id/2014/07/landasan-pendidikan-sebagai-bekal.html

diakses tanggal 7 Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai