Anda di halaman 1dari 18

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Pengantar Pendidikan

Yang diampu oleh Ibu Ni Luh Sakinah Nuraini

Disusun Oleh :

Chintya Lola Tariallo 190341621618

Hapsari Kamaratih K 180341617581

M Iqbal Najib Fahmi 190341621681

Muhammad Alif Hidayatullah 190341621661

Ponasari Baron Mutiara K 190341621688

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

AGUSTUS 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sebagai suatu kegiatan manusia yang dapat diamati sebagai


suatu praktik dalam kehidupan, seperti halnya dengan kegiatan manusia lainnya,
dalam kegiatan ekonomi, kegiatan hukum dan kegiatan beragama. Dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No 20 Tahun 2003 Bab I
Pasal I menyatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suatu suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hakikat
pendidikan tidak terlepas dari hakikat manusia, sebab urusan utama pendidikan
adalah manusia. Wawasan yang di anut oleh pendidik dalam hal ini guru, tentang
manusia akan mempengaruhi strategi atau metode yang digunakan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Di samping itu konsep pendidikan yang di anut
saling berkaitan erat dengan hakikat pendidikan.

Manusia terus melakukan proses dalam kehidupannya, perjalanan hidup


yang dilaluinya menjadi referensi dalam perkembangan dan pemgembangan diri.
Potensi yang dimiliki manusia harus dikembangkan dengan sadar, dan terencana
agar mencapai apa yang diinginkan tersebut. Kemampuan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia tidak dibawa dari lahir, tetapi diperoleh setelah kelahiran
melalui upaya bantuan dari pihak lain, mungkin melalui upaya pengasuhan,
pengajaran, latihan, bimbingan. Ciri khas manusia yang membedakan dengan
hewan ialah hakikat manusia. Disebut hakikat manusia karena secara hakiki sifat
tersebut hanya dimiliki manusia dan tidak dimiliki hewan, hakikat manusia ini
akan membentuk peta tentang karakter manusia. Peta ini akan menjadi landasan
serta memberikan acuan baginya dalam bersikap, menyusun strategi, metode, dan
teknik, serta memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan
melaksanakan komunikasi transaksi di dalam interaksi edukatif. Oleh karena itu
pemahaman yang baik terhadap hakikat manusia serta dimensi yang ada di
dalamnya menjadi penting untuk dimiliki oleh individual atau instansi pendidik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud hakikat manusia ?
2. Apa saja yang disebut sebagai dimensi hakikat manusia ?
3. Bagaimana mengembangkan dimensi hakikat manusia ?
4. Bagaimana gambaran sosok manusia indonesia ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami tetang sifat hakikat manusia.
2. Untuk memahami dimensi-dimensi hakikat manusia.
3. Untuk memahami pengembangan dimensi hakikat manusia.
4. Untuk mengenal sosok manusia indonesia.
D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari pembuatan makalah ini, mahasiswa


menegetahui serta memahami hakikat manusia, pengembangannya, dan
memahami dimensi-dimensi yang terkait dalam hakikat manusia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hakikat Manusia

Kata manusia berasal dari bahasa sansekerta ”manu”, dan dalam bahasa
latin “mens” yang artinya berfikir, berakal budi atau homo, yang berarti manusia.
Sifat hakikat manusia menajadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat
antropologi. Hal ini menjadi keharusan karena pendidikan bukanlah sekedar soal
praktek melainkan praktek yang berlandasan dan bertujuan. Sedangkan landasan
dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis normative.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang memiliki kemampuan yang


dapat menggerakkan hidupnya untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Baik kebutuhan secara individu maupun secara social. Manusia sebagai makhluk
sosial memiliki fungsi bilogis, proteksi, sosialisasi atau pendidikan. Kategori
fungsi biologis adalah manusia hidup salah satunya untuk mengembangkan
keturunan. Dibutuhkan saling mengenal antara satu individu (laki-laki) dengan
individu yang lain (perempuan). Dalam hal fungsi proteksi, manusia
membutuhkan rasa aman, rasa aman tersebut tidak mungkin bisa datang dari diri
sendiri, maka dibutuhkanlah manusia yang lain dalam wujud lingkungan
masyarakat yang aman. Dalam bidang sosialisasi atau pendidikan, manusia
membutuhkan suatu pengajaran atau ilmu yang dapat membuat hidupnya lebih
baik, fungsi inilah yang menjadi pokok hakikat manusia tersebut, karena
perkembangan pola pikir, moral yang baik, serta tata cara hidup yang benar
semuanya ada dalam pendidikan (Muthahhari, 1993).

Sifat dari hakikat manusia diartikan sebagai ciri yang secara nyata
membedakan manusia dengan hewan. Meskipun manusia dengan hewan banyak
sekali kesamaan, dilihat dari segi biologisnya. Sehingga beberapa filosof seperti
Socrates, menamakan manusia dengan Zoon Politics (hewan yang
bermasyarakat), dan Maz Seaheller menggambarkan manusia sebagai DAS
kranketier yang sakit yang selalu gelisah dan bermasalah (Driyarkara, 1999).
Tirtaraharja (2005) yang mengambil paham eksistensialisme mengemukakan ada
delapan sifat hakikat manusia, yaitu:

1. Kemampuan Menyadari Diri

Kemampuan untuk menyadari dan memahami potensi diri sendiri sebagai


kekuatan yang dapat dikembangkan, sehingga diri individu dapat berkembang ke
arah kesempurnaan diri. Dengan adanya kemampuan menyadari diri ini pada
manusia, menyadarkan bahwa manusia itu sendiri memiliki kemampuan, ciri
khas, dan karakteristik yang yang membedakan antara dirinya (sendiri) dengan
manusia lain. Drijakara (1978) meyatakan, kemampuan mengeksplorasi potensi-
potensi yang ada pada diri sendiri atau pada “Aku”, dan memahami potensi-
potensi tersbut sebagai kekuatan yang dapat dikembangkan sehingga “Aku” dapat
berkembang ke arah kesempurnaan diri. Kemampuan ini menunjukkan kapan
“aku” memandang lingkungan adalah objek sehingga lingkungan itulah yang
menyesuaikan untuk memenuhi kebutuhan yang bisa disebut dengan egoisme, dan
kapan “Aku” ini berperan sebagai objek dan lingkungannya adalah subjek,
dimana “Aku” yang harus melakukan penyesuain terhadap lingkungan tersebut
dan dapat menempatkan diri dalam lingkungan tersebut, atau dapat dikatakan
adanya pengobanan, tenggang rasa, dan sebainya dalahm lingkungan tersebut.
Kedua hal ini harus diasaha dan dibasakan dalam diri secara seimbang.
Pendidikan tentang diri sendiri ini dapat dikatan perlu dilakukan dan mendapat
perhatian lebih untuk pengembangan karakter mausia yang baik.

2. Kemampuan Bereksistensi

Setelah sesorang dapat menguasai dan mengandalikan dirinya untuk


menjadi dirinya sendiri , artinya manusia tersebut dapat mengatasi batas-batas
yang membelenggu dirinya. Kemampuan tersebut yang bisa disebut dengan
kemampuan bereksistensi. Kemampuan untuk menyadari dan memahami potensi
diri, sehingga bermanfaat bagi dirinya, lingkungan, atau masyarakat. Kemampuan
bereksistensi ini lah yang membedakan manusia dengan makhluk non-human lain
seperti hewan selaku makhluk infra human. Manusia tidak hanya sekadar ada
namun harus bisa menempatkan diri dan bereksistensi sehingga keberadaannya
memberikan efek tertentu di lingkungan tersebut. kemempuan ini perlu
dikembangkan pada peserta didik, sehingga peserta didik mampu melihat peluang
dan mampu mengantisispasi masa yang akan datang serta mempelajari dari apa
yang telah terjadi serta mengambangkan daya kreatifitas dan imajinasi sejak dini.

3. Memiliki Kata Hati

Kata hati sering disebut juga dengan suara hati, hati nurani, lubuk hati, dan
sebagimya. Kata hati adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia
dimana memberikan penerengan tentang sesuatu hala yang baik maupun buruk
pada suatu perbuatannya sebagai manusia. Manusia memiliki pertimbangan yang
sangat mendalam ketika menentukan apakah sesuatu itu baik atau tidak baik untuk
dilakukan. Dengan kata hati manusia memiliki kemampuan dalam membuat
keputusan tentang baik atau benar dan buruk salah. Manusia pasti dihadapakan
dalam masalah dan diharuskan mengambil keputisan yang kita sendiripun tidak
mengerti pilihan apa yang dirasa baik atau pun kemungkinan pilihan itu adalah
pilihan yang buruk, untuk memilih pilihan yang terbaik manusia akan dihadapkan
pada kriteria dan kemampuan analisis yang didukung oleh kecerdasan akal budi.
Manusia yang memiliki kecerdasan akal budi mampu menganaisis masalah
dengan baik sehingga dapat membedakan yang mana yang baik dan yang buruk
tidak hanya untuk dirinya sendiri namun juga untuk sesama manusia lain danl
lingkungannya. Kata hati merupakan petunjuk bagi perbuatan dan moral. Kata
hati akan terlihat dari kepekaan emosi seseorang dalam memutuskan sesuatu
tindakan yang dilakukan. Memiliki kecerdaan akal budi perlu dilatih dan juga
dibiasakan sejak dini agar manusia terbekali oleh kecerdasan tersebut sehingga
tidak salah melangkah dan bermanfaat bagi lingkungannya.

4. Memiliki Moral

Kalau kata hati lebih menekankan kepada keputusan yang diambil,


sedangkan moral berkaitan tindakan itu sendiri atau realisasi dari kata hati.
Sesuatu yang telah ditentukan oleh kata hati harus ada kemauan untuk
melaksanakananya. Moral merupakan nilai-nilai kemanusiaan, karena moral
bertalian erat dengan keputusan kata hati. Moral dapat disamakan dengan etika,
sedangkan etiket berhubungan dengan sopan santun. Terkadang kata hati dengan
moral yang dilakukan manusia teidak sesuai yang disebabkan oleh kemauan dari
manusia tersebut.

Tirtahardja dan Sulo (2005) memyatakan bahwa moral atau perbuatan


yang sesuai dan dilakuakn sesuai dengan kata hati yang baik bagi manusia sbagai
manusia merupan gambaran dari moral yang baik atau moral yang luhur atau
tinggi. Sedangkan, perbuatan atau moral yang tidak sesuai dengan ata hati yang
baik atau melakukapan sesuai dengan kata hati yang buruk atau tumpul, maka
manusia tersebut memiliki moral yang rendah atau bisa dikatan tidak bermoral.
Pendidikan juga harus menanaman dan menumbuhkembangka etiket
(kesopansantunan) dan etika (keberanian bertindak) yang baik pada peserta didik.

5. Kemampuan bertanggung jawab.

Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang


dilakukan merupakan tanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud dari
tanggung jawab itu bisa tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada masyarakat,
dan tanggung jawab kepada tuhan. Antara kata hati moral dan tanggung jawab
merupakan suatu hal yang berhubungan. Kata hati berperan untuk
mempertimbangkan apa tindakan yang dilakukan, sedangkan moral merupakan
tindakan dan perbuatan itu sendiri, sedangkan tanggung jawab merupakan
kesediaan menanggung resiko dari perbuatan itu sendiri. Tanggung jawab dapat
diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai
dengan tujuan tuntutan kodrat mausia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan
tersebut dilakukan sehingga sanksi apapun yang dituntutkan (oleh kata hati, oleh
masyarakat, oleh norma-norma agama), diterima dengan penuh kesadaran dan
kerelaan (Tirtarahardja, 2005)

6. Memiliki Rasa Kebebasan

Rasa kebebasan adalah tidak merasa terikat oleh sesuatu tetapi sesuai
dengan tuntutan kodrat manusia. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah
berlangsung dalam keterkaitan. Bebas berbuat apa saja sepanjang tidak
bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Orang hanya akan merasakan
kebebasan batin jika ikatan yang ada telah menyatu dengan dirinya, dan menjiwai
segenap perbuatannya. Dengan demikian kebebbasan itu erat kaitannya dengan
kata hati, moral, dan tanggung jawab. Seseorang akan merasa bebas jika
perbuatannya (moral) sesuai dengan kata hati (sesuai dengan tuntunan kodrat
manusia), sehingga perbuatan tersebut akan dipertanggungjawabkan yang tidak
menimbulkan kegelisahan dalam dirinya (kebebasan).

7. Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Haknya

Kewajiban dan hak merupakan dua hal yang timbul sebagai manifestasi
dari manusia sebagai makhluk social. Jika seseorang mempunyai hak untuk
menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi,
sebaliknya kita punya kewajiban, karena orang lain yang memiliki hak.
Kewajiban harusnya dilakukan dengan keluhuran, sebagai sesuatu yang harusnya
dilakukan seperti itu. Kemampuan melaksanakan kewajiban sebagai suatu
keniscayaan tentu tidak lahir dengan mudah, tetapi melalui proses pembiasaan dan
pendidikan disiplin. Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bertalian erat
dengan soal keadilan. Keadilan akan terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban.

8. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah istilah yang lahir dari kehidupan manusia dalam


menghayati hidup. Ada yang mengatakan bahwa kebahagiaan merupakan
integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan, dan lain yang
sejenisnya dengan pengalaman pahit dan penderitaan. Penghayatan hidup dari
integrasi yang menyenangkan dan pahit itulah yang disebut bahagia. Kebahagiaan
merupakan kesanggupan diri dalam menghayati proses kehidupan yang dilalui
dengan keheningan jiwa yang terangkum dalam rangkaian tiga hal, yaitu usaha,
norma-norma dan takdir. Kebahagiaan diperoleh setelah melakukan usaha melalui
perjuangan yang dilakukan terus menerus. Usaha yang dilakukan harus sesuai
dengan norma dan kaidah hidup, sehingga merasakankebebasan dalam
melaksanakannya tanpa ada tekanan, sehingga merasakan kebahagiaan. Hasil
usaha yang dilakukan diserahkan kepada takdir. Kebahagiaan hanya diperoleh
kalau orang sudah berusaha melakukan sesuai dengan kemampuannya, kemudian
meyerahkan hasilnya kepada takdir. Kebahagiaan dapat diusahakan
peningkatannya, melalui pengembangan kemampuan berusaha dan kemampuan
menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir. Manusia akan mampu
menghayati kebahagiaan apabila jiwanya bersih, stabil, jujur, bertanggung jawab,
mempunyai pandangan hidup, dan keyakinan hidup yang kukuh, dan bertekad
untuk merealisasikan dengan cara realitas.

Hakikat manusia dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahluk


cioptaan tuhan yang harus beraktivitas selama hayatnya dalam rangka
menumbuhkembangkan segala potensi yang ada padanya, dan tetap memelihara
fitrah (kesucian dirinya) menurut norma atau aturan yang ditetapkan oleh tuhan.
Manusia akan semakin baik jika potensi diri manusia itu dikembangkan dengan
baik, diperlukan upaya yang optimal dari diri sendiri dan lingkungannya.

B. Dimensi-dimensi Kemanusiaan

Untuk melengkapi uraian tentang hakekat manusia, berikut disajikan


pandangan–pandangan lain yang diambil dari sumber lain pula. Manusia adalah
makhluk berdimensi banyak, yakni dimensi keindividualan, dimensi kesosialan,
dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagamaan (Tirtarahardja dan La Sulo, 1985:
16). Jose Ortega Y. Gasset 10 sebagaimana dimuat dalam Manusia Multi
Dimensional; Sebuah renungan filsafat (1982: 101), mengusulkan dimensi
kesejarahan manusia.

1. Dimensi Keindividualan

Bahwa setiap individu memiliki keunikan. Setiap anak manusia sebagai


individu ketika dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi diri sendiri yang
berbeda dari yang lain. Tidak ada diri individu yang identik dengan orang lain di
dunia ini. Bahkan dua anak yang kembar sejak lahir tidak bisa dikatakan identik.
Karena adanya individualitas ini maka setiap orang memiliki kehendak, perasaan,
cita-cita, kecenderungan, semangat, daya tahan yang berbeda.

Menurut Langeveld (1955) bahwa setiap individu memiliki dorangan untuk


bersikap mandiri yang sangat besar meskipun pada sisi lain pada anak tersebut
memiliki rasa tidak berdaya, sehingga membutuhkan seseorang sebagaii tempat
bergantung, yang menuntun dan membimbngnya. Untuk menumbuhkan sisi
positif dan membuang sisi negatif tersebut diperlukan pembinaan dan pendidikan
untuk mewujudjan potensi yang baik tersebut. pendidikan dan pembinaan tersebut
penting dilakukan agar setiap peserta didik memiliki warna karakteristik yang
berbeda dan menjadi ciri khas dari diri mereka sendiri. Apabila seseorang tidak
menyadari akan warna dirinya sendiri maka akan sulit baginya karena seorang
tersebut akan mudah terombang-ambing seakan-akan tidak memiliki kepribadian
diri. Sedangkan fungsi dari pendidikan itu sendiri adalah membatu peserta didik
memiliki warna karakteristik dan kepribadianya sendiri. Tirtarahardja dan Sulo
(2005) menyatakan bahwa demokratis adalah pola pendidikan yang tepat untuk
mendorong tumbuh dan berkembangnya potensi diri. Dan pola pendidikan yang
menghambat perkembangan individualitas disebut dengan pendidikan yang
patologis. Tugas seorang pendidik adalah menunjukkan jalan dan mendorong
peserta didik memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan
berpedoman pada prinsip ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut
wuri handayani.

2. Dimensi Kesosialan

Bahwa setiap manusia dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk hidup


bersama dengan orang lain. Manusia dilahirkan memiliki potensi sebagai makhluk
social. Menurut Immanuel Kant, manusia hanya menjadi manusia jika berada di
antara manusia. Apa yang dikatakan Kant cukup jelas, bahwa hidup bersama dan
di antara manusia lain, akan memungkinkan seseorang dapat mengembangkan
kemanusiaannya. Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi. Hanya
dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi
seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaannya. Seseorang yang
berkesempatan mempelajari sesuatu dengan orang lain, memilih sifat-sifat yang
dikagumi dari orang lain, dan menolak sifat-sifat yang tidak cocok dengannya.
Dan hanya dengan berinteraksi dengan manusia lain dengan salin menerima dan
memberi, manusia terseut dapat menghayati dan memahami kemanusiaannya.

3. Dimensi Kesusilaan

Manusia ketika dilahirkan bukan hanya dikaruniai potensi individualitas


dan sosialitas, melainkan juga potensi moralitas atau kesusilaan. Dimensi
kesusialaan atau moralitas maksudnya adalah bahwa dalam diri manusia ada
kemampuan untuk berbuat kebaikan dalam arti susila atau moral, seperti bersikap
jujur, dan bersikap/berlaku adil. Manusia susila menurut Drijarkara (dalam
Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 20) adalah manusia yang memiliki nilai-nilai,
menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut. Agar anak dapat berkembang
dimensi moralitasnya, diperlukan upaya pengembangan dengan banyak diberi
kesempatan untuk melakukan kebaikan, seperti memberikan uang pada peminta-
minta, bakti sosial, dan sebagainya.
4. Dimensi Keberagamaan

Pada dasarnya manusia adalah makhluk religius, sebagaimana telah


disinggung di depan. Sebagai makhluk religius, manusia sadar dan meyakini akan
adanya kekuatan supranatural di luar dirinya. Sesuatu yang disebut supranatural
itu dalam sejarah manusia disebut dengan berbagai nama sebutan, satu di
antaranya adalah sebutan Tuhan. Sebagai orang yang beragama, manusia
meyakini bahwa Tuhan telah mewahyukan kepada manusia pilihan yang disebut
rasul yang dengan wahyu Tuhan tersebut, manusia dibimbing ke arah yang lebih
baik, lebih sempurna dan lebih bertaqwa.

5. Dimensi Kesejarahan

Dunia manusia, kata Ortega Y. Gasset, bukan sekedar suatu dunia vital
seperti pada hewan-hewan. Manusia tidak identik dengan sebuah organisme.
Kehiduannya lebih dari sekedar peristiwa biologis semata,. Berbeda dengan
kehidupan hewan, manusia menghayati hidup ini sebagai “hidupku” dan
“hidupmu”- sebagai tugas bagi sang aku dalam masyarakat tertentu pada kurun
sejarah tertentu. Keunikan hdup manusia ini tercermin dalam keunikan setiap
biografi dan sejarah (dalam Sastrapratedja, 1982: 106). Dimensi kesejarahan ini
bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah makhluk historis, makhluk yang
mampu menghayati hidup di masa lampau, masa kini, dan mampu membuat
rencana-rencana kegiatan-kegiatan di masa yang akan dating. Dengan kata lain,
manusia adalah mekhluk yang menyejarah. Mengenai hal ini sudah dibahas di
depan yakni ketika membiacarakan pandangan Drijarkara.

Semua unsur hahekat manusia yang monopluralis atau dimensi-dimensi


kemanusiaan tersebut memerlukan pengembangan agar dapat lebih
meyempurnakan manusia itu sendiri. Pengembangan semua potensi atau dimensi
kemanusiaan itu dilakukan melalui dan dengan pendidikan. Atas dasar inilah
maka antara pedidikan dan hakekat manusia ada kaitannya. Dengan dan melalui
pendidikan, semua potensi atau dimensi kemanusiaan dapat berkembang secara
optimal. Arah pengembangan yang baik dan benar yakni ke arah pengembangan
yang utuh dan komprehensif.
C. Perkembangan dimensi-dimensi manusia

Manusia menjadi sasaran pendidikan sehingga dengan sendirinya


pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Pendidikan
itu pada dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaannya bisa saja terjadi kesalahan
kesalahan yang biasa disebut salah didik. Agar potensi yang dimiliki manusia
berkembang optimal, maka manusia memerlukan orang lain dalam kehidupannya
melalui proses sosialisasi. Oleh sebab itu, setiap individu harus mampu
menunjukkan kesendiriannya di tengah-tengah pergaulan sosialnya dan mampu
menerima keberadaan orang lain dalam kehidupannya. Setiap manusia lahir
dikaruniai “naluri” yaitu dorongan-dorongan yang alami ( dorongan makan,
mempertahankan diri, dll). Jika seandainya manusia dapat hidup hanya dengan
naluri, maka tidak ada bedanya ia dengan hewan.

Tingkat keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh


dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan
kulitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan/pelayanana atas
perkembangannya. Optimisme ini timbul berkat pengaruh perkembangan iptek
yang sangat pesat yang memberikan dampak kepada peningkatan perekayasaan
pendidikan melalui teknologi pendidikan. Pengembangan yang utuh dapat dapat
dilihat dari berbagai segi yaitu:

1. Dari wujud dimensi yaitu, aspek jasmani dan rohani.


Aspek jasmani dan rohani harus mendapatkan pelayanan atau hubungan
yang seimbang. Hubungan antara aspek jasmani dan rohani ini memerlukan
hubungan yang vetikal dengan Tuhan agar jiwa merasa tenang. Dan sebagai
manusia harus mengikuti ajaran-ajaran sesuai dengan agama kepercayaan msing-
masing.
Walaupun manusia dinilai melalui nilai sikap dan perilaku, namun manusia tidak
dapat berperilaku secara optimal tanpa di dukung fisik yang sehat. Demikian juga
sebaliknya,manusia yang sehat belum tentu memiliki perilaku dan kemampuan
sesuai dengan yang di harapkan.
2. Dari arah pengembangan yaitu, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan
terjadi di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia
yang terabaikan akan mengakibatkan masalah baik dalam kehidupan manusia
secara individual dan social. untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan
didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun dominan afektif
didominasi oleh pengembangan dominan kognitif.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang
pincang dan tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan
pengembangan yang patologis. Contoh lainnya, setiap manusia harus bisa hidup di
tengah masyarakat dengan memperhatikan dan mengamalkan nilai-nilai susila dan
agama yang anut, jika tidak akan menimbulkan masalah.

D. Fenomena Penerapan Dimensi-Dimensi Manusia

Gambar 1. Grand Final PILMAPRES dan malam Penganugerahan PIOS


MABA Uniersitas Negeri Malang 2019
Pada 20 Maret 2019 terpilih 5 mahasiswa berprestasi dari 26 finalis
dari seluruh fakultas yang ada di Universitas Negeri Malang, dimana ke -5
Mawapres tersebut dibagi menjadi dua kategori, yakni Mawapres program
sarjana sejumlah 3 orang dan Mawapres program diploma sejumlah dua
orang. Adapun ketiga Mawapres program sarjana tersebut, antara lain:
Laksamana Fadian Zuhan Ramadhan dari Fakultas Sastra (Juara 1), Rahadian
Dimas Dody dari Fakultas Sastra (Juara 2), dan Ari Gunawan dari Fakultas
Ekonomi (Juara 3). Sedangkan Mawapres program diploma, ialah Septiani
Indriani Juara 1 dan M. Ardi Juara 2.
Gambar 2. Ketiga siswa beserta guru pendamping akan mendapat penghargaan dari
Kemendikbud atas penemuan obat penyembuh kanker
Tiga siswa SMAN 2 Palangkaraya, Kalimantan Tengah, akan berangkat ke
Jakarta untuk menghadiri undangan dari Kementerian Pendidikan. Ketiganya
akan menerima pengharagaan dari menteri pendidikan, atas prestasi meraih
medali emas juara dunia atas karya ilmiah menemukan obat penyembuh kanker
dari tanaman bajakah. Ketiga siswa itu bernama Yazid, Anggina Rafitri, dan Aysa
Aurealya Maharani.
Gambar 3. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarty (kanan) dalam
konferensi pers Catahu Trend Pelanggaran Hak Anak di Bidang Pendidikan, di Kantor
KPAI, Jakarta, Kamis, 27 Desember 2018.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melihat trend kekerasan


terhadap anak dalam pendidikan di tahun ini cukup meningkat. Komisioner KPAI
Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan dari total 445 kasus bidang
pendidikan sepanjang tahun ini, 51,20 persen atau 228 kasus terdiri dari kekerasan
fisik dan kekerasan seksual yang kerap dilakukan oleh pendidik, kepala sekolah
dan juga peserta didik. Kasus cyberbully di kalangan siswa juga meningkat.
Selanjutnya, kasus tawuran pelajar mencapai 144 kasus atau 32,35 persen, dan 73
kasus atau 16,50 persen merupakan kasus anak yang menjadi korban kebijakan.

Beberapa berita di atas, menunjukan bahwa ketika setiap elemen pendidik


yakni peserta didik, guru, keluarga dan pemerintah bisa saling menghargai harkat
satu sama lain, maka interaksi yang terjadi akan sangat menguntungkan satu sama
lain, pemahaman akan hakikat manusia menjadi dasar yang wajib diketahui agar
satu sama lain antar elemen pendidik bisa saling memahami. Sehubungan dengan
itu, tujuan fungsi pendidikan telah dirumuskan dalam Undang-Undang Tentang
Sistem Pendidikan (UUSPN) nomor 20 tahun 2003, yang berbunyi bahwa
pendidikan nasional memiliki fungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdasakan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya peserta didik,
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa,
berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang
demokrasi serta bertanggung jawab.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada hakikatnya manusia memiliki perbedaan yang sangat prinsip


dibandingkan makhluk lainnya. Manusia mempunyai karakteristik yang
membedakannya dengan makhluk lain sebagai sifat hakikat manusia. Sifat hakikat
manusia meliputi, kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi,
memiliki kata hati, emmiliki morla, kemampuan bertanggung jawab, memiliki
rasa kebebasan, Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Haknya, dan
kemampuan menghayati kebahagiaan.

Manusia adalah mahluk cioptaan tuhan yang harus beraktivitas selama


hayatnya dalam rangka menumbuhkembangkan segala potensi yang ada padanya,
dan tetap memelihara fitrah (kesucian dirinya) menurut norma atau aturan yang
ditetapkan oleh tuhan. Manusia akan semakin baik jika potensi diri manusia itu
dikembangkan dengan baik, diperlukan upaya yang optimal dari diri sendiri dan
lingkungannya.Manusia memiliki multidimensional dimana ada 5 dimensi yang
dimiliki oleh manusia, Dimensi Keindividualan, Dimensi Kesosialan, Dimensi
Kesusilaan, Dimensi Keberagamaan, dan Dimensi Kesejarahan.

Pengembangan yang utuh dapat dapat dilihat dari berbagai segi, dari
wujud dimensi yaitu, aspek jasmani dan rohani, lalu juga dari arah pengembangan
yaitu, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.Pengembangan yang tidak utuh
terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam proses pengembangan
jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan akan mengakibatkan
masalah baik dalam kehidupan manusia secara individual dan social.

3.2 Saran

Pemahaman tentang hakikat manusia beserta dimensi-dimensi terkait


merupakan aspek penting yang wajib diketahuai oleh setiap elemen pendidik,
maka dari itu pengetahuan ini jangan hanya di baca sekali, tetapi bisa dibaca dan
fahami beberapa kali, agar dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan bisa terus
diingat.
Daftar Pustaka
Drijarkara. 1978. Percikan Filsafat. Semarang: Penerbit Kanisus
Indana, Salsabila, (2019). Pilmapres 2019, Lahirkan Generasi Baru Mawapres
UM. https://um.ac.id/berita/pilmapres-2019-lahirkan-generasi-baru-
mawapres-um/ (diakses tanggal 22 Agustus 2019, pukul 16.47 WIB)
Intan, Ghita, (2018). KPAI: Kasus Kekerasan Anak dalam Pendidikan Meningkat
Tahun 2018. https://www.voaindonesia.com/a/kpai-kasus-kekerasan-
anak-dalam-pendidikan-meningkat-tahun-2018/4718166.html (diakses
tanggal 22 Agustus 2019, pukul 17.07 WIB)
Langeeld, M. J.. 1955. Beknopte Theoretische Paedagogick. Jakarta: J. B.
Wolters- Gronigen
Rodliyah. St. 2013. Ilmu Pendidikan dan Pendidikan. STAIN Jember Press.
Jember.
Sastrapratedja, M. 1982. Manusia Multi Dimensional: Sebuah Renungan Filsafat.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Syafril dan Zen, Zelhendri. 2019. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Prenada Media.
Jakarta.
Tarigan, Kurnia, (2019). Diundang ke Jakarta, 3 Siswa Penemu Obat Kanker
Akan Terima Penghargaan Kemendikbud. https://regional.kompas.com
/read/2019/08/15/17110101/diundang-ke-jakarta-3-siswa-penemu-obat-
kanker-akan-terima-penghargaan (diakses tanggal 22 Agustus 2019,
pukul 17.03 WIB)
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Direktorat Jenderal Tinggi Depdikbud
________. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai