Anda di halaman 1dari 13

Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................

Yudis TAW

PENGARUH TINGKAT PENAMBAHAN KARAGENAN TERHADAP SIFAT FISIK


DAN ORGANOLEPTIK NAGET PUYUH

THE EFFECT OF CARRAGEENAN LEVEL ON PHYSICAL AND


ORGANOLEPTIC CHARACTERISTICS OF QUAIL NUGGET

Yudis Tira Arya Wiguna*, Lilis Suryaningsih**, Hendronoto A.W. Lengkey **


Universitas Padjadjaran

* Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015


**Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
e-mail:yudistwiguna@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian tentang Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat Fisik dan
Organoleptik Naget Puyuh telah dilaksanakan antara tanggal 8 – 11 Mei 2015. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui berapa besar pengaruh tingkat penambahan karagenan
terhadap sifat fisik (daya ikat air, susut masak, keempukan) dan organoleptik (rasa, aroma,
warna, keempukan, total penerimaan) naget puyuh serta mengetahui tingkat persentase
penambahan karagenan yang menghasilkan naget puyuh dengan sifat fisik dan organoleptik
yang terbaik. Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan rancangan acak
lengkap dengan lima perlakuan (0,00%; 0,50%; 1,00%,; 1,50%; dan 2,00%) dan setiap
perlakuan diulang sebanyak empat kali. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan
analisis sidik ragam dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak
Berganda Duncan. Data organoleptik dianalisis dengan menggunakan analisis Kruskall-
Wallish. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penambahan karagenan berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap sifat fisik namun tidak berpengaruh nyata terhadap organoleptik.
Sifat fisik terbaik, diperoleh pada penambahan karagenan 1,50%.
Kata Kunci : Karagenan, Naget Puyuh, Organoleptik, Sifat Fisik.

ABSTRACT

Research on the effect of carrageenan level on physical and organoleptic characteristics


of quail nugget; has been done between May 8th to 11th, 2015. The aims of this research was
to determine the effect of carrageenan level on physical (water holding capacity, cooking
loss, tenderness) and organoleptic of quail nugget and to determine the best percentage of
carrageenan level addition which produced the best physical and the most preferred
organoleptic characteristics of the quail nugget. The research was done experimentally using
completely randomized design with five treatments (0.00%; 0.50%; 1.00%; 1.50%; and
2.00% carrageenan) and each treatment was repeated four times. Analysis of variance was
used to determine the effects of treatments and Duncan's Multiple Range Test was used to
determine the differences between treatments. Organoleptic characteristic data was analyzed
by Kruskall-Wallish. Results indicated that the addition of carrageenan gave significant
effects on phsycial but non significant on organoleptic characteristics, and the 1.50%
carrageenan gave the best physical characteristics of quail nugget.
Key Word : Carrageenan, Nugget, Physical Characteistics, Organoleptic.

1
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

PENDAHULUAN

Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk pangan

semakin meningkat juga dengan meningkatnya tingkat pendapatan, sehingga berdampak pada

peningkatan permintaan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Salah satu jenis bahan

pangan yang memiliki nilai gizi tinggi diperoleh dari produk ternak seperti daging.

Burung puyuh merupakan salah satu ternak unggas yang dapat dimanfaatkan sebagai

alternatif sumber bahan pangan hewani, karena dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur

maupun penghasil daging, namun hingga saat ini lebih banyak digunakan untuk menghasilkan

telur, sehingga pemanfaatan dagingnya kurang diperhatikan. Pemanfaatan daging puyuh,

dapat digunakan dalam proses pengolahan daging, misalya diolah menjadi naget. Pengolahan

daging puyuh menjadi naget diharapkan dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap

daging puyuh, selain itu sebagai cara untuk penganekaragaman pangan,.

Naget adalah olahan daging yang tidak asing lagi dikonsumsi masyarakat, merupakan

produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran

daging giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain

dan bahan tambahan yang diizinkan (Badan Standardisasi Nasional, 2002). Dalam proses

pembuatan naget, selain daging sebagai bahan utama, juga membutuhkan bahan tambahan

seperti bumbu, bahan pengisi, dan bahan pengikat. Bahan tambahan berfungsi untuk

memperbaiki stabilitas emulsi, dan mengurangi biaya produksi. Bahan tambahan yang

digunakan umumnya berupa karbohidrat, misalnya tepung tapioka, tepung terigu, atau

karagenan. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tapi mempunyai

pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi umumnya hanya terdiri dari karbohidrat

yang mampu mengikat air. Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam makanan

untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan, sehingga adonan terbentuk dengan baik.

Naget merupakan produk daging siap saji dan mudah diperoleh serta mudah

dikonsumsi, karena produk ini siap masak dan hanya membutuhkan waktu yang relatif

singkat untuk siap dikonsumsi, selain mempunyai rasa yang enak. Umumnya naget yang

2
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

banyak diproduksi dan dijual menggunakan daging ayam. Untuk mengurangi ketergantungan

terhadap daging ayam, dapat menggunakan daging unggas lain, misalnya daging puyuh.

Usaha untuk meningkatkan sifat fisik dan organoleptik naget puyuh adalah dengan

cara menggunakan bahan tambahan makanan yang aman, misalnya karagenan. Karagenan

merupakan bahan tambahan pangan alami yang baik sebagai penstabil, sehingga diharapkan

naget yang dihasilkan memiliki sifat-sifat fisik dan organoleptik yang lebih baik.

Permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah belum diperoleh

formula yang tepat mengenai kadar karagenan yang dapat ditambahkan dalam pembuatan

naget puyuh. Hal ini yang menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai pengaruh tingkat penambahan karagenan terhadap sifat fisik dan organoleptik naget

puyuh.

MATERI DAN METODE PENELITIAN


1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan utama adalah daging segar puyuh petelur jenis local hasil seleksi, yang
berumur antara 42-45 hari dengan berat karkas antara 100-125 gram dengan berat daging rata-
rata 50 gram per karkas. Untuk setiap perlakuan membutuhkan 250 gram daging puyuh, dan
dalam penelitian ini terdapat 20 unit percobaan, sehingga dibutuhkan daging puyuh sebanyak
5 kg. Puyuh diperoleh dari Rays Quail Farm Jl. Suryalaya V no.16, Buahbatu Bandung.
Sebagai bahan tambahan digunakan karagenan yang berasal dari rumput laut merah
(Rhodophyceae); diperoleh dari Toko Pektin Yogyakarta. Juga beberapa macam bumbu dapur
seperti bawang putih, merica, garam, tepung roti sebagai pelapis, dan minyak goreng yang
didapat dari pasar Cicalengka.

2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan penambahan karagenan, yaitu : tanpa penambahan karagenan
0,00% (P1); penambahan 0,50% (P2); penambahan karagenan 1,00% (P3); penambahan
karagenan 1,50% (P4) dan penambahan karagenan 2,00% (P5); setiap perlakuan diulang

3
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

sebanyak 4 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan untuk
menguji rata-rata antar perlakuan digunakan uji Jarak Berganda Duncan, seankan untuk uji
organoleptik menggunakan uji Kruskall-Wallish.

Prosedur Analisis

A. Analisis Sifat Fisik

1. Daya Ikat Air (Soeparno, 2005)

Pengukuran daya ikat air menggunakan metode Grau dan Hamm.

Tahapan pengukuran daya ikat air :

a. Sampel naget daging puyuh ditimbang sebanyak 0,3 gram.

b. Naget daging puyuh diletakkan di atas kertas saring Whatman 41.

c. Selanjutnya naget puyuh ditekan selama 5 menit di antara dua plat kaca,dengan

pemberian beban seberat 35 kg.

Prinsipnya yaitu bahan diberi tekanan beban 35 kg selama 5 menit, sehingga air

bebas akan dilepaskan dan diserap oleh kertas saring; dan membentuk lingkaran

basah pada kertas saring. Area yang tertutupi bahan (naget) diberi tanda, dan juga

lingkaran terluar yang basah diberi tanda.

d. Area basah mencerminkan air terikat di dalam naget daging puyuh, diperoleh dari

area basah total dikurangi dengan area yang tertutup naget daging puyuh pada
kertas saring.

Luas area basah ditandai selanjutnya diukur dengan menggunakan rumus :

Area basah = luas area basah total – luas area tertutup naget

Luas area basah ditandai dan diukur dengan menggunakan rumus : π.r2

Keterangan : π = 3,14

r = jari-jari lingkaran

e. Kadar air naget dihitung dengan menggunakan metode gravimetri (Modifikasi

Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Cawan dikeringkan dalam oven selama

30 menit lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 10 menit, kemudian

ditimbang hingga beratnya stabil (W1). Lalu sampel dimasukkan ke dalam cawan,

4
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

dan cawan ditimbang lagi sampai stabil (W2). Cawan dimasukkan ke dalam oven

bersuhu 125oC selama 2-4 jam untuk menghilangkan kadar air bahan. Cawan

didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Lakukan penimbangan sampai

diperoleh berat stabil (W3). Berat stabil diperoleh setelah dilakukan penimbangan

dua kali berturut-turut, dengan selisih nilai tidak lebih dari 0,001 g.

Perhitungan kadar air, dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

𝑤2−𝑤3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = X 100%
𝑤2−𝑤1

Keterangan :
W2-W3 = kehilangan berat

W2-W1 = berat sampel

f. Pengukuran Daya Ikat Air

Pengukuran daya ikat air dihitung dengan menggunakan rumus :


𝑚𝑔𝐻2𝑂
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑖𝑘𝑎𝑡 𝑎𝑖𝑟 = % 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 − 𝑋 100
300

2. Susut Masak (Soeparno, 2005)

Tahapan pengerjaannya sebagai berikut :


1. Sampel ditimbang terlebih dahulu, sehingga diperoleh berat awal (W1).

2. Sampel dimasukkan ke dalam plastik tahan panas yang tertutup rapat, kemudian

direbus sampai mencapai suhu naget puyuh 80oC selama 30 menit lalu didinginkan

dalam lemari es selama ± 30 menit.

3. Selanjutnya naget puyuh (sampel) kembali ditimbang (W2).

4. Perhitungan susut masak menggunakan rumus :


𝑤1−𝑤2
𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘 % = 𝑤1 𝑋 100%

5
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

3. Keempukan (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992)

Uji keempukan objektif dilakukan dengan menggunakan penetrometer. Keempukan

naget puyuh diperoleh dengan melihat kedalaman masuknya jarum penetrometer ke

dalam naget puyuh, dengan berat beban 50 gram, selama 10 detik.

Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut :

1. Sampel naget dikukus pada suhu 100oC selama 45 menit dan didinginkan dalam

lemari es selama ± 30 menit. Selanjutnya naget dipotong dengan ukuran 5,0 cm x

4,0 cm x 1,5 cm. Kemudian adonan dilumuri putih telur dan tepung roti,

selanjutnya digoreng pada suhu 100oC selama 3 menit.

2. Naget puyuh diletakkan tepat di bawah jarum penusuk alat penetrometer sehingga

jarum menempel pada permukaan naget.

3. Penusukan dilakukan selama 10 detik dan nilainya dilihat pada skala penetrometer.

Penusukan diulang sebanyak 10 kali pada tempat yang berbeda.

4. Hitung hasil perhitungan dengan menggunakan rumus :


𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
keempukan (mm/g/10 detik) = 10

Keterangan : 10 = banyaknya lokasi penekanan (selama 10 detik di tiap


lokasi)

B. Analisis Sifat Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan oleh panelis agak terlatih (mahasiswa Fakultas

Peternakan Universitas Padjadjaran), sebanyak 20 orang. Masing-masing panelis

diberikan lima sampel naget puyuh, lembar kuesioner, dan segelas air mineral sebagai

penetral rasa di antara pengujian sampel.

Sampel yang diuji adalah naget puyuh yang telah digoreng selama 3 menit pada suhu

100OC. Pengujian meliputi uji rasa, aroma, warna, keempukan dan total penerimaan.

Uji organoleptik menggunakan uji tingkat kesukaan (hedonik) mengacu pada Dwi

Setyaningsih, dkk., (2010).

6
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

Tabel 1. Skala Hedonik Uji Organoleptik


Skala numerik Skala hedonik
1 Sangat suka
2 Suka
3 Agak suka
4 Biasa saja
5 Agak tidak suka
6 Tidak suka
7 Sangat tidak suka
Sumber: Dwi Setyaningsih, dkk., (2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2. Ringkasan Hasil Penelitian Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik dan
Organoleptik Naget Puyuh

Perlakuan Perlakuan
P1 P2 P3 P4 P5
a a b b
Daya Ikat Air 32,95 32,96 35,01 36,11 35,43b
Susut Masak 5,15a 4,11a 3,10ab 2,54c 2,57bc
a a ab b
Keempukan 88,74 90,57 94,53 101,46 99,25b
Organoleptik
 Rasa 2,15 2,60 2,50 2,20 2,65
 Aroma 2,30 2,30 2,75 2,25 2,70
 Warna 3,05 2,95 3,25 2,80 2,95
 Keempukan 2,95 2,95 2,80 2,80 2,85
 Total Peneriman 2,25 2,40 2,50 2,10 2,75
Keterangan : huruf kecil yang berbeda ke arah horizontal pada kolom menunjukkan berbeda
nyata pada signifikansi 0,05

1. Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air


Berdasarkan data Tabel 2, dapat dijelaskan bahwa daya ikat air yang tertinggi
dihasilkan pada penambahan karagenan sebanyak 1,5% (P4), tidak berbeda nyata dengan
penambahan karagenan 2,0% (P5) dan penambahan 1,0% (P3); akan tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan tanpa penambahan karagenan (P1) dan penambahan 0,5% (P2). Nilai rata-
rata daya ikat air terendah diperoleh dari perlakuan tanpa penambahan karagenan yaitu
32,95%, sedangkan rata rata daya ikat air tertinggi diperoleh pada penambahan karagenan
sebanyak 1,5% yaitu sebesar 36,11%. Nilai daya ikat air semakin tinggi seiring penambahan
karagenan, namun apabila ditambahkan karagenan hingga 2%, daya ikat air akan menurun.

7
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

Menurut De Freitas dkk., (1997) penambahan karagenan sampai 2% pada protein myofibrilar
menunjukkan tidak adanya interaksi karagenan dengan protein, akan tetapi adanya garam
garam yang larut pada karagenan dapat merubah kekuatan ion produk. Lebih lanjut
dikemukakan oleh Towle (1973) adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan
menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan
penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer
semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun.
Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang memiliki kemampuan mengikat air.
Perez-Mateoz (1999), mengatakan bahwa karagenan, digunakan untuk meningkatkan fungsi
fisik seperti daya ikat air. Lebih lanjut dikatakan oleh Gomez-Guillen dkk., (1996) nilai daya
ikat air tinggi dikarenakan karagenan membengkak dan menambah elastisitas dengan
mereduksi kandungan air serta meningkatkan kepadatan di sekitar matrik protein.
Peningkatan daya ikat air oleh karagenan, menjaga atau menahan air dalam ruang matrix
yang terbentuk.

2. Pengaruh Perlakuan terhadap Susut Masak


Berdasarkan data Tabel 2. dapat dijelaskan, susut masak yang terbaik dihasilkan pada
penambahan karagenan sebanyak 1,5% (P4); tidak berbeda nyata dengan penambahan
karagenan 2,0% (P5) dan penambahan karagenan 1,0% (P3). Penambahan 1,0% (P3) tidak
berbeda nyata dengan penambahan 0,5% (P2), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa
penambahan karagenan (P1). Penambahan 1,5% (P4) berpengaruh nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa penambahan karagenan (P1). Nilai rata-rata susut masak tertinggi
diperoleh dari perlakuan tanpa penambahan karagenan yaitu 5,15%, sedangkan rata rata susut
masak terendah diperoleh pada penambahan karagenan sebanyak 1,5% yaitu sebesar 2,54%.
Karagenan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan daya ikat air (Ayadi, 2009),
sehingga nilai susut masak naget puyuh semakin rendah dan menyebabkan peningkatan daya
ikat air. Lebih lanjut menurut Rini (2008) karagenan mempunyai gugus hidrofil (-OH) yang
dapat bergabung dengan molekul-molekul air dalam daging melalui ikatan hidrogen, sehingga
mampu mengikat dan mencegah keluarnya air.

3. Pengaruh Perlakuan terhadap Keempukan


Berdasarkan data Tabel 2, dapat dijelaskan bahwa keempukan yang tertinggi
dihasilkan pada penambahan karagenan sebanyak 1,5% (P4), namun tidak berbeda nyata
dengan penambahan karagenan 2,0% (P5) dan 1,0% (P3). Penambahan 1,0% tidak berbeda
8
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

nyata dengan tanpa penambahan karagenan (0,0%-P1) dan penambahan 0,5% (P2).
Sedangkan penambahan 1,5% (P4) dan 2,0% (P5) berbeda nyata dengan tanpa penambahan
(P1) dan penambahan karagenan 0,5% (P2). Nilai rata-rata keempukan terendah diperoleh
dari perlakuan tanpa penambahan karagenan yaitu 88,74 mm/g/10 detik sedangkan rata rata
keempukan tertinggi diperoleh pada penambahan karagenan sebanyak 1,5% yaitu sebesar
101,46 mm/g/10 detik. Penambahan karagenan dapat membantu pembentukan gel yang dapat
memperbaiki keempukan. Karagenan dapat berikatan baik dengan protein dan air, sehingga
menghasilkan naget yang empuk. Keempukan produk restrukturisasi daging dipengaruhi oleh
jaringan ikat, karakteristik serat daging dan bahan pengisi (Lee dkk., 2008), ukuran partikel
daging dan homogenitas produk (Petracci dan Baeza, 2011). Karagenan berinteraksi dengan
protein dan karbohidrat, mengikat air, memperbaiki karakteristik pemotongan serta
meningkatkan keempukan (Pearson, 1999). Lebih lanjut menurut Ayadi (2009) karagenan
membentuk gel yang dapat mengikat partikel-partikel daging sehingga menyebakan
terjadinya tekstur yang empuk.

4. Pengaruh Perlakuan terhadap Organoleptik Naget Puyuh


a. Rasa Naget Puyuh
Rasa merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam penerimaan konsumen
terhadap produk olahan pangan. Nilai rataan untuk kriteria rasa berkisar antara 2,15-2,65
yang berarti antara suka sampai agak suka. Rasa naget puyuh yang dihasilkan secara
umum dari semua formulasi adalah relatif sama yaitu cenderung suka sampai agak suka.
Naget yang paling disukai adalah perlakuan tanpa penambahan karagena (P1),karena
seiring penambahan karagenan; maka rasa yang dihasilkan cenderung kurang disukai
oleh konsumen. Karagenan mempunyai rasa yang khas, sehingga penambahannya
mempengaruhi rasa produk. Rasa suatu produk pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya senyawa kimia, temperatur, konsistensi, dan interaksi dengan
komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan (Winarno, 1996). Karagenan
bersifat membentuk gel jika dipanaskan yang akan menghalangi penetrasi komponen rasa
sampai ke lidah (Arif, 2012).
b. Aroma Naget Puyuh
Nilai rataan untuk kriteria aroma berkisar antara 2,25-2,70 yang berarti suka sampai agak
suka. Secara umum aroma naget diterima oleh panelis. Naget yang memiliki aroma
paling disukai panelis adalah penambahan karagenan 1,5% (P4). Karagenan tidak

9
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

beraroma, sehingga penambahan karagenan tidak berpengaruh nyata terhadap naget


puyuh. Karagenan dapat mempertahankan protein, baik yang larut dalam garam maupun
air, sehingga menghasilkan aroma yang disukai (Chen dan Chang, 2001). Rataan
penilaian panelis terhadap aroma naget puyuh menunjukkan panelis dapat menerima
aroma naget daging puyuh yang dihasilkan. Aroma dari produk olahan daging
dipengaruhi oleh umur ternak, tipe pakan, spesies, jenis kelamin, lemak, bangsa, lama
waktu dan kondisi penyimpanan daging setelah pemotongan, serta jenis, lama dan
temperatur pemasakan (Lawrie, 2003).
c. Warna Naget Puyuh
Nilai rataan untuk kriteria warna berkisar antara 2,80-3,25 yang berarti suka sampai
netral, secara umum warna naget cukup diterima oleh panelis. Naget yang memiliki
aroma paling disukai panelis adalah penambahan karagenan 1,5% (P4). Warna naget
sangat dipengaruhi oleh proses penggorengan. Leo dan Nollet (2007) menyatakan bahwa
bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan.
Munculnya warna ini disebabkan karena reaksi Maillard. Tingkat intensitas warna yang
ditimbulkan dipengaruhi oleh lama penggorengan, suhu, dan komposisi kimia pada
permukaan luar dari bahan pangan. Karagenan mengandung sulfat sekitar 25-30% dan
terdiri atas gugus galaktosa yang akan bereaksi dengan asam amino lisin yang peka
terhadap kerusakan terutama pencoklatan non enzimatis. Selain berikatan dengan
karagenan, asam amino bereaksi dengan gula pereduksi yang terdapat pada pati yang
mengandung glukosa. Adanya perbedaan perbandingan antara bahan pengisi dan
karagenan pada setiap perlakuan menyebabkan perubahan warna yang nyata. Menurut
Singh (1994) warna pada bahan pangan merupakan hasil dari faktor internal dan eksternal
yang dapat mempengaruhi perlakuan sebelum dan pasca panen. Faktor tersebut di
antaranya adalah bahan pengemas, cahaya, proses pengolahan, pigmen dan zat warna
yang ditambahkan, serta karakteristik fisik; yang mempengaruhi kecerahan dan
kekeruhan bahan.
d. Keempukan Naget Puyuh
Nilai rataan untuk kriteria keempukan berkisar antara 2,80-2,95 yang berarti suka sampai
agak suka. Secara umum keempukan naget diterima oleh panelis. Naget yang memiliki
keempukan paling disukai panelis adalah pada penambahan karagenan 1,0% (P3) dan
1,5% (P4).

10
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

Penambahan karagenan akan meningkatkan kandungan air di dalam naget puyuh. Hal ini
diakibatkan karena karagenan mampu mengikat air saat terjadi gelatinisasi. Menurut
Keeton (2001), penggunaan karagenan dimaksudkan untuk memperbaiki gel produk dan
merupakan bahan pengental dan pengikat. Lebih lanjut dikemukakan oleh Soeparno
(2005) keempukan secara menyeluruh meliputi tekstur dan melibatkan beberapa aspek, di
antaranya mudahnya penetrasi gigi ke dalam naget puyuh, mudahnya naget dikunyah dan
jumlah residu yang tertinggal setelah dikunyah.
e. Total Penerimaan
Nilai rataan untuk kriteria total penerimaan berkisar antara 2,10-2,75 yang berarti suka
sampai agak suka, secara umum aroma naget cukup diterima oleh panelis. Naget yang
memiliki total penerimaan paling disukai panelis adalah penambahan karagenan 1,5%
(P4). Total penerimaan dipengaruhi oleh komponen lain seperti rasa, aroma, warna dan
keempukan. Karagenan dapat menyerap air sehingga menghasilkan tekstur yang
kompak. Menurut Chapman (1980), karagenan dapat menyerap air sehingga
menghasilkan tekstur yang kompak. Hal ini dikarenakan karagenan merupakan senyawa
polisakarida yang mudah mengikat air dengan adanya gugus sulfat pada rantai
molekulnya.

KESIMPULAN
Penambahan karagenan pada naget puyuh memberikan pengaruh nyata terhadap sifat
fisik (daya ikat air, susut masak, dan keempukan) namun tidak berpengaruh nyata terhadap
organoleptik (rasa, aroma, warna, keempukan dan total penerimaan). Penambahan karagenan
1,5% memberikan sifat fisik terbaik (daya ikat air 36,11%, susut masak 2,54% dan
keempukan 101,46) dan organoleptik yang paling disukai.

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh penambahan karagenan pada
pembuatan naget puyuh, penambahan 1,5% karagenan menghasilkan sifat fisik terbaik dan
organoleptik yang paling disukai, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
sifat kimia dan daya awet dari naget puyuh yang ditambahkan karagenan.

11
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

DAFTAR PUSTAKA

Arif Ismanto. 2012. Pengaruh Bahan Pengikat (Karagenan, Albumen dan Gelatin) dan
Lemak Terhadap Komposisi Kimia, Kualitas Fisik dan Karakteristik Sensoris Sosis
Sapi. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas MulawarmanVolume 8 Nomor 2. 69-74.

Ayadi, M.A., Kechaou, A., Makini, I. and Attia, H. 2009. Influence of Carrageenan addition
on Turkey Meat Sausages Properties. Journal of Food Engineering 93:278-283.

Badan Standardisasi Nasional. 2002. Naget Ayam. SNI 01-6683. Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta.

Chapman, V.J. and D.J. Chapman. 1980. Seaweeds and Their Uses. Chapman and Hall in
Association with Metheun, Inc. New York.199.

Chen, B.H. and Y.C. Chang. 2001. Formation of polycyclic aromatic hydrocarbons in the
smoke from heated model lipids and food lipids. J. Agric. Food Chem. 49(11): 5238 –
5243.

De Freitas, Z., Sebranek, J., Olson, D. and Carr, J. 1997. Carrageenan effects on thermal
stability of meat proteins. Journal of Food Science 62 (3): 544-547.

Dwi, Setyaningsih., Apriyantono, A., dan Puspitasari, M. 2010. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. Penerbit IPB Press. Bogor .Hal 59-60..

Gomez-Guillen M.C and P.Montero. 1996. Addition of hydrocolloids and non muscle
proteins to sardine (Sardina pilchardus) mince gels. J. Food Chemi, 56 (4): 421-
427..

Keeton, J. T. 2001. Formed and Emulsion Product. Dalam: J. F. Price and B. S.Schweigert
(Eds). The Science of Meat and Meat Products. 2 Edit. W. H.Freeman and Company,
San Fransisco. 417.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan A. Parakkasi. Universitas IndonesiaPress,


Jakarta.

Lee, K.E., H.J. Kim, D.S. AN, E.S. Lyu And D.S.Lee. 2008. Effectiveness of modified
atmosphere packaging in preserving a prepared ready-to-eat food. Packaging
Technology and Science 21(7): 417 – 423.

Leo, M and L. Nollet. 2007. Handbook of Meat Poultry and Seafood Quality. Blackwell
Publishing John Wiley & Sons, Inc. Hal:40

Pearson, A. M. dan T. A. Grillett. 1999. Processed Meat. 3rd ed. Aspen Publication. USA.
154.

Perez-Mateos, M and P.Montero. 1999. Contribution of Hydrocolloids togelling of blue


whiting muscle.EurFood Res Technol,210 : 383-390.

12
Pengaruh Tingkat Penambahan Karagenan Terhadap Sifat fisik ............................ Yudis TAW

Petracci, Massimiliano., and Bianchi, M. 2012. Functional Ingredients for Poultry Meat
Products. World’s Poultry Congress, Bahia. 1-13.

Petracci, M. and E. Baeza. 2011. Harmonization of methodologies for the assesment of


poultry meat quality features. World’s Poultry Science Journal. 67(1): 137 – 151.

Rini Mastuti. 2008. Formulasi Konsentrasi Bahan Pengikat Produk Daging Kambing Tetelan
Restrukturisasi Mentah.Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal
15-23 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

Singh, R.P. 1994. Scientific Principles of Shelf Life Evaluation. Di dalam Man C.M.D. and
A.A. Jones (eds.). Shelf Life Evaluation of Foods. Blackie Academic and Professional,
London. 40-51

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal
289-291;297-299.

Tien R. Muchtadi, dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium : Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal
3;35;57;71.

Towle, G.A. 1973. Carrageenan. Di dalam: Whistler R.L, (ed.). Industrial Gums. New York :
Academic Press: 84.

Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai