Anda di halaman 1dari 3

Doa ku untuk mu dan untu ku dan untuk kita 

Kita masih sama-sama di dunia. Bedanya aku di sini, kamu di sana, Dia di sana. Aku, kamu, Dia hanya
terpisahkan jarak. Sedekat apapun, kita tetap terpisah. Terpisah oleh ketentuan-Nya, kita tetap terpisah tak
peduli sedekat apapun kita, oleh asa menjaga diri, menjaga hati. Aku, kamu, Dia, punya hati, yang Allah titipkan
untuk dibesarkan, didewasakan, diajarkan melalui sajak-sajak kehidupan, seni ujian pendewasaan. Sungguh
Tuhan begitu hebat dalam mencipta, dalam merencana.

Dahulu, hanya ada aku dan dia. Aku yang begitu mengagumi indah ahlaknya. Aku yang begitu merasa damai
ketika dekatnya, walau tak bersentuhan, pun tidak berduaan. Ketika detik genap berganti hari, hari berganti
tahun, semuanya masih sama, hingga tak lagi sama ketika akhirnya hati harus belajar mengikhlaskan. Tak peduli
seperih apapun itu. Tapi hati harus mampu, harus kuat.

Walau belum sempurna, aku jalani waktu yang diberikan untuk hanya berdua dengan-Nya, ya, walau sesekali
masih berbelok, tapi kali ini Allah cepat sekali menyadarkan, mengingatkan, melalui suratan yang tak tertulis
dalam setiap peristiwa kecil, lagi tak terduga. Begitu baik Sang Maha Cinta ini, tak peduli berapa jauh aku
pernah lari dari-Nya, nyatanya Dia masih jauh lebih dekat dari urat nadiku.

Nyatanya pepatah itu selalu benar, bahwa nantinya waktu lah yang menjadi obat. Menawar gugatan-gugatan
tak berlogika hati. Menetralisir kekecewaan akan tiada tercapainya sebuah keinginan. Mendamaikan hati
dengan hati. Walau mungkin belum sempurna, setidaknya perlahan potongan hati yang telah hilang, kembali
tumbuh perlahan. Ya, hati hanya butuh terbiasa, terbiasa untuk mengikhlaskan, dan mengikhlaskan, ketika rasa
timbul tenggelam, ketika depresi sedikit memulai debutnya, hati sungguh hanya butuh terbiasa untuk
mengikhlaskan.

Walau belum sempurna, aku sudah belajar banyak mengikhlaskan apa yang seharusnya diikhlaskan. Aku tahu,
bahwa keikhlasan dan kesabaran bukanlah pelajaran, mereka adalah kekuatan hati, dalam melepas dan
menerima, dalam menanti dan bertahan.

Hari sempurna berganti dengan hari. Hingga pada suatu ketika Allah pertemukan kita, aku dan kamu. Dalam
sebuah kegiatan yang sama-sama kita ikuti. Kegiatan muda mudi di gereja. Tepat setelah sepekan aku mencoba
untuk yang terakhir kalinya. Aku datang murni hanya ingin menemukan kedamaiaan dari senyuman-senyuman
manis mudamudi sekampung yang selama ini kurang komunikasi. Sungguh, tiada yang terjadi secara kebetulan,
setidaknya bagi aku seperti itu.

Bagiku, Allah izinkan pertemuan terjadi untuk sesuatu. Untuk memetik hikmah di balik pertemuan itu.
Sebagian orang memilih untuk begitu saja mengabaikan sebuah pertemuan, namun aku, memilih untuk tenang
mengamati apa hikmah yang sebenarnya. Walau mungkin nantinya aku harus jatuh lagi, setidaknya aku masih
memperjuangkan apa yang menurutku baik.Sampai nanti Allah akhirnya tunjukan jalan-Nya.
Petang itu, di tengah aktivitas bersama, tanpa sengaja aku memandang senyummu. Petang itu mungkin awal
mula dari semuanya. Kita masih sama-sama kaku satu sama lain. Tapi ternyata, dirimu begitu menyenangkan
diajak berbincara, ditambah lagi kesamaan minat membuat perbincangan cenderung lebih mengasyikan. Walau
begitu, aku tetap menjaga diri, diriku, juga dirimu. Petang itu, walau aku sempat terpaku, aku masih mengelak,
lebih tepatnya aku takut. Takut dan bingung, dalam menentukan apa yang terjadi petang itu. Maka aku memilih
biasa saja.

Waktu demi waktu berlalu. Aku masih seperti biasa, menjalani hidup sambil perlahan menumbuhkan potongan
hati tadi dengan sempurna. Sampai pada suatu ketika. Namun, sedikit demi sedikit engkau seolah hadir, dalam
ruang-ruang yang masih dalam perbaikan ini. Entahlah, aku hanya tidak paham.

Rasa takut mulai hadir, takut untuk memulai, takut untuk kembali berjuang, takut untuk menyapa fakta. Tapi,
sungguh, kali ini semuanya seperti dahulu, ketika aku memutuskan untuk mencoba. Bedanya kali ini aku
memilih untuk lebih bersabar menanti waktu yang paling tepat. Sambil kamu menyelesaikan hal besar yang
harus kamu urusi, aku akan tetap berjuang menetralisir keadaan hidupku. Hingga jika nanti Allah mengatakan
iya, kamu tidak perlu lagi merasakan duri perjuangan hidupku. Namun jika memang tidak, setidaknya aku
sudah melakukan hal-hal baik. Masih ada kebaikan yang mampu dituai.

Hari ini, aku putuskan, untuk sabar menanti, untuk belajar lebih banyak lagi dalam mencintai Allah. Aku biarkan
rasa ini tumbuh perlahan, tetap aku tahan agar tidak liar menyebar bak rumput liat. Agar semua tetap pada
tempat yang baik, pada niatan yang baik. Maka mulai hari ini pula, izinkanlah aku mulai menyebut namamu
dalam ruang doaku. Hingga nanti jika takdir berkenan persatukan, ketika Allah akhirnya menjawab setiap
helaan nafas keikhlasanku, ketika akhirnya Allah juga mungkin menjawab doamu. Ketika keikhlasan sempurna
bersatu padu dengan ketulusan doa

Semua berjalan dengan biasa saja. Hingga aku pun mengagumimu lagi dan lagi. Orang menganggapku aneh,
memandangku ceroboh, mengapa bisa aku mengagumi orang sepertimu. Entah mengapa, aku kagum saja
dengan kepribadianmu, sederhana, cuek dan pendiam adalah paket yang pas untukmu. Kok bisa aku
mengangumi orang yang cuek?? Entahlah,, aku ga punya banyak alasan untuk menjawab itu, dan jujur,,,
memang aku ga punya jawaban untuk mengapa aku mengagumi mu...

Waktu berjalan dengan sendirinya, hingga akhirnya kita sepakat untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dari
seorang teman, kita menamainya pacaran. Sungguh tak kuduga, hingga sampai saat ini kita masih tetap
berjalan di koridor yang sama. Dan kamu tahu apa harapanku untuk hubungan kita?

Aku ingin kita sama-sama melayani Tuhan. Bukan berarti kamu harus jadi pelayan, layaknya aku yang akan
menjadi seorang Bibelvrouw, tapi aku ingin kamu juga mengerti bahwa aku ingin kamu mendukungku dalam
pelayananku nantinya. Itu kita berarti sama-sama melayani Tuhan. Bersiapkah kamu dengan syaratku ini???
hehehehhee.....maaf aku terlalu disiplin untuk hal ini

Aku hanya ingin hubungan yang harmonis, yang kalau menyelesaikan masalah dengan menggunakan kepala
dingin dan hasilnya dapat menjadi berkat. Aku ingin menjadi seseorang yang dalam, kehadiranku mampu
menjadi berkat bagi orang lain, dan aku ingin kamu orang yang kukasihi juga terberkati denganku.

Allah mengasihimu, dan aku juga.

Anda mungkin juga menyukai