Curah hujan yang cukup tinggi berkaitan erat dengan saturasi air (jumlah dari volume pori dalam
sebuah batuan yang terisi air) dan laju infiltasi air (Laju infiltrasi merupakan fungsi dari kondisi
tanah (kelembaban tanah, tekanan pori, dan konduktivitas hidrolik tanah), dan besarnya intensitas
curah hujan (Espinoza, 1999))). Curah hujan yang cukup tinggi memberikan suatu dampak pada
stabilitas tanah, tingkat presipitasi yang cukup tinggi memberikan dampak berupa kenaikan water
table, di mana hal tersebut ikut menambah berat batuan. Karakterisitik batuan dalam menyerap air
hujan juga perlu diperhatikan di mana berkaitan erat dengan laju infiltrasi dan dipengaruhi oleh
berbagai factor seperti kapasitas infiltrasi (kemampuan suatu lapisan dalam menyerap air hujan),
apabila intensitas berada di bawah kapasitas infiltrasi minimum (Ks, konduktivitas hidrolik jenuh)
atau belum terjadi kejenuhan permukaan, maka infiltrasi akan terus berlangsung tanpa terjadi
genangan (ponding). Setelah tercapai kejenuhan permukaan, maka genangan akan segera terbentuk
sehingga laju infiltrasi akan berkurang hingga mencapai kapasitas infiltrasi tanah (Cho dan Lee,
2002). Lengkung infiltrasi kumulatif tiap tekstur tanah (?).
Erosi. Erosi dipahami sebagai peristiwa pengikisan tanah oleh lapisan air. Erosi sendiri dipengaruhi
oleh adanya factor iklim (intensitas curah hujan tinggi dan angin), geologis (tipe sedimen, batuan,
porositas, permeabilitas, kemiringan, jenis dan sifat tanah yang bersangkutan), dan factor biologis
(adanya pembukaan lahan (?)). Kondisi tanah, hal ini berkaitan dengan tekstur dan struktur tanah,
banyaknya bahan organic di dalam tanah dan daya serah tanah terhadap air. Tanah dengan tekstur
butiran halus adalah jenis tanah yang paling rawan terkena erosi. Hal ini dikarenakan tanah pasir
tidak menetap dan mudah hancur ketika terkena aliran air. Tanah dengan kandungan bahan organik
yang rendah dan kedap air juga mudah mengalami erosi. Sementara itu, tanah dengan tekstur yang
berpasir tidak peka terhadap erosi karena ukuran partikelnya yang lebih besar sehingga tidak mudah
terbawa oleh air. Tanah yang berstruktur gumpalan atau membulat lebih tahan terhadap ancaman
erosi karena dapat menyerap lebih banyak air dan mengurangi aliran permukaan. Tanah dengan
kemampuan menyerap yang tinggi dan mengandung bahan organik dalam jumlah banyak juga lebih
tahan terhadap erosi. Air menjadi bagian penting dari faktor penyebab erosi. Air yang dimaksud
dalam pembahasan ini adalah air sungai. Air sungai merupakan aliran air yang bergerak dalam
jumlah yang banyak. Aliran air tersebut akan mengangkat partikel- partikel tanah sehingga terbawa
menuju tempat dimana sungai itu bermuara. Faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan erosi air,
antara lain:
Volume air sebagai tenaga utama dalam proses erosi (makin besar volumenya, makin kuat
erosinya).
Kemiringan lereng (makin curam lerengnya, makin besar erosinya).
Keadaan vegetasi (makin lebat vegetasinya, makin kecil erosinya).
Perisitwa erosi sendiri dapat memberikan variable baru penentu adanya longsoran di mana kurang
adanya vegetasi pada daerah tersebut, curah hujan tinggi, dan struktur tanah berupa sedimen (breksi
dan pasir lempung) memberikan imbas berupa pengikisan suatu lereng akibat adanya erosi, juga
basis dari suatu lereng (lateral support). Pengikisan tersebut diprediksi terjadi secara berkala.
Kemiringan lereng yang semakin menunjam mendorong potensi longsoran semakin tinggi.
Gempa bumi, aktivitas gempa bumi tentunya banyak mempengaruhi adanya potensi longosran
dari suatu fitur geologi. Gempa bumi sendiri dipahami sebagai rambatan suatu energi yang menjalar
dalam gelombang seismik. Penjalaran energi tersebut disebarkan ke segala arah dengan intensitas
(magnitude) berbeda-beda di setiap tempat bergantung pada jarak lokasi terhadap hiposenter.
Gempa bumi banyak memiliki andil dalam perubahan struktur tanah yang menjadi komponen
penyusun suautu fitur geologi. Sederhananya, penjalaran energi tersebut melemahkan ikatan
antarmolekul penyusun batuan. Untuk lokasi situs geothermal berada di sebelah selatan Sumatra
dimana dekat dengan zona subduksi sehingga aktivitas seismik tergolong tinggi, di
Gravitasi, gravitasi memiliki pengaruh berupa suatu gaya tarikan menuju pusat bumi untuk setiap
benda yang berada di lingkupan medan gravitasi. Lereng yang semakin curam memberikan
kemungkinan terjadinya longsor semakin besar akibat adanya gravitasi.
Pencegahan Kasus:
Peristiwa longsoran dipahami dengan peristiwa di mana suatu lapisan batuan atau tanah tidak dapat
menahan beban dirinya sendiri dan mengalami ambrukan. Peristiwa longsoran tentunya dapat
diberikan tindakan pencegahan. Sederhananya, pencegahan bencana longsor dapat dilakukan
dengan stabilisasi daerah miring (parameter: air tanah tidak naik ke arah lereng, stabilitas
meningkat). Untuk meningkatkan stabilitas lahan, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Menutupi daerah rentan longsor dengan suatu bahan bermembran kedap air untuk
mencegah infiltrasi air di daerah tanah longsor
2. Mengarahkan sumber air di permukaan menjauhi daerah rentan longsor.
3. Memberikan sumber drainase air pada daerah yang rentan terjadi longsor
Youtube Talking:
Kepuluauan Indonesia terletak di Ring of Fire akibat adanya tumbukan dua lempeng menghasilkan
zona subduksi. Tumbukan subduksi tersebut memiliki mekanisme di mana lempeng yang satu akan
melengkung ke bawah mengangkat lempeng yang lain, di mana lempeng tersebut akan
menghasilkan magma sebagai sumber tenaga vulkanik. Kondisi Ring of Fire di Indonesia
memberikan Indonesia suatu sumber energi terbarikan berupa panas bumi, dan diperkirakan
pemanfaatannya dapat menghasilkan potensi listrik hingga 27 Giga Watts (40% potensi geothermal
di dunia). Jumlah persebaran titik berpotensi untuk geothermal sebanyak 299, sedangkan
Aspek pendukung adanya geothermal. Lingkungan pembentukan, geothermal dibentuk pada jalur
gunung api (volcanic arc), daerah pegunungan. Karakter batuan, batuan vulkanik sebagai penyusun
untuk daerah geothermal.
Energi geothermal merupakan suatu sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap
air, dan batuan bersama mineral gas lainnya. Sumber geothermal berasal dari panas di dalam bumi.
Pembentukan geothermal tidak hadir begitu saja, di mana melewati proses pembentukkan planet,
di mana terjadi pembekuan dan terjadi pembagian lapisan, menjadi kerak, mantel, dan inti bumi.
Konveksi pada mantel bumi membawa energi panas dan kinetic yang cukup di kerak bumi sehingga
menyebabkan aktivitas tektonik (penggeseran lempeng bumi). Proses pemanfaatan geothermal
dapat diibaratkan seperti pemanasan air di dalam teko, di mana di dalam proses pemanasan tersebut
air yang dipanaskan akan mengalami penguapan dan akan keluar melalui celah. Dalam hal ini, air
tanah yang terjebak dalam batuan reservoir akan mengalami pemanasan akibat mengalami kontak
panas dengan dapur magma atau batuan panas di bawahnya sehingga mengalami penguapan
dengan kisaran temperature (100-250)oC. Uap air yang dihasilkan akan mencari jalan untuk keluar
dari celah kerak di atasnya. Daerah yang memiliki potensi geothermal yang tinggi memiliki
karakteristik, yaitu memiliki tekanan panas yang cukup tinggi, lapisan yang tipis, retak, atau berada
di jalur patahan (Ring Of Fire). Indonesia memiliki 40% potensi geothermal di dunia dengan
persebaran lokasinya di seluruh Indonesia (Sumatera hingga Papua). Indonesia merupakan
pengguna energi geothermal terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan FIlipina. Saat
ini, Indonesia telah melakukan eksploitasi di 50 lokasi potensi geothermal dan menghasilkan daya
sebesar 1341 MW, dengan pemanfaatan yang maksimal, lokasi-lokasi tersebut dapat menghasilkan
daya hingga 9076 MW. Indonesia sendiri masih memiliki 299 daerah berpotensi geothermal dalam
tahap pengembangan, di mana dengan pemanfaatan yang maksimal akan menghasilkan daya
sebesar 28 GW.
DATA DAN METODE
Data, data yang digunakan dalam pekerjaan studi kasus ini sebagia berikut.
o Data Citra dan Peta
o Data Longsor Terakhir
Pada tanggal 28 April 2016 telah terjadi bencana alam berupa longsor dan banjir bandang
di Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Longsor berasal
dair Bukit Beriti Besar yang berjarak sekitar 2,5 km dari Cluster A PT Pertamina
Geothermal Energy (PGE) Hululais. Longsor dan banjir bandang ini menimbulkan korban
meninggal dunia sebanyak 6 orang dan menimbun Cluster A, logyard, serta merusak
infrastruktur jalan, pos pengamanan, WPS (water pump station) dan pipa air yang dimiliki
oleh PT PGE Hululais. Longsor dan banjir bandang susulan juga terjadi pada tanggal 30
April, 2 dan 3 Mei 2016.
Berdasarkan system USCS (Unified Soil Classification System), hasil uji laboratorium
sampe tanah Cluster A dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1. HL-02
Hasil uji laboratorium, tanah dengan pengambilan sampel pada HL-02 mempunyai
persentase lolos saringan nomor 200 sebesar 32,82% . Berdasarkan system klasifikasi
USCS (Unified Soil Classification System), sampel termasuk tanah pasir dengan
butiran, dengan LL (Liquid Limti) dan PI (Plasticity Index) sebesar LL = 50,55% dan
PI = 17,38%. Tanah tersebut dapat diklasifikasikan sebagai SM-SC yaitu pasir
berlanau (campuran pasir lanau) atau pasir berlempung (campuran pasir lempung).
2. HL-03
Hasil uji laboratorium, tanah dengan pengambilan sampel pada HL-03 mempunyai
persentase lolos sarignan nomor 200 sebesar 31,02%. Berdasarkan system klasifikasi
USCS (Unified Soil Classification System), sampel termasuk tanah pasir dengna
butiran, dengan indeks plastisitas PI = 0 atau Non Plastis. Tanah tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai SM-SC yaitu pasir berlanau (campuran pasir lanau) atau pasir
berlempung (campuran pasir lempung).