Anda di halaman 1dari 83

KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR

FILSAFAT ILMU
Pengantar Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Dr. Sigit Sardjono, MS

Disusun Oleh :

• Liesha Riegia Geraildin 1211800010


• Regita Ayu Cahyani 1211800012
• Ike Wulandari 1211800069
• Feni Rahmawati 1211800127

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SURABAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk dan rahmat-
Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Ucapan terima kasih kepada
beberapa pihak yang ikut serta membatu menyelesaikan makalah ini. Semoga dengan
membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah
wawasan kita khususnya bagi penyusun. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih
baik.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................................... i


Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................................. iii
BAB I MANFAAT FILSAFAT BAGI MAHASISWA .............................................. 01
A. DEFINISI FILSAFAT .................................................................................. 01
B. LATAR BELAKANG TIMBULNYA FILSAFAT .................................. 02
C. OBYEK FILSAFAT.................................................................................. 05
D. CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILSAFAT ....................................................... 06
E. CABANG-CABANG FILSAFAT ............................................................ 07
F. MANFAAT BELAJAR FILSAFAT ......................................................... 14

BAB II PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU .......................................................... 19


A. PENDAHULUAN...................................................................................... 19
B. PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU .................................................... 20
C. KESIMPULAN .......................................................................................... 24
BAB III LOGIKA BERPIKIR UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN ILMIAH .... 25
A. PENDAHULUAN...................................................................................... 25
B. PENGERTIN LOGIKA ILMU .................................................................. 26
C. HAKIKAT SARANA BERPIKIR ILMIAH .............................................. 28
D. PENUTUP .................................................................................................. 30
BAB IV TEORI KEBENARAN..................................................................................... 31
A. PENDAHULUAN...................................................................................... 31
B. PENGERTIAN KEBENARAN ................................................................. 32
C. TEORI-TEORI KEBENARAN ................................................................. 34
D. PENUTUP .................................................................................................. 36
BAB V TAKARAN KEILMUAN-PENGETAHUAN : ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI,
AKSIOLOGI .................................................................................................... 37
A. PENDAHULUAN...................................................................................... 37
B. PEMBAHASAN ........................................................................................ 38
C. KESIMPULAN .......................................................................................... 48
BAB VI FILSAFAT PANCASILA ................................................................................ 49
A. PENDAHULUAN...................................................................................... 49

iii
B. PEMBAHASAN ........................................................................................ 50
C. KESIMPULAN .......................................................................................... 61
BAB VII FILSAFAT KARYA ILMIAH ......................................................................... 62
A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 62
B. PENALARAN ILMIAH ............................................................................ 63
C. PENERAPAN DALAM PENELITIAN ILMIAH ..................................... 64
D. KESIMPULAN .......................................................................................... 67
BAB VIII SOAL DAN JAWABAN ................................................................................. 68

iv
BAB I

MANFAAT FILSAFAT BAGI MAHASISWA

A. DEFINISI FILSAFAT
a. Definisi etimologi
Dari segi asal usul kata (etimologi), filsafat berasal dari Bahasa Yunanni
philosopos (philos = pencinta, pencari;dan Sophia =hikmat, kebijaksanaan, atau
pengetahuan)yang berarti pencinta kebijaksanaan. Pythagoras (582-497 SM) adalah
orang pertama yang menggunakan kata philosopos. Ia menyebut diri philosophos yang
berarti pencinta kebijaksanaan.
Menurut Pythagoras, hanya Tuhan mempunyai kebijaksanaan sesungguhnya.
Tugas manusia di dunia adalah mencari kebijaksanaan dan mencintai
pengetahuan.itulah sebabnya, filsuf adalah pencari hikmat dan pencinta
kebijaksanaan.
Pythagoras dan Ploto (428-348 SM) menggunakan kata philosophos untuk
mengejek kaum sofis yang menganggap diri tahu jawaban untuk semua pertanyaan.
(Humersma, 1987, 10)
Istilah filsafat sebetulnya sudah ada dalam sastra Yunani pertama. Filsafat pada
mulanya berarti menganggap benda-benda di dsekitar dengan penuh perhatian.
Kemudian berarti merenung tentang benda-benda tadi. Herakleitos (sekitar tahun 500
M) sudah menggunakan kata filsuf. Tapi menurut dia,hanya Tuhanlah yang dapat
disebut bijaksana dan pandai. Ploto kemudian mengatakan para dewa tidak dapat
disebut filsuf, sebab mereka sudah memiliki kebijaksanaan. Hanya manusialah yang
mendambakan kebijaksanaan karena ia tak dapat meraihnya. (Van Peursen : 3).
b. Definisi nominalis
Dari definisi secara etimologis di atas, filsafat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari seluruh realitas sampai sebab-sebab yang paling dalam.
Sebagai ilmu, filsafat juga merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan
koheren. Tapi kekhasannya adalah bahwa filsafat mau menyelidiki seluruh kenyataan
sampai sebab-sebab paling dalam.

1
B. LATAR BELAKANG TIMBULNYA FILSAFAT
Filsafat bukan monopoli segelintir orang. Bukan pula monopoli bangsa-bangsa tertentu.
Bukan pula monopoli zaman tertentu. Semua manusia, segala suku bangssa, yang hidup di
zaman apa saja, dapat berfilsafat. Mengapa? Sebab filsafat bertolak dari kejadian yang di
alami setiap saat. Ketika orang bertanya, mulailah ia berfilsafat.
Filsafat muncul bersamaan dengan kemunculan manusia dalam sejarah. Hewan tak
dapat berfilsafat, sebab hewan tak dapat bertanya. Manusia dapat bertanya sebab ia
memiliki alak budi yang mampu mengambil jarak dengan benda-bendadan segala sesuatu
di sekitarnya. Itulah sebabnya manusia di juluki hewan yang berakal budi (animal
rationale).
Ada hal-hal yang sangat lumrah, dialami seperti orang-orang lain. Misalnya, bangun
tidur, mandi, berpakaian, sarapan, belajar, bekerja, bermain, beristirahat, pulang ke rumah
menonton tv, mendengarkan radio, membaca koran.
Ada pula peristiwa kosmis yang selalu berulang setiap hari. Misalnya, pagi berganti
siang, siang berganti senja, senja berganti malam, melang berganti siang, dan seterusnya.
Atau pula musim panas berganti musim gugur, musim gugur berganti musim bunga,
musim bunga berganti musim dingin, musim dingin berganti musim berikutnya, dan
seterusnya. Semuanya ini mendorong manusia untuk bertanya.
Ada kejadian-kejadian yang lebih unuk bagi setiap orang. Misalnya, lahir, menjadi
dewasa, menikah, penderitaan, pertobatan, penyembuhan, terperanjat, dan kematian.
Manusia bertanya tentang semua peristiwa tersebut dan berusaha mendapat jawabannya.
Menurut C.A. can Peursen, bertanya merupakan tali pengikat Antara manusia dan
peristiwa. (Peursen, 1-2)
Setelah bertanya, manusia melakukan refleksi. Dalam peristiwa alam itu seakan-akan
ia melihat cerminan dirinya sendiri. Ketika memandang bunga-bunga berguguran, ia
seakan-akan melihat perjalanan hidupnya sendiri sebahai manusia. Seperti halnya bunga
mekar, menjadi tua, dan kemudian mati. Orang itu menjadi filsuf! (van Peursen: 2)
Kegiatan berfilsafat pada manusia berawal dari rasa heran, kesangsian, dan kesadaran
akan keterbatasan.
a. Rasa Heran : berfilsafat berarti bertanya-tanya disertai rasa heran dan kagum. Plato,
misalnya, mengatakan bahwa filsafat berawal dengan dorongan untuk menyelidiki
bintang-bintang, matahari dan langit yang kita pandang. Dari penyelidikan adalah
muncul filsafat.

2
Dalam sebuah bagian terkenal dialog Theatesos, Plato menampilkan Snerates
yang menghubungkan filsafat dengan rasa heran. Seperti dalam Simposium, Plato
menempatkan filsafat diantara para dewa dan manusia. Utusan para dewa dikaitkan
dengan rasa heran.
Rasa heran itu malah dibarengi rasa pening. Mengapa? Karenaperistiwa-peristiwa
merupakan belenggu yang harus dipatahkan dan dilewati guna mempertanyakan makna
benda-benda. Rasa heran itulah yang mematahkan belenggu rasa biasa tersebut. Sebab
itu seakan orang menjadi pusing (van Peursen: 2-3; Hamersma: 14)
Aristoteles mengatakan, manusia berbeda dengan hewan dalam hal pengalaman
yang menghasilkan keterampilan teknis dalam menangani barang-barang. Dalam
perkiraannya ia menelusuri kembali gejala-gejala yang dialaminya. Ia bertanya-tanya
tentang makna dan sebab segala sesuatu. Rasa heran merupakan perangsang bagi
filsafat. Dan kemampuan untuk mengadakan renungan filsafat menggunakan derajat
manusia (Van Peursen: 2)
Immanuel Kant (1734-1804) mengatakan langit bertaburan bintang dan hukum
moral dalam hati manusia merupakan dua gejala yang paling mengherankan. Dan dari
situlah ia mulai berfilsafat.
Tentang Thales, filsafat pertama yunani, diceritakan bahwa ia tak puas-puasya
memperhatikan langit dan bintang-bintang. Suatu ketika Thales sampai terperosok ke
dalam sumur karena terlalu asyik menengadah ke langit. Ia juga memperhatikan segala
benda dan melihat bahwa air ada di mana-mana. Ia memperhatikan bahwa segalanya
hidup dari embun, dan bahwa panas itu sendiri beral dari embun. Segala macam benih,
menurut Thales, dari kodratnya terdiri dari embun. Air adalah asal dari hakekat benda-
benda basah. Pada peristiwa penguwapan air menjadi embun atau udara. Pada peristiwa
pembekuan, air akan menjadi dunia. Akhirnya Thales berkesimpulan bahwa inti paling
dasar segala-galanya adalah air. (Copleston: 1962, 38-39; Hamersma: 1987, 36; Bertens
1975, 9-10; Hadi Wijono: 1975,16)
Sesudah mengamati segala sesuatu Anaximander berkesimpulan bahwa asal usul
segala sesuatu adalah “yang tak terbatas”. Selabiknya, anaximenes berpendapat unsur
segala sesuatu bukan air, melainkan udara. Herakleitos mengajarkan bahwa segala
sesuatu mengalir. Kesimpulan ini diambilnya setelah mengamati bahwa dunia ini tidak
ada suatu yang tetap. Semuanya berubah terus menerus. Sebaliknya parmenides
mengatakan segala sesuatu merupakan kesatuan mutlak yang diabadikan dan tidak
terbagi-bagi, (HAmersma: 1987,36; Coppleston: 1962, 40-70).

3
b. Kesangsian: filsafatjuga bias diawali dengan rada sangsi. Manusia menyagsikan apa
yang dilihat indranya. Ia bertanya jangan-jangan apa yang dilihat itu suatu tipuan.
Dengan kata lain, manusia menginginkan kepastian.
Berdasarkan sikap skeptic inilah manusia didorong untuk menemukan jawaban
yang pasti. Di sini,kesangsian merupan metode untuk mencapai kepastian dan
kebenaran. Harus dicatat bahwa rasa tak pasti, bimbang, dan skeptic yang dimaksud di
sini bukan merupakan gangguan psikologis, tapi justru merupakan proses mental dalam
mencapai kebenaran.
Filsuf yang mengawali fulsafat dengan sikap ragu-ragu adalah, Antara lain,
Agistinus (354-430) dan Rene Descartes (1596-1650)
c. Kesadaran dan keterbatasan: manusia mulai berfilsafat ketika ia menyadari batapa
kecil, lemah, dan tak berarti dirinya di tengah alam semesta yang maha luas, kuat dan
dahsyat. Pengalamannya juga menunjukkan betapa manusia itu tak berdaya. Ini
dialami, misalnya ketika berhadapan dengan tebing terjal, atau gunung api yang sedang
memuntahkan lava. Atau tatkala menyaksikan gelombang pasang yang mengancam
kehidupan nelayan. Alau longsor yang memakan korban jiwa.
Pada tataran yang lain, manusia yang selamat begitu bahagia hidup bersama
orang yang dicintai tetapi dikompensasi karena orang yang dicintai itu adalah manusia
yang percaya begitu rapuh. Lalu bertanya tentang apa itu kematian? Apa yang terjadi
setelah kematian? Apakah perpisahan dengan kekasihnya itu untuk-lamanya atau setiap
kali manusia melawan penderitanya atan gagal, selalu ia mendukung untuk hertanya:
Mengapa menderita? Mengapa gagal? Kenapa orang orang lain seakan-tidak akan
pernah tahu nasib n air mata ?. Mengapa penipu, maling, atau orang jahat hidup
berkecukupan dan bahagia? Mengapa orang-orang baik dan dermawan malah
menderita? Dia berkesimpulan bahwa harus ada kebahagiaan setelah menjalani hidup
fana ini yang akan menerima orang-orang yang mendapatkan baik di duia. Kalau
kebahagiaan di dunia hanya sementara, harus ada kebahagiaan yang lidak berkesudahan
(Hamersma, 1987. 11-12)
Karena filsafat timbul dari pengalaman sehari-hari, filsafat muncul sejak adanya
manusia. Berarti pula, filsafat tidak hanya dikenal di Yunani, tapi juga di tempat-tempa
lain. Orang Cina dan India sudah lebih dulu mengenal permenungan filsafat
dibandingkan orang Yunani (sekitar abad 6 SM). Pada waktu itu permenungan filsafat
di Yunani dilakukan demi kegembiraan yang dihasilkan oleh pengartian.

4
Jadi, setiap pengalaman manusta mengandun kemugkian untuk berfilsafat.
Menghadapi, setap permasalahaat, entah menggunakan manusia atau Ada pada
umumnya, berakar pada manusia yang bertanya di tengah pengalaman bertanya sehari-
hari.
Pertanyaan-pertanyaan fisafat tak kunjung selesai. Mengapa Karena
menyangkut yang manusia selalu terbuka, bukan merupakan bola tertutup. Filsafat juga
tidak berawal dari nol, tidak dimulai dari selembar halaman kosong. Kata van Peursen:
filsafat selalu berurusan dengan manusia yang sudah berangkat pada perjalanannya.
Manusia atau filsuf mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis (siapakah aku? Ada
itu?) Dari situasinya sendiri (van Peursen: 3-4)

C. OBYEK FILSAFAT
Obyek dibedakan atas obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah apa
yang dibicarakan, dipelajari, diselidiki, dibahas, dibahas, dipandang,disoroti. Dengan kata
lain, hal yang menjadi target yang ingin dipahami (Gegenstand). Atau menurut I.R.
Poedjawijatna, objek material adalah bahan atau lapangan penyelidikan. Sementara objek
formal adalah sudut pandang (sudut atau sudut pandang) dalam diskusi, membahas atau
mengubah sesuatu.
Contoh. objek material psikologi, antropologi. dan sosiologi sama, yaitu manusia, tetapi
objek formalnya berbeda. Psikologi yang menggambarkan manusia dari segi kejiwaan,
antropologi yang menggambarkan manusia dari segi budaya, sedangkan sosiologı
menyorotinya dari segi interaksi dengan manusia lain. Jadi, yang menghubungkan ilmu
yang satu dengan ilmu lainnya adalah obyek formal (Poedjawijatna: 6-8; Tim LGM: 6-7).
Manakah obyek material dan obyek formal filsafat? Obyek materi lilsafat adalah segala
sesuatu yang ada dan mungkin ada. Yang ada itu bisa dalam kenyataan, atau bisa pula
hanya dalam pikian.
Obyek formal filsafat mencari keterangan sedalam-dalamnya. Filsafat tidak memutar
objek dari segi susunannya saja, tetapi totalitas objek itu. Filsafat menyoroti dari segi
hakikat, inti terdalam. Ilmu pengetahuan lain membahas tentang hanya pada pengalaman
empiris, sebaliknya menentang filsafat mencari penjelasan tentang inti dan hakekat segala
sesuatu.

5
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren (bertalian)
tentang sumber bidang tertentu dari kenyataan. Sedangkan, filsafat adalah pengetahuan
metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (Hamersma: 10).

D. CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILSAFAT


Seperti dikatakan di atas, hewan tak bisa dibawa ke berfilsafat, karena tak punya akal
budi. Karena akal budi itulah, manusia bertanya. Dengan akal budi itu manusia herpikir.
Manusia berfilsafat karena ia berpikir, dan ia berpikir karena berfilsafat. Berlilsafat adalah
berfikir, tetapi berfikir tidak selalu berarti herfilsafat. Berfilsafat memiliki ciri khas
berfikir, berfikir sedalam- dasarnya. Berfikir biasa berbeda dengan berfikir secara filsafat.
Karakteristik atau ciri-ciri filsafat adalah:
a. Komprehensif (menyeluruh): memandang obyek penyelidikan secara totalitas.
Filsafat ingin memahami "apanya" atau hakikat dari objek tersebut Filsafat tidak puas
hanya menyelidiki dari sudut tertentu seperti yang dilakukan ilmu-ilmu lain.
Menyeluruh di sini berarti filsafat juga menyelidiki kansep- konsep abstrak
seperti manusia, keadilan, kebaikan, kejahatan, kebebasan. Berarti juga berfikir tentang
hal-hal atau proses-proses yang miliknya secara umum (universal). Filsafat selalu
menyangkut pengalaman umum umat manusia (common experience of mankind). Cara
pemikiran seperti itu menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang universal. (Tim
UGM. 14)
b. Spekulatif: artinya apa yang diselamatkan filsafat berdasarkan dugaan-dugaan yang
masuk akal, dan tidak berdasarkan bukti empiris. Ini bukan maksud dari dugaan filsafat
yang tidak ilmiah, tetapi pemikiran filsafat memang tidak termasuk dalam persetujuan
otoritas khusus. (Achmadi: 9-10)
Misalnya, filsafat menemukan jawaban untuk pertanyaan apa itu benar (logika),
apa itu baik (etika), apa itu indah (estetika). Itulah yang dilakukan filsafat. Tidak lebih
dari itu. Ilmu-ilmu lain dapat memanfaatkan pemikiran filosofis tersehut. (Dardiri: 15-
16)
Dengan kata lain, berpikir secara politis konseptual. Karena konseptual maka ia
merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari hal hal konkrit dan individu. Berfilsafat
tidak berpikir tentang manusia tertentu, tetapi manusia secara umum. Ciri ini
melampaui batas pengalaman empiris sehari-hari (Tim UGM: 14)

6
c. Mendasar atau radikal: filsafat bertanya hingga ke dasar atau akar terdalam dari
segala sesuatu. Berfikir tentang filsafat berfikir hingga ke esensi, hakikat dan substansi
benda-benda. Orang yang berfilsafat tidak puas dengan hasil pengamatan indera, tapi
berusaha sampai kepada pengetahuan paling dalam yang mendasari pengetahuan
inderawi. (Tim UGM: 13)
d. Konsisten: bagan konsepsional, hasil perenungan, harus bersifat konsisten.lawannya
adalah bagan konsepsional yang kontradiktif alias saling bertentangan. Pertanyaan-
pertanyaan yang tidak runtut pada dasarnya tidak masuk akal.
e. Koheren atau logis: bagan konsepsional harus bersifat logis. Kesimpulan harus
diperoleh dari premis-premis yang mendahuluinya. Premis-premis tersebut harus diuji
kebenarannya. Jadi antara satu kalimat dengan kalimat lain harus ada hubungan logis.
Dalam rangkaian tersebut,bagian satu harus terkandung pada bagia lainnya.
f. Sistematis: artinya dalam menjawab suatu permasalahan. Digunakan pendapat
pendapat sebagai wujud dari proses berfikir filsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling
berhubungan secara teratur, dan mempunyai makna atau tujuan tertentu. (Tim UGM:
14)
g. Bebas: setiap filsafat adalah hasil pemikiran yang bebas. Bebas dari prasangka-
prasangka social, historis, kultural, ataupun religious.soerates misalnya, memilih
meminum racun daripada mengorbankan kebebasannya untuk berfikir mengenai
keyakinan.
h. Bertanggung jawab: orang yang berfilsafat berfikir sambil bertanggungjawab.
Bertanggung jawab terhadap siapa? Pertama-tama terhadap hati nuraninya. Jadi, ada
hubungan Antara kebebasan berfikir dalam filsafat dan etika. Selanjutnya, orang yang
berfikir harus merumuskan fikiran-fikirannya sedemikian agar dapat berkomunikasi
kepada orang lain. (Tim UGM: 13-15)

E. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat dapat dibagi sebagai berikut:
1. Filsafat tentang pengetahuan
a. Empistemologi
b. Logika
c. Kirtik Ilmu

7
2. Fisafat tentang keseluruhan kenyataan
a. Metafisika Umum(otologi)
b. Metafisika Khusus
1) Teologi Metafisik (teodicea)
2) Antropologi Filsafat
3) Kosmologi (Filsafat Alam)
3. Filsafat tentang tindakan
b. Etika (Filsafat Moral)
c. Estetika (Filsafat Seni)
4. Sejarah Filsafat

Dibawah ini dibahas secara ringkas cabang-cabang filsafat tersebut:

1. Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata bahasa yunani episteme, yang berarti
pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu yang menyelidiki hakekat dan asal usul ilmu
pengetahuan.
Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab epistemology antara lain:
- Apa itu Pengetahuan ?
- Apa itu pengetahuan apriori dan aposteriori?
- Dari mana asal pengetahuan?
- Apakah manusia dapat mencapai kepastian pengetahuan? Bagaimana
validitas pengetahuan itu dapat dinilai? (Hamersma: 17; Tim UGM: 17)

Rasionalisme, empirismefenomenalisme kant, intuisionisme, dan metode


ilmiahmemberikan jawaban yang berbeda. Rasionalisme (dari bahasa latin: ratio =
akal budi) menegrjakan bahwa akal budi merupakan sumber utama untuk pengetahuan.
Tokoh-tokohrasionalisme dalam filsafat modern antara lain Rene Descartes, Spinoza,
dan Leibniz.

Empirisme (dari bahasa yunani: empiria = pengalaman) mengajarkan bahwa


pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi . Aliran ini menolak ajaran rasionalisme.
Menurut mereka pengetahuan bukan berasal dari kal buda tapi dari pengamatan indra.
Akal budi diisi dengan kesan-kesan yang berasal dari pengamatan. Baru kemudian
kesan-kesan ini oleh akal budi dihubung-hubungkan, sehingga tercipta ide-ide

8
majemuk. Tokoh-tokohnya antara lain Francis Bacon, Thomas Hobbes, Jhon Locke,
dan Davide Hume.

Fenomenalismeyang dikemukakan oleh Immanuel Kant merupakan jalan


tengah antara rsinalosme dan empirisme. Baik indra maupun akal budi sama-sama
berperan dalam terciptanya pengetahuan. Manusia mengetahui suatu benda sejauh
benda itu tampak sebagai gejala (fenomena). Tetapi benda itu sendiri tidak pernah
diketahui.

Intuisinasionisme dikemukankan oleh filsuf asal Prancis , Henry Bergson.


Intuisi adalah pengetahuan langsung, buakn pengetahuan nisbi dengan pengantara.
Intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Lewat
pengetahuan ituitif, orang mengenal suatu kejadian secara keseluruhan.

Metode Ilmiah menggabungkan peran akal budi dan indra, serta menambahkan
suatu cara baru untuk memverifikasi penyelesaian-penyelesaian yang disarankan
(hipotesa). Metode ilmiah dimulai dengan pengalaman, lalu dibuat hipotesa, yang
kemudian diuji lagi kebenarannya. (kattshoff, 136-149)

2. Logika
Logika berasal dari kata yunani logikos (berhubungan dengan pengetahuan).
Epistemologi mempelajari pengetahuan (termasuk asal usulnya), yang merupakan isi
akal budi, sedangkan logika mempelajari bentuk pemikiran, yakni cara kerjanya (sah
atau tidak.
Logika adalah ilmu, kecakapan atau alat untuk berfikir secara lurus. Jadi obyek
material logika adalah pemikiran atau kegiatan berpikir, sedangkan obyek formalnya
adalah kelurusan berfikir. Untuk membedakannya dari epistemologi (logika material,
maka logika dulu disebut juga logika formal.
Persoalan-persoalan yang dibahas dalm logika antara lain:
- Apa itu Konsep?
- Apa itu putusan (proposisi)?
- Apa itu penyimpulan (inferensi)?
- Manakah hokum-hukum untuk mengambil kesimpulan secara lurus?
- Silogisme dan jenis-jenisnya
- Kesesatan fikir (fallacy)

9
Dalam logika dipelajari aturan-aturan yang harus dipatuhi supaya pernyataan-
pernyataan kita dapat disebut valid (sah). Jadi, logika adalah taknik atau “seni” yang
mementingkan segi formal atau bentuk dari pengetahuan. (Dardiri: 22-23, Hamrsma:
16-17)

Perhatikan contoh berikut.

Semua Manusia pasti mati

Bambang adalah manusia

Bambang pasti mati

Dua kalimat pertama disebut premis (kalimat pertama dinamakan premis


mayor, kalimat kedua premis minor). Kalimat ketiga merupakan kesimpulan
(konklusi). Untuk menarik konklusi yang benar, premis-premisnya harus memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu. Setiap premis harus diselidiki kebenarannya. Sebuah
konklusi yang sah hanya bisa ditarik dari premis-premis yang benar. (Hamersma: 17)

Logika dibedakan atas logika tradisional atau klasik, dan logika matematis
atau formal. Logika tradisional berkembang pada Aristoletes dan abad pertengahan.
Sedangkan logika modern dekembangkan antara lain oleh Frege, Whitehead, dan
Russell. (Hamersma : 17-18)

3. Kritik Ilmu-Ilmu
Kritik ilmu-ilmu adalah cabang filsafat yang mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kritis terhadap ilmu pengetahuan. Yang dipertanyakan misalnya
pembagian ilmu-ilmu, metode ilmu-ilmu, dasar kepastian, dan jenis-jenis keterangan
yang diberikan.
Misalnya ada yang mempertanyakan ilmiah tidaknya ilmu sejarah, karena
dalam sejarah tidak dicapai kepastian. Ada yang mengatakan bahwa sejahra hanya
memberikan inferpretasi atas fakta, dan tidak pernah ada kepastian bahwa interpretasi
itu benar. (Hamersma: 18)
4. Metafisika Umum

Metafisika umum atau ontologi menyelidiki seluruh kenyataan.

Dalam metafisika ingin dijawab pertanyaan- pertanyaan paling mendasar seperti:

- Apa itu ada atau keberadaan (eksistensi)?

10
- Penggolongan ada , keberadaan (eksistensi)?
- Apa sifat dasar (kodrat)realitas ?
- Apakah kenyataan itu kesatuan atau tidak?
Ontologi sering disebut puncak filsafat karena pertanyaan-pertanyaan dalm
ontology langsung berhubungan dengan sikap manusia terhadap pertanyaan-
pertanyaan paling dasar, yakni mengenai Allah.
Pertanyaan dalam ontology mengungkapkan suatu kepercayaan. Ada empat jenis
kepercayaan ontology yakni ateisme, agnotisisme, panteisme, dan teisme.
Ateisme dari bahasa yunani, a = bukan, theos = Allah, mengajarkan bahwa tidak ada
Allah, dan manusia hanya sendirian saja di kosmos.
Agnostisisme dari bahasa yunani, a = tidak/bukan dan gnosis = pengetahuan,
mengajarkan bahwa manusia tidak mungkin tau mengetahui apakah Alah ada atau
tidak ada.
Panteisme dari bahasa yunani, a = bukan, dan theos = Allah, mengajarkan bahwa
seluruh kosmos sama dengan Allah. Akibatnya tidak ada perbedaan antara pencipta
dan ciptaan. Dengan kata lain: Allah dan alam itu sama saja, tak ada bedanya.
Teisme mengajarkan bahwa Allah itu ada, bahwa ada perbedaan antara pencipta dan
ciptaan.
5. Teologi Metefisik (Theodicea)
Teologi metafisik dapat disebut juga theodicea atau filsafat keutuhan.
Dinamakan pula meta-theologi. Teologi metafisik mempelajari antara lain tentang:
- Apakah betul ada Allah?
- Bagaimana membuktikan adanya Allah?
- Hubungan pencipta dan ciptaan?
6. Antropologi Filsafat
Cabang filsafat ini berbicara tentang manusia. Immanuel Kant mengatakan
pertanyaan siap itu manusia? Merupakan satu-satunya pertanyaan filsafat. Manusia
memiliki banya dimensi. Manusia adalah materi dan hidup, badan dan jiwa, memiliki
kehendak dan pengertian. Manusia adalah individu, tetapi sekaligus juga merupakan
makhluk social. Semua dipelajari dalam antropologi filsafat atau filsafat manusia.
(Hamersma: 21-22)
Persoalan yang dipelajari dalam filsafat manusia antara lain:
- Hubungan antara jiwa dan badan

11
- Kesadaran
- Menusia sebagai makhluk bebas
7. Kosmologi
Kosmologi dari bahasa yunani kosmos yang berarti dunia, aturan, dan
keseluruhan teratur atau filsafat alam berbicara tentang dunia. Cabang filsafat ini
sudah ada sejak Mesir dan Mesopotamia kuno, kemudian berkembang di yunani dan
member hidup kepada ilmu alam. Persoalan-persoalan yang dibahasdalm kosmologi
antara lain:
- Apakah ada keteraturan dalam alam?
- Finalitas alam semesta
- Hubungan antara sebab dan akibat
- Ruang dan waktu
Masih diperdebatkan apakah kosmologi masih ada disamping ilmu fisika yang
begitu maju. Bagaimana juga kosmologi masih diperlukan karena di tengah
perkembangan ilmu alam yang sangat maju dewasa ini, dibutuhkan suatu refleksi
mendalam secara keseluruhan. (Hamersma:23)
8. Etika
Etika dari bahas yunani ethos yang berarti adat, cara bertindak, tempat tinggal,
atau kebiasaan atau filsafat moral mempelajari tindakan manusia. Etika mempelajari
bagaimana manusia harus bertindak.
Etika dibedakan atas etika deskriptif dan etika normatif. Etika diskriptif
mengajarkan tentang gambaran dari gejala kesadaran moral (suara hati), dari norma-
norma dan konsep-konsep etis. Sedangkan etika normatif berbicara tentang tindakan
apa yang harus dilakukan manusia. Dalm etika normatif, norma-norma dinilai dan
sikap manusia ditentukan. (hamersma: 24)
Persoalan-persoalan yang dipelajari dalam filsafat tingkah laku antara lain:
- Pengertian baik dan buruk secara moral
- Persyaratan suatu tindakan itu disebut baik secara moral
- Kebebasan kehendakan dan tindakan moral
- Kesadaran moral
- Suara hati
- Pertimbangan moral

12
9. Estetika
Estetika dari bahasa yunani aesthesis yang berarti pengamatan adalah cabang
filsafat yang berbicara tentang keindahan. Jadi, estetika adalah filsafat keindahan.
Kalau etika adalah filsafat tentang kajian baik-buruk secara moral, maka estetika
adalah kajian tentang indah-jelek, etika dan estetika sama-sama bertalian dengan nilai.
Etika berkaitan dengan nilai moral, sedangkan estetika berhubungan dengan nilai
bukan moral.
Obyek estetika adalah pengalaman akan keindahaan. Estetika mencari hakekat
dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan (keindaha jasmani dan rohani,
keindahan alam dan keindahan seni), dan emosi-emosi manusia sebagai reaksi
terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang mengharukan dan seterusnya.
Ada estetika diskriptif dan estetika normatif. Estetika diskriptif
menggambarkan gejala-gejala pengalaman keidahan. Estetika normative mencari
dasar pengalaman tersebut. Misalnya, apakah keindahan itu suatu yang obyektif
(terletak dalam obyek yang indah), atau subjektif ( terletak dalam mata
manusiasendiri).
Persoalan-persoalan yang dipelajari dalam filsafat keindahan antara lain:
- Apa itu keindahan?
- Sifat keindaha obyektif atau subyektif?
- Apa ukuran keindahan?
- Fungsi keindahan dalam kehidupan manusia?
- Hubungan keindaha dan kebenaran ? (Tim UGM: 19)
10. Sejarah Filsafat
Dalam sejarah fisafat di pelajari hasil penyelidikan semua cabang filsafat disitu
kita temukan jawaban-jawaban yang diwariskan oleh para pemikir besar, tema-tema
yang dominan pada periode-periode tertentu, serata aliran-aliran filsafat yang pernah
hidup di suatu periode tertentu atau disuatu tempat tertentu.
Dalm sejarah filsafat dikenal tiga tradisi besar yakni filsafat India, filsafat Cina, dan
filsafat Barat. Ada banyak paralelisme antara tiga tradisi itu. Tetapi yang paling menonjol
adalah bahwa adanya proses demintologisasi dalm kurun waktu antara tahun 800 dan 200
SM. Dalam periode ini hidup pemikir-pemikir dan tokoh-tokoh besar. Konfusius dan Lao
Tse di Cina, Buddha Gautama dan para penyusun Upanishad di india, serta Parmenides,
Herakleito, Sokrates, Plato, dan aristoletes di Yunani. (hamersma: 26).

13
F. MANFAAT BELAJAR FILSAFAT
Seperti yang dijelaskan diatas, pada mulanya semua ilmu pengetahuan menyatu pada
filsafat. Tetapi dalam perkembangannya, satu per satu ilmu-ilmu itu melepaskan diri dari
filsafat. Dan kenyataannya, ilmu-ilmu itu lebih laku dalam kehidupan praktis.
Ada kesan bahwa sebagian masyarakat menganggap filsafat kurang penting. Paling
tidak, mereka berpendapat bahwa filsafat tidak praktis. Maksudnya, filsafat tidak dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis sehari-hari. Kehidupan di zaman
ini memang menuntut spesialisasi dan keahlian. Maka filsafat yang membangga-
banggakan diri sebagai ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara menyeluruh tersisih,
atau katakanlah diistirahatkan.
Apa yang dituturkan Prof Dr Franz Magins Suseno dan Prof DR Kees Bertens tentang
nasib filsafat barangkali membuat sewot orang-orang yang sedang semangat belajar
filsafat. Bertens mengutip film taxi (1990) yang disutradarai Arifin C.Noer, dan dibintangi
Rano Karno (sebagai Giyon). Dalam cerita itu Giyon, yang adalah sarjana filsafat. Bekerja
sebagai supir taksi kaarena memang susah mendapat lowongan kerja. Dan dalam seluruh
dialog kelihatan bahwa Giyon menyesal menjadi sarjana filsafat. Toh, akhirnya ijazah
filsafat tak dapat memberinya pekerjaan (G. Moedjanto dkk: 39)
Bertens selanjutnya menguraikan bahwa perkembangan pesat ilmu-ilmu empiris
dewasa ini secara otomatis membuat gengsi filsafat merosot. Falkutas yang dipadati
mahasiswa pasti adalah falkutas yang bukan filsafat. Mata kuliah yang paling dicari-cari
pasti bukan filsafat ketuhanan atau filsafat ilmu pengetahuan. Ini ada kaitannya dengan
semangat utilitaris yang menjadi ciri kehidupan moderen. Orang mencari Pertama-tama
yang berguna dan praktis bagi kehidupan. (Bertens: 40)
Franz Magnis Suseno Berpendapat, filsafat yang sedang in di indonesia bukan filsafat
akademis tapi filsafat yang merupakan saingan dari kebatinan atau agama. Ada kesan,
filsafat ilmiah justru dipandang rendah dikalangan akademis sekalipun.
“Kalau saya memperkenalkan diri sebagai dosen filsfat pada seseorang anggota elite
intelek Indonesia yang betul-betul ahli dalam salah satu bidang ilmiah, tak jarang saya
mencium reaksi yang dia mau merahasiakannya, yaitu suatu pertanyaan skeptis tentang
dimana tempat kesibukan filsafat dalam kalangan ilmu –ilmu, dan apa kita di Indonesia
tidak sebenarnya memerlukan ahli-ahli yang sungguh-sungguh, misalnya dibidang
kedokteran, teknologi ekonomi, dan sebagainya dari pada filosof,” tulis magnis dalam
bukunya Berfilsafat Dari Konteks. (Magnis: 3)

14
Selain tudingan bahwa filsafat tidak relevan untuk negara yang sedang membangun
seperti Indonesia, ilmu filsafat dituding terlalu mementingkan diri sendiri. Filsafat adalah
satu-satunya ilmu yang pekerjaan pokoknya terdiri dalam mempelajari sejarahnya sendiri
serta satu-satunya hasilnya ialah filsuf-filsuf yang lagi membicarakan sejarah mereka.
(Magnis Suseno: 4)
Pendek kata filsafat masih dianggap suatu yang aneh, asing, tidak relevan, usaha yang
sia-sia untuk mencari jawaban atas suatu masalah (sebab setiap filsuf selalu
mengemukakan pendapatnya sendiri-sendiri tanpa mengidahkan filsuf lain), suatu ilmu
yang using, hanya merupakan khayalan belaka. Auguste Comte, sosiolog Prancis, bahkan
sampai berkata bahwa filsafat hanyalah sebuah fosil dari zaman kedua perkembangan umat
manusia, yaitu zaman metafisik, yang berhasil diselamatkan ke zaman ketiga, zaman kita,
zaman positif-ilmiah. (Magnis Suseno: 4)
Archie J.Bahm. dalam tulisannya berjudul Philosophy and Interdisciplinary Research
(dalam Spectrum, bunga rampai untuk menghormati Sutan Takdir Alisjahbana pada ulang
tahun ke -70) mengidentifiksi Sembilan factor tersebut adalah proliferation, obsolescence,
specialization, indifferentiation, sectarianization, personalization, reductionism,
complexification, dan incompetencification.
a. Proliferation: meningkatnya secara mencolok jumlah filsuf dan aliran-aliran filsafat
menyebabkan semakin sulit, bahkan mustahil, menguasai semua ajaran filsafat.
Filsafat cenderung tidak komprehensif, karena hanya sekedar memenuhi kebutuhan
praktis. Minat terhadap filsafat juga berkurang karena meningkatnya kompetisi yang
disebabkan bertambahnya jumlah ilmu-ilmu dan cabang-cabang ilmu baru.
b. Obsolescence: banyak pemikiran filosofis tua masih harus dipelajari untuk memahami
pemikiran-pemikiran konteporer. Tapi kecenderungan ini mengakibatkan pengajaran
filsafat yang ketinggalan zaman masih banyak dilakukan. Pada gilirannya ini
menyebabkan tidak ada rangsangan untuk menemukan pemikiran filosofis baru yang
relevan dengan keadaan zaman.
c. Specialization: spesialisasi ilmu-ilmu menyebabkan filsafat makin ditinggalkan.
Proses itu berawal pada pemisahan ilmu-ilmu dari filsafat.
d. Indefferentization: sikap acuh tak acuh dari masyarakat terhadap profesi filsuf.
Masyarakat tampaknya tidak merasa membutuhkan filsuf untuk urusan kegiatan
profesionalnya. Akibatnya, filsuf-filsuf dan pengajar filsafat itu sendiri juga
cenderung sibuk dengan urusan-urusan yang diminatinya.

15
e. Sectarianization: jabatan-jabatan structural di perguruantinggi, khususnya falkutas
filsafat, dipegang oleh orang-orang yang menganut aliran filsafat tertentu yang
berkembang.
f. Personalization: apa yang diajarkan dibangku kuliah adalah pandangan pribadi
pengajar yang bersangkutan. Ini berkaitan dengan sikap indeferen masyarakat
terhadap profesi filsuf dan filsafat yang mengakibatkan filsuf cenderung untuk
berfilsafat sendiri.
g. Reductionism: cara piker filsafat yang komperhensif direduksi kepada pemikiran
pribadi. Orang cenderung menarik kesimpulan sendiri-sendiri. Contoh, empirisme
yang memungkinkan orang menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman empirisnya
sendiri skeptisisme yang membuat orang untuk tidak mengambil kesimpulan apapun
terhadap dunia rill.
h. Complexification: kemajuan ilmu-ilmu lain menyebabkan diri pribadi, masyarakat
dan alam raya semakin kompleks. Hal ini menyebabkan permenungan atas dunia dan
realitas juga menjadi semakin rumit.
i. Incompetencification: karena dunia semakin kompleks, maka manusia juga semakin
tidak mampu untuk memecahkan masalah –masalah yang semakin kompleks tersebut.
(bahm: 47-56)

Meredupnya pamor ilmu filsafat,ditengah-tengah perkembangan pesat dan kejayaan


ilmu-ilmu positif, mempunyai dampak negative yang dirumuskan Bahm sebagai
disorientasi (disorientation), demoralisasi (demoralization), ketidakmampuan bertindak
(incapacitation), bencana (crucifixion), dan rekrontuksi (reconstruction).

Disorientasi: karena kita tidak memiliki gambaran utuh tentang hakekat, tujuan hidup,
pribadi, masyarakat, dan masyarakat manusia, maka kita kehilangan orientasi. Ini
menyebabkan Negara-negara dan kelompok-kelompok menhayati doktrin-doktrin
seketarian sehingga menyulitkan kerja sama yang lebih luas.

Demoralisasi: kekaburan pengertian tentang konsep moral , misalnya, menghasilkan


pemahaman yang salah terhadap berbagai bidang kehidupan seperti tantang tugas,
pekerjaan, atau kebebasan. Salah satu akibatnya adalah meningkatnya angka kriminalitas
dan akses-akses sosial lainnya.

16
Ketidak mampuan bertindak (incapacitation): tidak adanya visi bersama di kalangan
pempinpin bangsa atau kelompok mempersulit usaha kearah perdamaian dunia dan
penegakan perdamaian, keadilan, survival, atau standart hidup minimal.

Krisis semakin parah (crucifixation): krisis demi krisis yang terjadi tanpa ditangani
secara mendasar akan menghasilkan krisis yang lebih parah.

Rekontruksi: upaya rekrontuksi akan menjadi lebih mahal. (Bahm: 54-56)

Apa yang dikemukakan diatas menunjukan bahwa peran filsafat dewasaini sebetulnya
sangat besar. Sebagai contoh beberapa negaramenghadapi akses negatif karena ledakan
penduduk dunia yang semakin mencemaskan. Tetapi ini terjadi justru karena Negara-
negara tidak mempunyai filosofi kependudukan yang jelas. Oleh karena itu, bahwa pamor
filsafat kelihatannya menurun (sedangkan di Indonesia khususnya dikalangan akademis
bahkan memperlihatkan tren sebaliknya), sehingga membawa dampak negatif seperti
disebut diatas , itu merupakan bukti bahwa filsafat dan belajar filsafat dewasa ini tetap dan
tetap penting. Kita dapat menyebutkan beberapa manfaat filsafat:

a. Filsafat memungkinkan orang berfikir secara komperehensif, member [peran yang


wajar terhadap konsep, mendasar/radikal, konsisten/runtut, koheren/logis, sistematis,
bebas, dan bertanggung jawab.
b. Filsafat memperluas pandangan melampaui disiplin ilmu tertentu. Filsafat membentu
seseorang untuk menempatkan bidang ilmunya dalam perspektif lebih luas dan
mendasar. Tanpa filsafat ilmuwan cenderung untuk berpandangan lebih sempit.
“Fisikawan yang mempelajari seekor gajah hanya dengan mikroskop, akan
memperoleh sedikit sekali pengetahuan tentang binatang itu.” Kata Henri Poincare
(1854-1912), seorang ahli matematika dan filsafat prancis. (Bertens: 42)
c. Filsafat memberikan pendasaran rasional tentang hakekat eksistensi , pengetahuan,
nilai-nilai, dan masyarakat. Filsafat memberikan pendasaran mendasar tentang
hakekat ilmu (epistemologi), menjadi orang berpikir lurus (logika), memberikan kritik
terhadap ilmu-ilmu memberikan keterangan tentang dasar terdalam realitas,
memberikan argumentasi rasional bagi konsep-konsep teologi (teologi metafisik),
membahas secara mendalam tentang manusia (antropologi filsafat). Memberikan
penjelasan mendasar tentang hakekat dan tujuan jagat raya (kosmologi), membimbing
manusia dalam kegiatannya sebagai manusia (etika), memberikan dasar apresiasi bagi

17
keindahan (estetika), dan mendorong orang untuk mengukur segalanya berdasarkan
perspektif sejarah (sejarah filsafat).
d. Bagi orang yang beragama, filsafat memberikan pendasaran rasional bagi
kepercayaannya. Hasilnya, iman seseorang akan menjadi semakin kokoh karena
kepercayaannya mendapat dasar rasional dan dipertanggungjawabkan.
e. Filsafat merupakan kritik ideologi. Idiologi adalah teori menyeluruh tentang makna
hidup dan/atau nilai-nilai daripadanya ditarik kesimpulan-kesimpulan mutlak tentang
bagaimana manusia harus hidup dan/atau bertindak. Cirri khas ideologi adalah bahwa
tuntutannya bersifat mutlak. Ideologi menuntut bahwa suatu tidak boleh
dipertanyakan. Sedangkan filsafat menuntut pertanggung jawaban. “Filsafat
menggonggong, mengganggu dan menggigit.” (Magnis-Suseno: 21-22)

Filsafat dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah etis yang disebabkan oleh


perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Misalnya, dibidang kedokteran , teknologi,
penjelajahan ruang angkasa, dan sebagainya.

18
BAB II

PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU

A. PENDAHULUAN

Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu
dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat
ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus yaitu ilmu
pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter hampir sama dengan filsafat pada
umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan dan merupakan
kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Artinya filsafat itu mecakup makna yang
mengarahkan kepada penelaahan secara ilmiah sebagai smber pengetahuan dan ilmu.
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung
secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk
memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau
klasifkasi secara periodik.
Setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas
tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban
Yunani. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di
Yunani, “ Philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain.
Mengetahui perkembangan filsafat sangatlah penting peranannya terhadap
perkembangan pemikiran manusia untuk kedepannya. Sebab, pembahasan tentang filsafat
akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh,dan seluas mungkin semua
tentang hakikat hidup dan aspek di dalamnya. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan
gambaran bahwa filsafat merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan yang
berkembang di muka bumi ini.

19
B. PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan


perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri
secara keseluruhan. Menurut Lincoln Cuba, sebagai yang dikutip oleh Ali Abdul Azim,
bahwa kita mengenal tiga babakan perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu di Barat
yaitu era prapositivisme, era positivisme dan era pasca modernisme. Era prapositivisme
adalah era paling panjang dalam sejarah filsafat ilmu yang mencapai rentang waktu lebih
dari dua ribu tahun.
Dalam uraian ini, penulis cenderung mengklasifikasi perkembangan filsafat ilmu
berdasarkan ciri khas yang mewarnai pada tiap fase perkembangan. Dari sejarah panjang
filsafat, hususnya filsafat ilmu, penulis membagi tahapan perkembangannya ke dalam
empat fase sebagai berikut:
a. Filsafat Ilmu zaman kuno, yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan
munculnya Renaisance.
b. Filsafat Ilmu sejak munculnya Rennaisance sampai memasuki era positivisme.
c. Filsafat Ilmu zaman Modern, sejak era Positivisme sampai akhir abad kesembilan
belas.
d. Filsafat Ilmu era kontemporer yang merupakan perkembangan mutakhir Filsafat
Ilmu sejak awal abad keduapuluh sampai sekarang.
Perkembangan Filsafat ilmu pada keempat fase tersebut akan penulis uraikan dengan
mengedepankan aspek-aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu di masanya
sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase tersebut yang membedakannya dari
fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu penulis juga akan mengungkap
tentang peran filosof muslim dalam perkembangan filsafat ilmu ini, walaupun bukan
dalam suatu fase tersendiri.
1. Filsafat Ilmu Zaman Kuno
Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal manusia
pada masa Yunani Kuno. Di Miletos suatu tempat perantauan Yunani yang menjadi
tempat asal mula munculnya filsafat, ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir
(baca: filosof) besar seperti Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Pemikiran
filsafat yang memiliki ciri-ciri dan metode tersendiri ini berkembang terus pada masa
selanjutnya. Pada zaman Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang
tidak terpisahkan. Keduanyatermasuk dalam pengertian episteme yang sepadan

20
dengan kata philosophia. Pemikiran tentang episteme ini oleh Aristoteles diartikan
sebagaian organized body of rational konwledge with its proper object. Jadi filsafat
dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles
selanjutnya pengetahuan rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang
disebutnya dengan praktike (pengetahuan praktis), poietike (pengetahuan produktif),
dan theoretike (pengetahuan teoritis). Pemikirannya hal tersebut oleh generasi-
generasi selanjutnya memandang bahwa Aristoteleslah sebagai peletak dasar filsafat
ilmu. Selama ribuan tahun sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika
Aristoteles diterima di Eropa sebagai otoritas yang besar. Para pemikir waktu itu
mengaggap bahwa pemikiran deduktif (logika formal atau sillogistik) dan wahyu
sebagai sumber pengetahuan.
2. Filsafat Ilmu Era Renaisance
Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan
pandangan baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang
dipelopori oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo
Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan
ilmiah serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh. Selanjutnya pada
Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan munculnya Roger
Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang ditandai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari
untung namun harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung
artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam
rangka itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia.
Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human
knowledge adalah human power.
Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode
eksperimental dana matematis memasuki abad XVI mengakibatkan pandangan
Aritotelian yang menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya ditinggalkan secara
defenitif.

3. Filsafat Ilmu Era Positivisme


Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat Ilmu memasuki Era Positivisme.
Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai dengan evaluasi yang sangat terhadap

21
ilmu dan metode ilmiah. Aliran filsafat ini berawal pada abad XIX. Pada abad XX
tokoh-tokoh positivisme membentuk kelompok yang terkenal dengan Lingkaran
Wina, di antaranya Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto
Neurath dan Moritz Schlick.
Pada penghujung abad XIX (sejak tahun 1895), pada Universitas Wina Austria
telah diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Induktif. Hal ini memberikan
indikasi bahwa perkembangan filsafat ilmu telah memasuki babak yang cukup
menentukan dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dalam abad selanjutnya.
Memasuki abad XX perkembangan filsafat ilmu memasuki era baru. Sejak tahun
1920 panggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh aliran positivisme Logis
atau yang disebut Neopositivisme dan Empirisme Logis. Aliran ini muncul dan
dikembangkan oleh Lingkaran Wina (Winna Circle, Inggris, Wiener Kreis, Jerman).
Aliran ini merupakan bentuk ekstrim dari Empirisme. Aliran ini dalam sejarah
pemikiran dikenal dengan Positivisme Logic yang memiliki pengaruh mendasar bagi
perkem-bangan ilmu. Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah. Pertama,
Emperisme dan Positivisme. Kedua, metodologi ilmu empiris yang dikembangkan
oleh ilmuwan sejak abad XIX, dan Ketiga, perkembangan
logika simbolik dan analisa logis. Secara umum aliran ini berpendapat bahwa
hanya ada satu sumber pengetahuan yaitu pengalaman indrawi. Selain itu mereka juga
mengakui adanya dalil-dalil logika dan matematika yang dihasilkan lewat pengalaman
yang memuat serentetan tutologi -subjek dan predikat yang berguna untuk mengolah
data pengalaman indrawi menjadi keseluruhan yang meliputi segala data itu.
Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua masalah, yaitu analisa pengetahuan dan
pendasaran teoritis matematika, ilmu pengetahuan alam, sosiologi dan psikologi.
Menurut mereka wilayah filsafat sama dengan wilayah ilmu pengetahuan lainnya.
Tugas filsafat ialah menjalankan analisa logis terhadap
pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak diharapkan untuk memecahkan masalah,
tetapi untuk menganalisa masalah dan menjelaskannya. Jadi mereka menekankan
analisa logis terhadap bahasa. Trend analisa terhadap bahasa oleh Harry Hamersma
dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada abad XX, di mana filsafat cenderung
bersifat Logosentrisme.

22
4. Filsafat Ilmu Kontemporer
Perkembangan Filsafat Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof-
filosof yang memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai
sekarang.
Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak
baru sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian di sebut
zaman Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru. Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori
falsifikasi-nya, Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan
dominasi aliran positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya
tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu zaman
filsafat ilmu yang baru yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn. Para tokoh filsafat
ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R. Hanson, Robert Palter
dan Stephen Toulmin dan Imre Lakatos memiliki perhatian yang sama untuk
mendobrak perhatian besar terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam
upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan
ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai pemberontakan
terhadap Positivisme. Thomas S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak
dari gagasan-gagasannya yang banyak direkam dalam paradigma filsafatnya yang
terkenal dengan The Structure of Scientific Revolutions (Struktur Revolusi Ilmu
Pengetahuan).
Kuhn melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada Benda yang benda
seperti yang ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historitas filsafat Ilmu sehingga
ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa teori ilmu pengetahuan itu terus secara tak
terhingga mengalami revolusi. Ilmu tidak berkembang secara komulatif dan
evolusioner melainkan secara revolusioner.
Salah seorang pendukung aliran filsafat ilmu Baru ialah Paul Feyerabend (Lahir
di Wina, Austria, 1924) sering dinilai sebagai filosof yang paling kontroversial, paling
berani dan paling ekstrim. Penilaian ini didasarkan pada pemikiran keilmuannya yang
sangat menantang dan provokatif. Berbagai kritik dilontarkan kepadanya yang
mengundang banyak diskusi dan perdebatan pada era 1970-an.

23
C. KESIMPULAN
1. Perkembangan filsafat pada masa yunani kuno lebih focus pembahasannya
mengenai kosmosentris artinya yang difikirkan oleh orang-orang terdahulu ialah alam
semesta, entah bumi maupun matahari menjadi pusat edar.
2. Perkembangan filsafat pada masa pertengahan lebih banyak membicarakan
tentang theocentris yaitu dimana yang menjadi topic pembicaraannya pada masa itu
ialah tentang ke-Tuhanan.
3. Sedangkan perkembangan filsafat pada masa modern atau bias juga disebut masa eropa,
lebih banyak kajiannya tentang antroposentris yakni membicara pada diri manusia itu
sendiri.
4. Dan terakhir masa perkemkembangan filsafat pada masa kontemporer atau sekarang,
dimana yang menjadi pokok pembahasannya saat ini ialah logosentris artinya
membicarakan kata/kalimat tapi itu di Eropa, sedangkan di Amerika lebih pragmatis
yakni mereka akan mengambilnya jika menguntungkan diri mereka dan membuangnya
jika tidak berguna bagi mereka walaupun berguna bagi orang lain.

24
BAB III

LOGIKA BERPIKIR UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN ILMIAH

A. PENDAHULUAN

Akal manusia pada hakikatnya memerlukan aturan dalam menganalisa berbagai


masalah yang ada karena ilmu logika merupakan ilmu yang mengatur cara berpikir
(analisa) manusia, maka keperluan kita kepada ilmu logika adalah untuk mengatur dan
mengarahkan kita kepada suatu cara berpikir yang benar.
Logika merupakan bagian dari kajian epitemologi, yaitu cabang filsafat yang
membicarakan mengenai pengetahuan. Ia bisa dikatakan ruh dari filsafat. Karena mungkin
tidak akan ada filsafat kalau tidak ada logika.
Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir
merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan
berfikir dengan langkah – langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan
hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah
– langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat / sarana yang
baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil
yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk
memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan
mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan
untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka
ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu
maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif
.Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada
hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang
diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana
berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui
dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir
ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan
sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.

25
B. PENGERTIAN LOGIKA ILMU
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal
pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Nama logika untuk
pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke -1 sebelum Masehi), tetapi dalam arti
“seni berdebat”, Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi
adalah orang pertama yang mempergunakan kata “logika” dalam arti ilmu yang
menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike
episteme(Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada
kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan yang mengacu pada kesanggupan
akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Logika secara luas dapat
didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid.
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran,
dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar
filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan
ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan teori tentang penyimpulan yang sah.
Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian
ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal
dan runtut sehingga dapat dilacak kembali sekaligus juga benar, yang berarti dituntut
kebenaran bentuk sesuai dengan isi. Contohnya, pada kupu-kupu mengalami fase
metamorfosa. Karena sebelum menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui
yaitu yang pertama fase telur kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi
kepompong dan selanjutnya menjadi kupu-kupu. Penyimpulan di atas dikatakan
penyimpulan yang sah karena sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat
(masuk akal).
Menurut Louis O. Kattsoff (2004), Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai
penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan serta
cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh suatu perangkat premis. Contoh
penerapan ilmu logika dalam kehidupan misalnya pada manusia yang mengalami penyakit
serak pada tenggorokan maka pengobatannya dapat dilakukan dengan minum air putih.
Logikanya air putih adalah cairan yang diperlukan manusia untuk menjaga keseimbangan
tubuh, memberi kekuatan kepada leukosit untuk menjalankan tugasnya menghasilkan

26
makrofag untuk membunuh patogen yang masuk, menjadikan kekebalan tubuh meningkat
sehingga luka yang dihinggapi bakteri akan sembuh dan akhirnya tenggorokan menjadi
lapang dan dikatakan sembuh.

 Macam-macam Logika
Macam-macam Logika menurut The Liang Gie (1980) dalam Adib (2010: 102-
104) yaitu:
Logika dalam pengertian Sempit dan Luas
Dalam arti sempit logika dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal.
Sedangkan dalam arti luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan-kesimpulan dari
berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta
meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.

Logika Deduktif dan Induktif


Logika deduktif adalah cara berpikir dengan menggunakan premis-premis dari
fakta yang bersifat umum ke khusus yang menjadi kesimpulannya. Contoh argument
pada logika deduktif yaitu :
Semua Mahasiswa IAIN SALATIGA semester 5 tinggal di Ma’had
Firman adalah mahasiswa IAIN SALATIGA semester 5
Firman tinggal di Ma’had
Logika induktif merupakan cara berpikir yang berdasarkan fakta-fakta yang
bersifat (khusus) terlebih dahulu dipakai untuk penarikan kesimpulan (umum).
Contohnya argument pada logika induktif yaitu :
Buku 1 besar dan tebal adalah mahal.
Buku 2 besar dan tebal adalah mahal.
Jadi, semua buku besar dan tebal adalah mahal.

Logika Formal (Minor) dan Material (Mayor)


Logika Formal atau disebut juga Logika Minor mempelajari asas, aturan atau
hukum-hukum berfikir yang harus ditaati, agar orang dapat berfikir dengan benar dan
mencapai kebenaran. Sedangkan Logika Material atau Mayor mempelajari langsung
pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan
kenyataan praktis yang sesungguhnya, mempelajari sumber-sumber dan asalnya

27
pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya
merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.

Logika Murni dan Terapan


Logika Murni merupakan pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang
berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa
mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah pernyataan yang
dimaksud. Logika Terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap
cabang ilmu, bidang-bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan
bahasa sehari-hari.

Logika Filsafati dan Matematik


Logika Filsafati merupakan ragam logika yang mempunyai hubungan erat dengan
pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban dengan etika atau logika
arti dengan metafisika. Sedangkan Logika Matematik menelaah penalaran yang benar
dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat
untuk mengindarkan makna ganda.

C. HAKIKAT SARANA BERPIKIR ILMIAH


Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal,
dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan, selain itu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan,
memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir merupakan sebuah proses yang
membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam
mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan
induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang
bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat
khusus, sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang
bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita
tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode

28
tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya
sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.

Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua
macam,
yaitu : Metode analitiko sintesa dan metode non deduksi.
Metode analitioko sintesa merupakan gabungan dari metode analisis dan metode
sintesis.
Metode analisis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu
dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.
Misalnya, seorang filusuf memahami kata atau istilah “keberanian”. Dari segi ekstensi,
dia mengungkapkan makna kata ini berdasarkan bagaimana kata ini digunakan, dan
mengetahui sejauh mana kata “keberanian” menggambarkan realitas tertentu. Apabila
kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita memperoleh pengetahuan
analitis.
Metode sintesis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan
cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga
menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Contohnya, (1) Ilmu adalah aktifitas, (2)
Ilmu adalah metode, (3) Ilmu adalah produk. Jadi, hasil sintetisnya yaitu Ilmu adalah
aktifitas, metode, dan produk.
Metode non deduksi merupakan gabungan dari metode induksi dan metode
deduksi.
Metode induksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapati ilmu pengetahuan
ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat
khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Contohnya: Umpamanya
kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata,
demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-
kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua binatang
mempunyai mata.
Metode deduksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan
ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat
umum, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Contohnya: setiap manusia
yang ada didunia pasti suatu ketika pasti akan mati, si Ahmad adalah manusia; atas

29
dasar ketentuan yang bersifat umum tadi karena Ahmad adalah manusia maka suatu
ketika ia akan mati juga.

D. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dari makalah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam mempelajari suatu
nilai kebenaran, manusia dituntut untuk bisa memanfaatkan wahana berpikir yang
dimilikinya, manusia juga harus mampu memposisikan dirinya diposisi kebenaran. Hal
yang harus dilakukan manusia adalah menempatkan penalaran. Penalaran sebagai salah
satu langkah menemukan titik kebenaran. Pengetahuan inilah yang disebut dengan ilmu
dan ilmu inilah yang membuat manusia bisa berpikir.
Didalam penalaran ditemukan logika. Logika melahirkan deduksi dan induksi,
secara umum induksi dan induksi suatu proses pemikiran untuk menghasilkan suatu
kesimpulan yang benar didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki. Metode ilmiah
berkaitan dengan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi. Jadi suatu proses
pemikiran dapat dituangkan dalam pembuatan metode ilmiah dan juga membuktikan
tentang penalaran yang melahirkan logika dibantu dengan metode deduksi dan induksi
maka akan menghasilkan pengetahuan yang baru. Dengan metode ilmiah pengetahuan
akan dianggap sah adanya.
2. SARAN
Diharapkan pembaca dapat dituntut untuk memikirkan secara mendalam
mengenai logika ilmu dan berpikir ilmiah untuk itu diharapkan memiliki referensi
keilmuan yang mencukupi guna menguasai cabang filsafat tersebut. Hal ini amat
penting mengingat filsafat ilmu adalah akar dari berbagai keilmuan yang terus
berkembang pesat dewasa ini.

30
BAB IV

TEORI KEBENARAN

A. PENDAHULUAN

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk


memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang
berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena
alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang
menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi
atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.

Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal


menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan
tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah
dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan
rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak
lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan
inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan
pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia
melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.

Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu
pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek
ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi pada hal-hal
yang bersifat materi dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari pandangan yang materialistik-
sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan berari bahwa aspek-aspek alam yang
bersifat kualitatif menjadi diabaikan. Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu
pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan
adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme. Aksiologi

31
menyangkut tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek
pragmatis-materialistis.

Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan
pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin.
misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filsafat, juga kenyataan yang
dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf
kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal. Kebenaran dapat dikelompokkan
dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran
moral menjadi bahasa, etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan
apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan
psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran
metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang
ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan
akal budi yang menyatakannya.

B. PENGERTIAN KEBENARAN

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-nilai
yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan
(human dignity) selalu berusaha "memeluk" suatu kebenaran.Berbicara tentang kebenaran
ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat
digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya
haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.

Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang
ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun yang
metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya
pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya.
Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan
dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada
dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-

32
komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau
dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang
hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan system.

Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato
pernah berkata: "Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh
belakangan Bradley menjawab; "Kebenaran itu adalah kenyataan", tetapi bukanlah
kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang
terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran (keburukan).

Dalam bahasan, makna "kebenaran" dibatasi pada kekhususan makna "kebenaran


keilmuan (ilmiah)". Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan
bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran
intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-
bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian
maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian
kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat
sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran.

Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara


pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus
yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan
obyektif.

Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin
suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan
demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang
transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam
diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak
henti dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia.

Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis,
dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan
hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis
menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara

33
pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada
sejauh berhadapan dengan akalbudi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal
budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya.

C. TEORI-TEORI KEBENARAN

1. Teori Kebenaran Korespondensi

Kebenaran korespondesi adalah kebenaran yang bertumpu pada relitas


objektif.Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran
dan kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar apabila yang diungkapkan (pendapat,
kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan, ide-ide) di lapangan.

Contohnya: ada seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi Yogyakarta itu berada
di Pulau Jawa. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan kenyataan atau realita yang
ada. Tidak mungkin Provinsi Yogyakarta di Pulau Kalimantan atau bahkan Papua.

Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini.
Teori kebenaran menurut corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga
pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral
yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus
diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.

2. Teori Kebenaran Koherensi

Teori ini disebut juga dengan konsistensi, karena mendasarkan diri pada kriteria
konsistensi suatu argumentasi. Makin konsisten suatu ide atau pernyataan yang
dikemukakan beberapa subjuk maka semakin benarlah ide atau pernyataan tersebut.
Paham koherensi tentang kebenaran biasanya dianut oleh para pendukung idealisme,
seperti filusuf Britania F. H. Bradley (1846-1924).

Teori ini menyatakan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan,


pendapat kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau dianggap benar apabila
memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proporsi sebelumnya yang juga sahih
dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika.

34
Sederhannya, pernyataan itu dianggap benar jika sesuai (koheren/konsisten) dengan
pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya; Setiap manusia pasti akan
mati. Soleh adalah seorang manusia. Jadi, Soleh pasti akan mati.

3. Teori Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme

Artinya, suatu pernyataan itu benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Teori
pragmatis ini pertama kali dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah
makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul "How to Make Our Ideas Clear".

Dari pengertian diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori koherensi
dan korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita objektif, sedangkan
pragmamtik berusaha menguji kebenaran suatu pernyataan dengan cara menguji
melalui konsekuensi praktik dan pelaksanaannya.

Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima


pengalaman pribadi, kebenaran mistis, yang terpenting dari semua itu membawa akibat
praktis yang bermanfaat.

4. Teori Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh
pemegang otoritas tertentu. Misalnya mengenai penetapan 1 syawal. Sebagian muslim
di indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI. Sedangkan sebagian yang lain
mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran
performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin
agama, pemimpin adat, dan pemimpin masyarakat. Kebenaran performatif dapat
membawa kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang
stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak bisa berpikir kritis dan
rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari
pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada
adat, kebenaran ini seakan akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar

35
keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari
kebenaran.

D. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata.
Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia. Teori
Kebenaran mempunyai Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai dengan fakta dan
empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan
hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif
Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang
inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama
untuk menemukan kebenaran.

Dari beberapa Teori Tentang Kebenaran dapat disimpulkan :Teori Korespondensi :


"Kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh sebuah
pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya/faktanya"

Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu dapat dinilai
dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau kenyataan yang
berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara keduanya terdapat kesesuaian
(korespondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar
kebenaran/keadaan benar.

2. SARAN
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk
datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna,
masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang
bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.

36
BAB V
TAKARAN KEILMUAN-PENGETAHUAN : ONTOLOGI,
EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI

A. PENDAHULUAN
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini tidak terlepas dari
peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya
berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap dalam
konteks ini sebagai priodesasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman
pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.

Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang tidak
terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu masa menjadi unsur penting
bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Satu hal yang tidak sulit untuk
disepakati, bahwa hampir semua sisi kehidupan manusia modern telah disentuh oleh
berbagai efek perkembangan ilmu dan teknologi, sektor ekonomi, politik, pertahanan dan
keamanan, sosial dan budaya, komunikasi dan transportasi, pendidikan, seni, kesehatan,
dan lain-lain, semuanya membututuhkan dan mendapat sentuhan teknologi. Filsafat dan
ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena
kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu
memperkuat keberadaan filsafat. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi dalam
beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang
berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya (Semiawan, 2005).

Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala
hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia (The Liang Gie, 2004). Sedangkan menurut Lewis White Beck, filsafat
ilmu bertujuan membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta
mencoba menemukan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk
lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan
kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada
tataran ontologi, epistemologis maupun aksiologi.

37
B. PEMBAHASAN
Ketika membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan tercakup pula telaahan
filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologi,
yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita
sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai
eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi.
Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga
datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Telaah yang kedua
adalah dari segi epistemologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan
pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh
data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok
dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana
berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu terkait
dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.

Berikut ini digambarkan batasan ruang lingkup atau bidang garapan tahapan Ontologi,
Epistemologi, dan Aksiologi.

1. ONTOLOGI

Ontologi merupakan salah satu kajian ke-filsafatan yang paling kuno dan berasal
dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis yang terkenal diantaranya
Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum mampu
membedakan antara penampakan dengan kenyataan.

a. Pengertian Ontologi
 Menurut Bahasa :
Ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu on / ontos = being atau ada, dan
logos = logic atau ilmu. Jadi, ontologi bisa diartikan : The theory of being qua
being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau Ilmu tentang yang
ada.
 Menurut istilah :
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani / kongkret maupun rohani
/ abstrak.

38
b. Term ontologi
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada
tahun1636M untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis.
Dalam perkembangan selanjutnya Christian Wolf (1679 – 1754 M) membagi
Metafisika menjadi 2 yaitu :

 Metafisika Umum : Ontologi


Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi metafisika
umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling
dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.

 Metafisika Khusus : Kosmologi, Psikologi, Teologi (Bakker, 1992).

c. Aliran-aliran Ontologi
Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan
pokok/aliran-aliran pemikiran antara lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme,
Nihilisme, dan Agnotisisme.

1) Monoisme
Aliran ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun
rohani. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran :
a) Materialisme

Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena
pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri.
Tokoh aliran ini adalah Anaximander (585-525 SM). Dia berpendapat bahwa
unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari
segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan
teori Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang
disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-
bagian yang terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Tokoh aliran ini

39
adalah Demokritos (460-370 SM). Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini
merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat
halus. Atom-atom inilah yang merupkan asal kejadian alam.

b) Idealisme

Idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Idelisme sebagai lawan materialisme, dinamakan juga spiritualisme. Idealisme
berarti serbacita, spiritualisme berarti serba ruh. Aliran idealisme beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh
(sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Tokoh aliran ini diantaranya :

 Plato (428 -348 SM) dengan teori ide-nya. Menurutnya, tiap-tiap yang
ada dialam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari setiap sesuatu.
 Aristoteles (384-322 SM), memberikan sifat keruhanian dengan
ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang
berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari
dalam benda itu.
 Pada Filsafat modern padangan ini mula-mula kelihatan pada George
Barkeley (1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide.
 Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M),
Hegel (1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M).
2) Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari 2 macam hakikat sebagai asal
sumbernya yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak
filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran
(ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Tokoh yang lain : Benedictus De spinoza
(1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716 M).
3) Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari
banyak unsur. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan
Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri

40
dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah
William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof
Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri
sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya
dapat dikoreksi/diubah oleh pengalaman berikutnya.
4) Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin
tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu
Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu:
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat
diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat kita
beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya: Ivan
Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia
dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.
5) Agnotisisme
Aliran ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda.
Baik hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek
yaitu Agnostos yang berarti unknown A artinya not Gno artinya know. Aliran ini
dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti: Soren
Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat
Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M) seorang filosof Jerman,
serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan sastrawan Prancis yang
atheis (Bagus, 1996).

2. EPISTEMOLOGI

Epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan.


Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat.
Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.

Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya


keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit
untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki

41
fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Ketika kita
membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya,
cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya
didapatkan perbedan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup
epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan
dibanding ontologi dan aksiologi.

a. Pengertian Epistemologi
Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of
knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti
pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang
diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya
epistemologi itu. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos
berarti teori.

Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan


mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan
metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian
ilmu.

Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas


sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.

Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu


yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu
pengetahuan”.

Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari


asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

b. Tujuan dan Objek Epistemologi


Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material adalah
sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan
hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara
radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa-
yang-ada).

42
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh
pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi
mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap
pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran,
mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi
tidak terarah sama sekali.

Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi


bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi
untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini
menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun
keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan
epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk
memperoleh pengetahuan.
c. Landasan Epistemologi
Kholil Yasin menyebut pengetahuan dengan sebutan pengetahuan biasa (ordinary
knowledge), sedangkan ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan ilmiah
(scientific knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain. Disamping istilah
pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga bisa disebut pengetahuan sehari-hari, atau
pengalaman sehari-hari. Pada bagian lain, disamping disebut ilmu pengetahuan dan
pengetahuan ilmiah, juga sering disebut ilmu dan sains. Sebutan-sebutan tersebut
hanyalah pengayaan istilah, sedangkan substansisnya relatif sama, kendatipun ada
juga yang menajamkan perbedaan, misalnya antar sains dengan ilmu melalui
pelacakan akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-sumbernya, batas-batasanya,
dan sebagainya.

Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan


menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan
yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk
menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena
pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan,
melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong
oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.

43
d. Hakikat Epistemologi

Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap
pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin
dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin diketahui
dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui;
dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui.

Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter


terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh
pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan
madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan
untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga tidak
mungkin bisa diketahui.

Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang
yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat
umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif.

Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk
ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif.
Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih
jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan
ada pula seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu
masa lampau yang telah dilalui.

Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita
terkadang menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan
berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam
melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat
pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru
merugikan.

Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman,


bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari epistemologi
yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme,
atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi itu

44
bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi.
Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang
rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara
berkesinambungan dan serius.

e. Pengaruh Epistemologi

Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu


peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur
semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial.
Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada
tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan
kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai
mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi.
Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh
penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai
merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung
oleh kemajuan epistemologi.
Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa
pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun
teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata
teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi
menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang
canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan
perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-
perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.

3. AKSIOLOGI

a. Pengertian Aksiologi
Menurut Kamus Filsafat, Aksiologi Berasal dari bahasa Yunani Axios (layak,
pantas) dan Logos (Ilmu). Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari

45
nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.

Aksiologi berkaitan dengan kegunaan dari suatu ilmu, hakekat ilmu sebagai suatu
kumpulan pengetahuan yang didapat dan berguna untuk kita dalam menjelaskan,
meramalkan dan menganalisa gejala-gejala alam. (Cece Rakhmat, 2010). Dari
pendapat diatas dapat dikatakan bahwa Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan.

b. Penilaian Aksiologi
Bramel (Jalaluddin dan Abdullah,1997) membagi aksiologi dalam tiga bagian.
Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin
khusus yakni etika. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat
manusia. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Didalam etika, nilai kebaikan dari
tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku
yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,
masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.
Bagian kedua dari aksiologi adalah esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan.
Bidang ini melahirkan keindahan. Estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena disekelilingnya.
Mengutip pendapatnya Risieri Frondiz (Bakhtiar Amsal, 2004), nilai itu objektif
ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangannya yang muncul
dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam
segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya,
maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian
tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisik. Dengan demikian
nilai subjekif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal
budi manusia seperti perasaan, intelektualitas dan hasil nilai subjektif akan selalu
mengarah pada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Selanjutnya nilai itu akan objektif, jika tidak tergantung pada subjek atau
kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam
filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu

46
gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-
benar ada (Bakhtiar Amsal, 2004).

Bagian ketiga dari Aksiologi adalah , sosio-political life, yaitu kehidupan social
politik yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik. Manfaat dari ilmu adalah sudah
tidak terhitung banyaknya manfaat dari ilmu bagi manusia dan makhluk hidup
secara keseluruhan. Mulai dari zamannya Copernicus sampai Mark Elliot
Zuckerberg , ilmu terus berkembang dan memberikan banyak manfaat bagi
manusia. Dengan ilmu manusia bisa sampai ke bulan, dengan ilmu manusia dapat
mengetahui bagian-bagian tersembunyi dan terkecil dari sel tubuh manusia. Ilmu
telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi peradaban manusia, tapi dengan
ilmu juga manusia dapat menghancurkan peradaban manusia yang lain.
Mengutip pendapatnya Francis Bacon dalam Suriasumantri (1999) yang
mengatakan bahwa “Pengetahuan adalah kekuasaan”. Apakah kekuasaan itu akan
merupakan berkat atau malapetaka bagi umat manusia, semua itu terletak pada
system nilai dari orang yang menggunakan kekuasaan tersebut. Ilmu itu bersifat
netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan itulah
yang harus mempunyai sikap.
Selanjutnya Suriasumantri juga mengatakan bahwa kekuasaan ilmu yang besar
ini mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. Untuk
merumuskan aksiologi dari ilmu, Jujun S.Sumantri merumuskan kedalam 4 tahapan
yaitu: (1) Untuk apa ilmu tersebut digunakan? (2) Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? (3) Bagaimana penentuan objek
yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? (4) Bagaimana kaitan antara teknik
procedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral / professional.

Dari apa yang dirumuskan diatas dapat dikatakan bahwa apapun jenis ilmu yang
ada, kesemuanya harus disesuaikan dengan nilai-nilai moral yang ada di masyarakat,
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang
dimilikinya akan menjadi penentu apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau
belum.

47
C. KESIMPULAN
Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa
(ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut
disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi
ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Kalau kita ingin
membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus dikatikan dengan ontologi dan
aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali
dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir sistemik,
justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.

Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya


keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit
untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki
fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran.

Demikian juga, setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi)
pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait
dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Pembahasan mengenai epistemologi harus dikatikan dengan ontologi dan aksiologi.

Secara jelas, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari
ontologi dan aksiologi. Dalam membahas dimensi kajian filsafat ilmu didasarkan model
berpikir sistemik, sehingga harus senantiasa dikaitkan.

48
BAB VI
FILSAFAT PANCASILA

A. PENDAHULUAN
Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung maupun tidak
langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di dunia. Gelombang
besar kekuatan internasional dan transnasional melalui globalisasi telah mengancam
bahkan menguasai eksistensi negara-negara kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibat yang
langsung terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan,
karena adanya perbenturan kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme.

Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks


dan rumit manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain
muncul masalah internal yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara obyektif mengalami
suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan sosial.

Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambah konflik


internal seperti gambaran di atas mengakibatkan suatu tarik menarik kepentingan yang
secara langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai-nilai baru yang masuk baik secara
subyektif maupun obyektif serta terjadinya pergeseran nilai di masyarakat pada akhirnya
mengancam prinsip-prinsip hidup berbangsa masyarakat Indonesia.

Prinsip-prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (the founding fathers)
negara Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat
bernegara itulah Pancasila. Dengan pemahaman demikan maka Pancasila sebagai filsafat
hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dari munculnya nilai-nilai baru dari
luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi.

Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa, senantiasa
memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing , yang berbeda dengan
bangsa lain di dunia dan hal inilah yang disebut sebagai local genius
(kecerdasan/kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan lokal) bangsa.
Dengan demikian bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup
dan filsafat hidup dengan bangsa lain.

49
Ketika para pendiri negara Indonesia menyiapkan berdirinya negara Indonesia
merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental
‘di atas dasar apakah negara Indonesia merdeka ini didirikan’. Jawaban atas pertanyaan
mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolok ukur utama bangsa ini meng-Indonesia.
Dengan kata lain jati diri bangsa akan selalu bertolok ukur kepada nilai-nilai Pancasila
sebagai filsafat bangsa.

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Pemahaman demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek ontologi,
epistimologi, dan aksiologi dari kelima sila Pancasila.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat Pancasila
Untuk memahami filsafat Pancasila, terlebih dahulu perlu diajukan pertanyaan apa
yang dimaksud filsafat ? secara etimologi Filsafat adalah satu bidang ilmu yang
senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia. Secara etimologis istilah “filsafat”
berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “
hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasotion, 1973). Jadi secara harfiah
istilah filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan.
Filsafat menurut J. Greet adalah ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip-prinsip
mencari sebaab-mushababnya yang terdalam atau hekaket terdalam. Secara sederhana
filsafat dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati.
Ada dua pengertian filsafat, yaitu :
a. Filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk.
b. Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai pandangan hidup
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai
pandangan hidup, dan dalam arti praktis. Ini berarti Filsafat Pancasila mempunyai
fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam tataran kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia
Jika demikian apa Pengertian Filsafat Pancasila ? menurut Ruslan Abdulgani,
Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama)
seluruh bangsa Indonesia. Mengapa pancasila dikatakan sebagai filsafat, hal itu karena
pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para

50
pendahulu kita, yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Menurut
Notonagoro, Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah
yaitu tentang hakikat pancasila.
Secara ontologi, kajian pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengetahui hakikat dasar sila-sila pancasila. Menurut Notonagoro, hakikat dasar
antologi pancasila adalah manusia, karena manusia ini yang merupakan subjek hukum
pokok sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima
sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar
kesatuan yang mutlak, yang berupa sifat kodrat monodualis yaitu sebagai makhluk
individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial, serta kedudukannya sebagai makhluk
pribadi yang berdiri sendiri dan sekaligus juga sebagai makhluk
Tuhan. Konsekuensi pancasila dijadikan dasar negara Indonesia adalah segala aspek
dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai pancasila yang merupakan
kodrat manusia yang monodualis tersebut.
Kajian epistemologi filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk
mencari hakikat pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan
adanya karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu
pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi pancasila ini tidak bisa
dipisahkan dengan dasar antologinya. Oleh karena itu, dasar epistemologis pancasila
sangat berkaitan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Sebagai suatu paham epistemologi, pancasila mendasarkan pandangannya
bahwa imu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu
pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam
membangun perkembangan sains dan teknologi pada saat ini.
Kajian Aksiologi filsafat pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai
praksis atau manfaat suatu pengetahuan mengenai pancasila. Hal ini disebabkan karena
sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologi,
nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam pancasila pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan yang utuh. Aksiologi pancasila ini mengandung arti bahwa kita membahas
tentang filsafat nilai pancasila.

51
Secara aksiologi, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai pancasila.
Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesia itulah yang mengakui, menghargai,
menerima pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penerimaan dan
penghargaan pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam
dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung
makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan dan kemasyarakatan
harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, pesatuan, kerakyatan dan
yang terakhir keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan ini bertolak dari pandangan
bahwa negara merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi
kemasyarakatan, di mana merupakan masyarakat hukum.

2. Prinsip – Prinsip Filsafat Pancasila


Jika ditinjau dari kausa Aristoteles, Prinsip-prinsip pancasila dapat dijelaskan
sebagai berikut.
 Kausa Material yaitu sebab yang berhubungan dengan materi atau bahan. Dalam
hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa
Indonesia sendiri.
 Kausa Formalis ialah sebab yang berhubungan dengan bentuknya. Pancasila di
dalam pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat formal (kebenaran formal).
 Kausa Efisiensi yaitu kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan
merumuskan pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
 Kausa Finalis Ialah berhubungan dengan tujuannya, dimana tujuan yang
diusulkannya pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi :
 Tuhan yang berarti bahwa sebagai kausa prima.
 Manusia berarti bahwa makhluk individu dan makhluk sosial.
 Satu berarti bahwa kesatuan memiliki kepribadian sendiri.
 Rakyat yang berarti bahwa unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong
royong.
 Adil yang berarti bahwa memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain
yang menjadi haknya.

52
3. Nilai – nilai sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya
merupakan suatu sumber dari hukum dasar dalam negara Indonesia. Sebagai suatu
sumber hukum dasar, secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran,
cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta
watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 agustus 1945 yang telah dipadatkan dan
diabstraksikan oleh para pendiri negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis
formal menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana telah
ditetapkan dalam ketetapan No. XX/ MPRS/1996.
Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila
mengandung empat pokok fikiran yang bilamana dianalismakna yang terkandung
didalamnya yang tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dari Pancasila.
Pokok fikiran yang pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan
penjabaran sila ketiga.
Pokok fikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara. Mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Pokok fikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.
Pokok fikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat.
Berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan / perwakilan.
Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu
kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok fikiran keempat menyatakan bahwa, negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini
mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua agama
dalam pergaulan hidup negara. Hal ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Selain itu bahwa nilai-nilai Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik
dalam kehidupan kenegaraan. Hal ini ditegaskan dalam pokok fikiran keempat yang
menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas
kemanusiaan yang adil dan beradab. Konsekuensinya dalam segala aspek kehidupan
negara, antara lain pemerintah negara, pembangunan negara, pertahanan dan keamanan

53
negara, politik negara srta pelaksanaan demokrasi harus senantiasa berdasarkan pada
moral Ketuhanan dan Kemanusiaan. Selain itu dasar Fundamental moral dalam
kehidupan kenegaraan tersebut juga meliputi moralitas para penyelenggara negara dan
seluruh warga negara.
4. Karakterisrtik Sistem Filsafat Pancasila
Sebagai filsafat, Pancasila memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang
berbeda dengan filsafat lainnya, yaitu Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan
sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas).

a. Aspek Ontologis Pancasila

Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila


itu benar-benar ada dalam realitas dengan identitas dan entitas (satuan yang
berwujud) yang jelas. Melalui tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila
mengungkap status istilah yang digunakan, isi dan susunan sila-sila, tata hubungan,
serta kedudukannya. Dasar ontologis Pancasila pada hakekatnya adalah manusia
yang memiliki hakekat mutlak mono-pluralis. Manusia Indonesia menjadi dasar
adanya Pancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila
secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat
raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu
dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri
dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Pancasila amat bergantung pada manusia Indonesia. Selain ditemukan


adanya manusia Indonesia sebagai pendukung pokok Pancasila, secara ontologis,
realitas yang menjadikan sifat-sifat melekat dan dimiliki Pancasila dapat diungkap
sehingga identitas dan entitas Pancasila itu menjadi sangat jelas. Jika ditinjau
menurut sejarah asal-usul pembentukannya, Pancasila memenuhi syarat sebagai
dasar filsafat negara. Ada empat macam sebab (causa) yang menurut Notonagoro
dapat digunakan untuk menetapkan Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara, yaitu
sebab berupa materi (causa material), sebab berupa bentuk (causa formalis), sebab
berupa tujuan (causa finalis),dan sebab berupa asal mula karya (causa eficient).

Selanjutnya Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia


memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta
mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak yaitu berupa sifat kodrat monodualis,

54
sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makluk sosial, serta
kedudukannya sebagai makluk pribadi yang berdiri sendiri juga sekaligus sebagai
makhluk Tuhan. Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan negara
diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang
memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia yang monodualis
tersebut.

Kemudian seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan


jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai
Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara, tugas dan kewajiban
negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral negara dan segala aspek
penyelenggaraan negara lainnya. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks
negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara
adalah rakyat (manusia).

b. Aspek Epistemologis Pancasila

Epistemologis Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan Pancasila.


Eksistensi Pancasila dibangun sebagai abstraksi dan penyederhanaan terhadap
realitas yang ada dalam masyarakat bangsa Indonesia dengan lingkungan yang
heterogen, multikultur, dan multietnik dengan cara menggali nilai-nilai yang
memiliki kemiripan dan kesamaan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat bangsa Indonesia.

Masalah-masalah yang dihadapi menyangkut keinginan untuk mendapatkan


pendidikan, kesejahteraan, perdamaian, dan ketentraman. Pancasila itu lahir
sebagai respon atau jawaban atas keadaan yang terjadi dan dialami masyarakat
bangsa Indonesia dan sekaligus merupakan harapan. Diharapkan Pancasila menjadi
cara yang efektif dalam memecahkan kesulitan hidup yang dihadapi oleh
masyarakat bangsa Indonesia.

Pancasila memiliki kebenaran korespondensi dari aspek epistemologis


sejauh sila-sila itu secara praktis didukung oleh realita yang dialami dan
dipraktekkan oleh manusia Indonesia. Pengetahuan Pancasila bersumber pada
manusia Indonesia dan lingkungannya. Pancasila merupakan pedoman atau dasar
bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia,

55
masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi
manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.

Epistemologis sosial Pancasila juga dicirikan dengan adanya upaya


masyarakat bangsa Indonesia yang berkeinginan untuk membebaskan diri menjadi
bangsa merdeka, bersatu, berdaulat dan berketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sumber pengetahuan Pancasila dapat ditelusuri melalui sejarah terbentuknya


Pancasila. Akar sila-sila Pancasila ada dan berpijak pada nilai serta budaya
masyarakat bangsa Indonesia. Nilai serta budaya masyarakat bangsa Indonesia
yang dapat diungkap mulai awal sejarah pada abad IV Masehi di samping diambil
dari nilai asli Indonesia juga diperkaya dengan dimasukkannya nilai dan budaya
dari luar Indonesia. Nilai-nilai dimaksud berasal dari agama Hindu, Budha, Islam,
serta nilai-nilai demokrasi yang dibawa dari Barat.

Berdasarkan realitas yang demikian maka dapat dikatakan bahwa secara


epistemologis pengetahuan Pancasila bersumber pada nilai dan budaya tradisional
dan modern, budaya asli dan campuran. Selain itu, sumber historis itu, menurut
tinjauan epistemologis, Pancasila mengakui kebenaran pengetahuan yang
bersumber dari wahyu atau agama serta kebenaran yang bersumber pada akal
pikiran manusia serta kebenaran yang bersifat empiris berdasarkan pada
pengalaman. Dengan sifatnya yang demikian maka pengetahuan Pancasila
mencerminkan adanya pemikiran masyarakat tradisional dan modern.

c. Aspek Aksiologis Pancasila

Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi,

Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang,

karena Pancasila bukan nilai yang ada dengan sendirinya (given value) melainkan

nilai yang diciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalam

Pancasila hanya bisa dimengerti dengan mengenal manusia Indonesia dan latar

belakangnya. Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau

56
instrumental. Nilai intrinsik Pancasila adalah hasil perpaduan antara nilai asli milik

bangsa Indonesia dan nilai yang diambil dari budaya luar Indonesia, baik yang

diserap pada saat Indonesia memasuki masa sejarah abad IV Masehi, masa

imperialis, maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawan Soekarno,

Muhammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan para pejuang kemerdekaan lainnya

yang mengambil nilai-nilai modern saat belajar ke negara Belanda.

Kekhasan nilai yang melekat dalam Pancasila sebagai nilai intrinsik terletak

pada diakuinya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan

keadilan sosial sebagai satu kesatuan. Kekhasan ini yang membedakan Indonesia

dari negara lain. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan

keadilan memiliki sifat umum universal. Karena sifatnya yang universal, maka

nilai-nilai itu tidak hanya milik manusia Indonesia, melainkan manusia seluruh

dunia. Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi

arah bahwa dalam proses mewujudkan cita-cita negara bangsa, seharusnya

menyesuaikan dengan sifat-sifat yang ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan,

persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.

Sebagai nilai instrumental, Pancasila tidak hanya mencerminkan identitas

manusia Indonesia, melainkan juga berfungsi sebagai cara dalam mencapai tujuan,

bahwa dalam mewujudkan cita-cita negara, bangsa Indonesia menggunakan cara-

cara yang berketuhanan, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan,

berkerakyatan yang menghargai musyawarah dalam mencapai mufakat, dan

berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila juga mencerminkan

nilai realitas dan idealitas. Pancasila mencerminkan nilai realitas, karena di dalam

sila-sila Pancasila berisi nilai yang sudah dipraktekkan dalam hidup sehari-hari

57
oleh bangsa Indonesia. Di samping mengandung nilai realitas, sila-sila Pancasila

berisi nilai-nilai idealitas, yaitu nilai yang diinginkan untuk dicapai.

Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai

Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan,

yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang

berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesia itulah yang

menghargai, mengakui, menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai.

Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai

itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa

Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan atau penghargaan itu telah menggejala

dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia dan bangsa Indonesia, maka

bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap,

tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia.

5. Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat

Pancasila yang berisi lima sila, menurut Notonagoro (1967: 32) merupakan satu
kesatuan utuh. Kesatuan sila-sila Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut :

a. Kesatuan Sila-Sila

Pancasila dalam struktur yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.


Susunan secara hirarkis mengandung pengertian bahwa sila-sila Pancasila memiliki
tingkatan berjenjang, yaitu sila yang ada di atas menjadi landasan sila yang ada di
bawahnya. Sila pertama melandasi sila kedua, sila kedua melandasi sila ketiga, sila
ketiga melandasi sila keempat, dan sila keempat melandasi sila kelima.

Dalam susunan hirarkis dan piramidal, sila Ketuhanan Yang Maha Esa
menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial.
Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan,
yang membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang

58
berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila
di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.

Secara ontologis, kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem yang


bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut,
hkekat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa prima.
Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan
Tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (sila pertama). Adapun
manusia adalah sebagai subyek pendukung pokok negara, karena negara adalah
lembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang
anggotanya adalah manusia (sila kedua). Dengan demikian, negara adalah sebagai
akibat adanya manusia yang bersatu (sila ketiga). Selanjutnya terbentuklah
persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat pada hakekatnya merupakan
unsur negara di samping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah totalitas individu-
individu dalam negara yang bersatu (sila keempat). Adapun keadilan yang pada
hakekatnya merupakan tujuan bersama atau keadilan sosial (sila kelima) pada
hakekatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut negara.

b. Hubungan Kesatuan Sila-Sila

Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Sila-sila Pancasila


sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau
mengkualifikasi dalam kerangka hubungan hirarkis piramidal seperti di atas. Dalam
rumusan ini, tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya atau dikualifikasi oleh
empat sila lainnya. Untuk kelengkapan hubungan kesatuan keseluruhan sila-sila
Pancasila yang dipersatukan dengan rumusan hirarkis piramidal tersebut, berikut
disampaikan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling
mengkualifikasi.

1) Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang


berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia;
2) Sila kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan

59
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
3) Sila ketiga; persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan YME,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
4) Sila keempat; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia,
yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
5) Sila kelima; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
c. Kelima Pancasila Merupakan Suatu Kesatuan

Pancasila susunannya adalah majemuk tunggal (merupakan satu kesatuan yang


bersifat organis), yaitu :

1) Terdiri dari bagian-bagian yang tidak terpisahkan.


2) Masing-masing bagian mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri,
3) Meskipun berbeda tidak saling bertentangan,akan tetapi saling melengkapi,
4) Bersatu untuk mewujudkannya secara keseluruhan,
5) Keseluruhan membina bagian-bagian,
6) Tidak boleh satu silapun ditiadakan, melainkan merupakan satu kesatuan.

Bentuk susunannya adalah hirarkis piramidal (kesatuan bertingkat dimana tiap


sila dimuka sila lainnya merupakan basis). Pancasila yang bentuk susunannya
hirarkis-piramidal adalah sebagai berikut :

1) Sila Pertama; meliputi dan menjiwai sila kedua, sila ketiga, sila keempat dan
sila kelima.
2) Sila Kedua : diliputi dan dijiwai sila pertama, meliputi dan menjiwai sila ketiga,
sila keempat dan sila kelima.
3) Sila Ketiga : diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, meliputi sila keempat
dan sila kelima.

60
4) Sila Keempat: diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, sila ketiga dan
meliputi sila kelima.
5) Sila Kelima : diliputi dan dijiwai oleh seluruh sila-sila.

C. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat Pancasila


merupakan hasil pemikiran mendalam dari bangsa Indonesia, yang dianggap, diyakini
sebagai kenyataan nilai dan norma yang paling benar, dan adil untuk melakukan kegiatan
hidup berbangsa dan bernegara di manapun mereka berada. Selain itu, filsafat Pancasila
memiliki beragam fungsi, diantaranya yaitu; sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pancasila sebagai kepribadian bangsa
Indonesia, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan Pancasila sebagai
sistem ideologi nasional.

Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan


Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, Saling bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai
beberapa inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.

61
BAB VII
FILSAFAT KARYA ILMIAH

A. LATAR BELAKANG

Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan merupakan ciri utama dari kita
sebagai manusia ciptaan tuhan yang dianugerahi akal pikiran yang membedakan manusia
dengan makhluk lain ciptaan tuhan. Berpikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan
masalah. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan berfikir
ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kehidupan sehari-hari dari
pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana
tertentu secara teratur dan cermat. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan
untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin. Seseorang yang tidak
berpikir, berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh
kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan
arti keberadaan dirinya di dunia.
Banyak yang beranggapan bahwa untuk “berpikir secara mendalam”, seseorang perlu
memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang
sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sebenarnya, mereka telah
menganggap “berpikir secara mendalam” sebagai sesuatu yang memberatkan dan
menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan
“filosof”. Bagi seorang ilmuan penguasaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu
keharusan, karena tanpa adanya penguasaan sarana ilmiah, maka tidak akan dapat
melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat
untuk membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang harus ditempuh. Berfikir
ilmiah merupakan berfikir dengan langkah–langkah metode ilmiah seperti perumusan
masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan.
Kesemua langkah–langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan
alat/sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan
mendapatkan hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana
ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik,
sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang
memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya,

62
maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif,
untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika
induktif.
Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada
hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang
diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana
berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui
dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir
ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan
sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik. Berdasarakan uraian tersebut
maka dibuatlah makalah mengenai sarana berpikir ilmiah.

B. PENALARAN ILMIAH
Menurut Andi Hakim Nasution dalam Jujun mengemukakan bahwa sekiranya
binatang mempunyai kemampuan menalar, maka bukan harimau Jawa yang sekarang ini
yang dilestarikan jangan punah, melainkan manusia jawa. Kemampuan menalar ini
menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia
kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat
Adan dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan. Dia mengetahui
mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana
yang indah dan mana yang jelek. Manusia adalah satu-satunya mahluk yang
mengembangkan pengetahuan ini secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai
pengetahuan namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya.

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa
yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama, maka oleh sebab itu kegiatan proses
berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu-pun berbeda-beda. Menurut Juyun
penalaran merupakan suatu proses perpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir,
merasa, bersikap, dan bertindak.

Pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses
berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap
sahih (valid) kalau proses kesimpulan terseburt dilakukan menurut cara tertentu. Cara
penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan

63
sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.Terdapat bermacam-macam cara penarikan
kesimpulan, namun untuk kesesuaian studi yang memusatkan diri pada penalaran ilmiah.

Baik logika deduktif maupun logika induktif dalam proses penalarannya, merupakan
premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa
kita kepada sebuah pernyataan yaitu bagaimanakah caranya mendapatkan pengetahuan yang
benar. Sebenarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar. Yang pertama mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua
mendasarkan diri kepada pengalaman.

Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan


pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahuai adalah intuisi dan
wahyu. Namun sampai sekarang ini pengetahuan yang didapatkan secara rasional dan
empiris. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Intuisi bersipat personal dan tidak bisa diramalkan. Pengetahuan Intuitif dapat
dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya
pernyataan yang dikemukakannya. Maslow dalam Stanley mengemukakan intuisi ini
merupakan pengalaman puncak. Sedangkan bagi Nietzsche dalam George
mengemukakan intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi.

Penalaran mempunyai banyak masalah yang sulit. Namun yang terpenting adalah
bagaimana cara kita menemukan atau mengetahui suatu objek yang belum tentu lewat
penarikan kesimpulan. Saya mengetahui masalah ini tampaknya sangat sulit bagi saya dan
saya tak bisa memberikan pemecahan yang lengkap. Namun suatu hal yang pasti bahwa
kita dapat mempelajari sesuatu dengan diskusi. Contoh, jika seorang bertanya kepada saya
berapakah 23.169 x 7.84. Mula-mula memang saya tidak tahu, tetapi setelah saya duduk
mengerjakan perkalian tersebut lalu saya tahu bahwa 23.169 x 7.84 adalah
181.807.143.tetapi proses perkalian ini adalah berpikir:adalah penalaran.

C. PENERAPAN DALAM PENELITIAN ILMIAH


Sebelum melakukan tindakan atau penerapan dalam penelitian ilmiah, maka
terlebih dahulu harus memahami struktur penelitian dan penulisan ilmiah. Pemilihan
bentuk dan cara penulisan dari khasanah yang tersedia merupakan masalah selera dan
prefrensi program dengan memperhatikan berbagai faktor lainnya seperti masalah apa

64
yang sedang dikaji, siapakah pembaca tulisan ini dan dalam rangka kegiatan keilmuan apa
karya ilmiah ini disampaikan.

Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan yang


dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak diperlukan penguasaan yang baik
mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penelitian dan sekaligus
mengkomunikasikannya secara tertulis. Sehingga tidak lagi menjadi soal dari mana dia akan
memulai, sesudah itu melakngkah ke mana. Sebab penguasaan tematis dan teknik akan
menjamin suatu keseluruhan bentuk yang utuh.

Demikian juga bagi seorang penulis ilmiah yang baik, tidak jadi masalah apakah
hipotesis ditulis langsung setelah perumusan masalah, ditempat mana akan dinyatakan
postulat, asumsi, atau prinsip, sebab dia tahu benar hakikat dan fungsi unsur-unsur tersebut
dalam keseluruhan struktur penulisan ilmiah.

Setelah masalah dirumuskan denganbaik, maka seorang peneliti menyatakan tujuan


penelitiannya. Tujuan penelitian ini adalah pernyataan mengenai ruang lingkup dan
kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan masalah yang dirumuskan.Setelah itu dibahaslah
kemungkinan-kemungkinan kegunaan penelitian yang merupakan manfaat yang dapat
dipetik dari pemecahan masalah yang didapat dari peneliti. Menurut Jujun S.
mengemukakan secara kronologis dapat kita simpulkan enam kegiatan dalam langkah dalam
pengajuan masalah yaitu latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian. Patut dikemukakan bahwa
terdapat kaitan yang erat antara keenam kegiatan tersebut.

Antara latar belakang masalah dan kegunaan penelitian kadamg-kadang sudah


terdapat kaitan yang bersifat a priori umpamanya sebuah penelitian akan digunakan
sebegian dasar penyusunan kebijakan secara nasional. Tentu saja hasil penelitian
dipergunakan untuk kebijakan bersifat nasional maka hal ini akan mempengaruhi empat
kegiatan lainnya terutama sekali proses pembatasan masalah, sebab untuk generalisasi ke
tingkat nasional kita tidak mungkin melakukan infersens dari hasil penelitian yang terbatas
pada suatu kecamatan.

Penyusunan kerangka teoritis. Setelah masalah berhasil dirumuskan dengan baik


maka langkah kedua dalam metode ilmiah adalah mengajukan hipotesis. Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan. Seperti diketahui
dalam memecahkan berbagai persoalan terdapat bermacam cara yang dapat ditempuh

65
manusia. Namun secara garis besarnya maka cara tersebut dapat dikategorikan kepada cara
ilmiah dan non ilmiah.

Dengan meletakkan kerangka teoritis pada fungsi sebenarnya maka kita lebih maju
dalam meningkatkan mutu keilmuan keegiatan penelitian. Secara ringkas langkah dalam
menyusun kerangka teoritis dan pengauan hipotesis adalah: pengkajian mengenai teori-teori
ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis, pembahasan mengenai penelitian-penelitian
yang relevan, penyusunan kerangka berpikir, dalam pengajuan hipotesis dengan
menggunakan premis-premis dan perumusan hipotesis.

Metodologi penelitian. Pada bagian ini setelah berhasil merumuskan hipotesis yang
diturunkan secara deduktif dari pengetahuan ilmiah yang relevan maka langkah berikutnya
adalah mengajukan hipotesis tersebut secara empirik. Artinya kita melakukan verifikasi
apakah pernyataan yang didukung. Oleh hipotesis yang diajukan tersebut didukung atau
tidak oleh kenyataan yang bersifat faktual.

Secara ringkas dalam penyusunan dalam metodologi penelitian mencakup kegiatan


sebagai berikut: tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk pertanyaan
yang mengidentifikasikan variabel-variabel dan karakteristik-karakteristik hubungan yang
akan diteliti, tempat dan waktu penelitian dimana akan dilakukan generalisasi mengenai
variabel-variabel yang ditelit, metode penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan
penelitian dan tingkat generalisasi yang diharapkan,teknik pengambilan contoh yang
relevan dengan tujuan penelitian tingkat keumuman dan metode penelitian, teknik
pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel yang akan dikumpulkan, suber
data, teknik pengukuran, instrument, dan teknik mendapatkan data, teknik analisis data
yang mencakup langkah-langkah dan teknik analisis yang dipergunakan yang ditetapkan
berdasarkan pengajuan hipotesis.

Setelah perumusan masalah, pengajuan hipotesis dan penetapan metode penelitian


maka sampailah kita kepada langkah berikutnya yakni melaporkan hasil apa yang kita
temukan berdasarkan hasil penelitian. Sebaiknya bagian ini betul-betul dipergunakan untuk
menganalisis data yang telah dikumpulkan selama penelitian untuk menarik kesimpulan
penelitian. Deskripsi tentang langkah-langkah dan cara pengelompokan data sebaiknya
sudah dinyatakan dalam metodologi penelitian. Namun sering kita melihat bahwa bagian
ini dipenuhi dengan pernyataan-peryataan yang kurang relevan dan pembahasan hasil
penelitian yang menyebabkan menjadi kurang tajamnya fokus analisis dalam pengkajian.

66
Dengan memahami struktur penelitian dan penulisan ilmiah, maka barulah dalam
peroses penerapan ilmia dapat dilakukan dengan baik sehinga hasilnya-pun dapat dicapai
dengan baik serta bermanfaat kepada pengembangan ilmu pengetahuan.

D. KESIMPULAN
Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang
menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk
menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara berpikir logis,
maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh pengetahuan juga
berkembang. Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa teori kebenaran juga merupakan batas
pengetahuan dalam landasan teori kebenaran.

Kemampuan menalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan


pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia
memakan buah pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup
berbekal pengetahuan.

Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan yang


dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak diperlukan penguasaan yang baik
mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penerapan dalam suatu penelitian dan
sekaligus mengkomunikasikannya secara tertulis.

67
BAB VIII

SOAL DAN JAWABAN

Manfaat Belajar Filsafat


1. Sebutkan tiga manfaat belajar filsafat yang anda ketahui

Jawab :

a. Filsafat dapat mengasah kemampuan hati dan pikiran untuk lebih kritis
terhadap fenomena yang berkembang
b. Filsafat mengajarkan kita untuk mengerti tentang diri sendiri dan dunia

c. Filsafat membantu kita untuk dapat berpikir dengan lebih rasional


membangun dengan cara berpikir yang luas dan mendalam , dengan intergral
dan koheren , serta dengan sistematis, metodis, kritis, analitis, dan logis
2. Apakah belajar filsafat membuat orang lebih cerdas. Jelaskan menurut pendapat
anda
Jawab :
Belum tentu dengan belajar filsafat sesorang bisa lebih cerdas walaupun filsafat
merupakan induk dari cabang i ilmu dan pengetahuan karna kembali lagi kepada
orang itu sendiri apakah dia memahami filsafat dengan baik atau tidak karna
kalau tidak bisa jadi orang tersebut akan melenceng dari agama atau kepercayaan
yang di anut .

3. Sebutkan dan jelaskan ciri-ciri filsafat ilmu ?

Jawab:

1. Berpikir secara sistematik merupakan segala usaha untuk menguraikan dan


merumuskan sesuatu dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh , menyeluruh, terpadu,
mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya.
2. Kritik atau analitik adalah masalah penganalisahan suatu dengan tujuan
untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi.
3. Deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk
menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial dengan bedasarkan
fakta yang nyata.

68
4. Berfikir secara kefilsafatan mencirikan secara universal adalah berfikir
tentang hal serta proses yang bersifat umum dalam arti tidak memikirkan
sesuatu yang parsial
5. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensif mencakup atau
menyeluruh dalam menjelaskan alam semesta.
6. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas berfikir samapai batas yang
luas, tidak terkekang, bebas dari prasangka, sosial, histpris, kultural, dan
relijius.

- Apa itu fisafat ilmu


1. Apa saja cabang filsafat ilmu
Jawab :

1. Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat realitas terdalam dari
segala sesuatu baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat nonfisik
2. Epistemologi adalah cabng filsafat yang melakukan penelahan tentang hakikat
pengetahuan manusia dilakukan kajian yang mendalam, sumber pengetahuan,
tingkat pengetahuan, metode pngetahuan, kesahihan pengetahuan dan kebenaran
pengetahuan
3. Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat nilai tentang baik
buruk perilaku manusia, moral, dan keindahan
2. Apa yang di maksud dengan filsafa t ilmu yang terdiri dari dua yaitu : umum dan
khusus
Jawab :

Filsafat ilmu umum lebih menekan pada konsep filsofisofis dan ciri umum metode
ilmiah yang berarti menjadi objek semua ilmu filsafat itu .
Sedangkan filsafat ilmu khusus lebih menekankan pada telaah filosofis ilmu tertentu
dan ciri-ciri metode ilmiah yang digunakan oleh ilmu khusus seperti matematika,
sosiologi, biologi, ekonomi, psikologi, fisika, dan ilmu pendidikan .
3. Dalam filsafat ilmu mempelajari masalah kemanusiaan dalam hidup ini yang
meliputi 3 hubungan penting manusia diantaranya
Jawab :

1. Hubungan manusia dengan keberadaan tuhan

2. Hubungan manusia dengan alam semesta

3. Hubungan manusia baik secara individual maupun kelompok


69
- Sejarah perkembangan filsafat
1. Mengapa pada zaman yunani kuno di pandang sebai zaman keemasan filsafat
Jawab :

Karena pada masa itu orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide2 atau
pendapatnya , yunani pada masa itu di anggap gudang nya ilmu dan filsafat. Bangsa yunani
juga tidak dapat menerima pengalaman yang di dasarkan pada sikap menerima saja tetapi
menumbhkan enquiring ettitude.
2. Bagaimana era kebangkitan pada masa Renaissance

Jawab :

Pada zaman itu peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah
menjadi suatu kebudayaan modern. Tokohnya adalah Roger bacon,Copernicus, Tycho
brahe, Yohaes keppler, Galilo galilei. Menurut Roger bacon berpendapat bahwa
pengalaman empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bag semua
ilmu pengetahuan sedangka menurut Copernicus adalah menerangkan bahwa matahari
berada di pusat jagat raya dan bumi memiliki dua macam gerak yaitu : perputaran
sehari pada porosnya dan gerakan tahunan mengelilingi mathari.
3. Perbedaan dari zaman pertengahan dan zama modern, jelaskan!

Jawab :

Zaman pertengahan itu di tandai dengan paratampilnya theolog di lapangan ilmu


pengetahuan. Ilmuan padamasa ini hapir semuanya braktivitas ilmiah terkait dengan
aktivitas keagamaan. Peradaban dunia islam pada abd tujuh yaitu zaman bani
umayyah menemukan suatu cara pengamatan astronomi, sedangkan perdaban islam
yang menaklukan persia pada abad 8m telah mendirikan sekolah kedokteran dan
astronomi. Pada zaman modern di tandai berbagai bidang iliah serta filsafat dari
berbagai aliran muncul. Paham2 yang muncul dalam garis besarnya adalah
Rasionalisme,idealisme,dan empirisme. Dimana ke 3 nya mengajarkan dala
memperoleh dan menguji pengetahuan pada hakikat fisik.

70
- Filsafat sebagai ilmu dan pengetahuan
1. Apa yang dimaksud dengan fungsi ilmu konfirmasi, jelaskan!
Jawab :

Fungsi ilmu konfirmasi adalah menjelaskan, mempredikdi proses dan produk yang
akan datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut menggunakan
landasan seperti asumsi, posulat atau axioma yang sudah di pastikan benar.
Pemaknaan dapat di tampilkan sebagai konfirmasi probabilistik dalam menggunakan
metode, induktif, reflektif.
2. Dalam metode filsafat yang paling tepat adalah metode ilmiah yang merupakan
gabungan antara analisis dan sintesis, jelaskan kedua metode tersebut

Jawab :

1. Metode analisis, metode ini melakukan pemeriksaan secara konseptual didalam


ilmu pengetahuan alam dan keberadaan nya dapat di ketahui bahwa setiap benda
selalu menempati ruang dan waktu tertentu, berbentuk, berbobot dan berjumlah
metode analisis ini bertitik tolak dan segala sesuatu pengetahuan yang timbul
sesudah pengalaman agar sampai ke pada suatu pengetahuan yang adanya di atas
atau diluar pengalaman sehari-hari.
2. Metode sintesis, metode sintesis itu di bantu dengan peratan deduktif yang
mencoba menjabarkan sifat umum ke dalam sifat khusus tertentu. Sifat umum
yang mengenai kejiwaan manusia misalnya, dapat di jabrkan ke dalam
bermacam2 jenis dan bentuk tingkah laku.
3. Apa perbedaan pengetahuan ilmiah dan pengetahuan ilmiah dan pengetahuan filsafat

Jawab :

Pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang menetapkan objek secara spesifik


dengan menerakan metodelogi. Kebenaran dalam pengetahua ilmiah selalu
mengalami pembaharuan sesuan dengan hasil penelitia yang penemuan mutakhir.
Sedangkan Pengtahuan filsafat merupakan pengetahuan yang pendekatan nya melalui
metodologi pemikiran filsafat yang bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model
pemikiran analitis,kritis dan spekulatif. Sifat kebenaran yang tekandung adalah absolut-
intersubjektif.

71
- Tentang Etika dan Moral
1. Apa perbedaan moral dan etika

Jawab :
Moral adalah aturan normatif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu
yang terbatas oleh ruang dan waktu. Penerapan nilai moral dalam kehidupan
sehari hari dalam masyarakat tertentu menjadi bidang kajian antropologi.
sedangkan Etika adalah bidang filsafat terus. Berbeda dengan etika yakni
filsafat moral maka akhlak lebih di maksudkan yang bersifat normatif
mengikat yang harus di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak disebut
tasawuf yang merupakan seperangkat tata nilai keagamaan yang harus
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari tanpa kritis. Akhlak atau moralitas
adalah seperangkat tata nilai yang sudah jadi dan siap pakai bahkan terkesan
menghindari studi kritis sedangkan etika justru sebaliknya bertugas untuk
mempertanyakan secara kritis rumusan masa lalu yang sudah mengumpal dan
mengkristal dalam lapisan masyarakat.
2. Mengapa etika islam bersifat pluralistik dan dialogik

Jawab:

Karena hampir semua keaneka ragama konsepsi pemikiran etika islam tersebuat
terjadi pada era pra perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer. Campur
tangan politik dalam kancah pemikiran ke agamaan seperti yang tersimbolkan
dalam ideologi politik.Padaera globalisasi saat ini peran akal pikiran di dalam
mengunyah dan menginternalisasikan aturan dan tanpa nilai moral keagamaan.
Eraglobalisasi ilmu dan budaya berpengaruh besar dalam sikap keberagaman
manusia kontemporer. Sikap kberagaman era sekarang tidak dapat meyalin atau
mengopi dedngan begitu saja sikap dan keberagaman abad tengah. Hingga sulit di
bedakan dalam wilayah pemikiran islam adalah kemampuan umat beragama untuk
membedakan antara agama dan konsepsi manusia tentang ajaran keagamaan yang
di kemas dalam rumusan dan ideon yang mencerminkan tantangan dan tuntunasi
jarak. Bukan substansi keberagamaan yang perlu di perbaharui dan dimodifikasi
tetapi metodologi perbudayaan substansi ajaran etika yang perlu di tinjau lang.

72
3. Jelaskan perpaduan antara aspek kajian ( teori ) dan aspek aksi ( praxis ) .

Jawab :

Aspek teori meliputi dua sisi yang perlu di tinjau ulang

a. Sisi metodologi yang mengkaji ulang norma-norma yanga da memperbaki


sistem dan metode penyampaian yang dulu nya hanya bersifat doktriner
sehinnga membentuk manusia diaogis menjadi bersifat dialogis terbuka.
b. Sisi substansi kaian etika yang bersifat kritis terhadap pandanga moral dan
nilai masyarakat . Cara berpikir masyarakat dan menimblkan etos kerja tinggi
dan rasa tanggung jawab dari dalam.

Aspek praxis merupakan aspe keteledanan yang sangat berarti dalam


memperkokoh ketahanan mental suatu bangsa. Tinjauan kritis etika memang harus
berjuang pada aspek praxis yang tercermin dala bentk tanggung jawab hidup baik
dan bersih jadi aspek study dan aspek aksi dari dimensi moralitas selalu
bergoyang kesisi study kajian yang akan mempertajamkan wawasan berpikir
kematanag bertindak.

- Logika berpikir
1. Sebutkan nama-nama tokoh logika modern

Jawab:

a. Petrus Hispanus 1210 – 1278

b. Roger Bacon 1214 – 1292

c. Raymundus Lullus (1232 – 1315) yang menemukan metode logika baru


yang dinamakan Ars Magma, yang merupakan aljabar pengertian.
d. William Ocham (1295 – 1349

2. Mengapa logika dikatakan sebagai cabang filsafat

Jawab:

Karena logika tersebut dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari dimana logika


membicarakan tentang aturan berfikir agar dengan aturan tersebut dalam
mengambil kesimpulan dengan benar. Dengan mengetahui cara aturan tersebut
dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan.

73
3. Logika tradisional terbagi menjadi dua macam yaiitu logika formil deduktif
Aristoteles dan logika materil axiomatik euclides berikan contohnya
Jawab:

a. Logika formil deduktif Aristoteles

Contohnya :Semua manusia (subjek mayor) dapat mati ( predikat mayor)

b. Logika materil aximatik euclides

Contohnya : matahari terbit dari timur dan terbenam di barat.

-Teori kebenaran ilmiah


1. Teori kebenaran dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu diantaranya
adalah kebenaran empiris, rasional,ilmiah, intuitif jelakan dan berikan contoh.
Jawab:
a. Empiris

Suatu keadaan yang bergantung bukti oleh indera data empiris yang
dihasilkan dari percobaan atau pengamatan.
Contoh : es itu dingin

b. Rasional
Menurut pikiran dan pertimbangan yang logis, menurut pikiran yang sehat
dan cocok dengan akal.
Contoh : ketika tv kita tidak berfungsi dengan baik maka dapat dipikir
bahwa dan dipastikan kalau ad komponen didalam tv yang rusak atau
sudah perlu diganti.
c. Ilmiah

Kebenaran yang muncul dari hasil penelitian ilmiah dengan melalui


prosedur baku merupakan tahapan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah
yang berupa metodologi ilmiah sesuai dengan sifat dasar ilmu.
Contoh : bumi itu bulat dan tidak datar

74
d. Intuituf

Suatu sarana untuk mengetahui secara langsung. Unsur utama bagi


pengetahuan adalah kemungkinan adanya sesuatu bentuk pengahayatan
lansung. Pendekatan ini merupakan pengetahuan yang diperoleh tanpa
melalui proses penalaran yang bersifat personal dan tidak bisa diramalkan.
Contoh : seorang yang sedang menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba
menemukan jalan pemecahan dari masalah yang dihadapi.
2. Jelaskan teori kebenaran koherensi, paragmatis, korespondensi, sintaksis,
semantis, nondeskripsi, dan teori logis yang berlebihan
Jawab:

a. Koherensi

Suatu pengetahuan, teori peryataaan , hipotesis dianggap benar kalau


sejalan. Yang bersifat konsisten dengan perytaan lain yang telah diterima
kebenarannya.
b. Paragmatis

Ide, konsep, pengetahuan, hipotesis yang benar adalah ide yang berguna.
Ide yang benar adalah ide yang mampu memungkinkan seseorang
melakukan sesuatu secara berhasil da tepat guna dimana kriteria utama
untuk menemukan apakah suatu ide itu benar apa tidak.
c. Korespondensi

Terlentak pada kesesuaian antara subjek dan objek yang dapat diterima
secara luas.
d. Sintaksis

suatu peryataan bernilai benar jika mengikuti aturan dramatika yang baku.

e. Semantis

Suatu peryataan dianggap benar ditinjau dari segi arti atau makna.

f. Nondeskripsi

Suatu peryataan dianggap benar tergantung peran dan fungsi peryataan itu
sendiri.

75
g. Logis yang berlebihan

Teori ini mempunyai pemahaman masalah kebenaran hanya merupakan


kekacauan bahasa dan mengakibatkan adanya suatu pemborosan karna
pada dasarnya peryataan yang hendak dibuktikan memiliki derajat logika
yang sama.

3. Sebutkan tingkat kebenaran ilmiah berdasarkan scope potensi subjek

Jawab:

a. Tingkatan kebenaran indera

b. Tingkatan ilmiah

c. Tingkatan filosofis

d. Tingkatan religius
- Filsafat manusia
1. Mengapa manusia dalam bekerja secara bebas dan universal meskipun tidak
merasa kebutuhan secara langsung
Jawab:

Karna ia dapat memakai beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang
lain ia dapat menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu
kebutuhan. Oleh sebab itu nilai estetik dan hakikat perbedaan manusia dengan
binatang adalah menunjukkan hakikat bebas dan universal.
2. Bagaimana makhluk yang memiliki hubungan dengan dunia jelaskan.

Jawab:

Manusia berbeda dari hewan yang tidak memiliki sejarah dan hidup dalam
masa kini yang kekal yang mempunyai kontak tidak kritis dengan dunia yang
hanya berada dalam dunia. Manusia dibedakan dari hewan dikarnakan
kemampuannya untuk melakukan refleksi yang menjadikan makhluk berelasi
untuk menyampaikan hubugan dengan dunia. Tindakan dan kesadaran
manusia bersifat historis membuaat hubungan dengan dunianya bersifat
epokas yang menunjukkan disini berhubungan disana, sekarang berhubungan
masa lalu dan berhubungan dengan masa depan.

76
3. Mengapa hakikat manusia yang bersifat bebas dan infortal.

Jawab:

Karena moral manusia tidak masuk akal bila kehidupan manusiadan tidak
bebas dan tidak kelanjutan kehidupannya setelah mati dimana ego yang
bebas dapat diketahui dengan intuisi. Hakikat manusia harus dilihat pada
tahapan nafsu, keakuan, diri,ego,dimana semua ini membentuk kestuan diri
yang aktual, dan kekinian, dan dinamik yang berada dalam perbuatan dan
amalnya.
- Filsafat ontologi, epistemologi, dan aksiologi
1. Sebutkan fungsi dan manfaat mempelajari ontologi

Jawab:

a. Berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek, konsep, asumsi dan kostulat ilmu

b. Membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan duania yang integral,


konfrehensif, dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal yang
khusus secara tuntas yang dapat memperoleh gabaran tentang objek.
c. Meberikan masukan informasi unruk mengatasi permasalahan yang tidak
mampu dipecahkan oleh ilmu khusus
2. Apa yang dimaksud dengan epistemologi

Jawab:

Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari benar atau tidaknya suatu
pengetahuan yang mempunyai banyak pemaknaan atau pengertian yag sulit
dipahami maka perlu diketahui pengertan dasarnya terlebih dahulu berdasarkan
pengetahuan dan ilmu yang sistematis.
3. Aksiologi terdiri dari 2 yaitu etika dan estetika jelaskan

Jawab:
Etika bagian filsafat nilai dan penilain yang membicarakan perilaku orang. Jadi tidak
benar suatu perilaku dikatakan tidak etis. Estetika bagian filsafat nilai dan penilaian
yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek bahwa permasalahan
secara esensial adalah presepsi yang menimbulkan rasa senang dan nyaman pada suatu
pihak .

77
- Filsafat pancasila
1. Sebutkan makna nilai pada tiap sila pancasila

Jawab:

1. Ketuhan yang maha esa

Maknanya negara tidak hanya memberi kebebasan namun memberi


perlindungan dan pengamanan kepada setiap pemeluk agama.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

Maknanya dihararapkan seluruh warga negara indonesia akan hidup secara


harmonis, serta saling membantu dan gotong royong
3. Persatuan indonesia

Maknanya mengikat warga negara indonesia agar bersatu tanpa membedakan


ras,suku,dan agama
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
Maknanya kepemimpinan yang dilaksanakan berdasarkan sistem perwakilan
dan keputusan yang diambil harus berdasarkan musyawarah bukan keputusan
secara sepihak
5. Keadialan sosial bagi seluruh rakyat indonesia

Maknanya agar warga negara indonesia mendapatkan keadilan baik sandang


maupun pakan
2. Mengapa pancasila dijdikan sebagai dasar negara Republik Indonesia

Jawab:

Karna pancasila dipergunakan sebagai dasar utuk mengatur penyelengaraan


negara, pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum memiliki sangsi bagi
para pelanggarnya, dan pancasila sebagai dasar dalam pembukaan UUD 1945
sebagai pokok kaidah yang fundamental
3. Apa fungsi sosiologis dan f ilosofis

Jawab:

Sosiologis berfungsi sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya


yang bersifat etis dan filosofis berfungsi sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan
cara dalam mencari kebenaran

78
- Filsafat karya ilmiah
1. Sebutkan tujuan penelitian karya ilmiah

Jawab:

a. Memperoleh informasi baru

b. Mengembangkan dan menjelaskan melalui teori yang didukung fakta

c. Menerangkan, memprediksi, dan mengontrol suatu ubahan .

2. Dalam mengenal kerangka berfikir filsafat maka secara lebih mudah akan
menguasai hal yang bersifat teknis sebutkan struktur penulisan ilmiah yang secara
logis dan kronologis mencerminkan kerangka ilmiah .
Jawab:

a. Pengajuan masalah

b. Penyusunan kerangka teoritis yang dirumuskan dalam metode ilmiah adlah


mengajukan hipotesis dapat meyakinkan argumentasi yang disusun yang harus
memenuhi syarat.
c. Metodologi penelitian merumuskan hipotesis secara deduktif

3. Sebutkan langkah kesimpulan dan ringkasan


Jawab:

a. Deskripsi singkat mengenai masalah kerangka teoritis, hipotesis, metodologi


dan penemuan penelitian
b. Kesimpulan penelitian berdasarkan keseluruhan aspek

c. Pembahasan kesimpulan penelitian dengan melakukan perbandingan dengan


penelitian lain.

79

Anda mungkin juga menyukai