PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awal abad XIX Jawa Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu pada tahun 1816,
Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda. Pada masa ”kedua”
penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam paksa yang diterapkan oleh Van
den Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830. Terdapat ketentuan-ketentuan
dalam pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut. Namun pada akhirnya, dalam praktek
sesungguhnya terdapat banyak penyimpangan-penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yang dilaksanakan oleh Raffles
serta sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van den Bosch. Keduanya membawa
dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan sampai dengan paruh pertama abad ke-19, kebijakan selain bidang
perekonomian, dalam bidang pendidikan juga tidak diabaikan oleh pemerintah Hindia-
Belanda, tetapi itu hanya masih berupa rencana dari pada tindakan nyata. Dalam periode
itu pemerintah harus melakukan penghematan anggaran, biaya untuk menumpas Perang
Dipenogoro (1825-1830), dan untuk pelaksanaan Culturstelsel.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Bangsa belanda datang ke indonesia pertama kali pada tahun 1596. Rombongan bangsa
belanda yang dipimpinoleh Cornelis de Houtman dan Pieter Keyzer ini membawa empat
buah kapal. Setelah menempuh perjalanan selama empat belas bulan, pada 22 Juni 1596,
mereka berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Inilah titik awal kedatangan Belanda
diNusantara.. Kunjungan pertama tidak berhasil karena sikap arogan Cornelis
de Houtman. Pada 1 Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim kembali rombongan
perdagangannya ke Nusantara di bawah pimpinan Jacobvan Neck, van Heemskerck, dan
van Waerwijck. Dengan belajar dari kesalahan Cornelis de Houtman, mereka berhasil
mengambil simpati penguasa Banten sehingga parapedagang Belanda ini diperbolehkan
berdagang di Pelabuhan Banten.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah
Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda
(bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan
hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh
Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama
Jakarta.
Sejak tanggal 31 Mei 1691,VOC memperoleh hak penuh atas Jayakarta, dan sejak itu
Jayakarta berubah menjadi Batavia. Melalui Batavia VOC memperluas pengaruhnya ke
berbagai wilayah di Indonesia. Perluasan pengaruh itu disertai penerapan monopoli
perdagangan. Dengan kekuatan militer dan keahlian memecah belah,sejumlah wilayah
tunduk pada pengaruh VOC. Untuk menjalankan monopoli perdagangan VOC membuat
peraturan sebagai berikut :
1. Petani rempah-rempah hanya boleh bertindak sebagai produsen hak jual-beli hanya
dimiliki VOC
2. Panen rempah-rempah harus di jual kepada VOC dengan harga yang ditentukan
oleh VOC.
Pada akhir abad ke-18 organisasi ini mengalami kebangkrutan,dan tanggal 31 Desember
1799 VOC di bubarkan. Bangkrutnya VOC itu ditandai oleh buruknya kondisi keuangan
serikat dagang tersebut. Dengan kas yang kosong dan utang yang menumpuk,VOC
kemudian tidak dapat lagi menjalankan kegiatannya. Berikut ini faktor-faktor penyebab
bangkrutnya VOC :
3. VOC banyak menanggung utang akibat peperangan yang dilakukan baik dengan
rakyat Indonesia maupun dengan Inggris.
Pada awalnya gubernur jenderal yang merupakan wakil ratu belanda memiliki kekuasaan
yang sanagt luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya dibantu oleh organisasi-
organisasi pemerintah yang diisi oleh pejabat-pejabat baik pusat maupun daerah. Namun
kekuasaan yang tak terbatas menuai protes dari komunitas-komunitas pengusaha Belanda,
karena mereka juga ingin menyuarakan pendapatnya dalam menentukan kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk raden,yaitu suatu dewan
dimana warga eropa dapat berbicara untuk menyuarakan isi hatinya. Inilah yang
mengawali terbentukany decentralisatie wet, kurang lebih pasalnya berisi tentang
pemerintah di daerah-daerah jajahan kerajaan Belanda.
Sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah nusantara, baik secara politik
maupun ekonomi, pemerintah kolonial menyadari bahwa keberadaannya tidak selalu
aman. untuk itu pemerintah kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah
kerajaan yang masih disegani, hal ini bertujuan untuk menanamkan pengaruh politiknya
terhadap elite politik kerajaan.
Terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan pada saat pemerintahan kolonial
berlangsung, yaitu mulai diperkenalkannya sistem administrasi kolonial (Binnenlandsche
Bestuur) yang memperkenalkan sistem administrasi dan birokrasi modern yang
puncaknya pada ratu Belanda dan sistem administrasi tradisional (inheemche Bestuur)
masih dipertahankan oleh pemerintah kolonial.
Beberapa cara yang di lakukan Daendels untuk mendapatkan dana agar dapat
menjalankan tugasnya antara lain :
Gubernur Jendral Janssens ternyata seorang Gubernur Jendral yang lemah,buktinya ketika
Inggris menyerang Janssens terpaksa harus menyerah dan menandatangani perjanjian
Kapitulasi Tuntang 17 Desember 1811.
Akan tetapi sistem pajak sewa tanah (Land rent) pada masa Raffles mengalami
kegagalan,sebab :
3) Pajak sewa tanah harus dibayar dengan uang,padahal rakyat belum mengenal sistem
peredaran uang.
Pemerintahan Raffles berakhir tahun 1816 dikarenakan berdasar perjanjian London yang
di tandatangani Inggris dan Belanda tahun 1814, Inggris harus menyerahkan kembali
tanah jajahan yang di rebut dari Belanda termasuk Indonesia. Pada tanggal 19 Agustus
1816 Inggris di wakili John Fendell dan pihak Belanda di wakili oleh Boyskes,Elout,dan
Van Der Cappelen.
Dalam pemerintahannya yang singkat Raffles juga berjasa,yaitu :
Abad ke-19 pemerintahan Belanda mengalami kesulitan keuangan yang disebabkan oleh :
Untuk mengatasi Van Den Bosch mengusulkan pelaksanaan sistem tanam paksa / Cultur
Stelsel di Indonesia.
Dalam pelaksanaan tanam paksa telah diatur beberapa pokok ketentuaan ,akan tetapi
dalam pelaksanaan sistem tanam paksa menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan.
Penyimpangan itu disebabkan oleh adanya culture proceten yang diberlakukan
pemerintah Belanda. Culture procentan adalah hadiah / persen bagi setiap pegawai tanam
paksa yang dapat menyetorkan hasil tanaman melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.
Hal tersebut mengakibatkan para pegawai tanam paksa berusaha memaksa dan memeras
rakyat.
1) Douwes Dekker dengan nama samaran Empu Tatuli yang melukiskan penderitaan
rakyat Indonesia akibat sistem tanam paksa.
2) Frans Van der Putte yang menentang sistem tanam paksa dengan menulis buku
berjudul Suiker Contraction. Bersama dengan Baron Van Hoevel berjuang menghapus
sistem tanam paksa melalui parlemen Belanda.
Sistem tanam paksa secara resmi dihapus tahun 1870 sejak saat itu perekonomian Hindia-
Belanda memasuki zaman liberal. Menurut kaum liberal kehidupan perekonomian dan
pihak swasta bebas melakukan tindakan ekonomi.
Pada tahun 1870 politik pintu terbuka/politik colonial liberal diberlakukan di Indonesia
yang di tandai dengan keluarnya undang-undang Agraria (Agrasche Wet) tahun 1870.
2) Melindungi hak milik petani pribumi atas tanahnya dari penguasaan orang asing.
3) Tanah milik pemerintah antara lain hutan yang belum dibuka,tanah yang berada
diluar wilayah milik desa,tanah milik adat.
4) Tanah milik penduduk antara lain semua sawah,ladang dan sejenisnya yang
dimiliki oleh penduduk desa,boleh disewa pihak swasta jangka panjang waktu 5 sampai
20 tahun.
Dengan adanya politik pintu terbuka tersebut berarti bangsa Indonesia terbuka untuk
penanaman modal asing. Pelaksanaan politik pintu terbuka di Indonesia menimbulkan
akibat atau dampak yang luas antara lain :
2) Kegelisahan rakyat Maluku terhadap Belanda yang diduga membebani rakyat dengan
berbagi pihak
Dalam perjuangan Pattimura yang dikenal dengan Thomas Maltullessy dibantu Thomas
Pattiwael,Anthonie Rheboak,Said Parintah,Latumahina dan Christina Marta Tiahahu.
Akan tetapi perjuangan Pattimura mengalami kegagalan. Tertangkapnya para pemimpin
perjuangan rakyat Maluku perlawanan menjadi melemah dan akhirnya dapat dikuasai
oleh Belanda.
1) Pertentangan antara kaum Adat dan kaum Paderi yang berusaha menegakkan agama
Islam dari tidakan-tindakan yang menyimpang dari ajaran Islam
2) Belanda turut campur dalam pertentangan kaum Adat dan kaum Paderi dengan cara
membantu kaum Adat.
d. Perang Bali (1846-1863)
2) Belanda menolak Hukum Tawan Karang ,yaitu hak raja-raja Bali merampas semua
kapal asing yang terdampar di wilayah kerajaanya
Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda dipimpin oleh Pangeran Antasari dan
Pangeran Hidayat yang dibantu Kyai Demang Leman,Haji Buyasin,dan Haji Nasrun.
Akan tetapi perlawanan rakyat Banjar semakin lemah setelah tokoh-tokoh pemimpin
Banjar ditangkap Belanda. Akibatnya Banjar menjadi wilayah kekuasaan Belanda.
Pada tahun 1899 pasukan Belanda (Pasukan Marsose) yang dipimpin kolonel Van Heutz
menyerang Aceh secara besar-besaran sehingga para pemimpin Aceh satu-persatu gugur
dan tertangkap. Akhirnya Sultan Muhammad Daud Syah dipaksa menandatangani
perjanjian tersebut Aceh harus tunduk pada pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda.
Perjuangan rakyat Indonesia melawan Kolonial Belanda tidak hanya dilakukan dalam
bentuk perang, tetapi juga dalam bentuk gerakan protes petani. Gerakan protes petani
adalah gerakan yang dilakukan para petani sebagai ungkapan protes kebijakan pemerintah
kolonial.
Sejarah panjang masa berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda sebenarnya telah mulai
muncul karena diberlakukannya Politik Etis . Dengan dilakukannya Politik Etis tersebut
justru mengancam kedudukan pemerintahan Hindia Belanda karena Politik Etis dapat
menghadirkan lahirnya golongan terpelajar. Golongan terpelajar inilah yang mempelopori
lahirnya Pergerakan Nasional, gerakan-gerakan anti penjajahan banyak bermunculan pada
masa ini. Dimulai dari masa pembentukan (1908-1920) berdiri organisasi seperti Budi
Utomo, Sarekat Islam dan Indische Partij, masa radikal/nonkooperasi (1920-1930) berdiri
organisasi seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI) dan
Partai Nasional Indonesia (PNI) serta pada masa moderat/kooperasi (1930-1942) berdiri
organisasi seperti Parindra, Partindo, dan GAPI. Di samping itu juga berdiri organisasi
keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.
Pihak Hindia Belanda mulai menjalankan tingkat penindasan baru untuk menanggapi
perkembangan tersebut. Dalam masalah politik, gerakan anti penjajahan melanjutkan
langkah-langkah yang tidak menghasilkan apa-apa. Pemerintahan Hindia Belanda
memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif dalam sejarahnya pada
abad XX.
Kini peperangan di Asia sudah diambang pintu. Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima
Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani yaitu
mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi
Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal
perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut
perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan
pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400
pesawat tempur dan pada akhirnya pada tanggal 8 Desember 1941 (7 Desember di
Hawaii), Jepang menyerang basis perang Amerika Serikat di Pearl Harbour, mereka juga
menyerang Hongkong, Filipina dan Malaysia yang dilakukan oleh kekuatan kedua yaitu
sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki yang mendukung Angkatan Darat dalam
Operasi Selatan atau Filipina dan Malaysia tersebut yang kemudian penyerangan itu akan
dilanjutkan ke Jawa.
Kemudian pada 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan oleh pihak Jepang. Dengan
demikian, bukan saja de facto, melainkan juga de jure, seluruh wilayah bekas Hindia
Belanda sejak itu berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang. Dann pada saat
itulah kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia berakhir.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596-1811,dan yang kedua kalinya
pada tahun 1814-1904. Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk
memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Dan untuk melancarkan
usahanya, Belanda menempuh beberapa cara yaitu membentuk VOC pada tahun 1902
dan membentuk pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Setelah masa penjajahan itu usai,
Belanda meninggalkan kebudayaan dan kebijakan-kebijakan yang sebagian masih di
pakai oleh Indonesia.
Indonesia pada masa pemerintahan Hindia-Belanda abad XIX sudah mengalami berbagai
pergantian Gubernur Jendral tetapi yang paling menyengsarakan rakyat yaitu pada masa
Gubjen, Rafles, Daendels, Van den Bosch, dan van Hogendrop. Yang menerapkan system
tanam paksa, penyerahan wajib hasil pertanian, penyewaan tanah kepada rakyat,
penyewaan desa pada pihak swasta dan pembuatan jalan dari Anyer sampai Panarukan.
2. Analisis
Indonesia pernah merasakan dijajah oleh negara lain, seperti Portugis dan Inggris. Akan
tetapi penjajahan itu tidak begitu lama. Baru setelah itu bangsa Indonesia mulai dijajah
kembali oleh bangsa barat yaitu Belanda yang kurang lebih selama 300 tahun lamanya.
Pada awalnya Belanda hanya ingin melakukan perdagangan rempah-rempah di Indonesia.
Akan tetapi melihat kondisi Indonesia yang begitu kaya akan rempah-rempah VOC
berniat melakukan monopoli perdagangan. VOC merupakan persatuan dari berbagai
perseroan dan disahkan dengan suatu piagam yang memberi hak khusus untuk berdagang,
berlayar dan memegang kekuasaan. Jadi pada saat pemerintahan Hindia-Belanda,
masyarakat sangat tertindas karena adanya sistem tanam paksa dan kerja rodi dan
pemerintahan yang hanya mengntungka pemerintahan Belanda, tidak memperhatikan
rakyat.