Anda di halaman 1dari 71

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323028558

PERKEMBANGAN INDIVIDU

Book · November 2013

CITATIONS READS
0 29,055

2 authors:

Muslikah Muslikah Sigit Hariyadi


Universitas Negeri Semarang Universitas Negeri Semarang
11 PUBLICATIONS   4 CITATIONS    9 PUBLICATIONS   12 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

HUBUNGAN ANTARA HARAPAN, RELIGIUSITAS, DUKUNGAN SOSIAL, SUBJECTIVE WELL BEING, DAN RESILIENSI PADA MAHASISWA BIDIK MISI UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG View project

The Program Development of Guidance And Counseling Based on Community at Semarang-Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Muslikah Muslikah on 09 February 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KATA PENGANTAR

Dalam memenuhi kebutuhan akan buku ajar pada umumnya dan akan buku
ajar pada khusunya mengenai pokok bahasan perkembangan individu pada
mahasiswa, khusunya Jurusan Bimbingan dan Konseling (S1) Unnes. Penulis
mencoba memberanikan diri untuk menulis buku ajar yan berjudul “Perkembangan
Individu” ini sebagai salah satu bahan perkuliahan mahasiswa di Jurusan
Bimbingan dan Konseling untuk mata kuliah Perkembangan Individu. Buku ajar ini
menjelaskan tentang konsep-konsep pertumbuhan dan perkembangan, prinsip-
prinsip perkembangan berserta aspek-aspek didalamnya, karakteristik dan tugas-
tugas pada setiap fase perkembangan yang ada serta faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perkembangan. Harapan penulis, buku ini dapat menjadi salah satu
bahan rujukan dalam menelaah berbagai topik yang dibahas dalam perkuliahan.
Namun demikian, karena beberapa keterbatasan pembahasan maka
mahasiswa diharapkan memperkaya dengan bacaan yang sebagian telah dirujuk
pada setiap akhir bab dalam buku ini.
Buku ini tidak mungkin terselesaikan apabila tidak ada dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, rasa terima kasih penulis sampaikan dengan
setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang telah memotivasi dan memfasilitasi
penyusunan buku ajar ini. Seiring dengan harapan agar buku ini menjadi lebih baik
dan sempurna, penulis memohon dengan segenap kerendahan hati untuk
memberikan kritik dan saran sehingga dari waktu ke waktu akan terjadi perbaikan
yang mengarah kepada kesempurnaan buku ini.
Semoga buku ajar ini tidak saja bermanfaat bagi khususnya civitas akademika
Universitas Negeri Semarang khususnya Jurusan Bimbingan dan Konseling, tetapi
kepada para pembaca secara umum.

Semarang, November 2012


Penyusun,
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I HAKIKAT PERKEMBANGAN


A Konsep Psikologi Perkembangan ............................................. 1
B Hakikat Perkembangan ............................................................ 3
C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan ................... 8
D Prinsip Perkembangan ............................................................. 9

BAB II KONTRIBUSI AHLI TEORI PERKEMBANGAN


A Kontribusi Pandangan Psikodinamik Freud ............................. 18
B Kontribusi Pandangan Psikososial Erikson .............................. 22
C Kontribusi Pandangan Teori Perkembangan Kognitif
Piaget ....................................................................................... 28
D Kontribusi Pandangan Humanis ............................................... 31
E Kontribusi Pandangan Havighurst ........................................... 32

BAB III ASPEK PERKEMBANGAN


A Aspek Perkembangan Fisik ...................................................... 37
B Aspek Perkembangan Kognitif ................................................ 39
C Aspek Perkembangan Emosi ................................................... 44
D Aspek Perkembangan Sosial .................................................... 50
E Aspek Perkembangan Moral .................................................... 59
F Aspek Perkembangan Bahasa .................................................. 63

BAB IV TAHAP PERKEMBANGAN


A Periode Pranatal dan Kelahiran ................................................ 67
B Masa Bayi ............................................................................... 69
C Masa Anak-anak Awal ............................................................ 71
D Masa Anak-anak Akhir ............................................................ 73
E Masa Remaja ........................................................................... 75
F Masa Dewasa Awal ................................................................. 77
G Masa Dewasa Akhir ................................................................ 79
H Masa Usia Lanjut .................................................................... 80

iii
BAB I
HAKIKAT PERKEMBANGAN

Dalam setiap individu yang dilahirkan


memiliki karakteristik yang berbeda satu Setelah mempelajari pokok bahasan
ini, diharapkan :
dengan yang lain. Memahami konsep 1. Mahasiswa mampu memahami
dasar dalam perkembangan merupakan konsep psikologi
perkembangan
langkah awal dalam mempelajari dan 2. Mahasiswa dapat membedakan
memahami karakteristik tersebut. Pada antara perkembangan dan
pertumbuhan
bab ini akan diuraikan secara singkat 3. Mahasiswa mampu
makna dari ilmu psikologi menyebutkan faktor-faktor
dalam perkembangan
perkembangan dan perkembangan itu 4. Mahasiswa mampu
sendiri berserta faktor yang terkait. menjelaskan prinsip-prinsip
perkembangan

A. Konsep Psikologi Perkembangan

Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi. Secara


etimologi, psikologi berasal dari kata psyche dan logos (bahasa Yunani). Psyche
berarti jiwa atau ruh sedangkan logos berarti ilmu. Jadi secara etimologis
psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa atau ruh. Seiring dengan
berkembanganya ilmu ilmiah, definisi psikologi mulai dipertanyakan sebagai
sebuah ilmu jiwa. Hal ini karena jiwa “soul” memiliki konsep yang terlalu
abstrak, sedangkan ilmu pengetahuan menghendaki objeknya dapat diamati,
dicatat dan diukur (observable). Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah
“apakah jiwa atau ruh dapat diamati? Dimana letaknya jiwa atau ruh?” kedua
pertanyaan ini sangat sulit dijawab secara ilmiah. Lalu bagaimana membuktikan
adanya jiwa atau ruh?. Salah satu jawaban atas pertanyaan ini adalah bahwa bukti
dari adanya jiwa atau ruh adalah organisme berperilaku. Perilaku merupakan
manifestasi dari adanya jiwa atau ruh pada organisme. Sebagai manifestasi dari
adanya jiwa atau ruh, perilaku dapat diamati dan dibuktikan kebenarannya secara
ilmiah.

1
Para ilmuan di bidang ini mencoba mengkaitkan jiwa atau ruh disini
dengan proses sensorikmotorik, yaitu pemrosesan ransangan-ransangan yang
diterima oleh saraf-saraf indera (sensoris) di otak sampai terjadinya reaksi berupa
gerakan otot (motoris) maupun sekresi kelenjar-kelenjar. Aktifitas sensorik dan
motorik dapat dicontohkan sebagai aktifitas yang paling banyak dilakukan dan
terstimulasi ketika anak bermain. Permainan yang aktif akan melibatkan semua
panca indera sebagai organ sensorik, dan melibatkan sebagian besar otot
(muskulus) sebagai organ motorik. Sejak itulah muncul berbagai definisi aru
tentang psikologi dari para ahli seperti halnya Watson (1878-1985), Wundt
(1897), Kohnstamm & Palland (1984), Myers (1996), Feldman (1996) dan tokoh-
tokoh yang lain bahwa dapat dijelaskan psikologi merupakan sebuah cabang
“ilmu yang mempelajari perilaku” karena perilaku dianggap lebih mudah diamati,
dicatat dan diukur.
Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang otonom psikologi
kemudian memeliki beberapa cabang ilmu atau aliran, hal ini dikarenakan adanya
perbedaan-perbedaan lanpangan yang dipelajari. Dari beberapa cabang atau aliran
ilmu psikologi yang ada tersebut, salah satunya yang akan dibahas dalam hal ini
adalah terkait dengan psikologi perkembangan. Dalam ruang lingkup psikologi,
ilmu ini termasuk psikologi khusus, karena psikologi perkembangan mempelajari
kekhususan dari pada tingkah laku individu.
Secara singkat dapat dijelasakan bahwa psikologi perkembangan adalah
cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari sceara sistematis perkembangan
perilaku manusia secara ontogenetik, yaitu mempelajari proses-proses yang
mendasari perubahan-perubahan yang
terjadi di dalam diri, baik perubahan
dalam struktur jasmani, perilaku,
maupun fungsi mental manusia
sepanjang rentang hidupnya (life-
span) (Desmita,2009). Dari sani dapat
dikatakan bahwa psikologi
perkembangan merupakan suatu

2
cabang ilmu psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam
perkembangannya berserta latar belakang yang mempengaruhinya
Berdasarkan pemahaman diatas maka dapat kita tarik secara singkat bahwa
dengan mempelajari psikologi perkembangan dapat kita ambil beberapa manfaat
didalamnya, diantaranya yaitu: 1) Untuk mengetahui tingkah laku individu itu
sesuai atau tidak dengan tingkat usia/ perkembangannya. 2) Untuk mengetahui
tingkat pemampuan individu pada setiap fase perkembangannya 3) Untuk
mengetahui kapan individu bisa diberi stimulus pada tingkat perkembangan
tertentu. 4) Agar dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan-
perubahan yang akan dihadapi anak. 5) Khusus bagi guru, agar dapat memilih dan
memberikan materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan anak.

B. Hakikat Perkembangan

Pada dasarnya hubungan


antara pertumbuhan dan
perkembangan masih
menjadi perdebatan di
kalangan para ahli.
Pertumbuhan sering
dikaitkan dengan perubahan yang terjadi secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada diri individu
dalam waktu tertentu (Kartono dalam Sobur, 2009). Sedangkan perkembangan
menurut Kartono (dalam Sobur, 2009) merupakan perubahan psikofisis sebagai
hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisis yang ditunjang oleh
faktor lingkungan dan proses belajar pada waktu tertentu menuju kedewasaan.
Sementara itu, perkembangan menurut Yusuf (2009) adalah proses
terjadinya berbagai perubahan yang bertahap yang dialami individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya (maturation) yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik terhadap
fisiknya maupun psikisnya. Dengan kata lain, pertumbuhan berarti proses
perubahan yang berhubungan dengan kehidupan jasmaniah individu, sedangkan

3
perkembangan berarti proses perubahan yang berhubungan dengan kejiwaan
individu dimana perubahan tersebut akan terwujud dalam tingkah laku yang dapat
diamati.
Sedikitnya ada empat istilah yang berdekatan bahkan saling terkait
pengertiannya. Pertama, pertumbuhan (growth), Kedua Perkembangan
(development), Kematangan (maturation), dan Keempat perubahan (change).
Berikut akan dicoba dibahas secara singkat tentang hakikat keempat konsep
tersebut agar dapat dibedakan satu dengan yang lain.

1. Pertumbuhan (growth)
Dalam perkembangan maka terjadi pula yang namanya sebuah
pertumbuhan (growth). Istilah pertumbuhan atau growth ini merupakan
sebuah kata yang lazimnya digunakan dalam disiplin ilmu biologi oleh sebab
itu dalam memahamini akan lebih bersifat biologis. Pertumbuhan dapat
dijelaskan sebagai sebuah proses kenaikan massa dan volume yang
dikarenakan adanya tambahan substansi dan perubahan bentuk yang terjadi
selamaproses tersebut. Hal ini dijelaskan pula oleh Chaplin (2002) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu pertambahan atau kenaikan
dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu
keseluruhan.
Senada dengan pendapat tersebut Desmita (2009) menjelaskan istilah
pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk pada perubahan-
perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan
struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, kepala, jantung,
paru-paru, dam sebagaimnya. Dengan kata lain disini tidak berkaitan dengan
pola pikir, ingatan, ataupun perkembangan mental seseorang.
Dari berbagai definisi tersebut dapat kita pahami bahwa pertumbuhan
ialah suatu perubahan secara biologi yang dialami oleh makluk hidup yaitu
berupa pertambahan ukuran, baik volume, bobot, maupun jumlah sel yang
bersifat irreversible. Perubahan yang bersifat irreversible ini maksudnya suatu
perubahan yang tidak dapat kembali ke semula, contohnya seokor bayi

4
harimau yang tumbuh menjadi dewasa maka tidak dapat kembali menjadi
bayi harimau lagi.

2. Perkembangan (development)
Dijelaskan oleh Perkembangan ialah perubahan yang terjadi selama
proses pertumbuhan menuju keadaan yang lebih dewasa dibanding
sebelumnya sehingga terbentuk organ-organ atau sel-sel yang memiliki fungsi
dan struktur yang berbeda pula. Dengan kata lain perkembangan adalah suatu
gejala perubahan dalam fungsi dari organ-organ yang telah mengalami
pertumbuhan tersebut. Pada aspek ini lebih ditekankan pada perubahan fungsi
atau psikis yang lebih kompleks sehingga pada perkembangan ini tidak dapat
diukur dengan mudah tetapi hanya bisa dilihat gejala perubahannya. Jadi
proses perkembangan ini berjalanseiring dengan terjadinya pertumbuhan pada
makhluk hidup.
Pengertian lain dijelaskan oleh Santrock (2007) dimana
perkembangan memiliki makana sebagai pola perubahan yang dimulai sejak
pembuahan, yangberlanjut sepanjang rentang hidup. Kebanyakan
perkembangan melibatkan pertumbuhan, meskipun melibatkan juga penuaan.
Sebagai contoh proses yang terjadi pada sebuah tanaman buah dari bibit
pohon yang kecil menjadi besar dengan pohon rindang, daun lebat dan buah
yang rabum. Dalam proses tersebut menunjukkan kedua proses pertumbuhan
dan perkembangan. Karena dalam pertumbuhan tinggi dan bertambahnya
volume pohon, terdapat juga proses perkembangan yaitu berupa perubahan
sel-sel di dalam pohon menuju tahap lebih dewasa sehingga akhirnya mampu
menghasilkan buah.
Senada dengan hal tersebut Desmita (2009) menjelaskan bahwa
perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin
membesar, malainkan didalamnya juga terkandung serangkaian perubahan
yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi
jasmaniah dan rohaniah yang memilki individu menuju ke tahap kematangan
melalui pertumbuham, pematangan dan belajar

5
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak lahir sampai masa
meninggal seorang individu tidak pernah statis, melainkan senantiasa
mengalami perubahan-perubahan yang bersifat progresis dan
berkesinambungan. Atau dapat diartikan bahwa perkembangan secara luas
menunjuk pada keseluruhan dari proses perubahan yang ada dalam individu
baik terkait dengan fisik, mental, sifat dan ciri-ciri yang baru pada level yang
lebih tinggi berdasarkan pertumbuhan, pematanangan dan belajar.

3. Kematangan (maturition)
Setiap individu pasti mengalami pertumbuhan atau perkembangan.
Jika tidak, maka ia tidak akan berfungsi atau mati. Pertumbuhan yang
dialami adalah pertumbuhan fisik dan mental. Namun kenyataannya, sering
kita jumpai orang yang matang secara fisik atau usia tetapi mentalnya tidak
matang. orang yang tidak dewasa atau tidak matang bisa menghambat
pertumbuhan orang lain yang ada disekitarnya. Selain itu, kerugian dari
ketidak matangan adalah dapat menghambat dalam masa depan, karena dia
akan mengalami kesulitan dalam bergaul, dan dalam melakukan setiap peran
kehidupan yang dimilikinya.
Banyak orang mendeskripsikan dewasa sebagai matang atau tua dan
sebaliknya kekanak-kanakan sering didefinisikan sebagai terlalu muda atau
belum cukup umur. Pendefinisian yang terlalu abstrak terlebih karena usia
tidak pernah bisa membatasi perkembangan psikologis. Dapat dipahami
bersama bahwa kita tidak hanya bisa berfikir bahawa perkembangan
sebagaimana dihasilkan oleh proses-proses biologis, kognitif, dan
sosioemosional yang paling mempengaruhi, tetapi juga oleh kedewasaan dan
pengalaman yang mempengaruhi. Dijelaskan Santrock (2007) Kedawasaaan
atau kematangan (maturation) ialah urutan perubahan yang teratur yang
disebabkan oleh cetak biru genetik yang kita miliki masing-masing.
Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa kematangan terlihat dari
kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan
nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari. Atau bisa juga dikatakan bahwa

6
kematangan (Maturity) adalah kemampuan untuk mengendalikan diri (self
control) dan tidak mudah terpancing oleh reaksi yang provokatif, yang
ditandai dengan :
a. Bertahan untuk tidak impulsif
b. Mengendalikan emosi (rasa marah, frustrasi dll)
c. Mampu berespon secara kalem dalam situasi frustrasi
d. Mampu mengelola stress secara efketif
e. Mengendalikan emosi negatif dan bertindak secara konstruktif untuk
mencari penyelesaiannya
f. Mampu menenangkan orang lain disamping menenangkan diri sendiri

4. Perubahan (change)
Baik dalam sebuah proses perkembangan, pertumbuhan maupun
kedewasaan setiap individu selalu mengalami perubahan didalamnya. Konsep
perubahan dalam perkembangan disini menjelaskan bahwa setiap perubahan
yang ada dalam diri individu baik dalam hal bentuk fisik, pola pikir maupun
kedewasaan itu sendiri adalah bagian penting yang mau tidak mau akan
dilalui oleh setiap manusia sebagai sesuatu yang berkesinambungan.
Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa proses perkembangan
berkesinambungan tidak berarti tak terelakkan. Interaksi dinamis antara
kekuatan dari dalam dan luar individu inilah yang bisa jadi akan
menghasilkan perubahan, tetapi perubahan tersebut belum tentu teratur,
sistimatis, atau, bahkan perubahan itu menuju ke arah yang benar. Perubahan
tidak terjadi ketika manusia menghadapi tuntutan lingkungan baru, dimana
perubahan tersebut belum tentu berjalan dengan baik, misalnya: peranan baru
atau tanggungjawab baru. Unsur-unsur biologis sangat berarti bagi manusia
dalam mengendalikan, memanipulasi, maupun menguasai lingkungan.
Hal ini didukung dengan apa yang disampaikan oleh Desmita (2009:8)
bahwa perubahan-perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk
memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup.
Upaya atau tujuan yang ada dalam setiap perubahan ini dapat dianggap

7
sebagai suatu dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat, untuk menjadi
manusia seperti yang diinginkan baik secara fisik maupun psikis, kesemua hal
tersebut merupakan sebuah upaya dalam mewujudkan aktualisasi dalam diri
individu. Desmita (2009:8) juga menjelaskan bahwa secara garis besar
perubahan yang terjadi dalam perkembangan dibagi menjadi empat bentuk
a. Perubahan dalam ukuran besarnya
b. Perubahan-perubahan dalam proporsinya
c. Hilangnya bentuk atau ciri-ciri lama
d. Timbulnya atau lahirnya bentuk atau ciri-ciri baru.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

1. Aliran Nativisme
Tokoh aliran ini adalah Schoupen Howern. Menurut aliran ini
perkembangan organisme ditentukan oleh faktor pembawaan (nativus). Aliran
ini mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat
dan pembawaan baik karena berasal dari keturunan orang tuanya maupun
karena memang ditakdirkan demikian. Jika individu pembawaannya baik,
maka akan baik pula individu tersebut begitu juga sebaliknya. Menurut aliran
ini, pendidikan tidak dapat diubah dan senantiasa berkembang dengan
sendirinya.
2. Aliran Empirisme
Salah satu tokoh aliran ini adalah John Locke, yang mengembangkan
teori “tabula rasa”. Menurutnya manusia bagaikan “tabula rasa”, yakni meja
lilin yang putih bersih belum tergoreskan apapun. Mau dijadikan gambar
gambar apa saja meja lilin tersebut terserah pelukisnya. Meja lilin di sini
diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir yang akan berkembang, sedangkan
pelukis adalah lingkungan yang akan membentuk jadi apapun anak yang baru
lahir ini. Dengan kata lain, aliran empirisme sangat yakin bahwa
perkembangan organisme ditentukan oleh lingkungan. Bahkan J. B. Watson,
yang terkenal sebagai behaviorist dari Amerikat Serikat, pernah sesumbar
“Beri aku bayi, lalu mintalah kepada ku mau dijadikan apa pun bayi itu. Mau

8
dijadikan dokter, lawyer, guru, bahkan dijadikan criminal. Mintalah
kepadaku”.
3. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran konvergensi adalah William Stern. Aliran ini meyakini
bahwa baik factor pembawaan maupun faktor lingkungan sama penting bagi
perkembangan organism. Dengan kata lain Aliran ini mempercayai bahwa
faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia tidak hanya berasal dari
lingkungan (pengalaman) saja atau pembawaan saja, tapi dipengaruhi oleh
keduanya. Faktor pengalaman tidak berarti apa-apa tanpa faktor pengalaman
begitu juga sebaliknya. Perkembangan yang sehatakan berkembang jika ada
kombinasi dari fasilitas yang diberikan oleh lingkungan dan potensial kodrati
anak bisa mendorong berfungsinya segenap kemampuan anak.

D. Prinsip Perkembangan

Pada dasarnya, setiap fase perkembangan satu dengan lainnya saling


berkaitan erat. Hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan satu kesatuan
yang utuh. Adapun tujuan perkembangan adalah untuk menjadikan individu
manusia dewasa yang mandiri. Sedangkan prinsip-prinsip perkembangan itu
adalah sebagai berikut.
1. Perkembangan tidak terbatas pada pertumbuhan secara fisik, namun
mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren, dan
berkesinambungan.
2. Perkembangan selalu menuju proses diferensiasi dan integrasi.
3. Perkembangan dimulai dari respon-respon yang sifatnya umum menuju
khusus.
4. Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung
secara berantai.
5. Setiap individu mempunyai tempo kecepatan perkembangannya sendiri-
sendiri.
6. Di dalam perkembangan, dikenal adanya irama atau naik turunnya proses
perkembangan.

9
7. Setiap individu seperti halnya organisme lainnya memiliki dorongan dan
hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif seperti rasa sakit, rasa
tidak aman, kematian, dan sebagainya.
8. Dalam perkembangan terdapat masa peka, yaitu suatu masa dalam
perkembangan individu dimana suatu fungsi jasmani ataupun rohani dapat
berkembang dengan cepat jika mendapat latihan yang baik dan kontinu.
9. Perkembangan tiap-tiap individu pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan.

Selain apa yang dijelaskan diatas terdapat pula beberapa konsep lain
tentang prinsip-prinsip yang menyertai didalam pertumbuhan dan perkembangan
yang ada sebagaimana berikut :
1. Perkembangan Melibatkan Perubahan.
Perkembangan diartikan sebagai deretan progresif dari perubahan
yang teratur dan koheren, maksutnya perubahan yang terjadi terarah maju dan
menunjukkan hubungan adanya hubungan nyata antara perubahan yang
terjadi baik yang telah mendahului atau perubahan yang akan mengikutinya.
Menurut Maslow dalam. Hurlock (2007) tujuan perubahan
perkembangan adalah upaya untuk menjadi orang terbaik secara fisik dan
mental (aktualisasi diri). Namun berhasil tidaknya mencapai tujuan tersebut,
tergantung pada hambatan yang dihadapinyadan bagaimana cara
menanggulanginya. Hambatan-hambatan dating dari lingkungan dan diri
sendiri.
2. Perkembangan Awal Lebih Kritis dari Pada Perkembangan Selanjutnya.
Sebuah kenyataan menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama sekolah
merupakan saat yang kritis bagi perkembangan anak. Beberapa ahli juga
mengutarakan pendapatnya diantaranya Milton, Erikson, dan Glueck:
Milton dalam Hurlock (2004)menyatakan bahwa “Masa kanak-kanak
meramalkan masa dewasa, sebagaimana pagi hari meramalkan hari baru”.

10
Erikson dalam Hurlock (2004) juga menyimpulkan bahwa “masa
kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai manusia, tempat
di mana kebaikan dan sifat buruk akan berkembang mewujudkan diri,
meskipun lambat tetapi pasti”. Ia juga menerangkan, apa yang akan dipelajari
seorang anak tergantung bagaimana orang tua memenuhi kebutuhananak akan
makanan, perhatian, cinta kasih.
Glueck dalam Hurlock (2004) menyimpulkan bahwa remaja yang
berpotensi menjadi anak nakal, dapat diidentifikasi sedini usia dua atau tiga
tahun karena perilaku anti sosialnya.

3. Perkembangan Merupakan Hasil Proses Kematangan dan Belajar.


Ciri perkembangan fisik dan mental sebagian berasal dari proses
kematangan intrinsic dan sebagian berasal dari latihan dan usaha individu.
Proses kematangan intrinsic adalah terbukanya karakteristik yang secara
potensional ada pada individu yang berasal dari warisan genetic.
Dalam fungsi filogenetik (fungsi umum ras), misalnya: merangkak,
duduk, dan berjalan, perkembangan berasal dari proses kematangan. Berbeda
dengan fungsi ontogenetic (fungsi khas untuk individu), misalnya: berenang,
melempar bola, naik sepeda, diperlukan latihan. Kecenderungan yang
diwariskan tidak dapat matang sepenuhnya tanpa dukungan lingkungan.
Belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha,
sebagai contoh anak yang mempunyai tatanan saraf dan otot yang superior,
akan mempunyai bakat tapi kalau tidak ada kesempatan berlatih dan
bimbingan yang sistematis, anak itu tidak akan dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya. Belajar dapat terjadi secara imitasi (individu secara
sadar meniru apa yang dilakukan oleh orang lain), identifikasi (sebagai suatu
usaha individu untuk menerima sikap, nilsi, motivasi, dan perilaku orang
yang dihormati atau dicintai).

11
Evaluasi
1. Jelaskan perbedaan konsep Perkembangan, Pertumbuhan dan
Kematangan!
2. Jelaskan dengan bahasa anda tentang psikologi perkembangan!
3. Jelaskan prinsip yang ada dalam teori perkembngan manusia!

Daftar Pustaka
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Hurlock, Elizabeth B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga

Santrock, John W. 2007. Pekembangan Anak. Jakarta : Erlangga

Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Yusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

12
BAB II
KONTRIBUSI AHLI TEORI PERKEMBANGAN

Perkebangan teori perkembangan tidak


terlepas dari sumbangan beberapa tokoh Setelah mengkaji pokok bahasan ini
diharapkan :
penting dalam dunia psikologi dan 1. Mahasiswa mampu
pendidikan. Selanjutnya pada bab ini memahami berbagai
sumbangan teori dalam
akan dijoba diuraikan sedikit dari perkembangan
beberapa ahli yang ada terkait 2. Mampu membedakan masing-
masing sumbangan dari
sumbangannya pada teori perkembangan setiap teori yang ada

A. Kontribusi Padangan Teori Psikodinamik Freud


Pandangan Freud terus mempengaruhi
praktek kontemporer. Banyak dari konsep-konsep
dasarnya masih merupakan bagian dari dasar yang
teoretikus lain dalam membangun dan
mengembangkan. Pandangan Freudian tentang
sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik.
Menurut Freud, perilaku kita ditentukan oleh
kekuatan irasional, motivasi tak sadar, dan kendali
biologi dan insting seperti ini berkembang melalui
tahapan psikoseksual kunci dalam 6 tahun pertama
kehidupan.
Naluri adalah pusat untuk pendekatan Freudian. Meskipun ia awalnya
menggunakan istilah libido untuk merujuk kepada energi seksual, ia kemudian
diperluas untuk mencakup energi dari semua naluri kehidupan. Naluri ini
melayani tujuan kelangsungan hidup individu dan umat manusia, mereka
berorientasi pada pertumbuhan, pengembangan, dan kreativitas. Libido,
kemudian, harus dipahami sebagai sumber motivasi yang meliputi energi seksual

13
tetapi melampaui hal itu. Freud mencakup semua tindakan yang menyenangkan
dalam konsep tentang insting hidup, ia melihat tujuan dari sebagian besar
kehidupan sebagai memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Freud
juga postulat naluri kematian, yang menjabarkan tentang kendali agresif. Kadang-
kadang, orang mewujudkannya melalui perilaku mereka yang secara sadar ingin
untuk mati atau melukai diri sendiri atau orang lain. Mengelola kendali agresif ini
merupakan tantangan utama bagi umat manusia. Dalam pandangan Freud, baik
kendali seksual dan agresif adalah penentu kuat mengapa orang bertindak seperti
yang mereka lakukan.
Menurut pandangan psikoanalisis, kepribadian terdiri dari tiga sistem: id,
ego, dan superego. Ini adalah nama untuk struktur psikologis dan tidak boleh
dianggap sebagai manikins yang beroperasi secara terpisah kepribadian,
kepribadian seseorang berfungsi sebagai keseluruhan daripada sebagai tiga
segmen diskrit. id merupakan komponen biologis, ego adalah komponen
psikologis, dan superego adalah komponen sosial. Dari perspektif Freudian
ortodoks, manusia dilihat sebagai sistem energi. Dinamika kepribadian terdiri dari
cara-cara energi psikis didistribusikan kepada id, ego, dan superego. Karena
jumlah energi yang terbatas, salah satu keuntungan sistem kontrol atas energi
yang tersedia ai dengan mengorbankan dua sistem lainnya. Perilaku ditentukan
oleh energi psikis.
Mungkin kontribusi terbesar Freud adalah konsep tentang tingkat
kesadaran dan ketaksadaran, yang merupakan kunci untuk memahami perilaku
dan masalah kepribadian. Bawah sadar tidak dapat dipelajari secara langsung
tetapi disimpulkan dari perilaku. Pembuktian klinis guna membuktikan konsep
ketaksadaran (alam bawah sadar) meliputi sebagai berikut: (1) mimpi-mimpi,
yang merupakan representasi simbolis dari kebutuhan-kebutuhan alam bawah
sadar, keinginan/hasrat, dan konflik-konflik, (2) salah ucap dan lupa, misalnya,
terhadap nama yang dikenal, (3) sugesti-sugesti pascahipnotik ; (4) bahan-bahan
yang berasal dari teknik asosiasi bebas, (5) materi/bahan-bahan yang berasal dari
teknik proyektif, dan (6) isi simbolik gejala psikotik.

14
Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa.
Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada di bawah
permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran.
Ketaksadaran itu menyimpan pengalaman, kenangan/ingatan-ngatan, dan bahan-
bahan yang direpresi. Kebutuhan dan motivasi yang tidak dapat diakses/dicapai-
yaitu, terletak di luar kesadaran-juga berada di luar daerah kendali/kontrol. Freud
juga percaya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar wilayah-
kesadaran. Oleh karena itu, Tujuan/sasaran terapi psikoanalitik adalah untuk
membuat motif tak sadar menjadi disadari, sebab hanya ketika menyadari motif-
motifnyalah individu bias melaksanakan pilihan. Pemahaman terhadap peran
ketaksadaran (alam bawah sadar) adalah pusat untuk menangkap esensi dari
model tingkah laku psikoanalitik. Meskipun di luar kesadaran, ketaksadaran
mempengaruhi tingkah laku. Proses tak sadar adalah akar dari segala bentuk
gejala dan tingkah laku neurotik. Dari perspektif ini, "penyembuhan" didasarkan
pada mengungkap makna gejala, penyebab perilaku, dan bahan yang direpresi
yang mengganggu/merintangi fungsi psikologis yang sehat. Perlu dicatat, bahwa
wawasan intelektual saja tidak menyelesaikan gejala. Kebutuhan klien untuk
berpegang teguh pada pola lama (pengulangan) harus dihadapkan dengan bekerja
melalui distorsi transferensi.
Selain itu sebuah modalita yang menjadi bagian dari teori psikoanalisis
yang dapat dikatakan sebagai sumbangan dalam konseling adalah konsep teori
tentang kecamasan atau axiety, prinsip kateksis dan antikateksis, asosiasi bebas,
analisis mimpi, intepretasi, analisis dan interpretasi antar resistensi (perlawanan),
analisis dan interpretasi dari transferensi, dan mekanisme pertahanan ego.

B. Kontribusi Pandangan Teori Psikososial Erikson


Erik Erikson terlatih sebagai seorang tenaga analisis lepas dalam tradisi
pengikut Freud. Erik Erikson dan nego neo-Freudnya tentang perkembangan teori
kepribadian telah dikenal secara luas melalui empat bukunya, risetnya, ajaran
kuliahnya secara luas, dan lusinan artikel jurnal, Erikson adalah pengikut neo-
Freud yang terlatih sebagai psikoanalisis lepas, dan masih meneruskan secara luas

15
dalam tradisi teori pengikut Freud.
Bagaimanpun juga, kami mencatat beberapa
perluasan karyanya terhadap kerangka acuan
psikoanalisis. Sebagai contoh, secara kontras
dengan posisi Freud, ia tidak merasa bahwa
kepribadian dimulai setelah masa kanak-kanak.
Seperti yang kita lihat, ia mempertimbangkan
kepribadian agar tetap fleksibel di sepanjang
usia dewasa.
Erikson juga menggunakan prinsip kutub atau prinsip dikotomi yang
digunakan Freud- dan , tentu saja, juga digunakan oleh Jung. Suatu ilustrasi
mengenai perkembangan ego pada kedelapan perkembangan umur, dimana
kehidupan individual berakhir, apakah sebagai pribadi yang sukses atau gagal
dengan kata Erikson, integritas vs keputusasaan.
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego,
yang tidak ada pada psikoanalisis Freud, yang digambarkan pada masing-masing
8 tahap perkembangan umur. Kualitas-kualitas ego tersebut inilah yang biasa
dikenal dengan ego kreatif (Alwisol, 2005). Pada konsep ini ego bukanlah budak
tetapi justru tuan atau pengatur dari id, superego dan dunia luar. Jadi ego di
samping hasil proses faktor-faktor genetik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk
oleh konteks kultural dan historik. Ego yang sempurna digambarkan oleh Erikson
memiliki tiga dimensi yaitu, faktualitas, uniersalitas, dan aktualitas (Alwisol,
2005). Selain hal tersebut erikson juga memperkenalkan tiga aspek ego yang
paling berhubungan : ego tubuh, ego ideal, dan eho identitas (Feist & Feist, 2010).
Erikson percaya bahwa ego berkembang melalu tahapan kehidupan sesuai
prinsip epigenitk. Epigentik sendiri dipinjang dari istilah embriologi.
Perkembangan epigenetik menyiaratkan pertumbuhan langkah demi langkah dari
organ janin. Embrio tidak dimulai dalam bentuk manusia kecil yang lengkap,
menanti untuk mengembangkan struktur bentuknya. Dengan cara yang sama ego
mengikuti perkembangan epigenetik, dengan tiap tahapan perkembangan pada

16
waktu yang seharusnya. Satu tahapan muncul dibangun dari tahapan sebelumnya
akan tetapi tidak menggantikan tahapan sebelumnya.
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson
merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Teori
Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan
pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif
dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah
satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada
pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam
lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan secara
eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan
sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam
perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson
memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia
dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami
persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern
seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan
kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak,
dewasa, maupun lansia.
Dalam pemahaman akan delapan tahapan perkembangan yang diusung
oleh Erikson maka kita tidak akan lepas dari beberpa poin penting antara lain
(Feist & Feist, 2010) :
1. Terkait dengan prinsip epigenetik. Yaitu satu bagian yang tumbuh dari
komponen yang lain dan memiliki pengaruh waktu tersendiri, namun
tidak menggantian komponen berikutnya.
2. Di dalam setiap tahapan kehidupan terdapat interaksi berlawanan yaitu
koflik antara elemen sintonik (harmonis) dan elemen distonik
(mengacaukan).
3. Pada setiap tahapan konflik antara elemen distonik dan sintonik
menghasilkan kualitas ego dan kekuatan ego, yang erikson sebut
dengan basic strength (kekuatan dasar).

17
4. terlalu sedikitnya kekuatan pada satu tahapan mengakibatkan patologi
inti (core pathology) pada tahap tersebut.
5. Walaupun Erikson mengacu pada kedelapan tahapannya sebagai
tahapan psikososial (psikosocial strength), ia tidak pernah
meninggalkan aspek biologis dalam perkembangan manusia.
6. Peristiwa-peristiwa di tahapan sebelumnya tidak menyebabkan
perkembangan kepribadian selanjutnya. Identitas ego dibentuk oleh
keanekaragaman konflik dan kejadian masa lampau, sekarang dan
yang diharapkan.
7. Selama tiap tahapan, khususnya sejak remaja dan selanjutnya,
perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas yang Erikson
sebut dengan periode krusial dakan meningkatnya kerapuhan dan
memuncaknya potensi.
8. Tahapan perkembangan psikososial Erikson ditunjuk pada kualitas ego
atau kekuatan dasar yang timbul dari konflik-konflik atau krisi
psikososial yang menjadi ciri khas setiap periode.

C. Kontribusi Pandangan Teori Perkembangan Kognitif Piaget


Teori Perkembangan kognitif dari
Piaget memberikan banyak konsep utama
dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep
kecerdasan. Miller (Mery Latifah, 2008)
berpendapat bahwa teori Piaget merupakan
teori pentahapan yang paling berpengaruh
dalam psikologi perkembangan, di mana dalam
setiap tahapannya Piaget menggambarkan
bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan
tentang dunianya (genetic epistemology).
Secara ringkas, teori Piaget menjelaskan bahwa selama perkembangannya,
manusia mengalami perubahan-perubahan dalam struktur berfikir, yaitu semakin

18
terorganisasi, dan suatu struktur berpikir yang dicapai selalu dibangun pada
struktur dari tahap sebelumnya. Perkembangan yang terjadi melalui tahap-tahap
tersebut disebabkan oleh empat faktor: kematangan fisik, pengalaman dengan
objek-objek fisik, pengalaman sosial, dan ekuilibrasi. (Mery Latifah, 2008).
Untuk memahami teori perkembangan kognitif Piaget, terdapat beberapa
kata kunci atau konsep pokok dari teori perkembangan kognitif Piaget. Berikut
rangkuman kata kunci dari berbagai literatur yang membahas tentang teori Piaget
(Abin Syamsudin Makmun, 2004., Monk & Knoers, 2006., Jarviss,2007., Boeree,
2008., Woolfolk & Nicolich, tt., Sarlito Wirawan, 2008.,)
1. pola (Schema) adalah paket-paket informasi yang masing-masing dari
informasi tersebut memiliki hubungan dengan satu aspek dunia, termasuk
objek, aksi, dan konsep abstrak.
2. asimilasi (assimilation) proses penggabungan informasi baru ke dalam
pola-pola yang sudah ada
3. akomodasi (accomodation) pembentukan pola baru untuk membentuk
informasi dan pemahaman baru
4. operasi (operation) penggambaran mental tentang aturan-aturan yang
terkait dengan dunia.
5. Struktur kognitif (cogitive structure) kerangka berpikir individu yang
merupakan kumpulan informasi yang telah didapatkan, hal ini
berhubungan pola kognitif (cognitive schema) yang merupakan perilaku
tertutup berupa tatanan langkah-langkah kognitif (operasi) yang berfungsi
memahami apa yang tersirat atau menyimpulkan apa yang direspon.
6. ekuilibrum atau keseimbangan (equilibrum) keseimbangan antara pola
yang digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil
kecepatan akomodasi, atau keadaan mental ketika semua informasi yang
diperoleh dapat dijelaskan dengan pola-pola yang ada.

Pokok teori perkembangan kognitif Piaget berasumsi bahwa setiap


organisme hidup dilahirkan dengan dua kecenderungan fundamental, yaitu ; a)
kecenderungan untuk adaptasi, dan b) kecenderungan untuk organisasi (Monk &

19
Knoers, 2006, Woolfolk & Nicholich, tt: 62 ). Selanjutnya Monk & Knoers (2006)
memaparkan bahwa kecenderungan adaptasi merupakan bawaan setiap organisme
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui dua proses yang saling
komplementer yaitu : 1) asimilasi, dan 2) akomodasi. Woolfolk & Nicholich (tt:
62) mengungkapkan bahwa asimilasi merupakan sebuah usaha atau proses
inidividu dalam memahami sesuatu yang baru dengan cara menghubungkannya
dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya (struktur kognitif). Sebagai
contoh, ketika seorang anak pertama kali melihat zebra, dengan berbagai ciri dan
informasi yang diketahui tentang kuda, maka anak tersebut akan menyebutnya
kuda.
Proses adaptasi tidak selamanya bisa dilakukan melalui teknik asimilasi.
Ketika inidividu mengalami situasi baru atau menghadapi objek atau masalah baru
yang tidak bisa diselesaikan dengan struktur kognitif yang telah ada, maka
inidividu melakukan proses akomodasi, yaitu merubah atau menambah pola untuk
merespon situasi baru (Woolfolk & Nicholich, tt: 62., Syamsudin, 2004).
Piaget (Boeree, 2008) mengemukakan bahwa asimilasi dan akomodasi
berfungsi untuk menyeimbangkan struktur pikiran dan lingkungan, dan
menciptakan porsi yang sama di antara keduanya. Jika keseimbangan ini terjadi
maka individu akan memperoleh gambaran yang baik tentang dunianya
(pemahaman tentang informasi, objek atau masalah yang dihadapi) atau dalam
konteks teori Piaget disebut dengan istiliah ekuilibrum (equilibrum).
Kecenderungan yang kedua adalah organisasi. Monk & Knoers (2006)
menjelaskan kecenderungan organisasi sebagai kecenderungan organisme untuk
mengintegrasikan proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren.
Kecenderungan adaptasi dan organisasi memiliki peran komplementer
dalam proses perkembangan kognitif individu. Piaget (Boeree, 2008) mencatat
adanya periode di mana asimilisi lebih dominan, periode di mana akomodasi lebih
dominan, dan periode di mana keduanya mengalami keseimbangan. Periode-
periode ini relatif sama dalam diri setiap anak yang diselediki. Barulah kemudian
Piaget memperoleh ide tentang tahap-tahap perkembangan kogntif.

20
Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif dari tahun
1929 – 1980. Piaget berpendapat bahwa cara berpikir anak-anak berbeda dengan
orang dewasa bukan hanya karena kurang/belum matang serta kurang
pengetahuan, tetapi juga berbeda secara kualitatif. Artinya cara berpikir anak-anak
berbeda dengan orang dewasa (Jarvis, 2007).
Dari hasil penelitiannya Piaget membagi proses perkembangan kognitif
menjadi empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukan
karakteristik yang berbeda (Makmun, 2004). Piaget (Jarvis, 2007) percaya bahwa
setiap orang melalui keempat tahapan perkembangan kognitif, meskipun mungkin
setiap tahap bagi setiap orang dilalui dalam usia yang berbeda.
Berikut ini adalah tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget yang
dirangkum dari berbagai literatur yaitu : 1) tahap sensorimotor (usia 0–2 tahun),
2) tahap praoperasional (usia 2–7 tahun), 3) tahap operasional konkrit (usia 7–11
tahun), dan 4) tahap operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) (Abin
Syamsudin Makmun, 2004., Monk & Knoers, 2006., Jarviss,2007., Boeree, 2008.,
Woolfolk & Nicolich, tt., Sarlito Wirawan, 2008.).

D. Kontribusi Pandangan Humanis


Beberapa psikolog pada waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran
psikodinamika dan behaviouristik tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa
teori-teori ini mengabaikan kualitas yang menjadikan manusia itu berbeda dari
binatang, seperti misalnya mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan
merealisasi diri
Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia
sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk
berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka
berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk
dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal
mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap
hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk
mengubah sikap dan perilaku mereka.

21
Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian
manusia.Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun
dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini
yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanism
biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif
yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat
yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam artikel “some
educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow
mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham,
yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya.
Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia
daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh
teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana manusia
membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak
positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran
humanistic biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan
kemampuan positif ini.
Sebagai bentuk pengenalan mengenai humanisme, awalnya kita lihat pada
ringkasan Carl Rogers yang berhubungan dengan personality dan behavior;
kemudian kita menguji beberapa pendekatan terhadap pendidikan yang
mencerminkan orientasi Humanistik. (diantaranya Rogers yang merupakan ahli
teori paling berpengaruh di area ini; Abraham Maslow, Humanis penting lainnya.

E. Kontribusi Pandangan Havighurst


Kontribusi Robert Havighurst untuk pengembangan pada teori
perkembangan manusia merupakan suatu hasil langsung dari karyanya pada
wilayah tugas-tugas perkembangan. Dia sangat tertarik pada pengetahuan
bagaimana permintaan masyarakat terkait dengan kebutuhan manusia. Robert
Havighrust tokoh psikologi pendidikan melalui perspektif psikososial berpendapat
bahwa periode yang beragam dalam kehidupan individu menuntut untuk

22
menuntaskan tugas-tugas perkembangan yang khusus. Tugas-tugas ini berkaitan
erat dengan perubahan kematangan, persekolahan, pekerjaan, pengalaman
beragama, dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan
hidupnya.
Selanjutnya Havighrust mengartikan
tugas-tugas perkembangan itu sebagai berikut “A
developmental task is a task which arises at or
about a certain period in the life of the individual,
successful achievement of which leads to his
happiness and to success with later task, while
failure leads to unhappiness in the individual,
disapproval by society and difficulty with later
task. Maksudnya, bahwa tugas perkembangan itu
merupakan suatu tugas yang muncul pada periode
tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil
dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan
tugas-tugas berikutnya; sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan
ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan
masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya.
Havighurst percaya dan membagi fase tugas perkembangan yang ada bahwa
terdapat tugas-tugas perkembangan untuk bayi dan balita (usia 0 hingga 5 tahun),
untuk kanak-kanak (usia 6 hingga 11 tahun), untuk remaja (usia 12 hingga 18
tahun), untuk dewasa awal (usia 19 hingga 30 tahun), dan untuk usia tengah baya
dan dewasa akhir.
Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku, atau
keterampilan yang seyogianya dimiliki oleh individu, sesuai dengan usia atau fase
perkembangannya. Hurlock (2004) menyebut tugas-tugas perkembangan ini
sebagai ini sebagai social expectations. Dalam arti, setiap kelompok budaya
mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan
memperoleh pola perilaku yang disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang
kehidupan.

23
Evaluasi :
1. Uraikan 1 sumbangan teori Perkembangan yang menurut anda paling
besar diantara sumbangan yang lain!
2. Jelaskan konsep perkembangan kognitif yang diusung oleh Piaget?
3. Sebutkan sumbangan terbesar yang diberikan oleh Erikson dalam
perkembangan teori perkembangan!

Daftar Pustaka :

Abin Syamsyudin Makmun. (2004). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem


Pengajaran Modul. Bandung:Rosda

Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press

Boree, C. Goerge. General Psychology : Psikologi Kepribadian, Persepsi,


Kognisi, dan Perilaku. (terj. Helmi J. Fauzi). Jogjakarta : Primashopie

Fiest, J. Fiest, G.J. 2010. Teori Kepribadian : Theories of Personality. Jakarta :


Penerbit Salemba Humanika

Hurlock, Elizabeth. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga

Jarvis, Matt.(2007). Teori-teori Psikologi : Pendekatan Modern untuk Memahami


Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. (Terj. SPA-Teamwork).
Bandung : Nusamedia dan Nuansa.

Sarlito Wirawan (2008). Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press

Woolfolk, Anita E. & Nicolich, Lorraine McCune. (tt). Mengembangkan


Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I).
Inisiasi Press.

24
BAB III
ASPEK PERKEMBANGAN

Setiap fase perkembangan yang ada memiliki


beberapa aspek perkembangan yang sama Setelah mempelajari pokoh
bahasan ini, diharapkan :
tetapi berbeda tingkatan atau kematangan pada 1. Mahasiswa mampu
setiap fasenya. Berikut pada bab ini akan menjelaskan proses
perkembangan individu
dijelaskan beberapa aspek perkembangan yang 2. Mahasiswa mampu
menyertai individu selama tingkat menjelaskan aspek-aspek
perkembangan
perkembangannya

A. Aspek Perkembangan Fisik


Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan
sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam
kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson
(Hurlock, 2004) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi
empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan
kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan
kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan
munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang
perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya
terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat,
dan proporsi.
Dalam membahas perkembangan fisik seorang manusia terdapat dua hal
yang cukup besar terkait dengan perkembangan anatomi dan perkembangan
fisiologi.
1. Perkembangan anatomi
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan
kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan,

25
proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara
keseluruhan.

2. Perkembangan fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-
perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja
hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan,
sekresi kelenjcar dan pencernaan.
Salah satu aspek penting dalam perkembangan fisiologi manusia
adalah terkait dengan perkembangan otak manusia. Hal senada dijelaskan
oleh Piaget dalam Papalia dan Olds, (2008) bahwa Perubahan fisik (otak)
juga merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena
otak adalah sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan sehingga semakin
sempurna struktur otak maka akan meningkatkan kemampuan kognitif Otak
dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi
kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap
sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan)
dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus)
dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang
satu ke sel yang lainnya.
Otak mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menentukan
perkembangan aspek-aspek perkembangan yang lainnya. pertumbuhan otak
yang sehat (mormal) akan mempengaruhi perkembangan secara postif terkait
kemampuan motorik, intelektual, emosional, sosial, moral, maupun
kepribadian. Begitu pula sebaliknya hambatan atau perkembangan otak yang
tidak sehat akan memberikan pengaruh yang negatif pula pada perkembangan
aspek lain pada individu. Hal ini akan ditentukan terkait dengan asupan gizi
dan baik setelah masa kelahiran atau gizi yang diasup oleh seorang ibu salam
masa-mas kehamilan. Bayak penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
faktor gizi yang diterima seorang ibu selam kehamilan menjadi faktor yang

26
sangat besar didalam perkembangan otak seorang anak dibandingkan dengan
setelah masa kelahiran.
Semakin matangnya perkembangan otak seseorang sangat
berpengaruh besar pada perkembagan motorik yang ada baik pada motorik
kasar seperti berlari maupun halus seperti menggambar. Harlock (2004)
mencatat bahwa perkembangan motorik seorang indivdu sangat penting bagi
perkembangan pribadi secara keseluruhan. Harlock juga mencatat beberapa
alasan mengenai kemampuan motorik yang berpengaruh bagi konstelasi
perkembangan individu :
a. Melalui keterampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan
memperoleh perasaan senang.
b. Melalui keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi
tidak berdaya kekondisi independence (bebas tidak bergantung).
c. Melalui keterampilan motorik anak dapat menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan sekolah atau yang lebih besar.
d. Melalui keterampilan motorik yang normal memungkinkan anak
dapat bermain atau bergaul dengan teman sebaya.
e. Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi
perkembangan self-consept atau kepribadian.

B. Aspek Perkembangan Kognitif


Kognitif atau sering disebut kognisi
mempunyai pengertian yang luas mengenai berfikir
dan mengamati. Ada yang mengartikan bahwa
kognitif adalah tingkah laku-tingkah laku yang
mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau
yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan.
Selain itu kognitif juga dipandang sebagai suatu
konsep yang luas dan inklusif yang mengacu kepada kegiatan mental yang terlibat
di dalam perolehan, pengolahan, organisasi dan penggunaan pengetahuan. Proses
utama yang digolongkan di bawah istilah kognisi mencakup : mendeteksi,

27
menafsirkan, mengelompokkan dan mengingat informasi; mengevaluasi gagasan,
menyimpulkan prinsip dan kaidah, mengkhayal kemungkinan, menghasilkan
strategi dan berfantasi. Bila disimpulkan maka kognisi dapat dipandang sebagai
kemampuan yang mencakup segala bentuk pengenalan, kesadaran, pengertian
yang bersifat mental pada diri individu yang digunakan dalam interaksinya antara
kemampuan potensial dengan lingkungan seperti : dalam aktivitas mengamati,
menafsirkan memperkirakan, mengingat, menilai dan lain-lain.
Proses kognitif penting dalam membentuk pengertian karena berhubungan
dengan proses mental dari fungsi kognitif. Hubungan kognisi dengan proses
mental disebut sebagai aspek kognitif. Faktor kognitif memiliki pemahaman
bahwa ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk-
bentuk representasi yang mewakili obyek-obyek yang dihadapi dan dihadirkan
dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang yang semuanya
merupakan sesuatu yang bersifat mental. Dari pernyataan ini dapat dikatakan
bahwa makin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, makin kaya
dan luaslah alam pikiran kognitif orang tersebut.
Kognisi sebagai kapasitas kemampuan berfikir dan segala bentuk
pengenalan, digunakan individu untuk melakukan interaksi dengan
lingkungannya. Dengan berfungsinya kognisi mengakibatkan individu
memperoleh pengetahuan dan menggunakannya. Pada prosesnya kognisi
mengalami perkembangan ke arah kolektivitas kemajuan secara
berkesinambungan.
Perkembangan struktur kognisi berlangsung menurut urutan yang sama
bagi semua individu. Artinya setiap individu akan mengalami dan melewati setiap
tahapan itu, sekalipun kecepatan perkembangan dari tahapan-tahapan tersebut
dilewati secara relatif dan ditentukan oleh banyak faktor seperti : kematangan
psikis, struktur syaraf, dan lamanya pengalaman yang dilewati pada setiap tahapan
perkembangan. Mekanisme utama yang memungkinkan anak maju dari satu tahap
pemungsian kognitif ke tahap berikutnya oleh Piaget disebut: (a) asimilasi, (b)
akomodasi, dan (c) ekuilibrium.

28
Asimilasi merupakan proses dimana stimulus baru dari lingkungan
diintegrasikan pada skema yang telah ada. Dengan kata lain, asimilasi merujuk
pada usaha individu untuk menghadapi lingkungan dengan membuatnya cocok ke
dalam struktur organisme itu sendiri yang sudah ada dengan jalan
menggabungkannya. Proses ini dapat diartikan sebagai suatu obyek atau ide baru
ditafsirkan sehubungan dengan gagasan atau tindakan yang telah diperoleh anak.
Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau
pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling
mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara asimilasi
dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut oleh Piaget adalah
keseimbangan.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang
berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di
atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin
mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur
kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu
berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan
kedua proses penyesuaian di atas.
1. Tahap Perkembangan Kognitif
Para ahli psikologi perkembangan mengakui bahwa pertumbuhan itu
berlangsung secara terus menerus dengan tidak ada lompatan. Kemajuan
kompetensi kognitif diasumsikan bertahap dan berurutan selama masa
kanakkanak Piaget dalam Santrok (2007) melukiskan urutan tersebut ke dalam
empat tahap perkembangan yang berbeda secara kualitatif yaitu : (a) tahap sensori
motor, (b) tahap praoperasional, (c) tahap operasional konkrit dan (d) tahap
operasional formal.
a. Tahapan sensorik motorik
Tahap sensorimotor ada pada usia antara 0-2 tahun, mulai pada masa
bayi ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam
mengenal lingkungannya. Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih

29
terikat kepada orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya
sudah dapat berfungsi.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif
selama stadium sensorimotor, intelegensi anak
baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik
sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam stadium
ini yang penting adalah tindakan-tindakan konkrit
dan bukan tindakan-tindakan yang imaginer atau
hanya dibayangkan saja, tetapi secara perlahan-
lahan melalui pengulangan dan pengalaman
konsep obyek permanen lama-lama terbentuk.
Anak mampu menemukan kembali obyek yang
disembunyikan.

b. Tahapan praoperasional
Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan
tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah
operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Menurut Piaget,
tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara
usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda
dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan
penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung
egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan
bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan
memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin
baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan
menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

30
c. Tahapan operasional konkrit
Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya
perubahan positif ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara
berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit menjadi berkurang,
ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya anak mampu memperlihatkan
lebih dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan
dimensi-dimensi itu satu sama lain. Dalam hal ini dapat dicontohkan anak
sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang
mereka miliki. Mereka dapat menambah, mengurangi & mengubah. Operasi
ini memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah secara logis.
Walaupun pada anak-anak ini lebih
pesat melampaui anak-anak praoperasional
dalam penalaran, pemecahan masalah dan
logika. Pemikiran mereka masih terbatas
pada operasi konkrit. Pada tahap ini anak
dapat mengkonservasi kualitas serta dapat
mengurutkan dan mengklasifikasikan obyek
secara nyata. Tetapi mereka belum dapat
bernalar mengenai abstraksi, proposisi
hipotesis. Jadi mereka mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
secara verbal yang sifatnya abstrak. Pemahaman terakhir ini baru dicapai
pada tahap oprasional formal.

d. Tahapan operasional formal


Tahap operasional formal adalah
periode terakhir perkembangan kognitif dalam
teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak
dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan
terus berlanjut sampai usia dewasa.
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya
kemampuan untuk berpikir secara abstrak,

31
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti
logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan
putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis,
tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar
lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif,
penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.
Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini,
sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa
dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

C. Aspek Perkembangan Emosi


Kehidupan seseorang pada umumnya selalu dipengaruhi oleh dorongan-
dorongan dan minat spesifik pada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Selain itu
kita percai pula bahwa seseorang merespon dan melakukan tindakan terkadang
diarahkan oleh penalaran dan pemikiran-pemikiran rasional akan pertimbangan
objektif akan nilai dan norma yang ada. Akan tetapi disisi yang lain kita juga tidak
memungkiri bahwa adakalanya seorang individu bergerak atau merespon seuatu
kondisi diakibatkan oleh dorongan emosional yang banyak mencampuri
bagaimana seorang berfikir dan melakukan pertimbangan-pertimbngan yang ada.
Perilaku dan sikap kita dalam
kesehariannya secara umum didorong oleh
perasaan-perasaan tertentu, sepertihalnya
sedih, senang, perasaan kecewa atau
berbangga hati akan seuatu hal atau
kondisi. Dapat dicontohkan saat seorang
ibu mengajari bagaimana anaknya saat
bermain dan mengenal kata-kata hal ini
tentunya tidak semata-mata karena alasan logis dan nalar semata tetapi bagaimana
persaaan emosional yang ada dalam hubungan ibu dan anak memberikan

32
pertimbangan yang besar dalam bentuk perlakuan atai perilaku yang diwujudkan
tersebut.
Perlu ditekankan bersama bahwa emosi dan perasaan merupakan sesutau
hal yang berbeda satu sama lain. Walaupun demikian arti keduanya tidak dapat
dibedakan secara eksplisit atau tegas. Hal ini karena pada kondisi tertentu secara
afektif dapat dikatakan secara perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi
sebagai contoh marah dengan diam atau tertawa dalam kesedihan. Emosi oleh
Crow & Crow dalam Sunarto & Hartono (2002) diartikan sebagai pengalaman
afektif yang disertai penyusuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental
fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Hal ini senada dengan apa
yang disampaikan oleh Sarwono dalam Yusuf (2009) bahwa emosi merupakan
setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat
lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).
Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa perkembangan pada aspek emosi
ini merupakan segala pengalaman afaktif yang terjadi dalam kehidupan manusia
yang membantu mereka dalam mengenali dan merespon segala bentuk gajala
emosi yang ada didalam dirinya meliputi kemampuan untuk mencintai; merasa
nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya.

1. Pengaruh Emosi dalam Perkembangan dan Pertumbuhan


Secara singkat dari bahasan diatas maka dikatakan bahwa
perkembangan emosi merupakan segal sesuatu yang terkait dengan
pengalaman afektif yang menyertai individu. Dalam aplikasinya pada
perkembangan dan pertumbuhan perubahan emosi yang ada pada setiap
individu selalu diikuti pula dengan perubahan fisik serta kematangan yang
ada. Pendapat ini diperkuat dengan apa yang oleh Sunarto & Hartono (2002)
jelaskan bahwa Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh
perubahan-perubahan fisik.
Sunarto & Hartono (2002) menjelaskan beberapa ciri emosi dalam
mempengaruhi bentuk-bentuk perubahan fisik yang ditandai dengan aktifitas
sebagai berikut :

33
a. Reaksi Elektris pada kulit : meningkat bila terpesona.
b. Peredaran darah : bertambah cepat apabila marah.
c. Denyut jantung : semakin cepat bila terkejut.
d. Pernapasan : bernapas panjan jika kecewa.
e. Pupil mata : membesar bila marah.
f. Liur : mengereng saat takut atau tegang.
g. Bulu norma : berdiri kalau takut.
h. Pencernaan : mencret atau bermasalah saat tegang.
i. Otot : mengeras atau menegang saat takut atau ketegangan.
j. Komposisi darah : komposisi darah akan berubah saat emosi
berubah diakibatkan kelenjar-kelanjar yang lebih aktif.
Sedangkan Yusuf (2009) menjelaskan beberapa bentuk perubahan
emosi yang berdampak pada perkembangan perilaku individu seperti halnya
berikut :
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas
akan hasil yang telah dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul perasaan kecewa karena
kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya
perasaan putus asa.
c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila
sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan
sikap gugup dan gagap dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri
hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa
kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari,baik
terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
2. Pengelompokan emosi
Emosi secara umum dapat dibagi menjadi 2 aspek atau kelompok
yaitu kelompok emosi sensorik dan kelompok kejiwaan atau psikis (Yusuf,
2009).

34
a. Emosi sensorik, merupakan emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan
dari luar terhadap tubuh kita dan biasanya sangat terkait dengan fungsi
sensorik dalam organ atau indra kita seperti halnya peraaan dingin,
manis, sakit,, lelah, kenyang, dan lapar.
b. Emosi psikis, merupakan bentuk-bentuk emosi yang mempunyai alasan-
alasan kejiwaan. Beberapa bentuk emosi kejiwaan atau psikis biasanya
muncul akibat sensor luar yang lebih kuat atau dalam tidak hanya pada
sisi organ atau indra kita seperti halnya pada emosi sensorik seperti
halnya
1) Perasaan intelektual, perasaan ini erat kaitanya dengan penalaran
dan ruang lingkup kebenaran. Bentuk perwujudan perasaan
intelektual biasanya berbentuk rasa yakin dan tidak yakin terhadap
suatu hal hasil karya ilmiah atau mungkin perasaan gembira dan
senang akan mampu mencapai sebuah kebenaran atau keberasilan
setelah menyelesaikan sebuah persoalan ilmiah.
2) Perasaan sosial, merupakan perasaan yang menyangkut hubungan
dengan orang lain, perasaan-perasaan simpati, rasa solidaritas antar
sesama, ingin berbaur, diterima, dan kasih sayang yang dapat ia
terima atau ungkapkan. Perasaan sosial disini tentunya dapat
bersifat perseorangan atau mungkin lebih besar dari itu dalam
bentuk kelompok atau komunitas tertentu dalam masyaakat dan
bahkan lebih luas.
3) Perasaan susila, perasan ini berhubungan dengan nilai baik dan
buruk atau etika (moral) yang ada dalam kontek sosial maupun
diri. Rasa tanggung jawab, perasaan bersalah saat melanggar
sebuah aturan yang berlaku, perasaan yang nyaman dan aman saat
segala sesuatu berjalan sesuai dengan aturan dan norma yang
berlaku menjadi salah satu contoh dari bentuk perasaan ini.
4) Perasaan keindahan (Estetika), peraaan ini berkaitan erat dengan
keindahan dari sesuatu, perasaan ini dapat bersifat terkait dengan
kebendaan atau kerohaniaan. Sebagai contoh saat senang dan puas

35
saat melihat sesuatu diterapkan sesuai denga tempat dan
kompisisinya yang sesuai, atau kesahajaan seseorang dalam
menjalankan kehidupan sesuai dengan tuntunan yang benar.
5) Perasaan kethuanan, salahsatu kelebihan manusia adalah sebagai
makhluk tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan)
untuk mengenal tuhannya. Sebagai makhluk “homo Devinans”
atau Homo Religius” maka manusia merasakan sesuatu
kenyamaan atau keberutuhan saat segala sesuatu sesuai dengan
tuntunan agama dan dilakukan hanya untuk tuhan.

3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi


Berbagai hal menjadi faktor akan perkembangan emosi seseorang
individu Harlock dalam Sunarto dan Hartono (2002) menjelaskan bahwa
sebagian besar perkembangan dipengaruhi oleh adanya faktor kematangan
dan belajar seseorang. Kemampuan seseorang dalam berfikir dan intelektual
dalam cangkupan perkembangan kognitif dan bahasa memberikan sumbangan
besar dalam kematangan individu. Hal ini nampak pada bagaimana seseoran
mampu memaknai setiap pengalaman kehidupan yang terjadi salama
perkembangan dari awal sampai akhir hayat seseorang. Semakin baik dan
utuh seseorang dalam memaknai kehidupannya memberikan kematangan
pada seseorang akan bentuk emosi yang dimiliki dalam merespon setiap
kondisi yang ada.
Faktor kematangan kognitif dan bahasa dalam pengaruh emosi juga
pada perkembangan fisik terutama otak. Kemampuan respon dan pengolahan
data pada otak akan memberikan pengaruh besar akan kemampuan seseorang
dalam memaknai bahasa dan kondisi lingkungan yang ada. Selanjutnya
pengaruh tersebut akan membentuk aspek emosi yang khas pada individu
sesuai dengan tingkat kemampuannya dalam merespon. Hal yang sama juga
mempengaruhi terkait dengan kematangan moral dan sosial individu.

36
Terkait dengan metode dan faktor belajar yang dilalui Sunarto dan
Hartono (2002) menjelaskan pengaruh beberapa hal yang mungkin dapat
menghambat dan mendorong perkembangan emosi seseorang diantaranya:
a. Belajar dengan coba-coba
b. Belajar dengan cara meniru
c. Belajar dengan cara mempersamakan diri
d. Belajar melalui pengkondisian
e. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan
terbatas pada aspek reaksi.

4. Karakteristik Emosi
Emosi sebagai seuatu peristiwa psikologis mengandung ciri atau
karakterisrik tertentu yang dapat dijelaskan sebagai berikut (yusuf, 2009) :
a. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti
berfikir dan pengamatan.
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak bersangkut paut demam peristiwa penganalan panca indra.
Mengenai ciri-ciri emosi tersebut dapat dibedakan antar emosi pada
anak-anak dan orang dewasa sepertihalnya dalam tabel berikut :

Perbedaan Emosi pada Anak dan Orang Dewasa

Emosi anak Emosi orang dewasa


 Berlangsung singkat dan  Berlangsung lebih lama dan
berakhir tiba-tiba berakhir dengan lambat
 Telihat lebih hebat  Tidak terlihat hebat
 Bersifat sementara  Lebih mendalam dan lama
 Lebih sering terjadi  Jarang terjadi
 Dapat diketahui dengan jelas dari  Sulit diketahui karena lebih
tingkah lakunya pandai menyembunyikan

37
D. Aspek Perkembangan Sosial
Yusuf (2009) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan
pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam
bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan
anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku
sosial lain, seperti marah (tidak senang
mendengar suara keras) dan kasih
sayang. Sunarto dan Hartono (2002)
menyatakan bahwa hubungan sosial
(sosialisasi) merupakan hubungan antar
manusia yang saling membutuhkan.
Hubungan sosial mulai dari tingkat
sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin
dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan
demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari pendapat diatas dapatlah dimengerti bahwa selama bertambah usia
seseorang maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka
semakin membutuhkan orang lain. Hal ini selaras dengan apa yang dijelaskan
dalam teori yang dikembangkan oleh McClelland tentang kebutuhan atau motif
untuk beraffiliasi (need for affiliation) dengan orang lain.

1. Tahap Perkembangan Sosial


Berdasarkan penjelasan diatasa maka dikatakan bahwa perkembangan
sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga
proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda
satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses

38
akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (2004) tiga
proses dalam perkembabangan sosial adalah sbb:
a. Berprilaku dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya
tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi,
seseorang tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat diterima,
tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa
diterima sebagain dari masyarakat atau lingkungan sosial tersebut.
b. Memainkan peran di lingkungan sosialnya.
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah
ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota
dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.
c. Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus
menyukai orang yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika
seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan
diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka
menggabungkan diri.

2. Bentuk Perilaku Sosial


Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, malalui pergaulan
atau hubungan yang terjalin antara anak dengan orang tua, saudara, teman
sebaya, maupaun orang dewasa lain, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk
interkasi sosial yang menandai perkembangan sosial dalam dirinya dalam
berbagai bentuk, Yusuf (2009) menjelaskan beberapa bentuk tingkah laku
sosial yang kerap kali muncul dalam perkembangan sosial anak diantaramya
sebagai berikut :
a. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai
reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini

39
mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga
tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Pemberian label kepada anak seperti pemalah bodoh atau mungkin
komunikasi yang terlaly keras sering berdampak pada pembangkangan
pada anak. Hal ini karenan adanya perasaan paksaan atau intimidasi yang
kuat dari orang dewasa atau orang lain terhadapa perilaku atau apa yang
diharapkan. Oleh sebab itu orang tua hendaknya mau memahami apa
yang dirasakan dan dipikirkan oleh anak sebagai proses perkembangan
anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
b. Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun
kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa
frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau
keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang
seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Perilaku
yang harusnya muncul dari orang tua adalah berusaha mereduksi,
mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau
keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka
egretifitas anak akan semakin memingkat.
c. Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh
sikap atau perilaku anak lain.
d. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda
merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal
(kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang
yang digodanya.
e. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong
oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu

40
persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan
semakin baik.
f. Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai
nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam
hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
g. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi
atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa,
meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
h. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau
keinginannya.
i. Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh
perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan
dirinya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh banyak faktir
terutama pada sisi eksternal atau lingkungan hal ini terkait dengan orang tua,
lingkungan bermain dan tubuh berkembang. Apabila lingkungan sosial
mendukung perkembangan sosial yan positif maka akan mengarah pada
bentuk penyesuaian diri yang positif dan apabila yang terjadi sebaliknya
makan yang terjadi adalah bentuk yang negatif.
3. Penyesuaian diri atau sosial
Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan
manusia. Penyesuaian diri ini dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhannya. Tiap individu mungkin dalam melakukan penyesuaian diri
dapat berbeda-beda satu sama lainnya. Hal ini bergantung pada sifat dan
caranya.
Menurut Gerungan dalam Sobur (2009), penyesuaian diri dapat
diartikan secara pasif dimana kegiatan individu ditentukan oleh lingkungan

41
dan juga aktif dimana individu yang mempengaruhi lingkungan. Penyesuaian
diri yang pasif dimana individu yang mengubah diri sesuai dengan keadaan
lingkungan disebut juga dengan penyesuaian diri yang autoplastis.
Sedangkan penyesuaian diri yang aktif dimana individu mengubah
lingkungan sesuai dengan keinginannya disebut juga dengan penyesuaian diri
yang aloplastis.
Ada dua kemungkinan yang terjadi sehubungan dengan penysuaian
diri individu. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai
dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi
lingkungannya, maka ia disebut dapat melakukan penyesuaian dengan baik
(well adjusted). Sebaliknya, jika ia gagal dalam proses penyesuaiannya, ia
disebut tidak punya kemampuan menyesuaikan diri (maladjusted). Menurut
Freud dalam Sobur (2009), maladjusted (pada neurosis) itu berasal dari
tuntutan anak akan cinta (love) dan kesenangan (pleasure) dan berasal dari
sikap anak terhadap orang-orang yang menghambat tercapainya kebutuhan
tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari, individu secara terus menerus
menyesuaikan diri dengan cara-cara tertentu hingga membentuk suatu pola
tersendiri. Bentuk-bentuk penyesuaian diri dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok, yaitu penyesuaian normal dan penyesuaian menyimpang.
Penjabarannya adalah sebagai berikut.
1. Penyesuaian normal
Individu yang memiliki penyesuaian normal (well adjusted) ciri-
cirinya adalah mampu merespon kebutuhan dan masalah secara matang,
efisien, puas, dan sehat (wholesome). Adapun karakteristik penyesuaian yang
normal adalah sebagai berikut.
a. Absence of excessive emotionality, yaitu terhindar dari ekspresi emosi
yang berlebih-lebihan, merugikan, atau kurang mampu mengontrol diri.
b. Absence of psychological mechanisme, yaitu terhindar dari mekanisme
psikologis seperti rasionaliasi, agresi, dan lain sebagainya.

42
c. Absence of the sense of personal frustration, yaitu terhindar dari perasaan
frustasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya.
d. Rational deliberation and self-direction, yaitu memiliki pertimbangan dan
pengarahan diri yang rasional.
e. Ability to learn, yaitu mampu belajar dan megambangkan kualitas dirinya.
f. Utilization of past experience, yaitu mampu memanfaatkan pengalaman
masa lalu untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik.
g. Realistic and objective attitude, yaitu bersikap objektif dan realistis dalam
hidup.
2. Penyesuaian menyimpang
Penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal merupakan
proses pemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan masalah dengan cara-
cara yang tidak wajar atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi
oleh masyarakat. Penyesuaian yang menyimpang ini ditandai dengan respon-
respon sebagai berikut.
a. Perasaan rendah diri (inferiority)
Inferiority merupakan perasaan atau sikap yang pada umumnya tidak
disadari yang berasal dari kekurangan diri baik secara nyata maupun
maya (imajinasi). Sikap ini dipengaruhi oleh kondisi fisik, psikologis,
dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif. Gejala-gejala yang
ditunjukkan antara lain peka, senang mengkritik, senang menyendiri,
pemalu, penakut, dan lain sebagainya.
b. Perasaan tidak mampu (inadequacy)
Inadequacy merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan dari lingkungan. Faktor penyebabnya adalah frustasi
dan konsep diri yang tidak sehat.
c. Perasaan gagal (failure)
Seseorang yang merasa bahwa dirinya tidak mampu cenderung
mengalami kegagalan untuk melakukan sesuatu atau mengatasi
masalah yang dihadapinya.

43
d. Perasaan bersalah (guilty)
Perasaan ini mucul setelah seseorang melakukan perbuatan yang
melanggar aturan moral atau sesuatu yang dianggap berdosa.

E. Aspek Perkembangan Moral


Pengetahuan moral
merupakan aspek utama dalam
perkembangan sisi kemanusiaan
kita. Untuk menciptakan moral yang
baik bagi inidividu khususnya
dimulai dari anak-anak adalah
menciptakan komunikasi yang
harmonis antara individu yang ada
sepertihalnya aspek sosial dan bahasa yang telah dijelaskan sebelumnya
sepertihalnya orangtua dan anak. Kebanyakan ketika anak beranjak remaja atau
dewasa, sedikit mengesampingkan ajaran-ajaran moral yang diakibatkan tidak
adanya ruang komunikasi dialogis antara dirinya dengan orangtua sebagai “guru
pertama” yang mestinya terus memberikan pengajaran moral. Jadi, titik terpenting
dalam membentuk moral sang anak adalah lingkungan terkeceil dalam kehidupan
yang dimulai dari sekitar rumah, setelah itu lingkungan sekolah dan terakhir
adalah lingkungan masyarakat sekitar. Apabila rumah dan keluarga sebagai
kontrol utama dan pertama dalam perkembangan moral anak tidak mampu
memenuhi syarat yang baik tentunya hal ini akan berdampak besar terhadap
perkembangan moral pada lingkungan yang lebih besar. Oleh karena itu, agar
tidak terjadi hal seperti itu sudah sewajibnya orang tua membina interaksi
komunikasi yang baik dengan sang buah hati supaya di masa mendatang ketika
mereka memiliki masalah akan meminta jalan keluar kepada orang tuanya.
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis,
progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir
hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami
individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya. Sedangkan

44
Purwadarminto menyatakan moral diartikan sebagai ajaran baik dan buruk
perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur
segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang
dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk
membedakan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Dengan
demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Dalam makna secara
kebahasaan perkataan moral sendiri berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu
mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat
kebiasaan. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa Perkembangan moral adalah
perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan
salah.
Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur
aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi
interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. Santrock,
(2007), Papalia, Old & Feldman (2008) menjelaskan Perkembangan moral
berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa yang seharusnya
dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Untuk
mempelajari aturan-aturan tersebut, Santrock memfokuskan pada 4 pertanyaan
dasar yaitu :
1. Bagaimana seseorang mempertimbangkan dan berpikir mengenai
keputusan moral?
2. Bagaiman sesungguhnya seseorang berperilaku dalam situasi moral?
3. Bagaimana sesorang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan moral?
4. Apa yang menjadi karakteristik moral individu?

Pada perkembangan moral, anak telah memiliki pola moral yang harus
dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral
diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang
dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh aspek motivasi
kognitif dan aspek motivasi afektif. Menurut teori Lawrence Kohlerg tahapan

45
perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral,
conventional dan autonomous.
a. Fase premoral (pra-konvensional)
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan
terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan
salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau
kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).
Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap
1) Orientasi kepatuhan dan hukuman
Anak menganggap baik atau buruk berdasarkan akibat yang
ditimbulkan nya. Ia menganggab pada stadium ini bahwa setiap
aturan-aturan yang ada ditentukan oleh kekuasaan yang tidak bisa
diganggu gugat, dan apabila ia tidak mematuhinya maka akan
mendapatkan hukuman.
2) Orientasi minat pribadi
Pada ahap ini anak tidak lagi tergantung pada aturan yang ada diluar
dirinya, atau yang ditentukan oleh orang lain melainkan didorong
oleh keinginan dan kebutuhannya sendiri.

b. Fase conventional
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok
atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya
sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan
hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan
juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung
dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta
mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di
dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap
1) Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “sikap anak baik”
Pada tahap ini anak mulai memasiki umur sebelas tahun dimana
akan memperlihatkan orientasi perubahan yang dapat dinilai baik

46
dan buruk oleh orang lain. Masyarakat atau orang lain adalah faktor
penentu disini apakah dia melakukan sesuatu dengan benar atau
tidak. Mencoba bersikap baik dan menjadi anak yang manis adalah
hal penting pada saat ini.
2) Orientasi hukuman dan ketertiban
Tahap ini adalah stadium dimana mempertahankan norma sosial dan
otoritas menjadi penting. Pada tahap ini bersikap manis atau baik
tidak hanya untuk dapat diterima atau dihargai oleh orang lain, tetapi
juga merupakan bagian dari usaha untuk mempertahankan aturan
atau norma yang sudah berlaku. Sehingga bebuat baik menjadi
sebuah kewajiban untuk mengikuti aturan yang ada dan tidak berbuat
kekacauan.

c. Fase autonomous (pasca-konvensional)


Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-
nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan,
terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-
prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan
kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:
1) Orientasi kontrak sosial
Pada stadium atau tahap ini hubungan timbal balik pada diri dan
lingkungan sosial menjadi orientasi utama. Seseorang mencoba
memberikan atau memperlihatkan perilaku yang sesuai dengan apa
yang menjadi aturan masyarakat dan sebaliknya masyarakat harus
mampu memberikan perlindungan dan rasa aman kepada kita.
2) Orientasi Prinsip Etika
Menjadi remaja berarti harus mengerti akan nilai-nilai yang ada dan
berkembang di masyarakat. Dalam kehidupan ada unsur pandangan
subjektif yang menjadi norna atau nilai pribadi tetapi terdapat
padanang sosial yang menyatakan sesuatu dikatakan benar atau salah
yang ada terhadap perbuatan kita didalam masyarakat. Disini

47
menekankan apakah sesuatu dikatakan benar dan salah tidak hanya
berdasarkan etika pribadi tetapi juga pada etika sosial.

F. Aspek Perkembangan Bahasa


Bahasa merupakan suatu
urutan kata-kata, dan bahasa dapat
digunakan untuk menyampaikan
informasi mengenai tempat yang
berbeda atau waktu yang berbeda.
Vygostsky (1978) berpendapat
bahwa perkembangan bahasa
seriring dengan perkembangan
kognitif, malahan saling melengkapi, keduanya berkembang dalam satu lingkup
sosial. Hal ini dijelaskan Piaget dalam Santrock (2007) yang berpendapat bahwa
berfikir itu mendahului bahasa dan lebih luas dari bahasa. Bahasa adalah salah
satu cara yang utama untuk mengeskpresikan pikiran dan dalam seluruh
perkembangan kognitif. Bahasa dapat mengarahkan perhatian anak pada benda-
benda baru atau hubungan baru yang ada dilingkungan, mengenalkan anak pada
pandangan yang berbeda dan memberikan informasi baru pada anak. Hal ini dapat
dikatakan bahwa bahasa merupakan sebagian komponen yang ada didalam sistem
kognitif pada perkembangan manusia.
1. Prinsip-prinsip perkembangan bahasa
Seperti yang dijelaskan bahwa perkembangan bahasa sangat erat
dengan perkembangan berfikir individu. Perkembangan kognitif individu
tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk
pengertian menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan. Yusuf (2009)
menjelaskan perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun yaitu
saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu
sebagai berikut :
a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif seperti “bapak
makan”

48
b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif seperti “bapak
tidak makan”.
c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat :
1) Kritikan: “ini tidak boleh, tidak baik”
2) Keragua-raguan: berangkali, mungkin, bisa jadi.
3) Menarik kesimpulan analogi: seperti saaat anak melihat
ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat
ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibunya sakit.
Sejalan dengan hal itu maka terdapat dua prinsip yang mempengaruhi
penyatuan pemikiran dan bahasa, yaitu:
a. Semua fungsi mental memiliki asal usul eksternal atau sosial. Anak-
anak harus menggunakan bahasa dan mengkomunikasikannya kepada
orang lain sebelum mereka berfokus ke dalam ke proses mental
mereka sendiri.
b. Anak-anak harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan
bahasa selama periode waktu yang lama sebelum transisi dari
kemampuan berbicara secara eksternal ke internal berlangsung.

2. Tugas perkembangan bahasa


Terdapat beberapa fase tugas perkembangan bahasa yang biasa dilalui
oleh setiap individu atau manusia. selayaknya sebuah tugas perkembangan
maka saat seorang individu mampu menyelesaikan tugas perkembangan pada
tahap atau stage sebelumnya maka hal tersebut akan mendorong atau
membantu dalam penyelesaian tugas perkembangan pada tahap selanjutnya.
Hal ini juga demikian berlaku pada sebaliknya jika seorang individu gagal
atau kurang maksimal dalam penyelesaian tugas yang ada maka akan dapat
mengahambat ketercapaian tugas pada fase sebelumnya. Yusuf (2009)
menjelaskan terdapat 4 tugas perkembangan bahasa pada indivudu
a. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
Layaknya seorang bayi belum mampu memahami kalimat dan kata-
kata dari orang lain. Tetapi seorang bayi mampu memahami makna

49
bahasa orang lain dengan cara memahami gerakan atau bahasa tubuh
yang menyertai ucapan tersebut.
b. Pengembangan perbendaharaan kata, perbendaharaan kata-kata
anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama,
kemudia memasuki dengan tempo yang lebih cepat saat akan masuk
pada masa-masa sekolah dan terus bertambah seiring dengan fase
perkembangan yang ada.
c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan seseorang
menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya mulai
berkembang sebelum usia 2 tahun, bentuk kalimat pertama yang
disusun adalah kalimat tunggal yang disertai dengan bahasa tubuh
untuk melengkapi cara berfikir. Contoh :menyebutkan sebuah benda
atau mainan dengan sambil menunjukkan jari mereka ke hal tersebut
yang dimana dalam hal ini yang dimaksud oleh sang anak adalah
“ambilkan benda tersebut” atau mungkin “lihatlah benda itu”
d. Ucapan, kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar
melalui imitasi terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang
lain.

Evaluasi
1. Uraikan tahap perkembangan kognitif yang ada pada individu!
2. Jelaskan Beberapa faktor yang berpengaruh dalam perkembangan
emosi individu!
3. Jelaskan perbedaan aspek perkembangan moral yang dijelaskan dalam
teori Lawrence Kohlerg!
4. Uraikan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam aspek
perkembangan bahasa anak!
5. Sebutkan berserta dengan contoh bentuk perilaku sosial yang biasa
muncul selama perkembangan anak!

50
Daftar Pustaka:
Hurlock, Elizabeth B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga

Papalia & Olds. 2008

Santrock, John W. 2007. Pekembangan Anak. Jakarta : Erlangga

Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Sunarto & Hartono, Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT


Rineka Cipta

Yusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

51
BAB IV
TAHAP PERKEMBANGAN

Pada dasarnya, setiap manusia merupakan


individu yang sedang berada pada tahap Setelah mempelajari pokoh
bahasan ini, diharapkan :
perkembangan menuju kematangan. 1. Mahasiswa mampu
Sebagai individu yang dinamis dan sedang memahami Karakteristik
dari setiap fase
berkembang, ia memiliki kebutuhan dan perkembangan
dinamika yang khas dalam berinteraksii 2. Mahasiswa mampu
menjelaskan tugas-tugas
dengan lingkungannya. Pada bab ini akan pada setiap fase
dibahas beberapa fese atau periode perkembangan

perkembangan yang ada pada individu.

A. Periode Pranatal dan Kelahiran


Masa pranatal merupakan periode pertama dalam rentetan tahap
perkembangan seorang manusia. walaupun begitu periode ini dipahami
sebagai periode yang paling singkat dibandingkan masa periode yang lainnya,
sekaligus sebagai periode yang penting bahkan sangat penting diantara
periode yang lain.
Walaupun sebagai periode yang singkat,
periode pranatal memiliki beberapa ciri
atau karakteristik yang setiap ciri yang ada
memliki pengaruh dalam perkembangan
selama rentang kehidupan (hurlock,
2004:28) :
1. Pada saat ini sifat-sifat bauran, yang berfungsi sebagai dasar bagi
perkembangan selanjutnya, diturunkan sekali untuk selamanya.
2. Kondisi-kondisi yang baik dalam tubuh ibu dapat menunjang
perkembangan sifat bawaan sedangkan kondisi yang tidak dapat
menghambat dan menggannggu pola perkembangan

52
3. Jenis kelamin individu yang baru diciptakan sudah dipastikan pada saat
pembuahan dan kondisi dalam tubuh ibu tidak mempengaruinya
4. Perkembangan dan pertumbuhan yang normal lebih banyak terjadi
selama periode pranatal dibandingkan pada periode lainnya
5. Periode pranatal merupakan masa yang mengandung banyak bahwa
baik bersifat fisik maupun psikologis.
6. Periode pranatal merupakan saat dimana orang-orang yang
berkepentingan mementuk sikap-sikap pada diri individu yang baru
diciptakan.

Dalam teori perkembangan Desmita (2009) dalam periode pranatal


terdapat beberapa 3 tahap perkembangan yang cukup penting, yaitu : 1) tahap
germinal, 2) tahap embrionik, dan 3) tahap janin.
Tahap germinal atau yang lebih dikenal dengan periode ovum atau
nuthfah, periode ini merupakan awal dari bagaimana terbentuk manusia.
peroide ini berlangsung selama 2 minggu pertama dari kehidupan. Pada masa
inilah terjadinya pembuahan (fertilization) dalam tubuh atau kandungan
seorang ibu. Pembuahan biasanya terjadi sementara ovum masih berada
dalam tuba fallopi. Lebih dari dua belas sampai tiga puluh enam jam setelah
telur-telur mamasuki tuba. Selama proses senggama (coitus) spermatozoon
disimpang di mulut uterus dan setelah dibantu dengan kontraksi otot ritmis
mulai mencari jalan untuk masuk ke dalam dan menembus ovum. Saat hal ini
terjadi maka terbentuklah sel baru yang kita kenal dengan zigot. Zigot akan
membelah menjadi bentuk=bentuk sel yang lebih kecil dan dikenal dengan
blastokis.
Blastokis yang berkembang dalam kurang lebih 3 hari akan berisikan
cairan dan dibedakan menjadi 3 lapisan (Desmita, 2009) lapisan atas
(ectoderm) yang akan berkembang seperti halnya menjadi kulit, gigi, kuku,
rambut dan syaraf. Kedua adalah lapisan tengah (mesoderm) yang nantinya
akan berkembang menjadi otot, kulit tulang atau rangka, sistem peredaran
darah dan lainya. Ketiga lapisan bawah (endoderm) yang nantinya akan

53
berkembang menjadi sistem pencernaan, hati, pangkreas, sistem pernapasan
dan lain-lain. Saat blastokis telah tertanam secara penuh pada dinding rahim
maka terbentuklah yang namanya embrio dan mengakhiri tahap ini.

B. Masa Bayi
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust.
Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai
orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi
orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu
kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak
dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi
juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan
sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi
menangis.
Tahap ini berlangsung pada masa oral,
kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 2 tahun.
Erikson dalam Feist & Feist (2010)
menjelaskan menumbuhkan dan
mengembangkan kepercayaan tanpa harus
menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan sangatlah
penting. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis
pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap
makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron
(eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki
peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian
anaknya yang masih kecil.
Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat,
konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan
mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial
sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada
didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan yang

54
dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan
menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman
dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan
percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan
mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas
tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan
kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau
jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-
kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan
lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada
orang lain.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara
kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat
mengakibatkan tumbuhnya “harapan”. Feist & Feist (2010) menjelaskan
bahwa harapan muncul dari konflik antara rasa percaya dan ketidak
percayaan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut
yaitu harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu
tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat
mengolahnya menjadi baik. Hal inilah yang menjadi kekuatan dasar dari hasil
krisis sosial yang terjadi pada masa bayi.
Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa
berinteraksi atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi).
Oleh sebab itu, pada tahap ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana
hubungan yang terjalin dengan ibunya dianggap sebagai sesuatu yang
keramat (numinous). Jika hubungan tersebut terjalin dengan baik, maka bayi
akan mengalami kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu, Alwisol
(2005) berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi dasar
bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain, dengan
penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut.
Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih

55
sayang dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat
terjadi suatu pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi
secara interpersonal atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism
(pemujaan). Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan
memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya anak akan memuja orang
lain.

C. Masa Anak-anak Awal


Masa anak-anak telah
menjadi masa begitu unik sehingga
sulit untuk kita bayangkan bahwa
masa tersebut tidak selalu dianggab
berbeda dengan masa dewasa. Era
baru telah mempelajari anak dimulai
dengan munculnya beberapa
perkembangan penting sejak tahun 1800-an. Menurut Montessori (Hurlock,
2004) anak usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode
sensitif atau masa peka, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu
dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya.
Selain pendapat di atas, Montessori juga menyatakan bahwa masa
sensitif anak pada usia ini mencakup sensitif terhadap keteraturan lingkungan,
mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, sensitif untuk berjalan,
sensitif terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta terhadap aspek-aspek
sosial kehidupan. Hal ini dapat kita contohkan dengan bagaimana seorang
anak yang sibuk membolak-balik tanah saat mereka bermain dilapangan atau
bagaimana ia selalu memperhatikan serangga atau hewan yang ia temui saat
bermain.
Erikson (Fiest & Fiest, 2010) memandang periode usia 4-6 tahun
sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk
mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan
dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat

56
hambatan dari lingkungannya, maka anak akan mampu mengembangkan
prakarsa, dan daya kreatifnya, dan hal-hal yang produktif dalam bidang yang
disenanginya. Guru yang selalu menolong, memberi nasehat, dan membantu
mengerjakan sesuatu padahal anak dapat melakukannya sendiri, menurut
Erikson dapat membuat anak tidak mendapatkan kesempatan untuk berbuat
kesalahan atau belajar dari kesalahan itu.
Selain itu Erikson dalam Fiest & Fiest (2010) menambahkan bahwa
masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan
autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak
sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain,
minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak
lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga
seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa
ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan
sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah
kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-
ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya
terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu
kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya
bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap
malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh
anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya
mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat
mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa
mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini
menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga
melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap
pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu
tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol
diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat

57
anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk
menyentuh benda-benda lain.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi
pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang
gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah
menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya
bertindak sendirian. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan
bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa
adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang
disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya
apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak
baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut
Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu
menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang
mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara
sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak
dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa
malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu
dan ragu-ragu dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat
keseimbangan, maka nilai positif yang dapat dicapai yaitu adanya suatu
kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari Supratiknya yang
menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak secara bertahap mampu
menerima peraturan hukum dan kewajiban”.

D. Masa Anak-anak akhir


Pada masa ini Erikson menyebutnya dengan Masa Sekolah (School
Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority (rasa rendah diri).
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak
sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan
untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di

58
pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya
kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan.
Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap keempat ini
dikatakan juga sebagai tahap laten
yang terjadi pada usia sekolah
dasar antara umur 6 sampai 12
tahun. Salah satu tugas yang
diperlukan dalam tahap ini ialah
adalah dengan mengembangkan
kemampuan bekerja keras dan
menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini
area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke
sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran.
Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap
rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang
seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan
yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk
dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau
ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan
suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena
mereka merasa tidak mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat
mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun
guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan
anak pada usia seperti ini.
Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa
giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut
sebagai “keahlian sempit”. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat
dan rajin maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman.
Mereka yang mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan “masalah-
masalah inferioritas”. Maksud dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang

59
tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Usaha yang
sangat baik dalam tahap ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya adalah
dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai
positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni
kompetensi.
Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda
dari tahap sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala
sesuatu dengan mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga
anak tidak terpaku pada aturan yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa
tersebut biasanya dikenal dengan istilah formal. Sedangkan pada pihak lain
jikalau anak mampu mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan
cara atau metode yang sesuai dengan aturan yang ditentukan untuk
memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan
hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat
menyebabkan relasi dengan orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini
biasanya dikenal dengan istilah formalism.

E. Masa Remaja
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada
saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja
(adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion.
Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan
kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan
memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan
membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering
sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh
lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan
pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa
setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara
kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali

60
mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing
anggota.
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan
bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson
masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui
tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya
identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara
seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin
luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan
masyarakat yang ada dalam lingkungannya.
Masa pubertas terjadi
pada tahap ini, kalau pada
tahap sebelumnya seseorang
dapat menapakinya dengan
baik maka segenap
identifikasi di masa kanak-
kanak diintrogasikan dengan
peranan sosial secara “aku”,
sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan
suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang
lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka
sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi
karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego
merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego
sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak
berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap
terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu
apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak
berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami
siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur

61
sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan
identitas.
Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat
dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan
sedikit ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam
lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini dengan sebutan
“fanatisisme”. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap
bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika
kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka
Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan “pengingkaran”. Orang
yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa
atau masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat lain yang
merupakan bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang
mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam
kelompoknya.
“Kesetiaan” akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik
dalam tahap ini, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat
berlangsung secara seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna
tersendiri yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah
masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan
ketidakkonsistennya. Ritualisasi yang nampak dalam tahap adolesen ini dapat
menumbuhkan ediologi dan totalisme.

F. Masa Dewasa Awal


Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap
individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal
atau muda yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young
adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada
masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok
sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka
sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-

62
orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk
membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang
akrab atau renggang dengan yang lainnya.
Jenjang ini menurut
Erikson adalah ingin mencapai
kedekatan dengan orang lain dan
berusaha menghindar dari sikap
menyendiri. Periode diperlihatkan
dengan adanya hubungan spesial
dengan orang lain yang biasanya
disebut dengan istilah pacaran
guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang
lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain
mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan
tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang
dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan
orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson
menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini
ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga
mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa
tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan
sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun.
Sementara dari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan
keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri
sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul
rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang
dirasakan.
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus
berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta.
Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan
segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan.

63
Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan
dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat,
dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan
elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan
sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih,
dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka
dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.

G. Masa Dewasa Akhir


Erikson (1968) percaya bahwa orang dewasa tengah baya menghadapi
persoalan hidup yang signifikan-generativitas vs stagnasi, adalah nama yang
diberikan Erikson pada fase ketujuh dalam teori masa hidupnya. Generativitas
mencangkup rencana-rencana orang dewasa yang mereka harap dapat
dikerjakan guna meninggalkan warisan dirinya sendiri pada generasi
selanjutnya.
Sebaliknya, stagnasi
(disebut juga “penyerapan-diri”)
berkembang ketika individu
merasa bahwa mereka tidak
melakukan apa-apa bagi generasi
berikutnya. Orang dewasa tengah
baya mengembangkan
generativitas dengan beberapa cara yang berbeda (Kotre, 1984).
Melalui generativitas biologis, orang dewasa hamil dan melahirkan
anak. Melalui generativitas parental (orang tua), orang dewasa memberikan
asuhan dan bimbingan kepada anak-anak. Melalui generativitas kultural,
orang dewasa menciptakan, merenovasi atau memelihara kebudayaan yang
akhirnya bertahan. Dalam hal ini objek generatif adalah kebudayaan itu
sendiri.

64
Melalui generativitas kerja, orang dewasa mengembangkan keahlian
yang diturunkan kepada orang lain. Dalam hal ini, individu generaf adalah
seseorang yang mempelajari keahlian.
Melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan
membimbing generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting kehidupan
seperti menjadi orang tua (parenting), memimpin, mengajar dan melakukan
sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat (Mc Adams, 1990). Orang dewasa
generatif mengembangkan warissan diri yang posif dan kemudian
memberikannya sebagai hadiah pada generasi berikutnya.

H. Masa Usia Lanjut


Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang
diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari
tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair.
Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua
yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi
yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati
akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan
dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk
dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk
terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia
seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali
menghantuinya
Dalam teori Erikson, orang
yang sampai pada tahap ini berarti
sudah cukup berhasil melewati tahap-
tahap sebelumnya dan yang menjadi
tugas pada usia senja ini adalah
integritas dan berupaya
menghilangkan putus asa dan
kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut

65
pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari
lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat
berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika
di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson
terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan
oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun,
sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat
integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat.
Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan
kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson
berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan
kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat
dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut
dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumaph
serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan
antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia
senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.

Evaluasi :
1. Jelaskan karakteristik yang menyertai pada setiap fase perkembangan
yang ada!
2. Jelaskan masing-masing tugas perkembangan yang ada pada tiap fase!
3. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pada setiap fase
perkembangan!
4. Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan khususnya pada fase anak-
anak agar mampu mencapai tugas perkembangan dengan optimal!
5. Uraikan konsep “Harapan” yang terjadi pada masa bayi atau pasca
kelahiran!

66
Daftar Pustaka :

Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Fiest, J. Fiest, G.J. 2010. Teori Kepribadian : Theories of Personality. Jakarta :


Penerbit Salemba Humanika

Hurlock, Elizabeth B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga

67
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai