Anda di halaman 1dari 12

RANCANAN TUGAS

MANAJEMEN TRAUMA
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
GENGGONG PROBOLINGGO
TAHUN AKADEMIK: 2018/2019

A. Perbandingan Antara Teori Dan Pelaksanaan Di Lapangan


1. Trauma Muskuloskeletal
a. Pada materi yang sudah kami pelajari, penatalaksanaan fraktur tertutup itu terdapat
penatalaksanaan Metode Perkin, Metode Balance Skeletal Tractiont, raksi Kulit Bryant,
traksi Russel. Sedangkan dirumah sakit sendiri tindakan apa yang paling sering
dilakukan untuk penatalaksanaan fraktur tertutup?
 Teori: Fraktur tertutup itu terdapat penatalaksanaan Metode Perkin, Metode
Balance Skeletal Tractiont, raksi Kulit Bryant, traksi Russel.
 Pelaksanaan di lapangan: Sebgian besar ada teori yang dilakukan pada pasien,
namun tidak sampai 100% kita lakukan.karena kita berkaca pada keadaan rumah
sakit. Untuk close fraktur otomatis itu tidak terlalu parah, maka Rumah Sakit
menggunakan SOP
o Observasi keadaan pasien
o Lakukan pemeriksaan fisik head to toe adanya krepitasi dan deformitas,
lakukan TTV (RR, N,TD,S, SPO2, GCS)
o Pengembalian otot atau dislokasi dengan pemberian spallek atau kita lakukan
bebat tekan dengan posisi tulang yang benar. Agar tidak merubah posisi tulang
o Lakukan foto rontgen untuk mengetahui tingkat keparahan yang terjadi, ketika
sudah di foto maka petugas di rumah sakit ini melakukan
o Melakukan operasi jika perlu dilakukan operasi.
b. Bagaimana penanganan awal pada fraktur terbuka, apa saja yang perlu diperhatikan ?
apakah pemberian cairan terlebih dahulu atau menghentikan pendarahan ?
 Teori: Hentikan pendarahan dengan membebat menggunakan kain bersih jika ada
di tempat kejadian, Di rumah sakit bebat menggunakan kassa steril
 Pelaksanaan di lapangan: Open fraktur kita focus ke pendarahan, bersihkan luka
terlebih dahulu, kita lihat fraktur karena apa. Kita lakukan sesuai sop sampai luka
bersih. Jika butuh deep atau mencegah pendarahan atau klem arteri kita lakukan
dengan di dampingi tim dari IGD. Jika tidak parah maka kita tidak perlu foto kecuali
pem laboratorium karena sangat penting saat operasi.
c. Bagaiman penatalaksanaan fraktur pada dewasa dan anak-anak, kemudian apa saja
yang perlu diperhatikan?
 Teori: Penilaian respon pasien dapat dilakukan dengan memantau beberapa
kondisi seperti Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, saturasi oksigen), Produksi
urin dipantau dengan memasang kateter urin. Target dari produksi urin adalah 130,5
ml/kg/jam untuk dewasa, 1 ml/kg/jam untuk anak-anak, keseimbangan asam basa.
Saat kondisi pasien stabil, harus dilakukan pemeriksaan atau rujukan untuk
menterapi secara definitif penyebab pendarahan tersebut. Penatalaksanaan pada
fraktur orang dewasa dan anak sama.
 Pelaksanaan di lapangan: penatalaksanaan pada anak ataupun orang dewasa
sama. Tapi yang membedakannya adalah kita melakukan pendekatan pada anak
untuk mengatasi cemasnya perlu pendekatan terlebih dahulu pada orang tua. Umur
anak di rumah sakit ini 18 tahun 11 bulan 29 hari.
d. Jika ada pasien fraktur apa saja pemeriksaan penunjang awal yang dilakukan dirumah
sakit ini?
 Teori: CT-Scan, foto Rontgen, MRI, USG
 Pelaksanaan di lapangan: Di Rumah Sakit Graha ini biasanya dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan foto Rontgen.
2. Trauma Thorak
a. Apa penangan utama RS yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya trauma dada pada
saat pasien tiba di IGD/UGD?
 Pelaksanaan di lapangan: Observasi keadaan pasien dan Lakukan pemeriksaan
fisik head to toe adanya krepitasi dan deformitas, lakukan TTV (RR, N,TD,S, SPO2,
GCS)
b. Bagaimana penatalaksanaan di RS pada pasien pneumotoraks?
 Teori: melakukan penatalaksanaan plester 3 sisi
 Pelaksanaan di lapangan: Observasi keadaan pasien, Lakukan pemeriksaan fisik
head to toe untuk mengetahui perubahan bunyi udara yang menekan kerja paru kiri
dan kanan tetap normal, lihat adanya krepitasi dan deformitas, lakukan TTV (RR,
N,TD,S, SPO2, GCS), Lakukan foto rontgen untuk mengetahui tingkat keparahan
yang terjadi, ketika sudah di foto maka petugas di rumah sakit ini , Melakukan
operasi jika perlu dilakukan operasi. Dilakukan penanganan fungsi pleura dengan
memasukan needle ukuran 18, menusuknya di rongga dengan sudut 90 derajat
kemudian sambung dengan selang penghubung needle untuk mengeluarkan udara
c. apakah sama penatalaksanaannya pada pneumotoraks dengan tension pneumotorak?
Karena keduanya sama-sama mengalami kondisi masuknya udara?
 Teori:
 Pada pneumotorak: dilakukan plester 3 sisi
 Pada tension pneumotorak: Melakukan Perikardiotomi subxifoid , Melakukan
intubasi trakea, Resistansi cairan, Melakukan torakotomi anterolateral kiri,
Melakukan untuk pijat jantung dada terbuka,
 Pelaksanaan di lapangan: : Observasi keadaan pasien dan Lakukan
pemeriksaan fisik head to toe adanya krepitasi dan deformitas, lakukan TTV (RR,
N,TD,S, SPO2, GCS, mengkonsulkan ke dokter ortopedi.
d. Materi yang kita dapatkan terdapat penatalaksanaan plester tiga sisi pada pasien
pneumotorak terbuka, apakah di RS juga menggunakan plester tiga sisi tersebut?
 Teori: Dengan penutupan luka menggunakan kasa 3 sisi ini diharapkan akan terjadi
efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka,
mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk
menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang
dada yang harus berjauhan dari luka primer
 Pelaksanaan di lapangan: Di rumah sakit ini belum perna dilakukan plester 3 sisi,
pernah dilakukan hanya pada pneumotorak tertutup dan langsung dirujuk
3. Trauma Spinal
a. Bagaimana posisi head up untuk membebaskan jalan nafas pada trauma spinal di rumah
sakit ini?
 Teori: menggunakan jaw thrust
 Pelaksanaan di lapangan: sama dengan teori menggunakan jaw thrust
b. Bagaimana cara mendeteksi trauma spinal di rumah sakit ini? Agar tidak mengalami
kesalahan dalam tindakan mobilisasi
 Teori: Kepala berada pada posisi yang tidak semestinya, Mati rasa atau sensasi
geli di sepanjang kaki maupun lengan, Kelemahan, Ketidakmampuan berjalan,
Paralisis (kehilangan control pergelangan ekstremitas, yakni lengan dan kaki), Tidak
ada control pada GIT dan system perkemihan, pasien cenderung tidak bisa
mengontrol BAB maupun BAK, Syok (pucat, kulit basah dan hangat, jari dan tangan
kebiru-biruan, pusing, sakit kepala, dan setengah tidak sadar), Kurang perhatian
terhadap stimuli/lingkungan sekitar, Leher kaku, sakit kepala, atau nyeri pada leher,
Gagal nafas serta penurunan fungsi pernafasan
 Pelaksanaan di lapangan: tidak dilakukan mobilisasi, namun hanya di SIM atau
juga mengganjal dengan bantal jika diperlukan tapi tidak sampai mengubah posisi,
perawatan paliatif dilakukan jika pasien parah.
c. Apakah pada pada pasien trauma di rumah sakit ini di pasang stiff cervical collar dan
bantal pasir di pinggir kepala
 Teori: imobilisasi sebaikbaiknya dengan cara in-line immobilization, memasang stiff
cervical collar dan bantal pasir di pinggir kepala
 Pelaksanaan di lapangan: pasien hanya di pasang cervical collar jika pasien
trauma
d. Bagaimana cara transportasi pasien trauma spinal di rumah sakit ini?
 Teori: Transportasi pasien dilakukan secara netral. Jangan memindahkan atau
membawa pasien dengan dugaan trauma leher pada posisi duduk atau tengkurap.
Pastikan pasien dalam kondisi stabil untuk dipindahkan
 Pelaksanaan di lapangan: transportasinya sama dengan teori yang disampaikan
e. Bagaimana gambaran alat transportasi pada pasien trauma spinal di rumah sakit ini?
 Teori: Spinal boards and cervical collars serta Extremity immobilization
 Pelaksanaan di lapangan: sama dengan teori tapi di Rumah Sakit alatnya masih
yang lama, dimana di alasnya masih besi dan dilapisi mika yang berisi sepon.
4. Trauma Abdomen
a. Bagaimana cara menangani internal bleading di rumah sakit sendiri?
 Teori: cara pennganan untuk mengurangi pendarahan pada internal bleading yaitu
bisa dilakukan kompresi dan penggunakan tourniquet untuk mengendalikan
pendarahan terbuka dan cedera ekstermitas sedangkan untuk intestinal bleeding
dapat dilkukan dengan pemberian partikel nanopolimerik yang dirancang dengan
sintesis platelet diberikan secara intravena. Dan dengan dilakukannya pemeriksaan
USG untu mengetahui seberapa luas pecahnya pembuluh di rongga perut,
pemeriksaan USG dilakuka mulai dari petgas kesehatan datang ke tempat kejadian
sampai korban di bawa ke rumah sakit.
 Pelaksanaan di lapangan: interna bleding terlihat karena hematoma, jadi di
Rumah Sakit ini melakukan pemeriksaan Laboratorium untuk menentukan kadar Hb.
Jika lebam perawat melakukan kolaborasi dengan dokter

b. Apakah trauma pelvis juga bisa jadi pemicu terjadinya internal bleading?
 Teori : Internal bleeding adalah Pendarahan intra abdomen yang merupakan hal
menantang karena organ dan pembulu darah pecah, yang dapat mengakibatkan
nekrosis atau komplikasi pada organ abdomen. Apabla terjadi trauma pada pelvis
maka akan terjadi internal bleadin, karena pelvis dengan abdomen berdekatan
sehingga mudah terjadi internal bleading.
 Pelaksanaan di lapangan: tatalaksana yang dilakukan pada internal bleading
karena trauma pelvis sama saja penanganannya yaitu melakukan pemeriksaan fisik,
melakukan foto radiologi dan USG.
c. Bagaimana tingkat keberhasilan tatalaksana selama ini pada kasus trauma abdominal?
 Pelaksanaan di lapangan: tingkat keberhasilan di rumah sakit belum sampai
100% berhasil.
d. Bagaimana tatalaksana di rumah sakit untuk penanganan trauma abdominal tajam?
 Teori:
1) Apabila ada luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kasa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memper parah
luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam
tersebut dibalut kain bersih atau bila ada perban steril.
4) Imobilisasi pasien
5) Tidak dianjurkan member makan dan minum
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7) Kirim kerumah sakit
 Pelaksanaan di lapangan: pasien dengan tertanccam benda asing tidak boleh di
cabut karena berbahaya dan juga dapat mengancam nyawa
 Cara menghitung MAP di RS Graha sehat: Siastol+2.Diastol: 3 MAP berfungsi untuk
menghitung Rata-rata sirkulasi pada otak
 Menurut RS Graha Sehat: ABC hanya dilakukan pad trauma Torak, Abdomen, leher. Yang
terpenting adalah pemeriksaan fisiknya. ABC hanya dilakukan pada saat gawat saja.

ANALISI GAP

A. Factor pendorong:
 SOP yang mengikuti teori walaupun tidak 100%
 Pemeriksaan penunjang yang sering di lakukan
 Head to toe di fokuskan pada kondisi keadaan pasien
 Perawat selalu berkonsultasi pada dokter Ortopedi dalam setiap melakukan intervensi
 Pada rumah sakit di ruangan khusus trauma pada anak dan dewasa sudah berbeda
bahkan perawatnya telah mengetahui penatalaksanaan trauma pada setiap usia
 Code blue pada rumah sakit sudah berjalan

B. Factor penghambat
 Alat transportasi yang masih lama, menggunakan alat transportasi pasien yang
menggunakan besi dan dilapisi mika
 Penggunaan plester 3 sisi yang digunakan untuk trauma tertutup dan masih dirujuk
 Rumah Sakit alat pemeriksaan diagnostic masih tidak memadai
 Penggunaan tourniquet pada abdominal yang belum pernah di gunakan. RS hanya
mengetahui bahwa Torniquet digunakan pada saat injeksi saja dan pada luka tertentu
 Tempat Bed di IGD Rumah Sakit yang kurang memadai, sehingga jika terjadi banyak
kondisi kegawat daruratan tidak dapat menampung banyak pasien
REVIEW LITERATURE

1. Trauma Muskuloskeletal

Nama Pengarang Haim Cohen, Chen Kugel

Judul jurnal  Judul: The Impact Velocity And Bone Fracture Pattern: Forensic
Perspective
 Alamat: Http://Dx.Doi.Org/10.1016/J.Forsciint.2016.04.035
 Tahun: 2016
 Penerbit: EL SEVIER
Tujuan Penelitian ini memiliki dua tujuan
1. Untuk menetapkan metode analisis fraktur
2. Untuk menentukan apakah ada hubungan antara gaya energy dan
pola fraktur
Method Dengan menggunakan mesin dynatup model POE 2000 (INSTRONE CO)

Result Pada penelitian ini menggambarkan dan menganalisis fraktur menjdi dua
yaitu kualitatif dan kuantitatif , pada masing-masing fraktur atau patah
tulang memiliki dampak yang berbeda pada setiap eksperimen yang
dilakukan, dan terjadi dampak yang signifikan, percobaan ini
menggunakan energy rendah dan energy tinggi yang mana keduanya
memiliki perbedaan yang sangat signifikan pada tulang yang mengalami
fraktur.
2. Trauma Thorak

Nama Pengarang Kotora JG Jr, ey al. J Emerg Med

Judul jurnal  Judul :Vented Chest Seals For Prevention Of Tension


Pneumothorax In A Communicating Pneumothorax
 Alamat : http://doi.org/10.1016/j.jemermed.2013.05.011
 Tahun : 2013
 Penerbit : PlumX Metrics
Tujuan Dengan penutupan luka menggunakan kasa 3 sisi ini diharapkan
akan terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa
penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari
dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan
udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang
dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi
luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga
pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika
selang dada sudah terpasang. Kasa penutup sementara yang
dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolotum Gauze,
sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan
dilanjutkan dengan penjahitan luka
Method Dengan menggunakan segel dada untuk penutupan luka dengan
kasa steril yang diplester hanya pada 3 sisinya saja berventilasi
dalam pengaturan pneumotoraks terbuka dan penetrasi trauma
thorax, tiga seal dada berventilasi yang tersedia secara komersial,
Setiap seal berventilasi dinilai karena kemampuannya untuk
mencegah akumulasi udara dengan perkembangan fisiologi
tegangan setelah aplikasi
Result Pada penelitian ini sentinel seal dada menghasilkan fisiologi
ketegangan dimana ketiga segel secara efektif mengefakuasi udara
dan darah sehingga seal dada sama-sama efektif dalam model
pneumotoraks yang ketiganya mencegah pembentukan tension
pneumotoraks setelah menembus trauma toraks.

3. Trauma Spinal

Nama pengarang Joseph Fournier


Judul jurnal  Judul jurnal: Paediatric Spinal Trauma: Patterns Of Injury, Clinical
Assessment And Principles Of Treatment
 Alamat: http://dx.doi.org/10.1016/j.mpoth.2016.07.003
 Tahun: 2016
 Penerbit: Elservier
Tujuan Memberikan penanganan terhadap trauma spinal
Metode Pasien yang mengalami kecelakaan dan diduga mengalami trauma haruslah
di mobilisasi pada arah serviks menggunakan papan yang diletakkan di tulang
belakang. Hindari fleksi tulang belakang yaitu pada leher karena lingkar kepala
ke dada lebih tinggi. Lakukan pemeriksaan neurologis dan pantau adanya
tanda-tanda penurunan fungsional. Pantau adanya tanda henti nafas.
Melakukan pembedahan jika keadaan belum stabil.Batasi aktifitas fisik.
Pemeriksaan ct scan dan juga MRI dilakukan pada pasien trauma spinal.
Result Trauma spinal yang dilakukan mobilisasi secara benar memperbaiki stabilitas
pada tulang belakang, mencegah agar leher tidak terputar (rotation).
Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat atau alas
yang keras.
4. Trauma Abdomen

Nama pengarang S. E. van Oostendorp1 , E. C. T. H. Tan2,3 and L. M. G. Geeraedts Jr1


Judul jurnal 1. Judul : Prehospital control of life-threatening truncal and junctional
haemorrhage is the ultimate challenge in optimizing trauma care; a
review of treatment options and their applicability in the civilian trauma
setting
2. Alamat : http://Dx.DOI 10.1186/s13049-016-0301-9
3. Tahun : 2016
4. Penerbit : Biomed Central
Tujuan 1. Untuk mengontrol perdarahan di luar rumah sakit/ pra-rumah sakit
Methode Intervensi yang dipilih dialokasikan untuk 5 bidang anatomi yang menarik : 1.
Aksila fungsional 2. Pangkal paha dan truncal 3. Dada 4. Perut 5. Panggul.
Hasilnya dijelaskan per anatomi dan disajikan dalam tabel yang dipesan oleh
stadion penelitian pra klinis. Akhirnya penelitian potensi penerapan diarea pra
rumah sakit disediakan dengan mendaftar pro dan kontra seperti yang dibahas
dalam pertemuan.
Result Bahwa AAJT (tournequet) belum dilaporkan untuk perdarahan perut, namun
ketika tidak ada pilihan yang tersedia, penggunaannya mungkin layak karena
memiliki kemampuan untuk membatasi konpartemen internal bleeding dengan
tekanan eksternal, secara teoritis memberikan tamponade sebelumnya dari
rongga perut. Namun demikian, aplikasi abdomen merupakan kontra indikasi
dalam kasus cedera penetrasi. Maksudnya dari diatas boleh menggunakan
tournequt atau AAJT tersebut jika tidak ada lagi untuk menangani internal
bleading.
RENCANA PROGRAM PERBAIKAN

Dari factor penghambat yang ada di Rumah Sakit, kita bisa melakukan perbaikan:
 Merubah Alat transportasi yang masih lama dengan menggunakan alat transportasi pasien
seperti pada teori yang menggunakan stiff cervical collar, bantal pasir di pinggir kepala, serta
papan tulang belakang yang sudah dimodifikasi
 Di sarankan pada Rumah Sakit menggunaan plester 3 sisi yang digunakan bukan hanya untuk
trauma tertutup tetapi juga pada trauma terbuka
 Rumah Sakit perlu alat pemeriksaan diagnostic yang lengkap agar fasilitas di rumah sakit
memadai kondisi keadaan pasien
 Penggunaan tourniquet pada abdominal untuk mengendalikan pendarahan terbuka dan cedera
ekstermitas dapat digunakan pada trauma abdomen
Daftar Pustaka

Aboobakar, M.R dkk. 2017. Gastric perforation following blunt abdominal trauma.
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/): Department of Surgery and King Edward
VIII Hospital, University of KwaZulu-Natal, Durban, South Africa
Bijan.2018. Long – termconsequences of abdominal aorticjunction tourniquet for hemorrhage.Elsevier
Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC,
Jakarta
Elizabeth.2018. Nano and Macro materials in the treatment of internal bleeding and uncontroled
hemorraghig. Elsevier
Falavigna, asdrubal. 2017. Epidemiology And Management Of Spinal Trauma In Children
And Adolescent <18 Years Old: Elservier. WWW.SCIENCEDIRECT.COM
Fournier, Joseph. 2016. Paediatric spinal trauma: Patterns of injury, clinical assessment and
principles of treatment. http://dx.doi.org/10.1016/j.mporth201607.003
Hood,Natalie. 2015. Spinal imobilitation in pre hospital and emergency care: a systematic
review of literature. http://dx.doi.org/10.1016/j.aenj.2015.03.003
J. Bouyou.2016.Abdominal Emergencies During Pregnancy : Elsevier
Lasprita, Tirti. 2012. Bantuan Hidup Dasar (BLS).
http://WWW.scribd.com/doc/84871056/Bantuan-Hidup-Dasar
Mehta Nikhil, Sudarshan Babu dkk. 2014. An experience with blunt abdominal trauma: evaluation,
management and outcome : Department of General Surgery,
Nugroho Taufan.2015.Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika
Offner, P., 2013. Penetrating Abdominal Trauma Treatment & Management. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/2036859-treatment [Accessed 26 June 2013]
Stehanie D.2015. Laparoscopic – assisted management of traumatic abdominal wall hernias in
children : case series and a review of the literature. Elsevie
Ulya, Ikhda. 2017. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat Pada Kasus Trauma. Jakarta: Salemba
Medika
PROSES KEGIATAN FIELD TRIP

NO TAHAP WAKTU PENYULUHAN SASARAN


1. Pembukaan 20 menit 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Perkenalan para 2. Mahasiswa
mahasiswa memperkenalkan
3. Perkenalan perawat
diri masing-masing
4. Doa
3. Perawat
pembukaan
memperkenalkan
5. Menjelaskn
diri
tujuan field
4. berdoa
trip 5. Menyimak
6. Menyebutka 6. Mendengarkan
7. Menjawab
n materi
pokok yang akan pertanyaan
disampaikan
7. Memberikan
pertanyaan apersepsi
2. Inti 85 menit Menjelaskan materi 4. Mendengarkan dan
Memperhatikan
penyuluhan:
1. Definisi trauma
2. Kasus trauma pada
trauma
musculoskeletal.
Trauma thorak,
trauma spinal, dan
trauma abdomen
3. Tanya jawab
3. Penutup 15 1. Menarik kesimpulan 1. Mendengarkan
2. Mengakhiri 2. Menyimak
menit
3. Menjawab
penyuluhan,
salam
berterimakasih
dan memberi
salam

Anda mungkin juga menyukai