Anda di halaman 1dari 15

Pembuatan Sosis

Annisa Nur aeni Rahayu (1701593), Destie Monikha Austr iya U. (1701689),
Muhamad Fir mansyah (1704716), Risma Amalia H. (1701544), Vildy Zulhiz
Mar etha D. (1704369)

Kelompok 1A

Pendidikan Teknologi Agroindustri, FPTK, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudi
No.229, Kota Bandung, Jawa Barat.

annisanuraenirahayu@upi.edu

Abstr act. Sausage is a processed meat product that is ground and mashed, then added with
fillers, liquid, spices and put in a sleeve for further processing. The purpose of this practice is
to be able to do beef sausage processing and find the characteristics of beef sausage produced.
Observations were made on the color intensity and sensory characteristics including texture,
color, aroma, taste and overall appearance. Beef sausage making is done with various
combinations of tapioca flour (10%, 15%, 20%, 25%, and 30%) as fillers, angkak (1% and
1.5%) as natural dyes and skim milk (5 % and 10%) as a liquid in the processing of beef
sausages. The observation shows that the addition of tapioca serves to bind water and form
sausage structure, while skim milk to increase emulsion in sausage dough. The greater the
tapioca concentration added, the better the sausage texture produced. Additional ingredients in
making sausages have their respective roles which can affect the characteristics of sausages
produced.4.
Keywords : Angkak, Beef Sausage, Skim Milk, Tapioca

Abstr ak. Sosis merupakan produk olahan daging yang digiling dan dihaluskan, lalu
ditambahkan bahan pengisi, cairan, bumbu-bumbu dan dimasukkan ke dalam selongsong untuk
diolah lebih lanjut. Tujuan praktikum ini untuk mampu melakukan pengolahan sosis daging
sapi dan mengetahui karakteristik sosis daging sapi yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan
terhadap intensitas warna dan karakteristik sensori meliputi tekstur, warna, aroma, rasa dan
kenampakan keseluruhan. Pembuatan sosis daging sapi dilakukan dengan berbagai perlakuan
kombinasi tepung tapioka (10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%) sebagai bahan pengisi, angkak
(1% dan 1,5%) sebagai pewarna alami dan susu skim (5% dan 10%) sebagai cairan dalam
pengolahan sosis daging sapi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penambahan tapioka
berfungsi untuk mengikat air dan membentuk struktur sosis, sedangkan susu skim untuk
meningkatkan emulsi pada adonan sosis. Semakin besar konsentrasi tapioka yang ditambahkan
maka semakin baik tekstur sosis yang dihasilkan. Bahan tambahan dalam pembuatan sosis
mempunyai peranan masing-masing yang dapat mempengaruhi karakteristik sosis yang
dihasilkan.

Kata kunci : Angkak, Sosis Sapi, Susu Skim, Tapioka

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Sosis merupakan bahan makanan berbentuk emulsi yang dibuat dengan cara mencacah daging dan
memberikan lemak, bumbu-bumbu, selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari usus
binatang atau bahan lain sebagai pengganti usus tersebut, misalnya plastik polipropilen 0,05 mm,
sehingga bentuknya khas. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan sosis terdiri atas daging,
lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, air, garam dapur dan bumbu. Pada prinsipnya semua jenis
daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak (Kramlich, 1971). Sosis mempunyai
nilai gizi tinggi namun, komposisi gizi sosis berbeda-beda bergantung pada jenis daging yang
digunakan dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi dan dapat digunakan sebagai
sumber protein. Ketentuan mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01–3820-1995)
adalah kadar air maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, serta
karbohidrat maksimal 8 % (Astawan, 2008). Mutu sosis yang dihasilkan harus dijaga oleh pengendali
mutu supaya menghasilkan produk sosis yang berkualitas.

Berdasarkan kehalusan emulsi daging, sosis dibedakan menjadi sosis kasar dan sosis emulsi.
Pada pengolahan sosis kasar tahapan pengolahannya lebih sederhana, yaitu menggiling daging sampai
halus kemudian mencampurkannya dengan lemak sampai merata. Emulsi sosis merupakan emulsi
lemak dalam air; lemak sebagai fase diskontinyu, air sebagai fase kontinyu dan protein daging yang
bersifat larut berperan sebagai emulsifier. Emulsi sosis dibentuk dengan melarutkan protein daging
dan mensuspensikan partikel-partikel lemak di dalam larutan protein. Pemanasan akan mengakibatkan
partikel-partikel lemak akan terperangkap di dalam matriks protein yang telah membentuk suatu
kantong kecil di sekeliling partikel lemak (Naruki, 1991).

Warna merupakan faktor penting penentu mutu sosis secara visual. Warna sosis dipengaruhi
oleh bahan baku penyusunnya dan proses kimiawi selama pembuatannya. Garam nitrit dan nitrat yang
kerap digunakan dalam curing daging juga pembuatan sosis, perlu diperhatikan dosis penggunaannya
agar tetap aman bagi konsumen. Angkak digunakan sebagai pewarna alami pada pembuatan sosis
praktikum ini. Tekstur sosis yang kenyal dipengaruhi oleh kadar air sosis, bahan pengikat (binder) dan
bahan pengisi (filler). Filler yang biasa ditambahkan pada sosis adalah tepung gandum, barley, jagung
atau beras, pati dari tepung- tepung tersebut atau dari kentang dan sirup jagung atau padatan sirup
jagung. Penambahan filler yang umumnya mengandung banyak karbohidrat bertujuan untuk
meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan karakteristik produk, meningkatkan citarasa, dan
mengurangi biaya formulasi. Isolat protein kedelai, susu skim, putih telur, tepung tempe atau bahan
lainnya yang banyak kandungan proteinnya digunakan sebagai binder dalam pembuatan sosis.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dilaksanakannya praktikum pembuatan sosis adalah agar mampu melakukan pengolahan sosis
sapi dan mengetahui karakteristik sosis yang dihasilkan.
2. Metode

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum pembuatan sosis dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2020. Bertempat di Laboratorium
Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Lt. 4, Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri,
Gedung FPTK B, Universitas Pendidikan Indonesia.

2.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah food processor/chopper, baskom, timbangan,
sendok, wadah kecil, kain saring, panci , kompor, pisau, talenan, selongsong, benang wol, piping
bag/stuffer, colour reader, termometer, wajan, dan spatula.

Bahan bahan yang digunakan adalah daging sapi, tepung tapioka, minyak nabati, putih telur,
air es, bawang putih bubuk, angkak, garam, gula , lada putih bubuk, ketumbar bubuk, dan pala bubuk.

2.2 Prosedur Kerja


Jumlah tapioka, susu skim, angkak yang ditambahkan ke dalam adonan sosis setiap
kelompoknya, yaitu :

Kelompok For mula Keter angan

1 Tapioka 10% (b/b); angkak 1%; susu skim cair 5% (v/b)

2 Tapioka 15% (b/b); angkak 1%; susu skim cair 5% (v/b) Daging sapi
tanpa lemak
3 Tapioka 20% (b/b); angkak 1%; susu skim cair 5% (v/b)
400 gram
4 Tapioka 25% (b/b); angkak 1,5%; susu skim cair 10% (v/b) (@kelompkok)

5 Tapioka 30% (b/b); angkak 1,5%; susu skim cair 10% (v/b)

3 Hasil dan Pembahasan

3.1 Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Sosis Hari ke-0

Kelompok/ Intensitas War na Kar akter istik Sensor i Sosis Kenampakan

For mulasi L* a* b* Tekstur War na Ar oma Rasa keselur uhan

Khas Khas
1A Tapioka 10% b/b; Merah
Lembek daging sosis, Merata bintik
angkak 1%; susu 34,1 0,7 4,9 +1
+2 dan merica, merah
skim cair 5% v/b keabuan
rempah dan pala

Khas
2A Tapioka 15% b/b; sosis Khas
Kenyal Merah Merata bintik
angkak 1%; susu 32,9 0,3 4,4 dan sosis dan
+2 +2 merah
skim cair 5% v/b rempah rempah
+2
Khas
3A Tapioka 20% b/b; Merata
Kenyal Kemera Khas sosis dan
angkak 1%; susu 44,9 7,7 8,3 terdapat bintik
+2 han +2 sosis +2 bawang
skim cair 5% v/b merah
putih +2

4A Tapioka 25% b/b; Merah


Lembut Khas Khas Merata bintik
angkak 1,5%; susu 31,2 0,2 3,8 muda
+3 sosis +1 sosis +1 merah
skim cair 10% v/b +2

5A Tapioka 30% b/b;


Lembut Kemera Khas Khas Merata bintik
angkak 1,5%; susu 35,7 3,9 4,9
+3 han +2 sosis +2 sosis +2 merah
skim cair 10% v/b

Tabel 2. Hasil Pengamatan Sosis Hari ke-7 (penyimpanan sosis dilakukan pada suhu dingin dan dalam
wadah terutup)

Kar akter istik Sensor i Sosis


Kelompok/
Kenampakan
For mulasi Tekstur War na Ar oma
keselur uhan

1A Tapioka 10%
Coklat Khas daging dan Merata tetapi angkak
b/b; angkak 1%; susu Kenyal +1
kemerahan +1 rempah lebih cerah
skim cair 5% v/b

2A Tapioka 15%
Merah Khas sosis dan Bintik-bintik dan
b/b; angkak 1%; susu Kenyal +1
kecoklatan +2 rempah +3 lebih cerah
skim cair 5% v/b

3A Tapioka 20%
Kenyal agak Padat dan terdapat
b/b; angkak 1%; susu Coklat pucat +2 Khas sosis +3
keras +2 bintik merah
skim cair 5% v/b
Kar akter istik Sensor i
Kelompok/
Kenampakan
For mulasi Tekstur War na Ar oma
Keselur uhan

4A Tapioka 25%
b/b; angkak 1,5%; Merah muda
Padat +2 Khas sosis +3 Berongga
susu skim cair 10% kecoklatan +2
v/b

5A Tapioka 30%
b/b; angkak 1,5%; Merah muda Keriput, warna luar
Padat Khas sosis +2
susu skim cair 10% bercak merah pucat, tidak berlendir
v/b

3.2 Pembahasan

Sosis adalah suatu produk makanan yang dibuat dari daging yang sudah digiling dan dihaluskan,
ditambahkan dengan bumbu-bumbu, dan dimasukan ke dalam selongsong (casing), untuk diolah lebih
lanjut (Martin dan Garden, 2004). Salah satu tujuan pengolahan daging menjadi sosis adalah untuk
mengawetkan produk daging sehingga dapat disimpan lebih lama dengan nilai nutrisi yang tetap tinggi.

Daging merupakan komponen utama dalam pembuatan daging, karena sosis merupakan produk
olahan daging yang menggunakan prinsip emulsi minyak dalam air. Dimana minyak sebagai fase
discontinue dan air sebagai fase continue, sedangkan daging berperan sebagai emulsifier. Protein
daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur
produk yang kompak.

Pembuatan sosis diawali dengan penggilingan daging tanpa lemak menggunakan food processor.
Selanjutnya ditambahkan bahan tambahan seperti, garam, STPP, angkak, merica bubuk, dan bahan
lainya. Selama proses penggilingan pada food processor, adonan daging ditambahkan air es atau es
yang berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan tetap rendah sehingga kestabilan emulsi dapat
terjaga (Wilson et al., 1981). Daging mengandung protein yang bersifat tidak tahan suhu tinggi atau
dapat terdenaturasi dalam suhu tinggi, sehingga untnuk mencegah kerusakan protein pada daging dan
koagulasi protein maka suhu sosis sebelum matang perlu dijaga agar tetap rendah.

Komponen penting lainya dalam pembuatan sosis adalah tepung terigu, tapioka dan susu skim.
Tepung dan tapioka merupakan bahan pengisi dalam pembuatan sosis, tujuan bahan pengikat pada
pembuatan sosis adalah untuk membentuk struktur sosis, pengikat air, dan sekaligus mengurangi biaya
produksi pada industri pengolahan daging. Tapioka berasal dari pati yang diperoleh dari singkong.
kandungan amilosa dan amilokpektin tapioka adalah sebesar 17% dan 83%, amilosa berperan dalam
gelatinasi (Rapaille & Vanhemelrijck, 1992). Kelebihan yang dimiliki oleh tapioka adalah larutannya
yang jernih, kekuatan gelnya yang bagus, mempunyai flavor yang netral, mempunyai daya rekat yang
baik, dan menghasilkan warna mengkilap pada produk yang dihasilkan (Radley, 1976). Tapioka
berperan sebagai bahan pengisi yang mempunyai kemampuan untuk mengikat sejumlah besar air,
namun kemampuan emulsifikasinya rendah (Albert, 2001).

Sementara susu skim berfungsi sebagai bahan pengikat. Penambahan susu skim bertujuan untuk
meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya ikat air, mengurangi pengerutan selama
pemasakan, dan mengurangi biaya formulasi karena mampu meningkatkan efissiensi jumlah protein
yang diperlukan untuk mengemulsi minyak dan air.

Selaim tepung dan susu skim, terdapat bahan pengikat lainya, yaitu STPP atau Sodium Trifospat,
yang berguna untuk mengenyalkan sosis yang karena dapat meningkatkan daya mengikat air pada
daging dalam proses emulsifikasi. Wilson et al. (1981) mengatakan bahwa fosfat yang digunakan
dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan
ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk
meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi.

Sebagai penambah cita rasa, ditambahkan gula, lada, dan garam pada adonan. Garam berfungsi
untul memberikan citarasa dan sebagai pengawet. Penggunaan garam bervariasi, umumnya 2-2.5 %
karena adanya hubungan dengan penyakit darah tinggi, penggunaan garam semakin dikurangi. Pada
konsentrasi garam yang sama, sosis yang teksturnya kasar nampaknya kurang asin bila dibandingkan
dengan sosis yang halus teksturnya (Kramlich,1971).Menurut Soeparno (1994), garam merupakan
bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam
dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat
pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan
protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.

Sosis sapi yang banyak beredar memiliki warna merah, penggunaan sodium nitrit banyak
digunakan pada produk olahan daging (sosis dan kornet), karena mampu memberikan warna merah
yang relatif stabil akibat terbentuknya senyawa nitrosomiglobim (Soeparno, 1993). Pada praktikum
kali ini digunakan pewarna alami, yaitu angkak. Angkak adalah hasil fermentasi beras merah dengan
menggunakan kapang merah jenis Monascus Purpureus (Tisnadjaja, 2006). Angkak mempunyai
fungsi sebagai bahan pewarna alami, sebagai antioksidan, dan penyedap makanan serta baik untuk
kesehatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Fardiaz tahun 2008 dalam Pangesthi ,dkk
(2012) mengatakan hasil dari fermentasi beras menjadi pewarna alami menunjukkan bahwa pigmen
angkak cukup aman digunakan pada pangan. angkak bisa digunakan sebagai pewarna dan pengawet
pada proses curing sosis.

Menurut penelitian Pangesthi, dkk (2012) menunjukkan hasil bahwa angkak digunakan sebagai
bahan pewarna dan pengawet dengan kadar 1% dari berat bahan total dan mampu mengurangi
penggunaan natrium nitrat hingga 200 ppm dari berat total bahan. Penambahan angkak dalam
pembuatan sosis berperan sebagai pemberi pigmen merah, sebagai pengganti nitrit. Angkak
merupakan alternatif yang cukup baik, karena angkak juga mampu berperan sebagai pengawet daging.
Karena angkak juga bersifat antimikrobial serta sebagai pembangkit rasa (flavouring enhancher).
Sebagai pewarna alami, angkak memiliki sifat yang cukup stabil, dapat bercampur dengan pigmen
warna lain, serta tidak beracun. Pigmen warna utama yang dihasilkan oleh Monascus purpureus pada
fermentasi angkak adalah monaskorubrin dan monaskoflavin. Kemampuan memberi warna merah
yang cukup stabil ini diharapkan bisa menggantikan bahan pewarna kimiawi/sintetis ataupun
menggantikan penggunaan sodium nitrit.

Setelah seluruh bahan-bahan pembuatan sosis sudah tercampur homogen, adonan dimasukan ke
dalam selongsong menggunakan alat stuffer . Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan
ukuran sosis. Selain itu selongsong sosis berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus
selama penanganan dan pengangkutan. Maka dari itu selongsong sosis harus bersifat kuat dan elastis
(Pearson dan Tauber, 1984). Bahan dasar selongsong yang beredar bermacam-macam sesuai dengan
kebutuhan industri sosis, namun biasanya selongsong jenis plastik yang digunakan karena murah dan
kuat, namun tidak dapat dikonsumsi sehingga perlu di kupas sebelum pemasakan,

Sosis yang telah dibuat, selanjutnya diamati melalui pengamatan secara fisik, sensori, dan hedonik.
Pengamatan fisik yang dilakukan adalah intensitas warna menggunakan alat colorimeter. Item yang
diamati pada karakteristik sensori adalah tekstur, warna, aroma, rasa, dan kenampakan keseluruhan.
Pengamatan dilakukan oleh setiap kelompok, sehingga dari beberapa perlakuan formulasi sosis
didapatkan hasil pengamatan yang berbeda-beda.

3.1 Intensitas warna

Pengamatan secara fisik, yaitu intensitas warna dilakukan untuk mengetahui warna sosis secara
kuantitatif. Pengukuran intensitas warna dinyatakan dalam notasi L , a , b . Notasi L menunjukan
* * *

tingkat kecerahan warna, semakin tinggi nilai L artinya semakin mendekati warna putih. Notasi a
*

menunjukan warna hijau dan merah, dimana a+ adalah merah dan a- adalah hijau. Sedangkan b
menunjukan warna biru dan kuning, dimana b_ adalah kuning dan b- adalah biru. Berdasarkan hasil
pengukuran intesnitas warna dari semua kelompok, menunjukan jika sosis 3A memiliki nilai L , a ,
* *

dan b yang paling tinggi. Hal tersebut menunjukan jika warna sosis kelompok tersebut paling cerah,
*

paling merah dan paling kuning atau dapat dikatakan intensitas warnanya lebih tinggi dibandingnkan
kelompok lain.

3.2 Karakteristik sensori

Karakteristik sensori sosis diamati untuk membandingkan antara perlakuan, apakah ada pengaruh
formulasi tepung terhadap karakteristiknya. Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik sensori, dapat
dilihat jika sosis 1A memiliki tekstur yang lembek dibandingkan kelompok lainya pada hari ke-0.
Pembentukan tekstur yang kenyal pada sosis juga disebabkan oleh peranan amilosa dan amilopektin
pada tapioka. Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin ini akan bervariasi dalam produk pangan
yang mana produk pangan yang memiliki kandungan amilopektin tinggi akan semakin mudah untuk
dicerna. Tapioka dan maizena membentuk tekstur yang padat dan memperbaiki daya iris permukaan
sosis (Nurhayati, 1996). Dalam hasil pengamatan sosis ini terbukti bahwa semakin besar konsentrasi
sosis yang di berikan maka semakin bagus juga tekstur sosis tersebut. Menurut Meilgaard (2000),
faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan, kemudahan dikunyah serta
kerenyahan makanan. Untuk itu cara pemasakan bahan makanan dapat mempengaruhi kualitas tekstur
makanan yang dihasilkan.

Selain itu, karakteristik warna dalam sosis juga di amati. Warna merupakan salah satu daya tarik
bagi konsumen dalam menentukan pilihan untuk memutuskan mengambil suatu produk makanan.
Banyak cara yang dilakukan oleh produsen makanan untuk membuat produk olahannya terlihat
menarik, diantaranya penambahan zat warna makanan pada produk olahannya. Pada sosis, umunya
warna yang dihasilkan akan tidak berbeda jauh dengan bahan baku utamanya. Seperti contohnya pada
sosis ayam, warna sosis akan berwarna putih dan pada sosis daging sapi, warna akan cenderug lebih
merah. Warna yang didapat dari sosis tersebut di peroleh bisa dari bahan alami maupun dengan
pewarna kimia. Dalam pembuatannya, pati yang ada pada tapioka mampu menghasilkan gel yang
bening sehingga tidak mempengaruhi warna sosis yang dihasilkan.

Penambahan bumbu seperti bawang putih, merica, dan pala mempengaruhi aroma sosis, sehingga
dari seluruh perlakuan, aroma yang dominan pada sosis adalah rempah atau aroma bawang putih dan
khas sosis. Sama hal nya dengan aroma, rasa pun dipengaruhi oleh penambahan bumbu. Selain itu rasa
yang ditimbulkan akibat penambahan tapioca tentu beragam tergantung konsentrasi yang ditambahkan,
namun semakin banyak konsentrasi tapioca ditambah maka semakin sedikit rasa khas sosis terutama
rasa daging yang dihasilkan.

Pengamatan karakteristik tidak hanya dilakukan pada hari ke-0 saja, pada hari ke-7 sosis diamati
kembali. Selama 7 hari tersebut sosis disimpan di dalam suhu dingin dan wadah tertutup. Karakteristik
sensori sosis setelah 7 hari memiliki perbedaan yang signifikan, terutama pada tekstur. Tekstur sosis
sberubah menjadi lebih padat dan kenyal. Hal ini dapat terjadi akibat suhu rendah yang mempengaruhi
kekenyalan sosis. Selain tekstur, kenampakan keseluruhan sosis pun berubah, pada sosis 5A terlihat
keriput. Perubahan sifat fisik selama penyimpanan pada suhu dingin juga dapat terlihat dari
kemampuan daya mengikat air daging. Menurut penelitian Banani et al. (2006), seiring dengan lama
penyimpanan dalam refrigerator, kemampuan daya mengikat air oleh organ (otot bisep femur, jantung,
ginjal, dan hati) daging kambing semakin lama semakin menurun.

3.3 Uji hedonik

Selain pengamtan karakteristik sensori sosis, dilakukan pula uji kesukaan oleh panelis yang berasal
dari mahasiswa. Sosis 4A memiliki tingkat kesukaan tekstur yang paling tinggi dibandingkan dnegan
kelompok lain, sementara tingkat kesukaan warna yang paling tinggi ada pada sosis 3A.

4 Kesimpulan

Sosis merupakan produk daging olahan yang pembuatannya dilakukan dengan penggilangan terhadap
daging yang berperan sebagai komponen utama, lalu dicampurkan dengan bumbu-bumbu, kemudian
dimasukkan ke dalam selongsong. Pembuatan sosis juga menggunakan prinsip emulsi minyak dalam
air. Komponen penting dalam pembauatan sosis selain daging adalah tepung tapioka dan susu skim.
Penambahan tapioka ini adalah sebagai pengisi yang berfungsi untuk mengikat air dan membentuk
struktur sosis. Sedangkan susu skim ditambahkan untuk meningkatkan emulsi dari adonan sosis.
Semakin besar konsentrasi tapioka yang di berikan maka semakin bagus juga tekstur sosis tersebut.

Karakteristik sensori berupa rasa menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi tapioka
yang ditambahkan maka semakin sedikit rasa khas sosis terutama rasa daging yang dihasilkan. Rasa
sosis juga dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang ditambahkan ke dalam adonan. Sementara
karakteristik warna dipengaruhi oleh tepung tapioka, sebab tepung tapioka menghasilkan gel berwarna
bening sehingga tidak mempengaruhi warna sosis. Warna sosis sendiri juga dipengaruhi oleh
penambahan angkak yang merupakan pewarna merah sekaligus pengawet alami. Semakin banyak
konsentrasi angkak yang ditambahkan ke dalam adonan sosis, maka sosis yang dihasilkan akan
semakin berwarna merah angkak.

Begitu pula dengan aroma sosis yang dipengaruhi oleh penambahan bumbu-bumbu, seperti
rempah-rempah. Semakin banyak bumbu rempah yang ditambahkan maka aroma khas sosis tidak
terlalu tericum dikarenakan kalah dengan aroma khas rempah-rempah. Kenampakan sosis secara
keseluruhan dipengaruhi oleh penambahan angkak, semakin banyak angkak yang ditambahkan maka
akan menghasilkan sosis dengan warna yang lebih cerah.

Daftar Pustaka

Albert, E. D. (2001). Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co. Sans Fransisco.

Astawan, M. (2008). Bahaya Laten Sepotong Sosis. Bogor.72 hlm.

Banani, R. C., R. S. Mukherjee, R. Cakhabortee, dan U. R. Chaudhuri. (2006). Effect of combination


pre-treatment on physicochemical, sensory, and microbial characteristics of fresh aerobically
stored minced goat (black bengal) meat organs. Jurnal. African Journal of Biotechnology vol
5 (12), pp. 1274- 1283n ISSN 1684-5315,

Kramlich, R.V. (1971). The Science of Meat and Meat Products. 2nd edition. San Francisco: Ed. J.F.
Price dan B.S. Schweigert. W.H. Freeman and co.

Kramlich, W.E, A.P Pearson dan F.W Tauter. (1973). Processed Meat. Connecticut : The Avi
Publishing Company, Inc.

Leroy, F., Verluyten, J., & De Vuyst, L. (2006). Functional meat starter cultures for improved sausage
fermentation. International journal of food microbiology, 106(3), 270-285.

Martin, M. and J. Garden. (2004). The Art and Practice of Sausage Making. North Dakota State
University Extension

Meilgaard, dkk, (2000). Sensory evaluation techniques. Boston: CRC.

Naruki, S. (1991). Kimia dan Teknologi Pengolahan Daging. Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi
UGM.

Nurhayati. (1996). Mempelajari Pembuatan Sosis Campuran Ikan Cunang (Congresex talabor)
dengan Tepung Kedelai Rendah Lemak serta Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan
Dingin. Skripsi. Fateta IPB: Bogor.
Pangesthi, Lucia Tri, dkk.(2013). (Hibah Pekerti): Explorasi Angkak Sebagai Garam Curing Alternatif
pada Produksi Pangan Hewani Awetan yang Aman. Laporan penelitian tidak diterbitkan

Pearson AM dan Tauber FW. (1984). Processed Meat. Westport-Connecticut : The Avi Publ. Co., Inc.

Radley. (1976). Starch Production Technology. Applied Science Publisher : London.

Rapaille, A.& J. Vanhemelrijck. (1992). Modified Starch. Dalam A. Imesen (Ed), Thickening and
Gelling Agents for Food. Blackie Academic & Profesional, Glasgow

Soeparno, (2005). Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Tisnadjaja, Djadjat. (2006). Bebas Kolesterol Dan Demam Berdarah Dengan Angkak. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Wilson, C.M. (1981). Variations in soluble endosperm proteins of corn (Zea mays L.) in breeds as
detected by disc gel electrophoresis. Cereal Chem. 58(5): 401-408.

Winarno, F.G. (1995). Enzim Pangan. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Lampir an

Gambar 1. Adonan Sosis Kelompok 5A


Gambar 2. Kenampakan Sosis Kelompok 1 A Sebelum Dir ebus

Anda mungkin juga menyukai