Dengan adanya pujian tidak menjadikan dirinya bangga dan adanya celaan
pun tidak menyurutkan semangatnya untuk beramal. Tanda ikhlas seperti
inilah yang dituntut saat beramal dan berdakwah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang bahaya riya’ (gila pujian)
bahwasanya amalan pelaku riya’ tidaklah dipedulikan oleh Allah. Dalam
hadits qudsi disebutkan,
Seperti kita ketahui bahwa air dan api tidak mungkin saling bersatu, bahkan
keduanya pasti akan saling membinasakan. Demikianlah ikhlas dan pujian,
sama sekali tidak akan menyatu. Mengharapkan pujian dari manusia dalam
amalan pertanda tidak ikhlas.
Ada yang menanyakan pada Yahya bin Mu’adz, “Kapan seorang hamba
disebut berbuat ikhlas?”, Yahya menjawab “Jika keadaanya mirip dengan
anak yang menyusui. Cobalah lihat anak tersebut dia tidak lagi peduli jika
ada yang memuji atau mencelanya.”
Ada yang berkata pada Dzun Nuun Al Mishri rahimahullah, “Kapan seorang
hamba bisa mengetahui dirinya itu ikhlas?”, Dzun Nuun menjawab, “Jika ia
telah mencurahkan segala usahanya untuk melakukan ketaatan dan ia tidak
gila pujian manusia.” [1]
Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu ikhlas dalam beramal dan
berdakwah.
[1] Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayid bin Husain Al ‘Afani, terbitan
Darul ‘Afani, cetakan pertama, 1421 H, hal. 315-317.
Artikel Muslim.Or.Id