Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

ENZIM SCHARDINGER

KELOMPOK 1 (KELAS E)

RIMBHA PUTRI LESTARI 201710410311114


AZRUL CHOLIS AZZAHABI 201710410311131
SHAFELIA NATA AJI KUSUMA 201710410311156
ARIFA KHARIMATUL FUAD 201710410311184
PUTRI ANASSTASYA WIDJANARKO 201610410311125

DOSEN PEMBIMBING:
Dra, Uswatun Chasanah,M.Kes.,Apt
Raditya Weka Nugraheni, M.Farm., Apt
Firasti Agung.N.S., M.Biotech.,Apt
Amaliyah Dina, M.Farm.,Apt
Firdha Anita Yulianti,S.Farm.,Apt
Renny Primasari,S.Farm.,Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
I. Judul Praktikum
Enzim Schardinger
II. Tujuan Praktikum
Mengetahui kerja enzim schardinger pada berbagai kondisi
III. Dasar Teori
Enzim adalah senyawa organik yang tersusun atas protein yang peristiwa
metabolisme bertindak sebagai katalisator, artinya zat yang mampu mempercepat reaksi
kimia tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Menurut Shahib (1992), enzim adalah
katalisator yang mempercepat reaksi kimia dalam makhluk hidup atau badan system
biological. Lakitan (2001) menyatakan, enzim merupakan salah satu lintasan
metabolisme yang dapat mempercepat laju reaksi dan berkemampuan sebagai katalisator,
artinya ion-ion dan senyawa organik yang diserap dari dalam tanah oleh tumbuhan.
Enzim merupakan katalis yang lebih khas dan lebih kuat dibandingkan dengan ion-ion
logam atau senyawa lainnya yang diserap tumbuhan dari tanah (Salisbury, 1995).
Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari
katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Tanpa
pembentukan produk samping enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme
dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik
menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolic yang
berbeda (Cartono,2004).
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah
cirri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat
bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk
proses biokimia yang terjadi didalam sel maupun diluar sel. Suatu enzim dapat
mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dari pada apabila reaksi tersebut
dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katlis yang sangat efisien,
disamping itu mempunyai derajar kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya,
maka enzim dapat menurunkan energy aktivitas suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada
yang membutuhkan energy (energi endorgani) dan ada pula yang menghasilkan energy
atau mengeluarkan energy (eksorgonik) ( Poedjadi, 2006).
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya
holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah
suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim
yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi
dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan
sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat
kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik
maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada
substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi,
2006).
Pada enzim terdapat bagian protein yang tidak tahan panas yaitu disebut dengan
apoenzim, sedangkan bagian yang bukan protein adalah bagian yang aktif dan diberi
nama gugus prostetik, biasanya berupa logam seperti besi, tembaga , seng atau suatu
bahan senyawa organic yang mengandung logam.Apoenzim dan gugus prostetik
merupakan suatu kesatuanyang disebut holoenzim, tetapi ada juga bagian enzim yang
apoenzim dan gugus prospetiknya tidak menyatu. Contoh koenzim adalah vitamin atau
bagian vitamin (misalnya : vitamin B1, B2, B6, niasin dan biotin) (Kartasapoetra, 1994).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim


Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a) pH
Struktur ion enzim bergantung pada pH lingkungan. Enzim dapat berbentuk ion positif
dan ion negative (Zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH akan mempengaruhi
efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. pH yang
rendah atau pH yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini
akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994).
b) Suhu
Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Suhu yang
rendah menyebabkan reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu tinggi,
reaksi kimia akan berlangsung cepat. Pada enzim, suhu yang tinggi menyebabkan
terjadinya proses denaturasi. Hal ini menyebabkan bagian aktif enzim terganggu dan
dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya
pun akan menurun (Martono, 1993). Enzim dalam tubuh manusia mempunyai suhu
optimum sekitar 37° C. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan
sampai ± 60° C, karena terjadi denaturasi. ( Hafiz Soewoto, 2000)

c) Konsentrasi enzim
Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, laju reaksi meningkat secara linier dengan
bertambahnya konsentrasi enzim
d) Konsentrasi substrat
Pada konsentrasi enzim tetap dan konsentrasi substrat rendah, kompleks enzim-
substrat yang terbentuk sedikit (masih banyak enzim bebas/tidak berikatan dengan
substrat). Bila konsentrasi substrat diperbesar, maka makin banyak substrat yang
bereaksi dengan sisi aktif enzim, sehingga konsentrasi enzim-substrat makin besar dan
menyebabkan meningkatnya laju reaksi. Namun pada batas konsentrasi substrat tertentu,
semua enzim telah bereaksi dengan substrat (tidak terdapat enzim bebas). Dalam
kondisi ini, bertambahnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambahnya
konsentrasi enzim-substrat, sehingga laju reaksinya pun tidak meningkat (Poedjiadi,
1994).
e) Inhibitor
Inhibitor adalah beberapa zat kimia yang dapat menghambat kerja enzim, misalnya
garam-garam dan logam berat seperti air raksa. Inhibitor dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam yaitu inhibitor kompetitif, inhibitor non-kompetitif dan inhibitor umpan balik
(Poedjiadi, 1994). Inhibisi kompetitif klasik terjadi pada tapak pengikatan-substrat
(katalitik). Struktur kimia sebuah inhibitor analog-substrat (I) umumnya menyerupai
struktur kimia substrat (S). oleh karena itu, inhibitor tersebut dapat berikatan secara
reversible dengan enzim sehingga yang seharusnya membentuk kompleks EnzS, justru
membentuk kompleks enzim inhibitor (Enzl). Pada inhibisi nonkompetitif, tidak terdapat
persaingan antara S dan I. struktur inhibitor biasanya tidak atau hanya sedikit mirip
dengan struktur S dan dapat dianggap berkaitan dengan domain yang berbeda pada
enzim. Inhibitor nonkompetitif reversible menurunkan kecepatan reaksi maksimal yang
diperoleh pada pemberian sejumlah enzim (Vmaks yang lebih rendah), tetapi biasanya
tidak mempengaruhi nilai Km (Murray,2001).
f) Waktu inkubasi
Waktu inkubasi yang dibutuhkan enzim untuk bereaksi dengan substrat secara
optimum adalah berbeda-beda. Ada beberapa enzim membutuhkan waktu inkubasi yang
lama untuk bereaksi dengan substrat.

Susu adalah bahan makanan yang sempurna karena mengandung protein, lemak,
karbohidrat (laktosa), vitamin dan garam anorganik. Dalam susu terdapat pospat baik
sebagai protein, maupun sebagai ion pospat anorganik. Kesegaran susu dapat ditandai
dengan masih aktifnya enzim-enzim yang terdapat didalamnya diantaranya aktifnya
enzim amylase, lipase, peroksidase, katalase dan sebagainya (Tim Dosen Biokimia,
2001).

Susu mengandung suatu enzim yang mengkatalisis oksidasi macam-macam aldehid


menjadi asam. Reaksinya berlangsung secara anaerobik dan dapat ditunjukkan bila ada
akseptor hidrogen yang sesuai seperti : metilen biru. Jalannya reaksi dapat dilihat dari
perubahan warna biru (bentuk oksidasi) menjadi tak berwarna (bentuk reduksi). Reaksi
ini biasanya dilakukan dalam tabung Thunberg (Patong, dkk., 2012).

Uji metilen biru dapat memberikan gambaran perkiraan jumlah bakteri yang terdapat
dalam susu. Pada uji ini akan ditambahkan sejumlah zat yang biru ke dalam susu,
kemudian diamati waktu yang dibutuhkan oleh bakteri dalam susu tersebut untuk
melakukan aktifitas yang dapat mengakibatkan perubahan warna zat tersebut. Semakin
tinggi jumlah bakteri dalam susu tersebut, semakin cepat terjadinya perubahan warna zat
tersebut. Uji metilen biru didasarkan pada kemampuan bakteri dalam susu untuk tumbuh
dan menggunakan oksigen terlarut, sehingga menyebabkan perubahan penurunan
kegiatan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut. Maka akibatnya metilen biru yang
ditambahkan akan tereduksi menjadi putih metilen. Selain itu bekerja pula enzim yang
disebut Schardinger enzyme (Girindra, 1990).

Schardinger pada tahun 1902 mengamati bahwa metilen biru berkurang formaldehida
di dalam susu segar. Enzim yang bersangkutan dalam oksidasi ini dan aldehida lainnya
dikenal sebagai "enzim Schardinger" (Booth, 1935).

Enzim Schardinger merupakan enzim yang termasuk golongan enzim oksidase ini
terdapat antara lain di dalam susu ncubato dikenal pula sebagai enzim xanthine oksidase
karena dapat mengoksidase xanthine. ncubator juga dapat mengoksidasi aldehid. Di
dalam percobaan ini ncubator blue digunakan sebagai penangkap hydrogen (Anonim,
2012).
Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik protein
akibat gangguan interaksi sekunder,tersier, dan kuartener. Denaturasi akibat panas
menyebabkan molekul-molekul yang menyusun protein bergerak dengan sangat cepat.
Sehingga sifat protein yaitu hidrofobik menjadi terbuka. Akibatnya molekul akan
bergerak semakin cepat dan memutus ikatan hydrogen didalamnya(Sumardjo,2008).
Proses denaturasi berlangsung tetap dan tidak berubah,suatu protein yang mengalami
proses denaturasi akan mengalami perubahan visikator atau berkurangnya kelarutan
cairan sehingga mudah mengendap. Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat
memecah ikatan hydrogen yang menyebabkan denaturasi protein karena dapat memecah
interaksi hidrofilik dan meningkatkan daya larut gugus hidrofobik dalam air deterjen atau
sabun dapat menyebabkan denaturasi karena senyawa pada deterjen dapat membentuk
jembatan antara gugus hidrofilik dengan hidrofobiksehingga terjadi denaturasi.selain
deterjen dan sabun, aseton dan alcohol juga dapat menyebabkan denaturasi
(Winarno,2008).

IV. Prinsip Reaksi Biokimia


Enzim Schardinger adalah termasuk golongan enzim oksidase, enzim ini terdapat
antara lain di dalam susu sapi dan dikenal pula sebagai enzim xanthine oksidase Karen
adapat mengoksidase xanthine . Enzim ini juga dapat mengoksidasi aldehid. Rekasinya
berlangsung secara anaerobic dan dapat ditunjukkan bila ada akseptor hydrogen yang sesuai
seperti Methylene Blue. Jalannya reaksi apat dilihat dari perunahan warna biru menjadi tidak
berwarna.
V. Alat dan Bahan
1. Alat
 Tabung Reaksi
 Pipet tetes
 Rak tabung kayu
 Beakerglass
 Incubator
2. Bahan
 Susu ( Enzim schardinger)
 Methylene Blue formaldehyde
 Paraffin cair

VI. Prosedur Praktikum


1. Siapkan Tiga tabung reaksi, tandai dengan P, Q, dan R
2. Kedalam tabung reaksi P dan Q tambahkan masing-masing 3 ml susu mentah,
sedangkan kedalam tabung R masukan 3 ml susu yang sudah dimasak.
3. Tambahkan 1 tetes methylene blue formaldehyde ( 25 mg methylene blue dilarutkan
dalam 195 ml air dan 5 ml formaldehyde 40% ), kedalam 3 tabung dan kocoklah
sampai warnanya rata.
4. Tambahkan 8 tetes paraffin cair kedalam tabung P. Jangan dikocok !
5. inkubasi ketiga tabung pada 37˚C selama 30 menit. Amatilah Perubahan warna yang
terjadi kedalam masing-masing tabung.
V. Bagan Alir

Siapkan tiga tabung rekasi, tandai dengan P,Q, dan


R

Ke dalam tabung P dan Kedalam rabung R


Q tambahkan maisng- masukkan 3 ml susu
masing 3 ml susu yang sudah di masak
mentah

Tambahkan 1 tetes Methylene Blue formaldehid


(25 mg MB dilarutkan dalam 195 ml air dan 5 ml
formaldehid 40%) kedalam ketiga tabung dan
kocoklah sampai warnanya rata

Tambahkan 8 tetes paraffin cair ke dalam tabung P.


jangan dikocok!

Inkubasi ketiga tabung pada 37◦C selama 30 menit.


Amatilah perubahan warna yang terjadi dala
masing-masing tabung.
VI. Hasil Pengamatan

Gambar 1 : Kelompok 1 sebelum inkubasi Gambar 2 : Kelompok 1 setelah inkubasi

Gambar 3 : Kelompok 3 setelah inkubasi Gambar 4 : Kelompok 5 setelah inkubasi


VII. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerja enzim pada berbagai kondisi.
Enzim yang digunakan dalam praktikum ini adalah enzim schardinger yang terdapat dalam susu.
Indikator yang digunakan pada praktikum ini adalah metilen biru formaldehid. Reaksi positifnya
adalah terjadi perubahan warna dari biru menjadi putih. Pada percobaan ini digunakan 3 tabung
reaksi yang masing-masing diberi label P, Q, dan R serta diberi perlakuan yang berbeda-beda
pada masing-masing tabung. Setelah itu tabung-tabung ini akan dimasukkan ke dalam inkubator
bersuhu 37°C selama 30 menit agar suasana dalam ketiga tabung sama pada suhu dimana enzim
bekerja secara optimal.
Pada tabung P ditambahkan 3 ml susu mentah, 1 tetes metilen biru formaldehid, dan 8 tetes
paraffin cair. Setelah diinkubasi selama 30 menit didapatkan larutan berwarna putih, hal ini
dikarenakan bukan hanya enzim schardinger yang bekerja, melainkan terdapat bakteri yang
belum mati selama proses inkubasi sehingga mampu mengoksidasi metilen biru menjadi bentuk
reduksinya yang berwarna putih. Kerja bakteri tersebut dapat optimal dikarenakan adanya cairan
parafin yang melapisi permukaan larutan yang menyebabkan larutan tidak dapat kontak dengan
udara (O2) karena bakteri tersebut bekerja secara anaerob. Perubahan ini merupakan perubahan
paling cepat, karena pada larutan tersebut terdapat banyak bakteri yang mampu menghasilkan
senyawa-senyawa pereduksi dalam kondisi anaerob. Pada kelompok lain terdapat hasil yang
menunjukkan larutan berwarna biru, hal ini bisa jadi disebabkan karena adanya pengocokan oleh
praktikan setelah ditambahkan paraffin sehingga lapisan paraffin pada permukaan larutan tidak
terbentuk yang akhirnya menyebabkan larutan tetap berwarna biru karena reaksi secara anaerob
tidak dapat terjadi. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan larutan tetap biru dikarenakan
penambahan paraffin yang terlambat/ terlalu lama.
Pada tabung Q ditambahkan 3 ml susu mentah, 1 tetes metilen biru formaldehid. Setelah
diinkubasi selama 30 menit didapatkan larutan berwarna putih pada dasar tabung dan terdapat
lapisan cincin berwarna biru pada permukaannya, hal ini dikarenakan enzim tak mampu lagi
untuk mengoksidasi formaldehida untuk memberikan warna putih karena senyawa-senyawa
pereduksi tidak dihasilkan dalam kondisi aerob. Larutan yang dibiarkan bebas kontak dengan
udara (O2) menyebabkan reaksi tersebut berlangsung dalam kondisi aerob yang menurunkan
kerja dari enzim schardinger tersebut dan mengakibatkan lapisan atas larutan berwarna biru.
Pada tabung R ditambahkan 3 ml susu yang sudah dimasak, 1 tetes metilen biru
formaldehid. Setelah diinkubasi selama 30 menit didapatkan larutan bewarna biru sepenuhnya
yang artinya enzim tidak menunjukkan aktivitas pada reaksi tersebut karena enzim telah
rusak/denaturasi pada saat pemanasan. Dan juga, bakteri sulit menghasilkan senyawa reduksi
yang mengubah warna biru pada metilen biru menjadi putih karena bakteri sudah mulai hilang
atau mati pada pemanasan susu sebelum diuji dengan metilen biru.

VIII. Kesimpulan
1. Enzim Schardinger bekerja pada kondisi anaerob.
2. Pemanasan yang tinggi dapat merusak kerja enzim yang schardinger yang terdapat
dalam susu.
3. Enzim schardinger dapat mengkatalisis oksidasi formaldehid dengan berubahnya
warna pada metilen biru dari biru menjadi putih.
Daftar Pustaka

Anna Poedjiadi, (1994), Dasar-dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.

Cartono, M.Pd. 2004. Biologi Umum. Bandung: PRISMA PRESS

Girindra, Aisjah. 1986. Biokimia 1. Jakarta: Erlangga


Kartasapoetra,a.g, 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Rineka Cipta
Lakitan, B. 2001. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Murray, R. K., 2001, Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Murray, R.K., Granner, D.K. dan Rodwell, V.W., 2009, Biokimia Harper, Edisi 27, Ahli Bahasa
Braham U. Pendit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Institut Teknologi
Bandung Press
Shahib, M.N. 1992. Pemahaman Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti
Soewoto, Hafiz, dkk.2000.Biokimia Eksperimen Laboratorium.Jakarta: Widya Medika.

Stoker, H.S., 2007, General, Organic, and Biological Chemistry, Fourth Edition, Houghton
Mifflin Company, Boston.

Wirahadikusumah, m. 1989. Biokimia Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. Bandung: Institut

Anonim, 2012, Enzim Schardinger dan Peroksidase (online),


(http://apoteksejati24.blogspot.com/2012/03/enzim-schardinger-dan-peroksidase.html), ),
diakses pada tanggal 1 April 2019 pukul 19.30 WIB.

Booth, V.H., 1935, CCVI The Identity of Xanthine Oxidase and The Schardinger Enzyme
(online), (http://www.biochemj.org/bj/029/1732/0291732.pdf), diakses pada tanggal 1
April 2019 pukul 19.00 WIB.

Patong, A.R., dkk., 2012, Biokimia Dasar, Lembah Harapan Press, Makassar.

Tim Dosen Biokimia, 2001, Penuntun Praktikum Biokimia, Universitas Negeri Makassar,
Makassar.

Anda mungkin juga menyukai