p = pengganda
n = indeks suku
Jumlah n suku
Seperti halnya dalam deret hitung, jumlah sebuah deret ukur sampai dengan suku tertentu
adalah jumlah suku-sukunya sejak suku pertama sampai dengan suku ke-n yang bersangkutan.
Jn = n
∑ S1 = S1 + S2 + S3 + S4 + ….. + Sn
i=1
Dengan mengurangkan persamaan (2) dari persamaan (1), diperoleh selisih antara kedua
persamaan ini yakni:
Jn – pJn = a – apn
Jn (1 – p ) = a(1 – pn)
Dari sini kita dapat mebentuk rumus jumlah deret ukur sampai dengan suku ke-n, yakni: Jn
𝑎(1 −𝑝2) 𝑎(𝑝𝑛−1)
= 1 −𝑝 atau Jn = 𝑝 −1
Untuk kasus deret ukur dalam contoh 1 di atas, di mana a = 5 dan p = 2, jumlahnya sampai
dengan suku ke-10 adalah:
5(210 − 1) 5(1023)
𝐽10 = = = 5115
2 −1 1
Sedangkan untuk kasus contoh 2 di atas dimana a = 512 dan p = 0,5 jumlah dari suku petamanya
adalah:
512(1−0,510) 512(1023/1024)
𝐽10 = = = 1023
1 −0,5 0,5
Prinsip-prinsip deret banyak diterapkan untuk menelaah perilaku bisnis dan ekonomi, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Sedangkan prinsip deret ukur bersama-sama
dengan konsep logaritma, sering digunakan untuk menganalisis perilaku pertumbuhan.
Selain deret hitung, konsep deret ukur juga sering diterapkan dalam ekonomi dan bisnis seperti
dalam kasus pinjam meminjam uang yakni dalam menghitung besarnya kredit yang harus
dilunasi berdasarkan tingkat bunga yang ada, atau Menghitung tingkat bunga majemuk dari
suatu pinjaman berjangka waktu tertentu.
Disamping kita kenal sistem pembayaran bunga seperti dicontohkan pada penerapan deret
hitung di muka, dikenal pula istilah bunga majemuk. Dengan bunga majemuk ini, tingkat bunga
yang harus dibayar selain dikenakan pada pokok peinjaman juga dikenakan pada bunga yang
dihasilkan pada periode yang bersangkutan.
Menghitung tingkat bunga manjemuk dari suatu pinjaman berjangka waktu tertentu.
Dengan bunga majemuk ini, tingkat bunga yang harus dibayar selain dikenakan pada pokok
pinjaman juga dikenakan pada bunga yang dihasilkan pada periode yang bersangkutan.
Demikian pula berlaku apabila kita menabung di bank.
Bunga diperhitungkan pada pokok tabungan dan terhadap bunga atas tabungan tersebut. Jadi
apabila seseorang memiliki modal atau tabungan di bank sebesar Rp.P, dibungakan sebesar I
% pertahun maka, setelah 1 tahun ia akan mendapatkan bunga sebesar =
P X I = Rp.Pi.
Sedangkan modal atau tabungannya menjadi P1=P+Pi=P(1+i)
Setelah 2 tahun, besarnya bunga sebesar = P(1+i) (i).
Sedangkan modalnya menjadi:
P2= P(1+i) + P(1+i) (i)
P2= P(1+i) (1+i)
P2= P(1+i)2
Setelah tahun ke 3, besarnya bunga sebesar = P(1+i)2 (i).
Sedangkan modalnya menjadi:
P3= P(1+i)2 + P(1+i)2 (i)
P3= P(1+i)2 (1+i)
P3= P(1+i)3
Dengan cara yang sama maka pada tahun ke 4 modalnya menjadi:
P4 = P(1+i)4 dan dalam n tahun maka modalnya menjadi :
Pn = P(1+i)n,
dimana:
P = nilai uang saat ini (sekarang)
Pn = Nilai uang dimasa yang akan datang pada tahun ke n
i = tingkat bunga per tahun
n = jumlah tahun yang diperhitungkan
(1+i) = faktor bunga majemuk
Apabila bunga dibayarkan lebih dari 1 kali dalam setahun (misalnya sebanyak m kali),
maka tingkat bunga stiap periode adalah sebessar 1/m. Seandainya bunga yang diperoleh
dibungakan lagi selama n tahun (disebut bunga majemuk), maka selurh uang tersebut di
atas selama n tahun tersebut menjadi:
Pn = P(1+i/m)m.n,
dimana:
m = frekuensi pembayaran bunga dalam setahun
dan
(1+ i/m) = faktor bunga majemuk
Contoh 2
Apabila anda memiliki uang sebesar Rp.1000.000,- dibungakan di bank selama 5 tahun dengan
tingkat bunga sebesar 10% per tahun. Jika anda tidak menambah dan mengurangi uang tersebut
selama 5 tahun ke depan, berapa uang anda setelah 5 tahun apabila bunga dibayarkan setahun
sekali dan berapa uang anda setelah 5 tahun apabila bunga dibayarkan setiap semester (6
bulan)?
Jawab
(m = 1)
P = Rp.1.000.000,-
I = 10 %
n = 5 tahun
m = 1 kali
Pn= P(1+i)n
P5 = 1.000.000 (1+0,1)5
P5 = 1.000.000 (1,61051)
P5 = 1.610.510
Pn = P(1+i/m)m.n
P5 = 1.000.000(1+0,1/2)5.2
P5 = 1.000.000(1,05)10
P5 = 1.000.000 (1,628895)
P5 = Rp.1.628.895.,
Jadi setelah 5 tahun dengan pembayaran bunga 2 kli setahun, maka uang saudara menjadi
Rp.1.628.895,.
Contoh 3
Tuan Junior membeli sebuah televisi berwarna merek national seccara kredit selama 36 bulan
seharga Rp.800.000., Bunga yang harus dibayarkan sebesar 12% per tahun.
Apabila ada 2 alternatif pembayaran bunga yaitu dilakukan 4 bulan sekali atau 6 bulan sekali?
Mana yang lebih menguntungkan bagi tuan Junior antara pembayaran bunga setiap 4 bulan
sekali atau 6 bulan sekali
Jawab:
P = Rp.800.000;
Pn = P (1 + i/m)m.n
P3 = 800.000 (1 + 0,12/3)3.3
P3 = 800.000 (1,04)9
P3 = 800.000 (1,423312)
P3 = Rp. 1.138.650.,
P = Rp.800.000.,
i = 12 %
m = 2 kali (12:6)
P3 = 800.000 (1+0,12/2)3.2
P3 = 800.000 (1,06)6
P3 = 800.000 (1,418519)
P3 = Rp.1.134.815
Dari perhitungan tersebut di atas, maka lebih baik bagi Tuan Junior adalah pembayaran bunga
setiap 6 bulan sekali karena besarnya pembayaran secara total (pokok pinjaman dan bunga)
lebih kecil Rp.4.835,- dibanding apabila bunga dibayar setiap 6 bulan sekali, yaitu
Rp.1.134.815<Rp.1.138.650.
Contoh :4.
Apabila anda menginginkan uang anda menjadi Rp.2.415.765,- 5 tahun yang akan datang .
Berapakah anda harus menabung saat ini seandainya tingkat bunga yang berlaku sebesar 10%
setahun?
Jawab:
Pn = P ( I + i )n
Pn Rp 2.415.765
P= =
(I + i)n (I + 0, I)5
Rp.2.415.765
P= (1,61051)
P= Rp.1.500.000,-
Jadi saat ini anda harus menabung sebesar Rp.1.500.000., agar 5 tahun yang akan datang uang
anda menjadi Rp.2.514.765
Deret ukur juga dapat diterapkan untuk menghitung pertumbuhan penduduk sebagaimanaa
dinyatakan oleh Maltus bahwa pertumbuhan penduduk dunia mengikuti pola deret ukur.
Contoh:
Misalkan diketahui bahwa penduduk kota Yogya tahun 1998 berjumlah 2.000.000 jiwa dengan
tingkat pertumbuhan 2,5 % pertahun.
b. Seandainya pada tahun 2010 jumlah penduduk kota Yogya mencapai 3.000.000 jiwa,
berapakah tingkat pertumbuhannya
( r )?
Jawab:
a. Penduduk kota Yogya tahun 2010
P0 = 2.000.000
r = 2,5 %
n = 12 tahun
Jadi penduduk kota Yogya tahun 2010 adalah sebanyak 2.689.778 jiwa.
b. Apabila tingkat pertumbuhan penduduk Yogya tahun 2010 mencapai 3.000.000 jiwa.
Pn = P0 ( I + r )n
(I + r)12 = 1,5
√1,5
(I+r) = = (akar 1,5 pangkat 12)
I+r = 1,03437
r = 0,03437
r = 3,4337 %
Sehingga apabila penduduk kota Yogya pada tahun 2010 sebanyak 3.000.000 jiwa, maka
tingkat pertumbuhan penduduknya adalah 3,437 %
KASUS 1
Perusahaan genteng Sokajaya menghasilkan 3.000 buah genteng pada bulan pertama
produksinya. Dengan penambahan tenaga kerja dan peningkatan produktifitas, perusahaan
mampu menambah produksinya sebanyak 500 buah setiap bulan. Jika perkembangan
produksinya konstan, berapa buah genteng yang dihasilkan pada bulan ke lima? Berapa buah
yang telah dihasilkan sampai dengan bulan tersebut?
Jawab
a= 3.000
b = 500
n=5
Jadi jumlah produksi pada bulan ke lima adalah 5.000 buah, sedangkan jumlah seluruh genteng
yang dihasilkan sampai dengan bulan tersebut adalah: 20.000 buah.
Kasus 2
Besarnya penerimaan PT Cemerang dari hasil penjualan barangnya Rp.720 juta pada tahun
kelima dan Rp.980 juta pada tahun ketujuh. Apabila perkembangan penerimaan penjualan
tersebut berpola seperti deret hitung, berapa perkembangan penerimaannya per tahun? Berapa
besar penerimaan pada tahun pertama dan pada tahun ke berapa penerimaannya sebesar Rp.460
juta.
Jawab
Dalam jutaan:
S1 = 980 a + 6b = 980
S5 = 720 a + 4b = 720
2b = 260 b = 130
Sn = a + (n – 1)b
390 = 130n
n=3
S1 = 7 = a
S2 = 12 = a + b = a + ( 2 – 1 ) b
S3 = 17 = a + 2b = a + ( 3 – 1 ) b
S4 = 22 = a + 3b = a + ( 4 – 1 ) b
S5 = 27 = a + 4b = a + ( 5 – 1 ) b
S6 = 32 = a + 5b = a + ( 6 – 1 ) b
Sn = a + ( n – 1 ) b
a = suku pertama atau S1
b = pembeda
n = indeks suku
Berdasarkan rumus di atas dengan mudah dan cepat kita dapat menghitung nilai-nilai suku
tertentu
Contoh:
Nilai suku ke 10 dan ke 23 dari deret hitung ini masing-masing adalah sbb:
S10 = a + ( n – 1 ) b = 7 + ( 10 -1 ) 5 = 7 + 45 = 52
S23 = a + ( n – 1 ) b = 23 + ( 23 – 1 ) 5 = 23 + 110 = 117
Jumlah n suku
Jumlah sebuah deret hitung sampai dengan suku tertentu tak lain adalah jumlah nilai suku-
sukunya, sejak suku pertama ( S1, atau a ) sampai dengan suku ke n ( Sn ) yang
bersangkutan.
Rumus:
∑ 𝑆1 = 𝑆1 + 𝑆2 + … 𝑆𝑛
𝑖 =1
4
𝐽4 = ∑ 𝑆𝑖 = 𝑆1 + 𝑆2 + 𝑆3 + 𝑆4
𝑖 =1
𝐽5 = ∑4 𝑆𝑖 = 𝑆1 + 𝑆2 + 𝑆3 + 𝑆4 + S5
𝑖 =1
Berdasarkan rumus Sn = a + ( n – 1 ) b sebelumnya, maka masing-masing Si dapat diuraikan.
Dengan menguraikan setiap Si, maka J4, J5 dan J6 dalam contoh di atas akan menjadi
masing-masing sbb:
J4 = a + ( a + b ) + ( a + 2b ) + ( a + 3b )
= 4a + 6b
J5 = a + ( a + b ) + ( a + 2b ) + (a +3b) +
( a + 4b)
= 5a + 10b
J6 = a + ( a + b ) + ( a + 2b ) + ( a + 3b) + ( a + 4b) + ( a + 5b)
= 6a + 15b
Masing – masing Ji ini dapat pula ditulis ulang dalam bentuk sbb:
J4 = 4a + 6b = 4a + 4/2 ( 4 – 1 ) b
J5 = 5a + 10b = 5a + 5/2 ( 5 – 1 ) b
J6 = 6a + 15b = 6a + 6/2 ( 6 – 1 0 b
Jn = na + n/2 ( n – 1 )
Atau
Jn = n/2 { 2a + ( n – 1 ) b }
𝐽𝑛 = ∑ 𝑆𝑖
𝑖 =1
𝑛
𝐽𝑛 = { 2a + ( n – 1 ) b
2
𝑛
𝐽𝑛 = ( a + Sn)
2
𝑛
𝐽𝑛 = 𝑛𝑎 + 2 ( n – 1 ) b
contoh
𝐽10 = (10)(93) + 10/2 ( 10 – 1 ) ( - 10 ) = 930 + 5(9)
(-10) = 480
FUNGSI
Fungsi ialah suatu bentuk hubungan matematis yang menyatakan hubungan ketergantungan
(hubungan fungsional) antara satu variabel dengan variabel lainnnya. Sebuah fungsi dibentuk
Unsur-unsur
pembentuk
fungsi
Variabel ialah unsur pembentuk fungsi yang mencerminkan atau mewakili, dilambangkan
(berdasarkan kesepakatan umum) dengan huruf-huruf latin.
Berdasarkan kedudukan atau sifatnya, di dalam setiap fungsi terdapat dua macam
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat
• Variabel bebas (indenpenden variabel) ialah nilainya tidak tergantung pada variabel
lain
• Variabel terikat (dependen variabel) variabel yang nilainya tergantung pada variabel
lain
Koefisien:
• Koefisien adalah bilangan atau angka yang terkait pada dan terletak di depan suatu
fariabel dalam sebuah fungsi
Konstanta:
• Konstanta adalah bilangan atau angka yang (kadang-kadang) turut membentuk sebuah
fungsi tetapi bediri sendiri sebagai bilangan dan tidak terkait pada suatu variabel
tertentu.
F. PANGKAT
F. EKSPONENSIAL
Fungsi non F. LOGARITMA
aljabar F.TRIGONOMERIK
F. HIPERBOLIK