Anda di halaman 1dari 18

1.

Pengertian Mobilisasi
 Mobilisasi adalah gerak yang beraaturan, terorganisasi, dan teratur
 Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas ( Musrifatul
Uliyah dan A. Aziz. A. H., 2007;10)
 Mobilisasii merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas
mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya.
 Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan teratur
untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi yang
mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas. (Perry
dan Potter, 1994)
 Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan
kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

2. Tujuan Mobilisasi
 Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
 Untuk mencegah terjadinya trauma
 Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
 Untuk mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari hari
 Untuk mencegah hillangnya kemampuan fungsi tubuh

3. Perubahan Sistem Tubuh akibat Imobilisasi


a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas
akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum
berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema,
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein
dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas
dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan
proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya
lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
 Gangguan Muskular : menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas,
dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
 Gangguan Skeletal : adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan
skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
1. Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
 Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung
kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini.
Contoh: sakrum, pada sendi vertebra
 Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan,
tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang
mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal
antara sternum dan iga.
 Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua
permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran.
Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat
bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang
pada kaki bawah (tibia dan fibula
 Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang
dapat digerakkan secara bebas di mana permukaan tulang yang
berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh
ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi
pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang
pada jari.
2. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan
tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi
dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen
non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord
(tulang belakang) saat punggung bergerak.
3. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak
elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya
tendon akhiles/kalkaneus.
4. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung,
dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer.
Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan
penyakit, seperti osteoarthritis. Sistem saraf mengatur pergerakan dan
postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di konteks serebral,
yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
5. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot
dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya: proprioseptor
pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika
berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki
secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan
informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena
menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku
k. Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
4. Etiologi
a. Gaya hidup
Tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang
akan diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
b. Proses penyakit/ cidera
Penyakit tertentu akan mrmpengaruhi mobilitas sesorang. Misal, patah tulang akan
kesulitan mobilisasi secara bebas.
c. Kebudayaan
Mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktivitas.
d. Tingkat energi
Sangat jelas berbeda energi antara orang sehat dan orang sakit untuk melakukan
mobilisasi.
e. Usia dan status perkembangan
 Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas lentur dan
persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku karena kepala dan
tubuh bagian atas dibawa ke depan dan tidak seimbang sehingga mudah
terjatuh. Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang
belakang servikal dan lumbal lebih nyata
 Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan tungkai
tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat, berakibat pada
perkembangan postur dan peningkatan kekuatan otot. Koordinasi yang
lebih baik memungkinkan anak melakukan tugas-tugas yang membutuhkan
keterampilan motorik yang baik.
 Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu
dibanding yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak disimpan di lengan atas,
paha, dan bokong. Perubahan laki-laki pada bentuk biasanya menghasilkan
pertumbuhan tulang panjang dan meningkatnya massa otot. Tungkai
menjadi lebih panjang dan pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan
otot meningkat di dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.
 Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal pada
tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi terutama pada
wanita hamil. Perubahan ini akibat dari respon adaptif tubuh terhadap
penambahan berat dan pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi berpindah ke
bagian depan. Wanita hamil bersandar ke belakang dan agak berpunggung
lengkung. Dia biasanya mengeluh sakit punggung.
 Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada orangtua.
Misal, Intoleransi aktifitas, Gangguan neuromuskuler,Gangguan muskulus
5. Tanda dan Gejala
a. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera
b. Penurunan atau tidak adanya nadi pada bagian yang tidak cidera, pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang terkena
c. Keterbatasan rentang gerak
d. Nyeri berat tiba – tiba pada saat cidera
e. Kram otot
f. Pendarahan dan perubahan warna
g. Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena. ( Marlyne E.
Doengoes, 769)

6. Manifestasi Klinik
a. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi
b. Postur abnormal:
 Tortikolis: kepala miring pada satu sisi, di mana adanya kontraktur pada
otot sternoklei domanstoid
 Lordosis: kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/ anterior
 Kifosis: peningkatan kurva spinal torakal
 Kipolordosis: kombinasi dari kifosis dan lordosis
 Skolioasis: kurva spinal yang miring ke samping, tidak samanya tinggi hip/
pinggul dan bahu
 Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan lateral
 Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan
saraf peroneal
c. Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi karena gangguan
yang disebabkan oleh degenerasi serat otot skeletal
d. Kerusakan sistem saraf pusat.
e. Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah urat, dan fraktur.
f. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional, intelektual,
sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang paling umum adalah depresi,
perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-bangun, dan gangguan koping.

7. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem
pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.

Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik).

Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah
rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan
ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ
vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.

8. Proses Terjadinya Gangguan Pemenuhan Mobilisasi


Immobilisasi

Peningkatan Atrofi otot

Kelemahan Asupan nutrisi

akibat anoreksia dan

pembatasan menurun

Kehilangan massa Keseimbangan lebihlanjut


nitrogen negatif

9. Komplikasi
a. Atelektasis
b. Pneumonia
c. Sulit buang air besar (BAB dan buang air kecil (BAK).
d. Distensi lambung
e. Nadi meningkat dan irama tidak teratur
f. TD menurun

10. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik
1. TTV : TD, Nadi, RR, suhu
2. Ekstermitas
 Kelemahan
 Gangguan sensorik
 Tonus otot dan kekuatan otot
 Kemampuan jalan dan berdiri
3. Tingkat kesadaran
4. Postur atau bentuk tubuh
 Scoliosis
 Kiposis
 Lordosis
5. Cara berjalan
b. Sinar X tulang
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan perbuatan hubungan tulang.
c. Laboratorium
Darah rutin, faktor pembekuan darah golongan darah crostet dan analisa.
d. Radiologis
 Dua gambar, anterior posterior (AP) dan lateral
 Memuat 2 sendi diroksimal dan distol fraktur
 Memuat gambar foto 2 ekstremitas, yaitu ekstremitas yang kena cidera dan
ekstremitas yang tidak terkena cidera (pada anak dilakukan 2 kali yaitu
sebelum tindakan dan sesudah tindakan).

11. Penatalaksanaan Medis


a. Terapi
Penatalaksana Umum
 Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
 Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
 Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
 Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan
dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/
kondisi penyetara lainnya.
 Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
 Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
 Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
 Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu
berdiri dan ambulasi.
 Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
Penatalaksanaan Umum
b. Membantu pasien duduk di tempat tidur.
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas
pasien. Tujuan :

1) Mempertahankan kenyamanan
2) Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
3) Mempertahankan kenyamanan
c. Mengatur posisi pasien di tempat tidur
1. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk Tujuan :

a) Mempertahankan kenyamanan
b) Menfasilitasi fungsi pernafasan
2. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri Tujuan :
a) Melancarkan peredaran darah ke otak
b) Memberikan kenyamanan
c) Melakukan huknah
d) Memberikan obat peranus (inposutoria)
e) Melakukan pemeriksaan daerah anus
3. Posisi trendelenburg adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan
bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki. Tujuan : untuk melancarkan
peredaran darah.
4. Posisi dorsal recumbent adalah posisi pasien ditempatkan pada posisi
terlentang dengan kedua lutut fleksi di atas tempat tidur Tujuan :

a) Perawatan daerah genetalia


b) Pemeriksaan genetalia
c) Posisi pada proses persalinan
5. Posisi litotomi adalah posisi pasien yang ditempatkan pada posisi terlentang
dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas abdomen Tujuan :
a. Pemeriksaan genetalia
b. Proses persalinan
c. Pemasangan alat kontrasepsi
6. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada bagian atas tempat tidur. Tujuan :
Memudahkan pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina

d. Memindahkan pasien ke tempat tidur/ke kursi roda


Tujuan :
1) Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur
2) Mempertahankan kenyamanan pasien
3) Mempertahankan kontrol diri pasien
4) Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
e. Membantu pasien berjalan Tujuan :
1) Toleransi aktifitas
2) Mencegah terjadinya kontraktur sendi
f. Program Latihan Pergerakan Sendi (ROM)
1. Fleksi adalah pergerakan yang memperkecil sudut persendian. Misal,
Fleksi pergelangan tangan dan leher
2. Ekstensi adalah pergerakan yang memperbesar sudut persendian. Misal,
ekstensi pergelangan tangan dan leher
3. Adduksi adalah pergerakan mendekati garis tengah tubuh. Misal, adduksi
tangan dan jari jari
4. Abduksi adalah pergerakan menjauhi garis tengah tubuh. Misal, abduksi
tangan dan jari jari
5. Rotasi adalah pergerakan memutari pusat aksis dari tulang. Misal, rotasi
leher
6. Eversi adalah perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar bergerak
membentuk sudut dari persendian. Misal, eversi kaki dan jari jari
7. Inversi adalah perputaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak
membentuk sudut daru persendian. Misal, inversi kaki dan jari jari
8. Pronasi adalah pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan
bergerak ke bawah. Misal, pronasi telapak tangan.
9. Supinasi adalah pergerakan telapak tangan di mana permukaan tangan
bergerak ke luar. Misal, supinasi telapak tangan.
g. Ambulasi dini
h. Latihan isotonik dan isometrik
i. Latihan Nafas Dalam dan Batuk efektif
j. Mobilisasi Post Operasi dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap
mobilisasi Post Operasi pada pasien post operasi seksio sesarea :
 Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi seksio sesarea
harus tirah baring dulu. Mobilisasi Post Operasi yang bisa dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta
menekuk dan menggeser kaki.
 Setelah 6-10 jam, diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan
mencegah trombosis dan trombo emboli.
 Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.
 Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan
12. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1. Usia.
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas,
terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan
individu.
2. Riwayat keperawatan Sekarang
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada
sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam
melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan
klien dan lain-lain
3. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas.
4. Riwayat Keperawatan Keluarga.
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya
riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
5. Pemeriksaan fisik :
 Kemampuan Mobilitas

 Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas

Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh


Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang


Tingkat 3 lain Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan

 Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah seperti
bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki dengan derajat rentang
gerak normal yang berbeda pada setiap gerakan (Abduksi,
adduksi, fleksi, ekstensi, hiperekstensi).
 Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas dapat berhubungan dengan
perubahan sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular.
 Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinai
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara
bilateral atau tidak.
Skala Prosentase Kekuatan Karakteristik
Normal

0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan tahanan penuh

a. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis
klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping
yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain. Misal,
perubahan perilaku peningkatan emosi.
b. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak
yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan
sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik
dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain
c. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang
dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah
klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).

13. Diagnosa Keperawatan


a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan mobilisasi
b. Nyeri akut
c. Intoleransi aktivitas
d. Defisit perawatan diri
14. Perencanaan Keperawatan
Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

Description: Description: Stikes01

RENCANA KEPERAWATAN

NO DX
DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan sensori persepsi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam klien menunjukkan:
§ Mampu mandiri total
§ Membutuhkan alat bantu
§ Membutuhkan bantuan orang lain
§ Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
§ Tergantung total
Dalam hal :
§ Penampilan posisi tubuh yang benar
§ Pergerakan sendi dan otot
§ Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan, kursi roda
Latihan Kekuatan
§ Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin

Latihan untuk ambulasi


§ Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga.
§ Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
§ Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.

Latihan mobilisasi dengan kursi roda


§ Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
§ Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh
§ Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda

Latihan Keseimbangan
§ Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.

Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar


§ Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
§ Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

2
Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama …. x 24 jam:
v Pain Level,
v Pain control,
v Comfort level
Kriteria Hasil :
§ Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
§ Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
§ Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
§ Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
§ Tanda vital dalam rentang normal

Pain Management
§ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§ Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
§ Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
§ Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
§ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§ Kurangi faktor presipitasi nyeri
§ Ajarkan tentang teknik non farmakologi
§ Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
§ Tingkatkan istirahat
§ Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
§ Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

3
Intoleransi aktivitas berhubungan denganKelemahan umum
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama …. x 24 jam :
§ Klien mampu mengidentifikasi aktifitas dan situasi yang menimbulkan kecemasan yang
berkonstribusi pada intoleransi aktifitas.
§ Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, N, RR dan
perubahan ECG
§ Klien mengungkapkan secara verbal, pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan dan atau alat yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktifitas.
§ Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan atau dengan bantuan
minimal tanpa menunjukkan kelelahan
Managemen Energi
§ Tentukan penyebab keletihan: :nyeri, aktifitas, perawatan , pengobatan
§ Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
§ Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan aktifitas.
§ Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas : takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis,
pucat.
§ Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke adekuatan sumber energi.
§ Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama jantung, frekuensi Respirasi
terhadap aktifitas perawatan diri.
§ Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada tempat yang mudah dijangkau
§ Kelola energi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan makanan, cairan, kenyamanan /
digendong untuk mencegah tangisan yang menurunkan energi.
§ Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.

Terapi Aktivitas
§ Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi.
§ Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat.
§ Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal: ambulasi, berubah posisi, perawatan personal,
sesuai kebutuhan.
§ Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang adekuat
§ Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi, sesuai indikasi

4
Defisit perawatan diri berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama... x24 jm
Klien mampu :
§ Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku, penis/vulva, rambut, berpakaian,
toileting, makan-minum, ambulasi
§ Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
§ Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
§ Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus
§ Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
§ Melakukan keramas, bersisir, bercukur, membersihkan kuku, berdandan
§ Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu
§ Mengosongkan kandung kemih dan bowel
Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penil/vulva, rambut, kulit
§ Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus
§ Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan
mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi
§ Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene sesudah makan dan bila perlu
§ Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan mukosa mulut, dan
gangguan integritas kulit.

Bantuan perawatan diri : berpakaian


§ Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri
§ Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada ektremitas yang sakit/
terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang longgar
§ Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan aktivitas berpakaian sesuai
indikasi

Bantuan perawatan diri : Makan-minum


§ Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan
§ Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
§ Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan
Bantuan Perawatan Diri: Toileting
§ Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik (inkontinensia), kognitif (menahan untuk
toileting), fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas)
§ Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga privasi
selama toileting
§ Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah dijangkau
§ Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara teratur

a. Rencana Tujuan
Rencana tindakan

1) Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi


2) Memperbaiki fungsi integumen
3) Meningkatkan fungsi kardiovaskular
4) Meningkatkan fungsi respirasi
b. Rencana tindakan
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk


meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut,
yaitu :
a) Posisi fowler
Merupakan posisi dengan tubuh setengah duduk atau duduk yang biasa
digunakan untuk memfasilitasi fungsi pernapasan.

b) Posisi sim
Merupakan posisi pasien berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Biasanya pasien
lebih nyaman tidur dengan miring ke kanan atau kiri.
c) Posisi trendelenburg
Merupakan posisi pasien tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari bagian
kaki. Posisi ini bertujuan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
d) Posisi Dorsal Recumbent
Merupakan posisi dimana pasien terlentang dengan kedua lutut fleksi diatas
tempat tidur.
e) Posisi lithotomi
Merupakan posisi dimana pasien ditempatkan terlentang dengan mengangkat
kedua kaki dan ditarik ke atas abdomen.
f) Posisi genu pectoral (knee chest)
Merupakan posisi pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur.
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara
melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda,
dan lainlain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan
cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic
exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan
isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan
denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
15. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan
mobilitas adalah :
a. Peningkatan fungsi sistem tubuh
b. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
c. Peningkatan fleksibilitas sendi
d. Integritas kulit normal tercapai
e. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien
menunjukkan keceriaan.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul.2005.Kebutuhan Dasar Manusia. Jakrta : EGC.

Nanda 2005-2006. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.

Potter .PA & Perry A.G.2006.Fundamental Keperawatan.St.Louis Mosby Company:Philadhelphia,


Lippincott.

Perry, Potter. 2005. Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai