Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH GIZI BURUK PADA BALITA

Dosen Pembimbing:

Rini Ambarwati

Disusun Oleh :

1. Alviana Rukmala D (P27820117041)


2. Sindya Lestari Alimah (P27820117057)
3. Nur Aini Pangastuti (P27820117064)
4. Mulik Nur’aini (P27820117075)
5. Aprillias Filantika Rofi (P27820117079)

KELOMPOK 2 III REGULER B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D3 KEPERAWATAN SOETOMO

2019/2020

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah


tangga (kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya), masalah
kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami
masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat
diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Sekarang ini masalah gizi
mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari
perhatian. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas
hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi
yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita
penyakit gizi buruk Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu
sebab akibat yang timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dan
gizi buruk akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan tubuh masing – masing orang. Masalah gizi semula dianggap
sebagai masalah kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan
medis/kedokteran. Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan
produktivitas. Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental anak.
 Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yang
terjadi pada anak yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan
dalam kandungan. Berbagai factor yang secara tidak langsung mendorong
terjadinya gangguan gizi terutama pada balita. Ketidaktahuan akan hubungan
makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu,
adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap jenis
makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang
rapat Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok
kecil penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain
masih berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan
orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh
dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan
akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata melampaui orang dewasa
nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur
luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu ( yang
hilang atau terpakai ).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi
yang dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana
berdasarkan berat badan Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak
yang sedang tumbuh merupakan masalah serius.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu gizi buruk?


2. Mengapa bisa terjadi gizi buruk?
3. Apa riwayat alamiah dari gizi buruk?
4. Bagaimana cara menanggulangi gizi buruk?
5. Bagaimana cara mencegah gizi buruk?
6. Bagaimana asuhan keperawatan keluarga pada balita dengan gizi buruk?

1.3 Tujuan

Agar mahasiswa dapat mengerti, mengatasi, maupun mencegah terjadinya


gizi buruk dimasyarakat. Serta perawat dapat meningkatkan keterampilan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan gizi buruk terutama balita
BAB 2

PENDAHULUAN

2.1. Definisi Gizi Buruk

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang


dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ
serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada
tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung
lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan
jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi, tanda – tanda klinis gizi
buruk dapat menjadi indicator yang sangat penting untuk mengetahui seseorang
menderita gizi buruk. Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak
factor. Data komposisi zat gizi bahan makanan yang berhubungan dengan
berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik
bertujuan untuk menilai status gizi. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu
keadaan pathologis yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara
zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam
jangka waktu yang relatif lama. Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh
sudah diketahui sejak berabad – abad yang lampau.. Penyakit – penyakit yang
timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak cukup gizinya
atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama
kali dikenal adalah penyakit sariawan. Kesehatan yang baik tidak terjadi karena
ada perubahan yang berupa kekurangan zat makanan tertentu atau berlebih.
Kekurangan umumnya mencakup protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral.
Sedangkan kelebihan umumnya mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula.
Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan
diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain
– lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan
kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat
tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan.
Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit
defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan
gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang
menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja
sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang
sangat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa
timbul dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi.

2.2. Permasalahan Gizi Buruk

Fenomena gizi buruk biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik


dari karbohidrat atau protein (protein-energy malnutrition–PEM). Kurangnya
pasokan energi sangat mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Keadaan
gizi buruk ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan
Kwashiorkor-Marasmus. Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-
anak di negara berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui.
Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan
secara jelas menurut perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat
teramati dari gejala yang ditunjukkan penderita.

1. KWASHIORKOR
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO.
Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian
perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium
berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang
menyertai di antaranya:
a. Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak
terlihat sangat pasif.
b. Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring.
c. Anemia.
d. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
e. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia
( perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada
kulit maupun selaput lendir, Red. ), yang lambat laun kemudian menghitam.
Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan
ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya.
f. Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari
luar tubuh, terasa licin dan kenyal.

Tanda-tanda kwashiorkor meliputi :


a) Edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
b) Wajah membulat dan sembab
c) Pandangan mata sayu
d) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
e) Rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut
f) Otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk
g) Bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan mengelupas
h) Menolak segala jenis makanan (anoreksia)
i) Sering disertai anemia, diare, dan infeksi.

2. MARASMUS
Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai
tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit.
Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak
menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak terlihat lemak
dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati, sangat kurus karena kehilangan
sebagian lemak dan otot . Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah
dikenali. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan
hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih
cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan
elektrolit juga terdeteksi dalam keadaan marasmus. Upaya rehidrasi ( pemberian
cairan elektrolit ) atau transfusi darah pada periode ini dapat mengakibatkan
aritmia ( tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan terhentinya denyut jantung.
Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan seksama.
Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
a. Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
b. Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
c. Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
e. Sering menderita diare atau konstipasi.
f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar
hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
g. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
h. Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput

3. MARASMIK-KWASHIORKOR
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan
gabungan gejala yang menyertai :
a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal.
Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan
otot.
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan
metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya
kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-
gejala masing-masing penyakit tersebut.

2.3. Pengertian dan Faktor Penyebab Penyakit Gizi Buruk 

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan


nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-
rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di
Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi
utama yang banyak dijumpai pada balita.
Faktor – faktor penyebab penyakit gizi buruk :
a. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk,
yaitu :
1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya
jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi
unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan.
2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
b. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga faktor penyebab
gizi buruk pada balita, yaitu :
1) Keluarga miskin.
2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.
3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.
c. Faktor lain yang menyebabkan gizi buruk, yaitu :
1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh
masyarakat.
2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh
anak.
3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak
memadai.
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak.
Penyebab pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah
tropis yang minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam
kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat
tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan ini tidak
ada hujan menjadi kering kerontang Tanaman jagung yang merupakan penunjang
ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen.
Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal
di daerah pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup.
Dikhawatirkan gizi yang kuang dan bahkan buruk akan memperburuk
pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-
anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur
sosial masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one
dimensional,' yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata
pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya
hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa panen
berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka
demi meraup keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya
budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-
mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari.
Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih
berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah.
Pola relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan
kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap
penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan
untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat
seperti itu. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan
pendampingan agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial
mereka sebagai warganegara.
MALNUTRISI PRIMER

Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering
disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan
rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi
tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita
dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering
dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu
dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas
menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap
tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan,
aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada
penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian
dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.

MALNUTRISI SEKUNDER

Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat


badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak
karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal
tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna,
metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus
gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi
sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena
adanya gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak
sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda
lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada
gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar. Kasus
malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu
berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi ) tuberkulosis (TB).
Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang
ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks
dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran
anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi,
tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik
bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap
sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik
dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah
ekonomi atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan,

2.4. Interaksi antara Host, Agent, dan Environment dalam Penyakit Gizi
Buruk

1. Agent
Agent adalah penyebab utama terjadinya suatu penyakit. Dalam hal ini
yang menjadi agent adalah zat-zat gizi yang terkandung dalam
makanan, akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi, keluarga
miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak,
faktor penyakit bawaan pada anak, faktor ketersediaan pangan yang bergizi
dan terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya dalam pengolahan
pangan dan pengasuhan asuh anak, serta pengelolaan yang buruk dan
perawatan kesehatan yang tidak memadai.

2. Host
Host adalah manusia yang kemungkinan terpapar atau beresiko terhadap
suatu penyakit. Dalam gizi buruk manusia berperan sebagai host atau pejamu.
Dalam hal ini yang rentan terkena penyakit gizi buruk adalah balita. Karena
balita daya tahan tubuhnya masih rentan.

3. Environment
Environment atau lingkungan meliputi lingkungan sosial, lingkungan
biologi, dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial yang mempengaruhi host
adalah ekonomi rendah sehingga host tidak mampu mengkonsumsi makanan
yang bergizi. Lingkungan biologi yang mempengaruhi adalah sanitasi atau air
bersih yang tidak memadai. Dan lingkungan fisik yang mempengaruhi adalah
keadaan rumah yang kurang baik.
Penyakit ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah keluarga
miskin.  Keluarga miskin sangat erat hubunganya dengan ekonomi rendah,
sehingga host dengan kondisi ekonomi rendah untuk memenuhi kebutuhan
pangan hanya seadanya tidak memperhatikan zat-zat gizi yang terkandung
dalam makanan ditambah dengan sanitasi atau air bersih yang tidak
memadahi dan keadaan rumah yang kurang baik. Hal ini menyebabkan host
rentan terkena penyakit gizi buruk terutama balita, karena balita daya tahan
tubuhnya masih rentan.

2.5. Riwayat Alamiah Penyakit Gizi Buruk

1. Fase Rentan
Terjadi karena tidak adanya kesimbanganan antara host, agent, dan
environment. Misalnya host memakan makanan yang kurang zat gizinya
sehingga zat gizi didalam tubuh host lama kelamaan berkurang.

2. Fase Presymtomatic
Saat zat gizi dalam tubuh host berkurang maka akan terjadi
perubahan faali dan metabolis.
3. Fase Klinik
a. Kwashiorkor
b. Marasmus
c. Marasmus-Kwashiorkor

4. Fase Terminal
Penanggulangannya secara intensif dan hasilnya ada empat
kemungkinan yaitu sembuh, cacat, sakit kronis dan kematian.

Model Epidemiologi yang Digunakan

Gizi buruk merupakan penyakit tidak menular. Host dapat mengalami  gizi
buruk karena terpengaruh banyak faktor dan diantara banyak faktor tidak ada yang
dominan, semuanya saling berkaitan baik memperkuat maupun melemahkan.
Sehingga model epidemiologi yang digunakan penyakit gizi buruk adalah web
causation atau jaring-jaring sebab akibat.

2.6. Penanggulangan Gizi Buruk

Banyaknya masalah gizi buruk yang terjadi di Indonesia membuat


beberapa ahli membuat metode untuk mengurangi masalah tersebut. Berikut
beberapa cara untuk menanggulangi masalah tersebut :

1. Asupan Gizi
Banyaknya produk suplemen vitamin yang kini beredar secara bebas
bisa berdampak baik sekaligus berdampak buruk. suatu produk suplemen
harus menjalani uji klinis dulu sebelum dipasarkan. kita tidak terlena begitu
saja dengan rayuan iklan yang terlalu bombastis. Tapi di sisi lain produk
suplemen yang memang bisa dipercaya kebenarannya sangat berguna bagi
kebanyakan orang yang tidak sempat mendapatkan gizi tersebut dari makanan
sehari-hari.
Lebih baik kalau berbagai kebutuhan gizi didapat dari makanan
langsung, bukan asupan atau suplemen yang dijual bebas. Sebab tak seorang
pun yang bisa menjamin keamanannya, Kecuali kalau asupan itu memang
dianjurkan oleh dokter atau didapat dari dokter. Anak usia 0-2 tahun
sebaiknya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). ASI mengandung semua zat
yang dibutuhkan dalam perkembangan otak anak. Air susu ibu cocok sekali
untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal Banyak produk susu
kaleng atau susu formula mengandung asam linoleat, DHA dan sebagainya.
ASI juga mengandung zat anti efeksi.
Untuk memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan
asupan susu yang mudah diserap tubuh yakni Entrasol. Tiap Balita
diharuskan mengkonsumsi 60 kotak susu, dimana dalam hitungan 90 hari
berat badan anak kembali normal. Kriteria yang dicantumkan antara lain:
biasa makan beraneka ragam makanan (makan 2-3 kali sehari dengan
makanan pokok, sayur, dan lauk pauk), selalu memantau kesehatan anggota
keluarga, biasanya menggunakan garam beryodium, dan khusus ibu hamil,
didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal sampai 4 bulan
setelah kelahiran. Kriteria ini tentunya masih sulit dipenuhi oleh masyarakat
Indonesia.

Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:


a. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
c. Maturasi tulang terlambat.
d. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
e. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.

2. Langkah Pengobatan
Pengobatan pada penderita MEP tentu saja harus disesuaikan dengan
tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan
perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein
sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal. Langkah penanganan harus
didasarkan pada penyebab serta kemungkinan pemecahnya.
Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-
masing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun
sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh.
Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status gizi anak
tersebut terus diperbaiki hingga sembuh. Memulihkan keadaan gizinya dengan
cara mengobati penyakit penyerta, peningkatan taraf gizi, dan mencegah gejala
atau kekambuhan dari gizi buruk.

2.7. Prevalensi
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, berbagai upaya
intervensi perbaikan gizi yang dilakukan pemerintah berhasil menurunkan jumlah
kasus gizi kurang dan gizi buruk balita dalam beberapa tahun terakhir.
"Capaiannya sudah signifikan, tapi memang belum bisa langsung membuatnya
jadi tidak ada karena untuk itu memang butuh waktu lama," katanya. Ia
menjelaskan, penanganan gizi buruk membutuhkan dana yang cukup besar,
sehingga perlu dukungan dana dari pemerintah pusat. Kasus gizi buruk dan gizi
kurang pada balita yang pada 2004 sebanyak 5,1 juta telah turun menjadi 4,4 juta
pada 2005 dan kembali turun menjadi 4,2 juta pada 2006. "Tahun 2007 angkanya
juga turun lagi menjadi 4,1 juta.
Mengalami penurunan bermakna dalam tiga tahun terakhir. Menurut
Laporan Kasus Gizi Buruk Dinas Kesehatan Provinsi yang disampaikan ke
Departemen Kesehatan pada 2005, jumlah kasus gizi buruk pada balita yang
ditemukan dan ditangani sebanyak 76.178 kemudian turun menjadi 50.106 pada
2006 dan turun lagi menjadi 39.080 pada 2007. Jumlah temuan kegiatan
surveilans itu lebih rendah dibandingkan dengan target penemuan kasus gizi
buruk pada balita yang pada 2005 seharusnya sebanyak 180.000 kasus, 94.000
kasus pada 2006 dan 75.000 kasus pada 2007.
Guna menurunkan jumlah kasus gizi buruk seperti yang telah ditargetkan,
yakni menjadi 20 persen dari total balita pada 2009, pemerintah telah melakukan
upaya penanggulangan masalah gizi jangka pendek, menengah dan panjang.
Targetnya tahun 2009 bisa turun menjadi 20 persen dari jumlah balita, upaya
jangka pendeknya antara lain perawatan kasus sesuai prosedur di rumah sakit
secara gratis, pemberian makanan bergizi tinggi bagi balita dari keluarga kurang
mampu dan surveilans kasus secara periodik melalui Posyandu, serta pemberian
makanan pendamping ASI gratis bagi bayi usia 6-24 bulan dari keluarga kurang
mampu.
Jangka menengah memberdayakan masyarakat untuk memperbaiki pola
asuh pemeliharaan bayi seperti promosi pemberian ASI eksklusif selama enam
bulan dan penimbangan berat badan bayi secara rutin untuk deteksi dini kasus,
pemerintah juga berusaha meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang
bermutu melalui pembentukan Pos Kesehatan Desa, penempatan bidan di desa,
peningkatan kemampuan tenaga kesehatan, penguatan Puskesmas dan
pembentukan tim kesehatan keliling di daerah terpencil.
Setiap tahun juga telah meningkatkan alokasi anggaran untuk perbaikan
gizi. Jika pada 2005 alokasi dana untuk perbaikan gizi hanya Rp175 miliar, maka
2006 ditingkatkan menjadi Rp582 miliar dan kembali ditingkatkan menjadi
Rp600 miliar pada 2007. "Tahun 2008 ini besaran anggarannya masih dibahas,
tapi dipastikan tidak akan lebih rendah dari Rp600 miliar," Dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2008 pemerintah mengalokasikan 2,3 persen
untuk biaya kesehatan. Dengan strategi dan langkah yang telah diterapkan,
pemerintah optimistis bisa menurunkan kasus gizi buruk dan kurang pada balita
sesuai target.

2.8. Pencegahan Gizi Buruk

Pencegahan primer :
1. Promosi kesehatan :
a. Penyuluhan gizi masyarakat baik di Puskesmas maupun di luar
Puskesmas tentang pentingnya vitamin A dan zat besi dan sumber
makanan yang mengandung zat tersebut serta tentang pentingnya ASI
eksklusif.

1) Pemantauan kadarzi (Keluarga Sadar Gizi)


2) Penyebarluasan pedoman umum gizi seimbang (PUGS)

2. Proteksi Spesifik :
a. Pemberian kapsul vitamin A untuk mencegah kekurangan vitamin
A pada bayi, balita dan ibu nifas serta pemberian tablet Fe untuk
mencegah anemia pada ibu hamil. Tablet Fe diberikan secara rutin
kepada bumil melalui bidan desa yang sudah ditunjuk sehingga
tidak perlu lagi ke puskesmas.

1. Memberikan makanan tambahan yang mengandung kalori


dan protein pada anak sekolah.

Pencegahan sekunder

1. Deteksi Dini :
a. Pemantauan tumbuh kembang balita (penimbangan dan pelayanan
terpadu) di Posyandu setiap bulan.
b. Pemantauan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), kurang
energi kalori (KEK), kurang energi protein (KEP) dan pemantauan
status gizi (PSG).
c. Pemantauan pola konsumsi pangan keluarga.
d. Pemantauan bumil KEK dari saat hamil hingga melahirkan.
e. Pemantauan garam beryodium dan distribusi kapsul yodium.
f. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) dan berat badan (BB) pada ibu
hamil secara rutin.
2. Pengobatan Tepat :
a. Pengobatan kasus gizi buruk, kunjungan rumah bila menemukan
kasus.
b. Memberikan bahan makanan kepada keluarga dengan anggota gizi
kurang.

Pencegahan tersier

1. Pemberian pendidikan di sekolah luar biasa kepada penderita dengan gizi


kurang yang mengalami kecacatan seperti kebutaan, idiot atau retardasi
mental.

BAB 3
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

3.1 Kasus
Keluarga Tn.D (37 Tahun) memiliki istri yang bernama Ny.E yang berusia 34
tahun, mempunyai 2 orang anak. Anak pertama bernama An.S berusia 9 tahun
yang sedang duduk di bangku sekolah dasar dan anak ke 2 bernama Balita F
berusia 25 bulan. Balita F menderita gizi kurang. Setiap bulan Balita F dibawa
ke posyandu oleh ibunya. Berat badan balita.F 8.2 Kg. Ny.E mengatakan
bahwa Balita.F susah jika diberi makan nasi. Dia hanya mau memakan
makanan yang manis, gorengan dan makanan ringan saja.

3.2 Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Data Umum
1. Nama kepala keluarga : Tn. D
2. Alamat dan telepon : Kp. Pasir koja RT 04 RW 16 No.
70 Surabaya
3. Pekerjaan Kepala Keluarga : Pemancing ikan
4. Pendidikan Kepala Keluarga : SMP

5. Komposisi Keluarga dan Genogram :


Tpt, tgl
Jenis Hub. Dgn Pendi
No Nama Lahir Pekerjaan
Kelamin Keluarga dikan
Umur
1. Tn.D P Kepala Bandung, 4 Mancing SMP
keluarga Januari
1978
37 Tahun

3. Ny. E P Istri Bandung, Ibu Rumah SMA


25 Oktober Tangga
1980
34 Tahun
4. An. S P Anak Bandung, Pelajar -
13 Juni
2005
9 Tahun
5. Balita. P Anak Bandung, - -
F 12 Februari
2013
2 Tahun

Tn. H
Ny. Tn. Y
67 th Ny.
S Y

Paru-paru
DM asam urat
Ny. Tn.A Ny.E Tn. D
P 37 th Tn.w
38 36 th 34 th
32th

An.S
Blt.f
9th 2th

Gizi kurang

Laki-laki Perempuan Meninggal Klien yang


Diidentifikasi

Kawin Anggota Serumah

1. Tipe Keluarga : Keluarga Besar


2. Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
3. Agama : Islam
1. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Tn. D bekerja sebagai pemancing di kolam yang tak jauh dari
rumahnya dan Ny. E Ibu Rumah Tangga yang mengasuh anaknya di
rumah. Penghasilan kelurga kurang lebih Rp. 600.000,- tiap bulannya.
Keluarga mengganggap kebutuhan belum bisa terpenuhi dengan
penghasilan tiap bulannya untuk kebutuhan sehari-hari dan
menyekolahkan anaknya.
2. Aktifitas Rekreasi Keluarga
Keluarga tidak mempunyai jadwal rekreasi. Keluarga jarang berlibur
keluar rumah tetapi setiap malam keluarga Tn.D selalu menyempatkan
untuk makan bersama.

3.3 Riwayat dan tahap Perkembangan Keluarga


3.3.1 Tahap perkembangan keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Kelurga Tn. D memiliki 1 Istri dan 2 orang anak. Anak pertama bernama An.S
berusia 9 tahun dan anak kedua bernama Balita. F berusia 25 bulan, maka
keluarga Tn. D berada pada tahap perkembangan keluarga dengan anak usia
sekolah.
2. Tahap Perkembangan Keluarga yang belum terpenuhi
Tn. D memiliki 2 orang anak. Anak ke 2 mengalami susah makan, Balita. F
hanya mau makan makanan yang manis, gorengan dan makanan ringan
sehingga susah untuk makan nasi. Setiap bulan Balita.F selalu ke posyandu
dengan diantar oleh Ny.E. Ketika ditimbang kader posyandu selalu
mengatakan bahwa berat badan balita.F kurang dari batas BB seusia 2 tahun

3.3.2 Riwayat Keluarga


1. Riwayat Keluarga Inti
Tn. D tidak memiliki riwayat penyakit apapun, dan Istrinya Ny. S
tidak memiliki riwayat penyakit. Anak pertamanya An.S sehat dan
tidak mempunyai riwayat penyakit berat. Sakit yang diderita An.S
hanya demam, batuk dan pilek. Gizi kurang yang dialami anak ke 2
dari Tn.D dan Ny.E ini diketahui sejak lama karena sering menimbang
BB anaknya di posyandu
2. Riwayat Keluarga Sebelumnya
Dalam kelurga Tn. D Ibunya sudah meninggal karena memiliki
riwayat penyakit Paru-paru dan dalam Keluarga Ny. E Ayahnya
memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus dan Ibu Ny. E memiliki
riwayat penyakit asam urat. Kedua orang tua Ny.E sudah meninggal

3.4 Pengkajian Lingkungan


1. Karakteristik Rumah
Rumah yang memiliki Luas 80 m2 dengan tipe 18, dan memiliki 1
lantai yang terdiri dari: ruang tamu, 2 Kamar tidur, 1 kamar mandi dan
dapur,. Jumlah jendela ada 2, dan terdapat ventilasi di depan. Jarak
septic tank dengan sumber air sekitar 2,5 m. Sumber air minum dan
air untuk masak yang digunakan berasal dari sumur milik sendiri yang
letaknya ada di dalam jamban. Berikut denah rumah Tn. D :

Dapur Jamban
Kamar Kamarr

Ruang Tamu

Kandang
Ayam

2. Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW


Sebagian masyarakatnya merupakan warga asli, dan merupakan
kalangan menengah kebawah. Dimana banyak penduduk yang bekerja
seharian sebagai buruh pabrik dan berdagang. Di RW 16 tempat
tinggalnya merupakan perumahan padat penduduk yang berhimpitan.
Kebanyakan rumah tipe 18 yang ditempati oleh warga RW 16.
2. Mobilitas geografis keluarga
Keluarga Tn.D belum pernah berpindah-pindah rumah. Lingkungan
tempat tinggal jauh dari jalan besar yang dilewati oleh kendaraan
umum. Alat transportasi yang digunakan adalah motor atau terkadang
berjalan kaki jika bepergian dengan jarak yang dekat. Jarak dengan
tempat pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Dokter sekitar rumah)
kurang lebih 2 km dan jarak ke posyandu sekitar 100 m.
3. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga memiliki waktu untuk berkumpul dimana untuk
mempertahankan hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga.
Setiap malam keluarga Tn.D selalu menyempatkan waktu untuk
makan malam bersama. Biasanya setiap siang Ny.E suka menyuapi
Balita.F di luar rumah sambil bermain dengan teman sebaya Balita.F.
Ny. E sangat dekat dengan tetangga sebelah rumah.
4. Sistem Pendukung keluarga
Pendukung keluarga adalah adik, kakak dan juga saudara-saudara
yang selalu memberi dukungan berupa semangat saat menjalankan
aktivitas.

3.5 Struktur Keluarga


1. Pola Komunikasi Keluarga
Komunikasi yang digunakan adalah secara verbal dengan
menggunakan bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia. Komunikasi
menggunakan dua arah dan anggota keluarga selalu menghormati
orang yang sedang berbicara dalam artian jika ada orang yang sedang
berbicara maka yang lain mendengarkan tidak boleh memotong
pembicaraan tersebut.

2. Struktur Kekuatan Keluarga


Dalam keluarga Tn. D yang mengambil keputusan adalah Tn. D
selaku kepala rumah tangga. Akan tetapi jika ada masalah selalu di
bicarakan terlebih dahulu kepada istrinya karena kedua anaknya masih
kecil.

3. Struktur Peran
Tn. D berperan sebagai kepala keluarga, Ny. S juga berperan sebagai
Ibu rumah tangga. Biasanya Ny. S bekerja mengurus segala kebutuhan
suami dan kedua anaknya mulai dari memasak, mencuci dan
mengasuh anak balitanya mulai dari pagi hari sampai sore hari.
4. Nilai dan norma keluarga
Di dalam keluarga tidak ada nilai maupun norma yang bertentangan
dengan kesehatan. Keluarga menganggap kesehatan itu sangatlah
penting.
5. Fungsi Keluarga
a) Fungsi Afektif
Tn.D merupakan keluarga yang menyenangkan meskipun hidup dalam
keadaan ekonomi yang kurang dari cukup. Ny.E istrinya dan kedua
anaknya yang selalu menghormati dan menyayangi mereka. Tn.D
selalu mengajarkan kepada anaknya untuk menghormati orang yang
lebih tua dan saling menyayangi satu sama lain.
b) Fungsi Sosialisasi
Keluarga Tn.D mengatakan bahwa cara menanamkan hubungan
interaksi sosial pada anaknya dengan tetangga dan masyarakat yaitu
dengan menganjurkan anaknya berpartisipasi dalam lingkungan
sekitar misalnya jika di RW mereka selalu ada perlombaan Tn.D
selalu menganjurkan anaknya untuk mengikuti lomba tersebut.
c) Fungsi Perawatan Kesehatan
a. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
Keluarga mengetahui jika ada anggota keluarga yang menderita gizi
kurang. Tn.D dan Ny.E mengetahui bahwa anak ke 2 nya menderita
gizi kurang setelah rutin menimbang BB nya di posyandu dekat
rumahnya. Keluarga belum mengetahui penyebab dan bagaimana
upaya agar anaknya tersebut mau makan nasi atau makanan pokok
lainnya tidak hanya makanan manis yang anaknya sukai saja.
b. Kemampuan keluarga untuk mengambil keputusan untuk mengatasi
masalah kesehatan
Keluarga belum mampu mengambil keputusan untuk mengatasi
masalah kesehatannya karena belum mengetahui banyak tentang
masalah penyakit yang dialami balita.F.
c. Kemampuan keluarga melakukan perawatan
Keluarga belum mampu merawat anggota keluarga yang menderita
gizi buruk, karena keluarga saja kebingungan karena anaknya susah
untuk disuruh makan nasi dan makanan pokok lainnya. Yang
keluarganya ketahui hanya banyak makan makanan saja tanpa tahu
makanan yang seimbang untuk balita.
d. Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan
Keluarga belum mampu memodifikasi lingkungan, lingkungan di
rumahnya kurang sehat. Di depan rumahnya terdapat kandang ayam
dan jambannya pun tidak sehat
e. Kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
Keluarga selalu memanfatkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi
masalah kesehatan yang dialami oleh anaknya, tetapi terkadang
keluarga mempunyai kesulitan ekonomi jika berobat ke puskesmas
karena keluarga tidak mempunyai asuransi, BPJS ataupun jamkesmas.

1. Fungsi reproduksi
Tn. D memiliki 2 orang anak, dimana anak pertamanya yang bernama
An.S belum mengalami menstruasi karena umurnya yang masih 9
tahun. Istrinya Ny. S belum mengalami menopause.
2. Fungsi Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya keluarga Tn.D
termasuk kurang dari cukup karena Tn.D seorang pemancing yang
gaji per bulannya tidak tentu.

6. Stress dan Koping Keluarga


a) Stressor jangka pendek dan panjang
Untuk saat ini Ny.E sering merasa kebingungan jika anaknya tidak
mau makan nasi hal ini terkadang mengganggu aktivitasnya sehari-
hari sebagai ibu rumah tangga. Keluarga merasakan adanya masalah
yang membutuhkan penyelesaian.
b) Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Ny.E mengatakan bahwa terkadang dirinya selalu memikirkan
masalahnya sampai berlarut-larut dalam arti dia adalah orang yang
sulit mengambil keputusan dan terlalu cemas terkait gizi kurang yang
dialami anaknya.
3. Strategi koping yang digunakan
Koping yang digunakan jika ada masalah adalah dengan cara meminta
pendapat dari suaminya.
4. Strategi adaptasi disfungsional
Dalam beradaptasi dengan masalah yang ada keluarga menggunakan
adaptasi yang positif. Karena keluarga menyadari jika menggunakan
kekerasan dalam menyelesaikan masalah tidak akan dapat
menyelesaikan masalah justru akan semakain berlarut-larut dan
semakin rumit.
5. Harapan Keluarga
Keluarga menginginkan petugas kesehatan/mahasiswa dapat
memberikan penjelasan dan informasi tentang kesehatan khususnya
tentang gizi kurang mulai dari upaya agar anak mau makan sampai gizi
yang seimbang untuk balita, sehingga tidak timbul masalah gizi kurang
kembali. Dan keluarga berharap di hidup bahagia bersama anggota
keluarga dan semua anggota keluarga sehat.

3.6 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Nama Anggota Keluarga
Fisik Tn. D Ny. E An.S Balita.F
TD 130/80 110/70 mmHg - -
mmHg
N 86x/mnt 90x/mnt 78 x/mnt 86x/mnt
RR 18x/mnt 20x/mnt 24x/mnt 22x/mnt
BB 62 kg 51 kg 30 kg 8.2 kg
Rambut Bersih Bersih Bersih Bersih
Konjungtiva Tidak anemis Tidak anemis Tidak anemis Tidak anemis
Sklera Tidak ikterik Tidak ikterik Tidak ikterik Tidak ikterik
Hidung Bersih Bersih Bersih Bersih
Telinga Bersih Bersih Bersih Bersih
Mulut Mukosa bibir Mukosa bibir Mukosa bibir Mukosa bibir
lembab lembab lembab kering
Leher Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
pembesaran pembesaran pembesaran pembesaran
kelenjar thyroid kelenjar kelenjar kelenjar
thyroid thyroid thyroid
Dada Tidak ada suara Tidak ada Tidak ada Tidak ada
nafas tambahan suara nafas suara nafas suara nafas
detak jantung tambahan, tambahan, tambahan,
regular. detak jantung detak jantung detak jantung
regular. regular. regular.
Abdomen Simetris, tidak Simetris, tidak Simetris, tidak Simetris, tidak
ada nyeri tekan ada nyeri tekan ada nyeri tekan ada nyeri tekan
Ekstremitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
varises, tidak varises, tidak varises, tidak varises, tidak
ada edema ada edema ada udema, ada edema
Kulit Sawo matang Sawo matang Sawo matang Sawo matang
Turgor kulit Baik Baik Baik Baik
Keluhan - - - -

3.8 Diagnosa Keperawatan


3.9 Intervensi

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu : masalah social, ekonomi,


biologi, dan lingkungan. Kemiskinan salah satu determinan social - ekonomi,
merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, dan tidak
sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak. Kurang kalori protein
sesungguhnya berpeluang menyerap siapa saja, terutama bayi dan anak yang
tengah tumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia
kurang dari 1 tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka
berusia 18 bulan. Penilaian status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang
menjamin setiap anggota masyarakat mendapatkan makanan yang cukup jumlah
dan mutunya. Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap
hari. Kecukupan zat gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak.Kasus
gizi buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja. Tetapi karena
proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai
puncaknya. Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena
berbagai penelitian menunjukan adanya efek jangka panjang terhadap
pertumbuhan dan perkembangan otak manusia

4.2 Saran
Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi
buruk terlambat seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat
penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi
buruk merebak barulah pemerintah melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan
pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri.
Sebab, perilaku masyarakat yang sudah membudaya selama ini adalah, anak-anak
yang menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu
hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang
diberikan. Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data
dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat
menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai