ABSTRAK
Penyapu jalan merupakan pekerja yang diperkirakan rentan terhadap gangguan pernapasan akibat
terpapar debu yang berasal dari lingkungan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa
faktor risiko keluhan subyektif gangguan pernapasan pada petugas penyapu jalan. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian
sejumlah 65 orang petugas penyapu jalan di area Kota Kendal. Instrumen penelitian berupa kuesioner.
Data dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
antara area kerja dengan keluhan subyektif gangguan pernapasan (nilai p = 0,024, OR = 1,29 (1,03-
1,62)). Variabel penggunaan masker dan kebiasaan merokok secara statistik tidak berhubungan
signifikan dengan timbulnya keluhan subyektif gangguan pernapasan pada petugas penyapu jalan.
Kata kunci : keluhan gangguan pernapasan, penyapu jalan, faktor risiko gangguan pernapasan
ABSTRACT
Road sweepers are workers who are thought to be susceptible to respiratory problems due to exposure
to dust coming from the work environment. This study aims to determine several risk factors for
subjective complaints of respiratory disorders in road sweepers. This research is an observational
analytic study with cross sectional approach. The research sample was 65 road sweepers in the
Kendal City area. The research instrument was in the form of a questionnaire. Data were analyzed
using chi square test. The results showed that there was a relationship between the work area with
subjective complaints of respiratory disorders (p value = 0.024, OR = 1.29 (1.03-1.62)). Variable
mask use and smoking habits were statistically not significantly related to the emergence of subjective
complaints of respiratory disorders in road sweepers.
Keywords: respiratory distress complaints, street sweepers, risk factors of respiratory distress
Gangguan pernapasan merupakan kondisi yang Petugas penyapu jalan dalam melaksanakan
berpotensi mengancam jiwa dimana paru-paru tugasnya secara langsung maupun tidak
109
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 10 No 1, Hal 109- 114, Januari 2020
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Hasil wawancara saat studi pendahuluan pada Analisis data dilakukan secara univariat dan
5 orang petugas penyapu jalan menyatakan bivariat dengan menggunakan uji chi square
bahwa petugas penyapu jalan memperoleh dan apabila tidak memenuhi syarat maka
fasilitas berupa APD masker yang diberikan menggunakan fishers exact test. Jika nilai p <
oleh Dinas Lingkungan Hidup. Petugas 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada hubungan
penyapu jalan belum pernah mengalami rotasi yang signifikan antara variabel bebas dengan
area kerja. Petugas bekerja pada pagi dan sore variabel terikat. Jika nilai p > 0,05 maka Ho
hari. 2 dari 5 petugas penyapu jalan memiliki gagal ditolak, artinya tidak ada hubungan yang
kebiasan merokok yang dapat meningkatkan signifikan antara variabel bebas dan variabel
risiko gangguan pernapasan. Penelitian ini terikat.
bertujuan untuk menganalisis beberapa faktor
risiko yang berhubungan dengan keluhan
subyektif gangguan pernapasan pada petugas
penyapu jalan yang ada di area Kendal Kota.
110
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 10 No 1, Hal 109 - 114, Januari 2020
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian (n = 65)
Variabel f %
Keluhan gangguan pernapasan
Mengalami gangguan 54 83,1
Tidak mengalami 11 16,9
Penggunaan APD masker
Kadang-kadang 22 33,8
Selalu 43 66,2
Kebiasaan merokok saat bekerja
Iya 17 26,2
Tidak 48 73,8
Area Kerja
Padat kendaraan 32 49,2
Lengang kendaraan 33 50,9
Petugas penyapu jalan yang memiliki keluhan subyektif gangguan pernapasan pada
kebiasaan merokok saat bekerja sebesar petugas penyapu jalan (nilai p = 0,49).
26,2%. Persentase petugas penyapu jalan yang Persentase keluhan subyektif gangguan
bekerja di area padat kendaraan (49,2%) dan pernapasan pada petugas penyapu jalan yang
lengang kendaraan tidak berbeda jauh (50,9%). tidak selalu menggunakan APD masker
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara (77,3%) lebih rendah daripada petugas
statistik tidak ada hubungan yang bermakna penyapu jalan yang selalu menggunakan APD
antara penggunaan APD masker dengan masker (86%).
Tabel 2.
Hasil analisis bivariat (n=65)
Variabel Keluhan Subyektif Gangguan Total Nilai p POR (95% CI)
Penelitian Pernapasan
Mengalami Tidak Mengalami
Penggunaan APD
masker
- Kadang-kadang 17 (77,3%) 5 (22,7%) 22(100%) 0,487 0,898
- Selalu (0,695- 1,161)
37 (86%) 6 (14%) 43(100%)
Area Kerja
- Padat 30 (93,8%) 2 (6,3%) 32 (100%) 0,024 1,289 (1,027-
- Lengang 24 (72,7%) 9 (27,3%) 33 (100%) 1,618)
Kebiasaan
merokok saat
bekerja
- Iya 15 (88%) 2 (12%) 17 (100%) 0,404 1,086
- Tidak 39 (95%) 9 (5%) 48 (100%) (0,871- 1,354)
111
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 10 No 1, Hal 109- 114, Januari 2020
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Persentase petugas penyapu jalan yang masker dari Dinas Lingkungan Hidup
mengalami keluhan gangguan pernapasan di Kabupaten Kendal dan sebagian besar
area kerja dengan kondisi padat lalu lintas pengguna memakainya pada saat bekerja. Jenis
(93,8%) lebih banyak dibanding pekerja yang alat pelindung diri yang disedikan oleh Dinas
mengalami keluhan gangguan pernapasan di Lingkungan Hidup masih perlu mendapat
area kerja lengang lalu lintas(72,7%). Hasil perhatian, karena kualitasnya belum teruji,
analisis diperoleh nilai p sebesar 0,024 (p biasanya masker yang digunakan merupakan
value < 0,05), artinya secara statistik ada masker jenis kain sehingga pori–pori kain
hubungan yang bermakna antara area kerja masih dapat tertembus debu terhirup di bawah
dangan timbulnya keluhan gangguan 1 μ, minimal yang dipersyaratkan pemakaian
pernapasan pada petugas penyapu jalan di area masker setengah wajah seperti masker sebagai
Kendal Kota, nilai Odds Ratio (OR) = 1,289 salah satu peralatan kesehatan yang ditetapkan
(1,027 - 1,618), menunjukkan bahwa petugas oleh Departemen Kesehatan RI yang umum
penyapu jalan yang bekerja di area yang padat digunakan di rumah sakit.
dilalui kendaraan mempunyai risiko untuk
mengalami keluhan subyektif gangguan Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
pernapasan hampir 2 kali lipat dibandingkan yang dilakukan oleh Pinugroho & Kusumawati
yang bekerja di area lengang. (2017) pada pekerja mebel UD. Indri Jati dan
UD. Wanna Jati di Kecamatan Kalijambe
Persentase petugas penyapu jalan yang Sragen. Uji statistik terhadap variabel
mengalami keluhan subyektif gangguan penggunaan APD diperoleh hasil p value 0,250
pernapasan mempunyai kebiasaan merokok sehingga H0 diterima, maka tidak ada
(88%), dan yang mengalami keluhan gangguan hubungan antara penggunaan APD dengan
pernapasan pada pekerja yang tidak kapasitas fungsi paru pekerja mebel UD. Indri
mempunyai kebiasaan merokok (95%) tidak Jati dan UD. Wanna Jati. Namun penelitian ini
berbeda jauh. Hasil analisis diperoleh nilai p tidak sejalan dengan penelitian Khumaidah
sebesar 0,404 (P value > 0,05), artinya secara (2009) yang menunjukkan hasil analisis
statistik tidak ada hubungan yang bermakna variabel penggunaan APD dengan p value =
antara kebiasaan merokok dangan timbulnya 0,028 (p value <0,05) yang menunjukkan
keluhan gangguan pernapasan pada petugas bahwa terdapat hubungan antara penggunaan
penyapu jalan di area Kendal Kota, bahwa APD terhadap gangguan fungsi paru. Pekerja
kebiasaan merokok bukan termasuk faktor yang tidak menggunakan APD mempunyai
yang mempengaruhi timbulnya keluhan risiko terjadinya gangguan fungsi paru sebesar
gangguan pernapasan pada petugas penyapu 6 kali lebih tinggi dari pekerja yang
jalan di area Kendal Kota. menggunakan APD.
keluhan dan gangguan pada pernafasan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara
pekerja. statistik tidak ada hubungan yang bermakna
antara kebiasaan merokok dangan timbulnya
Debu di jalan memiliki ukuran yang berbeda- keluhan gangguan pernapasan pada petugas
beda dan menentukan letak penempelan atau penyapu jalan di area Kendal Kota, karena
pengendapan partikel tersebut saat masuk ke para petugas penyapu jalan di area Kendal
dalam paru-paru. Debu yang berukuran antara Kota sebanyak 65 responden (100%) tidak
5-10 mikron akan ditahan oleh saluran melakukan kebiasaan merokok pada saat
pernapasan atas, debu 3-5 mikro ditahan oleh bekerja, akan tetapi beberapa dari petugas
saluran pernapasan tengah, sedangkan partikel penyapu jalan mempunyai kebiasaan merokok
antara 1-3 mikron akan langsung menuju yang dilakukan selain pada jam kerja dan
permukaan alveoli paru. Partikel debu yang kebiasaan merokok tidak mempengaruhi
berukuran 0,1-1 mikron mengendap di timbulnya gangguan pernapasan.
permukaan alveoli. Masuk dan tertimbunnya
debu di dalam paru-paru ini dapat Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
menstimulasi otot polos sirkuler pada saluran yang dilakukan oleh Oviera, Jayanti, & Suroto
pernapasan sehingga menimbulkan kontraksi (2016) yang menunjukkan bahwa 75 % pekerja
penyempitan saluran pernapasan (R. pengolahan kayu PT. X, Jepara yang merokok,
Wulandari, Setiani, & Dewanti, 2015). memiliki hubungan yang signifikan antara
kebiasaan merokok dengan kapasitas vital
Hasil analisis menunjukkan bahwa petugas paru. Demikian juga dengan hasil penelitian
penyapu jalan yang bekerja di area padat lebih Hutama (2013) yang menyatakan bahwa
berisiko mengalami keluhan subyektif pekerja yang mempunyai kebiasaan merokok
gangguan pernapasan dibanding yang bekerja berpeluang mengalami keluhan dan gangguan
di area lengang. Hasil wawancara diperoleh faal paru. Tenaga kerja yang merokok dan
informasi bahwa tidak ada pergantian area berada di lingkungan yang berdebu cenderung
kerja pada saat pagi hari, hanya pergantian mengalami gangguan saluran pernapasan
area kerja pada saat bekerja siang hari saja. dibanding dengan tenaga kerja yang berada
Aktivitas kendaraan bermotor merupakan pada lingkungan yang sama tetapi tidak
sumber pencemaran udara di daerah perkotaan. merokok (Pinugroho & Kusumawati, 2017).
Kendaraan bermotor menghasilkan 85% dari Penurunan fungsi paru pada orang dewasa
seluruh pencemaran udara yang terjadi. Emisi normal bukan perokok sekitar 20 – 30 tahun
yang dikeluarkan kendaraan bermotor ml/tahun. Perokok sekitar 30-40 ml/tahun serta
menghasilkan berbagai polutan seperti karbon terdapat hubungan yang sangat jelas antara
monoksida (CO), hidrokarbon (HC), oksida jumlah rokok yang dihisap setiap tahun dan
nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), partikulat lama merokok dengan fungsi paru (Putri,
dan timbal (Pb) (Sengkey, Jansen, & Wallah, 2015).
2011). Penelitian yang dilakukan di Kota
Padang menunjukkan ada korelasi positif Merokok dapat menyebabkan perubahan
antaran jumlah kendaraan berbahan bakar struktur dan fungsi saluran pernapasan dan
bensin dengan keberadaan Pb diudara ambien jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar,
dengan tingkat korelasi sangat kuat (Ruslinda sel mukosa membesar dan kelenjar mukur
et al., 2016). bertambah banyak. Saluran pernapasan kecil,
terjadi radang ringan hingga penyempitan
Jalan raya dengan padat kendaraan bermotor akibat bertambahnya sel dan penumpukan
juga merupakan sumber paparan PM10. PM10 lendir. Pada jaringan paru terjadi peningkatan
ini dapat memberikan efek akut berupa batuk, jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.
sesak napas, dan nyeri dada. Efek kronis yang Akibat perubahan atanomi saluran napas, pada
dapat ditimbulkan antara lain penurunan fungsi perokok timbul perubahan fungsi paru dan
paru, dan gangguan sistem syarar dan penyakit paru obstruktif kronik
pembuluh darah (A. Wulandari, Darundiati, & (Kusumawardani, Rahajeng, Mubasyiroh, &
Raharjo, 2016). Petugas penyapu jalan perlu Suhardi, 2017).
melakukan rotasi area kerja untuk
meminimalkan akumulasi partikulat debu yang SIMPULAN
dihasilkan dari kendaraan bermotor. Tidak ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan APD masker dangan timbulnya
113
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 10 No 1, Hal 109- 114, Januari 2020
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Khumaidah. (2009). Analisis Faktor-Faktor Wulandari, A., Darundiati, Y., & Raharjo, M.
YAng Berhubungan Dengan Gangguan (2016). Analisis Risiko Kesehatan
Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel PT Kota Lingkungan Pajanan Particulate Matter
Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan (Pm10) Pada Pedagang Kaki Lima Akibat
Mlonggo Kabupaten Jepara. Aktivitas Transportasi (Studi Kasus :
https://doi.org/10.1007/978-3-319-46227- Jalan Kaligawe Kota Semarang). Jurnal
1_32 Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro, 4(3), 677–691.
Kusumawardani, N., Rahajeng, E.,
Mubasyiroh, R., & Suhardi, S. (2017). Wulandari, R., Setiani, O., & Dewanti, N. A.
Hubungan Antara Keterpajanan Asap Y. (2015). Hubungan Masa Kerja
Rokok Dan Riwayat Penyakit Paru Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada
Obstruktif Kronik (Ppok) Di Indonesia. Petugas Penyapu Jalan Di Protokol 3, 4
Jurnal Ekologi Kesehatan. Dan 6 Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
https://doi.org/10.22435/jek.v15i3.5889.1 Masyarakat (e-Journal), 3(3), 797–806.
60-166
Zainuddin, A. A. (2010). Kebijakan
Meita, A. C. (2012). Hubungan Paparan Debu Pengelolaan Kualitas Udara Terkait
dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Transportasi di Provinsi DKI Jakarta.
Penyapu Pasar Johar Kota Semarang. Kesmas: National Public Health Journal,
Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas 4(6), 281–288.
Diponegoro, 1(2). https://doi.org/10.21109/kesmas.v4i6.168
Oviera, A., Jayanti, S., & Suroto. (2016). Zainul, L, Farisi, M. L., Azmal, M.,
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hapressimon, Nurhidayati, W. O. (2019).
Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Identifikasi dan Penilaian Risiko Petugas
Industri. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Penyapu Jalan Raya Kota Balikpapan.
4(1), 267–276. Jurnal Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Lingkungan, 5(1), 87–92.
Pinugroho, B. S., & Kusumawati, Y. (2017).
Hubungan Usia, Lama Paparan Debu,
114