Anda di halaman 1dari 11

Persalinan dengan Penyulit Obstetri

1. Hipertensi Kronik
a. Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan
menetap setelah persalinan.
b. Diagnosis
1) Tekanan darah > 140/90 mmHg
2) Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu.
3) Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urine)
4) Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal.
c. Tatalaksana Umum
1) Anjurkan istirahat lebih banyak.
2) Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan
terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut.
3) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg atau tekanan sistolik > 160 mmHg,
berikan antihipertensi.
4) Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan
superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia.
5) Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari
mulai dari usia kehamilan 20 minggu.
6) Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.
7) Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
8) Jika denyut jantung <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani
seperti gawat janin.
9) Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan.
2. Hipertensi Gestasional
a. Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan.

b. Diagnosis
1) Tekanan darah > 140/90 mmHg
2) Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
3) Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urine)
4) Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
5) Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan
c. Tatalaksana
1) Pantau tekanan darah, urine, dan kondisi janin.
2) Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan.
3) Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin
terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin.
4) Beritahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia
dan eklampsia.
5) Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
3. Persalinan Preterm
a. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan
37 minggu.
b. Diagnosis
1) Usia kehamilan di bawah 37 minggu
2) Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit
diikuti dengan perubahan serviks yang progresif
3) Pembukaan serviks > 2 cm
c. Faktor Predisposisi
1) Usia ibu <18 tahun atau >40 tahun
2) Hipertensi
3) Perkembangan janin terhambat
4) Solusio plasenta
5) Plasenta previa
6) Ketuban pecah dini
7) Infeksi intrauterine
8) Bakterial vaginosis
9) Serviks inkompetens
10) Kehamilan ganda
11) Penyakit periodontal
12) Riwayat persalinan preterm sebelumnya
13) Kurang gizi
14) Merokok
d. Tatalaksana Umum
Tatalaksana utama mencakup pemberian tokolitik, kortikosteroid, dan
antibiotika profilaksis. Namun beberapa kasus memerlukan penyesuaian.
e. Tatalaksana Khusus
1) Jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak perlu
diberikan dan bayi dilahirkan secara pervaginam atau perabdominam
sesuai kondisi kehamilan.
2) Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu.
3) Pembukaan > 3 cm.
4) Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterine), preeklampsia, atau
perdarahan aktif.
5) Ada gawat janin.
6) Janin meninggal atau adanya kelainan kongenital yang kemungkinan
hidupnya kecil
7) Lakukan terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik,
kortikosteroid, dan antibiotik jika syarat berikut ini terpenuhi:
a. Usia kehamilan antara 24- 34 minggu
b. Dilatasi serviks kurang dari 3 cm
c. Tidak ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterine),
preeklampsia, atau perdarahan aktif
d. Tidak adada gawat janin
8) Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk memberikan
kesempatan pemberian kortikosteroid.
9) Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru janin.
10) Antibiotika profilaksis diberikan sampai bayi lahir.
4. Ketuban Pecah Dini
a. Definisi
Keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau dimulainya
tanda inpartu.
b. Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis didapatkan penderita merasa
keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba. Kemudian lakukan satu kali
pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat adanya
cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks posterior. Jika
tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah janin, atau minta ibu untuk
mengedan/batuk.
c. Faktor Predisposisi
1) Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
2) Infeksi traktur genital
3) Perdarahan antepartum
4) Merokok
d. Tatalaksana Umum
1) Berikan eritromisin 4x250 gram mg selama 10 hari.
2) Rujuk ke fasilitas yang memadai.
e. Tatalaksana Khusus
1) > 34 minggu
a) Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada
kontraindikasi.
2) 24-33 minggu
a) Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin,
lakukan persalinan segera.
b) Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau
betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam.
c) Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.
d) Bayi dilahirkan di usia kehamilan 24 minggu, atau di usia
kehamilan 32-33 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan
kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa paru sudah matang
(komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi
preterm).
3) < 24 minggu
a) Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin.
b) Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin
menjadi pilihan.
c) Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana
korioamnionitis.
5. Korioamnionitis
a. Definisi
Infeksi pada korion dan amnion.
b. Diagnosis
1) Demam >380C
2) Leukositosis > 15.000 sel/mm3
3) Denyut jantung janin > 160 kali/menit
4) Frekuensi nadi ibu > 100 kali/menit
5) Nyeri tekan fundus saat tidak berkontraksi
6) Cairan amnion berbau
c. Faktor Predisposisi
1) Persalinan prematur
2) Persalinan lama
3) Ketuban pecah lama
4) Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang-ilang
5) Adanya bakteri patogen pada traktus genitalia
6) Alkohol
7) Rokok
d. Tatalaksana Umum
1) Beri antibiotika kombinasi: ampisilin 2 g IV tiap 6 jam ditambah
gentamisin 5 mg/kgBB IV selama 24 jam.
2) Jika serviks matang: lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.
3) Jika serviks belum matang: matangkan dengan prostaglandin dan infus
oksitosin, atau lakukan seksio sesarea.
4) Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika setelah
persalinan. Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea, lanjutkan
antibiotika dan tambahkan metronidazl 500 mg IV tiap 8 jam sampai
bebas demam selama 48 jam.
e. Tatalaksana Khusus
1) Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau), berikan
antibiotika.
2) Jika bayi mengalami sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan beri
antibiotika yang sesuai selama 7-10 hari.
6. Kehamilan Ganda
a. Definisi
Satu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
b. Diagnosis
1) Esar uterus melebihi usia kehamilan atau lamanya amenorea
2) Hasil palpasi abdomen mengarah ke kehamilan ganda:
a) Kepala janin relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran uterus
b) Teraba 2 balottemen atau lebih
c) Terdengar lebih dari satu denyut jantung bayi dengan
menggunakan stetoskop fetal
c. Faktor Predisposisi
1) Usia ibu > 30 tahun
2) Konsumsi obat untuk kesuburan
3) Fertilisasi in vitro
4) Faktor keturunan
d. Tatalaksana Umum
1) Asuhan antenatal sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis obstetri
dan ginekologi.
2) Persalinan untuk kehamilan ganda sedapat mungkin dilakukan di
rumah sakit dengan fasilitas seksio sesarea.
Janin Pertama
1) Siapkan peralatan resusitasi dan perawatan bayi.
2) Pasang infus dan berikan cairan intravena.
3) Pantau keadaan janin dengan asuskultasi denyut jantung janin. Jika
denyut jantung janin <100kali/menit atau >180 kali/menit, curigai
adanya gawat janin.
4) Jika presentasi janin verteks, usahakan persalinan spontan dan monitor
persalinan dengan partograf.
5) Jika presentasi bokong atau letak lintang, lakukan seksio sesarea.
6) Tinggalkan klem pada ujung maternal tali pusat dan jangan melahirkan
plasenta sebelum janin kedua dilahirkan.
Janin Kedua atau Janin Berikutnya
1) Segera setelah bayi pertama lahir, lakukan palpasi abdomen untuk
menentukan letak janin kedua atau berikutnya.
2) Jika perlu, lakukan versi luar agar letak janin kedua memanjang.
3) Periksa denyut jantung janin.
4) Lakukan periksa dalam untuk menentukan : presentasi janin kedua,
selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, ada tidaknya prolapsus
tali pusat.
5) Jika presentasi verteks:
a) Pecahkan ketuban dengan klem kokher jika ketuban belum pecah.
b) Periksa denyut jantung janin antara kontraksi uterus untuk menilai
keadaan janin.
c) Jika his tidak adekuat setelah kelahiran bayi pertama, berikan infus
oksitosin dengan cara cepat untuk menimbulkan his yang baik.
d) Jika janin tidak lahir dalam 2 jam dengan his yang baik, atau
terdapat tanda-tanda gawat janin, lakukan seksio sesarea.
6) Jika presentasi bokong:
a) Apabila taksiran berat badan janin tidak lebih dari janin pertama
dan serviks tidak mengecil, rencanakan partus spontan.
b) Jika his tidak ada atau tidak adekuat setelah kelahiran janin
pertama, berikan ifus oksitosin secara cepat untuk menimbulkan
his yang baik.
c) Pecahkan ketuban dengan klem kokher jika ketuban belum pecah
dan bokong sudah turun.
d) Periksa denyut jantung janin diantara 2 kontraksi uterus.
e) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin, lahirkan bayi dengan
seksio sesaria.
7. Makrosomia
a. Definisi
Bayi baru lahir dengan berat badan >4000 gram.
b. Diagnosis
1) Diagnosis makrosomia tidak dapat ditegakkan hingga bayi dilahiirkan
dan ditimbang berat badannya. Namun demikian, dapat dilakukan
perkiraan sebelum bayi dilahirkan, untuk mengantisiipasi risiko
distosia bahu, fraktur klavikula, atau cedera pleksus brakialis.
2) Berat janin dapat diperklirakan dengan penilaian faktor risiko ibu,
pemeriksaan klinis, atau pemeriksaan USG. Metode-metode tersebut
dapat dikombinasi agar perkiraan lebih akurat.
c. Faktor Predisposisi
1) Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) sebelumnya
2) Orang tua bertubuh besar, terutama obesistas pada ibu
3) Multiparitas
4) Kehamilan lewat waktu
5) Usia ibu yang sudah tua
6) Janin laki-laki
7) Ras dan suku
d. Tatalaksana Umum
1) Untuk persalinan, rujuk ibu ke fasilitas yang dapat melakukan seksio
sesarea.
e. Tatalaksana Khusus
1) Persalinan pervaginam dapat dicoba untuk taksiran berat janin hingga
5000 gram pada ibu tanpa diabetes.
2) Seksio sesarea dipertimbangkan untuk taksiran berat janin >5000 gram
pada ibu tanpa diabetes, dan >4500 gram pada ibu dengan diabetes.
3) Seksio sesarea menjadi indikasi bila taksiran berat janin >4500 gram
dan terjadi perpanjangan kala II persalinan atau terhentinya penurunan
janin di kala II persalinan.
8. Hidramnion
a. Definisi
Terdapatnya cairan amnion dalam jumlah berlebihan. Hidramnion
berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas perinatal,
serta komplikasi maternal seperti abrupsio plasenta, disfungsi uterus, dan
perdarahan pascasalin.
b. Diagnosis
1) Jumlah cairan amnion lebih dari 2000 ml.
2) Temuan klinis yang utama pada hidramnion adalah ukuran uterus yang
besar dan tegang disertai dengan kesulitan meraba bagian janin atau
mendengarkan denyut jantung janin. Pada keadaan berat, ibu daoat
mengalami kesulitan bernapas, pembengkakan tungkai, dan oliguria.
3) Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan USG.
c. Faktor Predisposisi
1) Ibu dengan diabetes melitus
2) Riwayat hidramnion dalam keluarga
d. Tatalaksana Umum
1) Tatalaksana dapat meliputi amnioreduksi, amniotomi, atau pemberian
indometasin.
9. Persalinan Lama
a. Definisi
Waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang
terhambat. Persalinan lama memiliki definisi berbeda sesuai fase
kehamilan.
b. Diagnosis
1) Distosia pada kala I fase aktif : grafik pembukaan serviks pada
partograf berada di antara garis waspada dan garis bertindak, atau
sudah memotong garis bertindak.
2) Fase ekspulsi (kala II) memanjang: tidak ada kemajuan penurunan
bagian terendah janin pada persalinan kala II. Dengan batasan waktu:
a) Maksimal 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk multipara
b) Maksimal 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila
pasien menggunakan analgesia epidural
c. Faktor Predisposisi
1) Kepala janin yang besar
2) Hidrosefalus
3) Presentasi wajah, bahu, alis
4) Malposisi persisten
5) Kembar yang terkunci pada daerha leher
6) Kembar siam
7) Panggul kecil karena malnutrisi
8) Deformitas panggul karena trauma atau polio
9) Tumor daerah panggul
10) Infeksi virus di perut atau uterus
11) Jaringan parut
d. Tatalaksana
1) Tentukan penyebab persalinan lama.
2) Lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin dan/atau amniotomi.
Bila terdapat gangguan power, pastikan tidak ada gangguan passenger
atau passage.
3) Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk
gangguan Passenger dan/atau Passage, serta untuk gangguan Power
yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi persalinan.
4) Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio
sesarea.
5) Pantau tanda-tanda gawat janin.
6) Catat hasil analisis dan seluruh tindakan dalam rekam medis lalu
jelaskan pada ibu dan keluarga hasil analisis serta rencana tindakan
selanjutnya.
10. Malposisi
a. Definisi
Posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai
penanda) terhadap panggul ibu
b. Faktor Predisposisi
1) Ibu dengan diabetes melitus
2) Riwayat hidramnion dalam keluarga
c. Tatalaksana
1) Rotasi spontan dapat terjadi pada 90% kasus.
2) Jika terdapat tanda persalinan macet, denyut jantung janin > 180 atau <
100 pada fase apapun, lakukan seksio sesarea.
3) Jika ketuban utuh, pecahkan ketuban.
4) Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi,
lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin.
5) Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan fase
pengeluaran, periksa kemungkinan obstruksi.
11. Malpresentasi
a. Definisi
Malpresentasi meliputi semua presentasi selain verteks.
b. Faktor Predisposisi
1) Wanita multipara
2) Kehamilan multipel (gemeli)
3) Polihidramnion / oligohidramnion
4) Plasenta previa
5) Kelainan bentuk uterus atau terdapat massa (misal mioma uterti)
6) Partus preterm
Presentasi Dahi
a. Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal : kepala janin lebih separuhnya di atas pelvis,
denyut jantung janin sepihak dengan bagian kecil
2) Pemeriksaan vaginal : oksiput lebih tinggi dari sinsiput, teraba
fontanella anterior dan orbita, bagian kepala masuk pintu atas panggul
(PAP) adalah antara tulang orbita dan daerah ubun-ubun besar,
sehingga sulit lahir pervaginam
b. Tatalaksana
1) Lakukan seksio sesaria bila janin hidup.
2) Janin mati, lakukan kraniotomi bila memungkinkan atau seksio sesaria
bila syarat dan sarana kraniotomi tidak terpenuhi.
Presentasi Muka
a. Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal : lekukan akan teraba antara daerah oksiput
dan punggung, denyut jantung janin sepihak dengan bagian kecil janin.
2) Pemeriksaan vaginal : muka dengan mudah teraba, teraba mulut dan
bagian rahang mudah diraba, tulang pipi, tulang orbita, kepala janin
dalam keadaan defleksi maksimal.
b. Tatalaksana
1) Posisi Dagu Anterior
a) Pembukaan lengkap : Lahirkan dengan persalinan spontan
pervaginam. Bila penurunan kurang lancar, lakukan ekstraksi
forcep.
b) Pembukaan belum lengkap : Bila tidak ada kemajuan pembukaan
dan penurunan, lakukan seksio sesarea.
2) Posisi Dagu Posterior
a) Pembukaan lengkap : Lahirkan dengan seksio sesarea.
b) Pembukaan belum lengkap : Bila tidak ada kemajuan pembukaan
dan penurunan, lakukan seksio sesarea.
c) Jika janin mati, lakukan kraniotomi atau seksio sesarea.
Presentasi Majemuk
a. Diagnosis
1) Prolaps ekstremitas bersamaan dengan bagian terendah janin
(kepala/bokong)
b. Tatalaksana Umum
1) Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil/mati dan
maserasi.
c. Tatalaksana Khusus
1) Ibu diletakkan dalam posisi Trendelenburg (knee-chest position)
2) Doring tangan ke atas luar dari simfisis pubis dan pertahankan di sana
sampai timbul kontraksi sehingga kepala turun ke rongga panggul.
3) Lanjutkan penatalaksanaan persalinan normal.
4) Jika prosedur gagal/terjadi prolapsus tali pusat, lakukan seksio sesarea.
Presentasi Bokong (Sungsang)
a. Diagnosis
1) Gerakan janin teraba di bagian bawah abdomen
2) Pemeriksaan abdominal : kepala terletak di bagian atas, bokong pada
daerah pelvis, auskultasi menunjukkan denyut jantung janin lokasinya
lebih tinggi
3) Pemeriksaan vaginal : teraba bokong atau kaki, sering disertai adanya
mekonium
b. Tatalaksana
1) Persalinan lama pada presentasi sungsang adalah indikasi seksio
sesarea.
2) Persalinan pada presentasi kaki sebaiknya dilahirkan dengan seksio
sesarea.
3) Persalinan pervaginam hanya bila:
a) Persalinan sudah sedemikian maju dan pembukaan sudah lengkap
b) Bayi preterm yang kemungkinan hidupnya kecil
c) Bayi kedua pada kehamilan kembar
Letak Lintang
a. Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal : sumbu panjang janin teraba melintang, tidak
teraba bagian pada pelvis inlet sehingga terasa kosong.
2) Pemeriksaan vaginal : sebelum inpartu tidak ada bagian terendah yang
teraba di pelvis, sedangkan saat inpartu teraba adalah bahu, siku atau
tangan.
b. Tatalaksana
1) Lakukan versi luar bila permulaan inpartu dan ketuban intak.
2) Bila ada kontraindikasi versi luar, lakukan seksio sesarea.
3) Lakukan pengawasan adanya prolaps tali pusat.
4) Dapat terjadi ruptura uteri bila ibu tidak diawasi.
12. Disproporsi Kepala Panggul (Cephalopelvic Dysproportion/CPD)
a. Definisi
Hambatan lahir yang diakibatkan oleh disparitas ukuran kepala janin dan
pelvis maternal.
b. Diagnosis
Terhentinya kemajuan pembukaan serviks dan penurunan kepala walaupun
his adekuat. CPD terjadi akibat janin terlalu besar dan/atau panggul ibu
kecil.
c. Tatalaksana
1) Lakukan seksio sesarea bila ditemukan tanda CPD.
2) Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat menjadi
pilihan tindakan bila syarat terpenuhi dan petugas memiliki
kompetensi.
13. Retensio Urine
a. Definisi
Suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai
kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.
b. Tanda dan Gejala
1) Diawali dengan urine mengalir lambat.
2) Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien.
3) Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4) Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5) Pada retensio urine berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
c. Tatalaksana
1) Kateterisasi uretra.
2) Dilatasi uretra dengan boudy.
3) Drainage suprapubik.

Anda mungkin juga menyukai