Anda di halaman 1dari 26

LAPSUS RAWAT INAP

ASMA BRONCHIALE
Eunike Hosalien Fanggidae, S. Ked
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana

I. PENDAHULUAN

Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu penyakit


heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran respiratori. Inflamasi
kronik ini ditandai dengan riwayat gejala- gejala pada saluran respiratori seperti
wheezing (mengi), sesak, napas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu maupun
intensitas, disertai dengan limitasi aliran udara ekspiratori. International Consensus
on (ICON) Pediatric Asthma mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi
kronik yang berhubungan dengan obstruksi saluran respiratori dan hiperesponsif
bronkus, yang secara klinis ditandai dengan adanya wheezing, batuk, dan sesak
napas yang berulang. Sedangkan UKK Respirologi IDAI mendefinisikan, asma
adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperaktifitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi.(1)
Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai baik
pada anak maupun dewasa. Asma terjadi karena inflamasi kronik, hiperesponsif dan
perubahan struktur akibat penebalan dinding bronkus (remodeling) saluran
respiratori yang berlangsung kronis bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala
awal asma. Asma ditandai dengan berbagai gejala seperti mengi, sesak napas, rasa
sesak pada dada dan atau batuk dengan terbatasnya aliran udara saat ekspirasi. Hal
tersebut dipicu oleh faktor seperti paparan alergen/iritasi, latihan, perubahan cuaca
atau infeksi akibat virus.(1)(9)
Mekanisme yang mendasari terjadinya asma pada anak dan dewasa adalah
sama. Namun, ada beberapa permasalahan pada asma anak yang tidak dijumpai
pada dewasa karena bervariasinya perjalanan alamiah penyakit, kurangnya bukti

1
ilmiah yang baik, kesulitan menentukan diagnosis dan pemberian obat, serta
bervariasinya respons terhadap terapi yang sering tidak dapat diprediksi
sebelumnya. Keadaan ini terutama untuk penentuan asma pada anak usia balita (<
5 tahun). Asma anak memiliki pola yang berbeda bergantung usia. Pada anak
prasekolah (0-5 tahun) gejala mengi sering disebabkan oleh infeksi saluran napas
bagian bawah, sedangkan pada anak usia sekolah (6 tahun ke atas) gejala tersebut
biasanya menandakan asma dan alergi merupakan penyebab yang mendasari.(1)(10)
Prevalensi asma pada anak sangat bervariasi diantara negara-negara didunia,
berkisar antara 1-18%. Asma merupakan penyakit genetik dan lingkungkan
kompleks yang paling sering menyebabkan disablitas pada anak dan terjadi pada
7,1 juta (96%) anak di Amerika Serikat. Berdasarkan Analisis komprehensif
mutakhir Global Burden of Disease Study (GBD) yang dilakukan pada tahun 2008-
2010, diperkirakan terdapat 334 juta orang pasien asma di dunia.(9)

Asma adalah penyakit gangguan pernapasan yang dapat menyerang anak-


anak hingga orang dewasa, tetapi penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak.
Menurut para ahli, prevalensi asma akan terus meningkat. Sekitar 100 - 150 juta
penduduk dunia terserang asma dengan penambahan 180.000 setiap tahunnya. Di
Indonesia, prevalensi asma menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004
sebesar 4%. Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, prevalensi asma untuk seluruh kelompok usia sebesar 3,5% dengan
prevalensi penderita asma pada anak usia 1 - 4 tahun sebesar 2,4% dan usia 5 - 14
tahun sebesar 2,0%.(2)(11)(12)
Meskipun tidak menempati peringkat teratas sebagai penyebab kesakitan atau
kematian pada anak, asma merupakan masalah kesehatan yang penting. Jika tidak
ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak, membatasi
aktivitas sehari-hari, mengganggung tidur, meningkatkan angka absensi sekolah,
dan menyebabkan prestasi akademik di sekolah menurun. (1)(2)
Laporan kasus ini akan membahas lebih lanjut tentang kasus asma pada seorang anak
laki-laki berusia 8 tahun 8 bulan.

2
II. LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : An. KCB
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 8 tahun 8 bulan
TTL : Kupang, 2 April 2011
Agama : Katholik
Alamat : Oepoi
No. MR : 408199
Tanggal MRS IGD : 3 Desember 2019 (02.25 WITA)

2. Riwayat Perjalanan Penyakit


Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis (ibu kandung pasien) pada tanggal
4 Desember 2018.
a. Keluhan Utama :
Sesak napas sejak 8 jam SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes diantar ibunya
dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan 8 jam SMRS. Sesak dirasakan
terus menerus, semakin lama semakin memberat disertai dengan bunyi
nyaring saat bernapas, dan sesak digambarkan seperti dada pasien tertimpa
beban berat. Sebelumnya pasien sempat datang ke IGD RSUD Prof. Dr. W.
Z. Johannes pukul 19.00 (1 jam setelah sesak dirasakan) dan di nebul
sebanyak 1x, setelah itu keluhan berkurang dan pasien dipulangkan, namun
sesampai di rumah pasien mulai merasa sesak lagi sehingga pukul 02.00
pasien dibawa lagi ke IGD. Sesak nafas ini membuat pasien susah untuk
berbicara, pasien hanya dapat mengucapkan satu – satu kata, dan
pernapasan pasien terlihat cepat. Pasien duduk dalam posisi harus
menopang badannya dengan lengan. Pasien juga tampak gelisah, serta sulit
makan. Menurut ibu pasien, riwayat mukosa bibir, kuku dan kulit berubah
kebiruan tidak ada. Sesak nafas muncul ketika pasien banyak beraktivitas,

3
banyak menghirup debu saat bermain, dan saat udara sangat dingin, sesak
akan menghilang jika diberikan uap di IGD. Pasien juga batuk berdahak
berwarna kekuningan sejak 1 hari sebelumnya, batuk disertai pilek dan leher
gatal, saat batuk dada pasien terasa sakit. Di IGD pasien sudah 2x di nebul,
sesak kemudian sedikit berkurang namun tidak menghilang sehingga pasien
dirawat inapkan. Keluhan demam (-), kejang (-), mual (-), muntah (-). BAB
dan BAK lancar. Makan dan minum baik.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien telah mengalami gejala seperti ini sejak 4 tahun yang lalu,
didiagnosis menderita asma, dan sering dirawat inap di rumah sakit. Pasien
hanya meminum obat setelah di uap dan setelah keluar rumah sakit, serta
setelah kontrol di poli 1x. Biasanya, pasien serangan sebanyak 1x dalam 2
bulan, namun dalam beberapa bulan terakhir pasien harus di uap sebanyak
1-2x setiap bulannya karena keluhan lebih sering muncul. Menurut ibu
pasien, hal ini dikarenakan aktivitas pasien yang semakin banyak sehingga
sering kelelahan.
d. Riwayat Pengobatan
Pasien sering di uap di IGD, dan mendapat obat pulang yaitu Salbutamol
dan Ambroxol, apabila pasien dirawat inap, pasien juga diberikan obat
minum saat pulang dan setelah kontrol 1x di poliklinik 1 minggu setelah
keluar rumah sakit. Pasien akan berhenti minum obat apabila sesak sudah
hilang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Saudara perempuan dari ibu kandung pasien menderita asma, rhinitis
alergi (-), dermatitis alergi (-).
f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Ibu mengatakan tidak ada penyakit yang menyertai kehamilan. Ibu
pasien rutin ANC di puskesmas Oepoi saat hamil. Pasien merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara. Pasien lahir spontan pervaginam, cukup bulan,
di RS ditolong bidan dengan BBL 2500 gram, langsung menangis dan
dirawat gabung dengan ibu.

4
g. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar pasien lengkap pasien telah mendapat imunisasi HbO,
BCG, Polio 4x, DPT-HB-Hib 3x dan Campak 1x. Imunisasi lanjutan
lengkap, pasien telah mendapat imunisasi DPT-HB-Hib 1x dan Campak 1x.
h. Riwayat ASI dan Nutrisi
Pasien diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan MP-ASI.
Saat ini pasien telah mengonsumsi makanan keluarga 3x sehari berupa nasi,
sayur, dan lauk pauk.
i. Riwayat Tumbuh Kembang
Menurut ibu pasien, tumbuh kembang pasien dalam keadaan yang
normal, tidak ada keterbelakangan mental.

3. Pemeriksaan Fisik (4 Desember 2018)


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Early Warning Score :3
Berat Badan : 18,5 kg
Tinggi Badan : 105 cm
Status Gizi (Kurva CDC) :
BB/U = 68,5%  Gizi Kurang
TB/U = 79,5%  Gizi Kurang
BB/TB = 105%  Gizi Baik
IMT/ U = P50 < IMT/U < P75  Gizi baik

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 98 kali/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 32 kali/menit
Suhu : 36,7 oC
SpO2 : 97%
Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok,

5
warna rambut hitam, wajah simetris
Kulit : Pucat (-), kuning (-), kebiruan (-), turgor kulit
kembali cepat
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-)
Pupil : Isokor 3 mm/3 mm (+/+), reflex cahaya langsung
(+/+), reflex cahaya tak langsung (+/+)
Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), otorea (-/-)
Hidung : Rhinore (+/+), deformitas (-), deviasi septum (-),
perdarahan (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-)
Mulut : Sianosis (-), bibir tampak pucat (-),
perdarahan gusi (-), plak putih (-), mukosa mulut
tampak lembab, lidah bersih
Leher :Pembesaran KGB (-),pembesaran kelenjar tiroid(-)
Toraks (bentuk) : Bentuk toraks normal, tidak tampak bekas luka
(scar)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan, penggunaan
otot bantu napas (+), retaksi dinding dada (+) massa (-)
Palpasi : Taktil fremitus simetris dekstra = sinistra, tidak teraba
massa, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : : Vesikuler Ronkhi Wheezing

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra,

6
thrill tidak teraba
Perkusi : redup
batas jantung atas : ICS 2 linea parasternal dekstra
batas jantung bawah : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternal dekstra
batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : Simetris, perut tampak datar, pelebaran vena (-), tidak
tampak scar ataupun massa
Auskultasi : Terdengar bising usus 12 kali/menit, kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), lien schuffner 0, hepar tidak
teraba dibawah arcus costa
Perkusi : Timpani (+), liver span 8 cm, shifting dullness (-),
undulasi (-)
Genitalia : Tidak dievaluasi

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema :

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (03-09-2019)

Hasil Satuan Nilairujukan Ket


Hemoglobin 12,8 g/dL 10.8-15.6 N
Eritrosit 5,07 10^6/uL 3.8-5.8 N
Hematrokrit 38,3 % 33-45 N
MCV 75,5 fL 69-93 N
MCH 25,2 Pg 22-34 N
MCHC 33,4 g/L 32-36 N
Leukosit 10,99 10^3/Ul 4.50-13.50 N
Eosinofil 1,7 % 1-5 N
Basofil 0,4 % 0-1 N
Neutrofil 78,3 % 17-60 H
Limfosit 13,9 % 20-70 L

7
Monosit 5,7 % 1-11 N
Trombosit 265 10^3/ul 229-553 N
GDS 76 Mg/dl 70-150 N

5. Diagnosis Kerja

a. Asma bronkial

6. Tatalaksana

Farmakologi

 IVFD D5 ½ NS 15 tpm
 Dexametasone 3x2,5 mg IV
 Salbutamol 3x2 mg tab
 Ambroxol 3x 15 mg tab
 Nebulisasi combivent 1 amp / 12 jam

Non- Farmakologi

 O2 2 lpm via nasal kanul jika SpO2 < 95%

7. Follow Up

Tanggal 04-12-2019
S Batuk (+), Sesak berkurang

8
O KU: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 90/70
N : 102x/menit
RR : 30x/menit
S : 36.5oC
SpO2 : 98%
 Hidung: Rhinorrhea (+/+) deformitas (-), pernapasan cuping hidung (-)
 Thorax : penggunaan otot bantu napas (+), retraksi dinding dada (+)
 Pulmo : Wheezing

A Asma Bronchiale

P  IVFD D5 ½ NS 1400cc/24 jam


 Dexametasone 3x2,5 mg IV
 Salbutamol 3x1 mg tab
 Ambroxol 3x 15 mg tab
 Nebulisasi combivent ½ + NaCl 5cc 2x (pagi dan sore)
 Amoxicillin 3x 250 mg

Tanggal 05 -12-2019
S Batuk (+), Sesak (-)

9
O KU: Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 100/70
N : 96 x/menit
RR : 28x/menit
S : 36.6oC
SpO2 : 98%
 Hidung: Rhinorrhea (+/+) deformitas (-), pernapasan cuping hidung (-)
 Pulmo : Wheezing

- -
- -

A Asma Bronchiale

P  IVFD  aff
 Dexametasone 3x2,5 mg IV
 Salbutamol 3x1 mg tab
 Ambroxol 3x 15 mg tab
 Nebulisasi combivent ½ + NaCl 5cc 2x (pagi dan sore)
 Amoxicillin 3x 250 mg

Resume

Seorang anak perempuan umur 8 tahun 8 bulan datang ke RSUD Prof.W.Z.


Johannes diantar ibunya dengan keluhan sesak napas yang sudah dirasakan sejak 8
jam SMRS disertai bunyi nyaring saat bernapas (mengi) dan sesak digambarkan
seperti dada pasien tertimpa beban berat. Sesak nafas ini membuat pasien susah
untuk berbicara, pasien hanya dapat mengucapkan satu – satu kata, dan pernapasan
pasien terlihat cepat. Pasien duduk dalam posisi harus menopang badannya dengan
lengan. Pasien juga tampak gelisah, serta sulit makan. Sesak nafas muncul ketika
pasien banyak beraktivitas, banyak menghirup debu saat bermain, dan saat udara

10
sangat dingin, sesak akan menghilang jika diberikan uap di IGD. Pasien juga batuk
1 hari sebelumnya, batuk disertai pilek dan leher gatal, saat batuk dada pasien terasa
sakit.

Pasien telah didiagnosis menderita asma sejak 4 tahun yang lalu, dan sering
dirawat inap di rumah sakit. Pasien hanya meminum obat setelah di uap dan setelah
keluar rumah sakit, serta setelah kontrol di poli 1x. Biasanya, pasien serangan
sebanyak 1x dalam 2 bulan, namun dalam beberapa bulan terakhir pasien harus di
uap sebanyak 1-2x setiap bulannya karena keluhan lebih sering muncul.
Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum : tampak sakit sedang , Kesadaran : compos
mentis, TD : 90/70 mmHg, N : 98x/menit, RR : 32x/menit, T : 36,7 0 C, SpO2 :
97%, pada inspeksi daerah thorax ditemukan penggunaan otot bantu napas serta
tampak retraksi dinding dada, pada auskultasi pulmo ditemukan bunyi nafas
tambahan wheezing diseluruh lapangan paru.

III. DISKUSI

Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu


penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran respiratori.
Inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala- gejala pada saluran respiratori
yang bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran
udara ekspiratori. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak
napas, dada tertekan yang timbul secara kronik, dan atau berulang, reversible,
cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada
pencetus.(1)(2)

Menurut Canadian Lung Association, asma dapat muncul karena reaksi


terhadap faktor pencetus yang mengakibatkan penyempitan dan penyebab yang
mengakibatkan inflamasi saluran pernafasan atau reaksi hipersensitivitas.(3)
Inflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal
yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran napas menyebabkan hambatan
aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan. (4)

11
Penegakkan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis
yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak
sebagian besar ditegakkan secara klinis.

Gambar 1. Alur Diagnosis Asma pada Anak1

a. Anamnesis (2)

Pada kasus, seorang anak laki-laki usia 8 tahun 8 bulan, datang dengan
keluhan sesak napas sejak 8 jam SMRS dengan adanya bunyi nyaring saat bernapas
(mengi). Pasien juga batuk 1 hari sebelumnya, batuk disertai pilek dan leher gatal.
Sesak nafas muncul ketika pasien banyak beraktivitas, banyak menghirup debu saat
bermain, dan saat udara sangat dingin, sesak akan menghilang jika diberikan uap di

12
IGD. Pasien telah didiagnosis menderita asma sejak 4 tahun yang lalu, dan sering
dirawat inap di rumah sakit. Sebelumnya pasien sempat datang ke IGD RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes pukul 19.00 (1 jam setelah sesak dirasakan) dan di nebul
sebanyak 1x, setelah itu keluhan berkurang dan pasien dipulangkan, namun
sesampai di rumah pasien mulai merasa sesak lagi sehingga pukul 02.00 pasien
dibawa lagi ke IGD. Riwayat keluarga pasien, yaitu saudara kandung dari ibu
pasien juga menderita asma.

Berdasarkan teori, keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan


manifestasi klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala
respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada
tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang,
BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Karakteristik
yang mengarah ke asma adalah :
1. Gejala timbul secara episodik atau berulang
2. Timbul bila ada faktor pencetus
 Iritan : asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk,
suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap
rasa, pengawet makanan, pewarna makanan.
 Allergen : debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk
sari
 Infeksi respiratori akut karena virus
 Aktivitas fisik : berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa
berlebihan.
3. Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
4. Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,
bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari
(nocturnal)
5. Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau
dengan pemberian obat pereda asma.

13
Untuk menjadi pasien asma ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik yang berperan terhadap terjadinya asma yaitu
hipereaktivitas bronkus, riwayat atopi/ alergi, jenis kelamin, serta ras/ etnik.
Sedangkan faktor lingkungan yang berperan terhadap terjadinya asma adalah
alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/ jamur dan lain-
lain), alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (kacang, makanan
laut, susu sapi, telur), obat- obatan tertentu (golongan aspirin, NSAID), bahan yang
mengiritasi (parfum), asap rokok, polusi udara, exercise induced asthma serta
perubahan cuaca.(2) Salah satu karakteristik asma adalah gejala seringkali terjadi
pada malam hari. Hal ini berhubungan dengan hormon kortisol yang diekskresikan
oleh sumbu Hipotalamus pituitary adrenal yang berperan dalam menekan sistem
imun dan mengikuti irama sirkardian dengan puncak tertinggi kadar kortisol pukul
07.00- 08.00 pagi dan titik terendah sekresi hormon kortisol pada malam hari.
Hormon kortisol dapat meningkatkan respon reseptor beta adrenergik pada otot
polos saluran pernapasan. Peran konsentrasi kortisol secara fisiologi juga
berpengaruh terhadap saluran napas pada penderita asma yang dapat mengurangi
hiperresponsifitas saluran napas karena menurunkan jumlah sirkulasi eosinofil,
menghambat produksi dan sekresi sitokin pada saluran pernapasan (2).

Berdasarkan anamnesis, pasien didiagnosis asma sebab keluhan yang dialami


pasien tersebut sesuai dengan gejala respiratorik yang terjadi pada asma berupa
kombinasi batuk berulang, sesak napas dan wheezing (mengi). Hal tersebut juga
sesuai dengan karakteristik asma dimana gejala timbul berulang dengan intensitas
yang bervariasi dari waktu ke waktu bahkan dalam 24 jam dan membaik dengan
pemberian obat pereda asma. Asma pada pasien terjadi karena faktor pencetus
berupa faktor aktivitas fisik, adanya alergen yaitu debu, iritan yaitu suhu dingin dan
faktor genetik.

b. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus, berdasarkan pemeriksaan fisik yang ditemui dalam kasus ini, pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan frekuensi napas meningkat, sedangkan
frekuensi nadi dan saturasi oksigen masih dalam batas normal. Pada inspeksi,

14
tampak retraksi dinding dada dan penggunaan otot bantu pernapasan, akibat sesak
yang terjadi pasien terlihat susah berbicara hanya dapat mengucapkan satu – satu
kata saja. Pasien duduk dalam posisi harus menopang badannya dengan kedua
tangan. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan wheezing pada seluruh lapangan
paru. Pemeriksaan penunjang lain seperti rontgen toraks maupun spirometri tidak
dilakukan pada pasien.

Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya tidak
ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat
terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau yang
terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien
seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi
seperti allergicshiners atau geographic tongue.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu uji fungsi paru dengan
spirometri, pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan peak flow
meter. Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE
spesifik. Pada fasyankes primer dan UGD RS dapat dilakukan pemeriksaan saturasi
oksigen dengan pulse oxymetri. Di UGD RS dapat juga dilakukan pemeriksaan
analisis gas darah dan rontgen toraks. (1)(2)(5)
Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang sangat
luas. Atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma.(1)
1. Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
 Asma intermiten : episode gejala asma < 6x/tahun atau jarak antar
gejala ≥ 6 minggu
 Asma persisten ringan : episode gejala asma > 1x/bulan,
<1x/minggu
 Asma persisten sedang : episode gejala asma > 1x/minggu, namun
tidak setiap hari
 Asma persisten berat : episode gejala asma terjadi hampir setiap
hari.
2. Berdasarkan derajat beratnya serangan

15
 Asma serangan ringan-sedang
 Asma serangan berat
 Serangan asma dengan ancaman henti napas

Tabel 1. Derajat Keparahan Serangan Asma1

3. Berdasarkan derajat kendali


 Asma terkendali penuh : tanpa obat pengendali (pada asma
intermiten) atau dengan obat pengendali
 Asma terkendali sebagian
 Asma tidak terkendali

Tabel 2. Derajat Kendali Penyakit Asma1

16
Berdasarkan hal tersebut, penulisan diagnosis pasien asma, dilihat dari
kekerapan gejala, keadaan saat ini (tanpa gejala, gejala, serangan ringan sedang,
serangan sedang, atau ancaman gagal nafas) dan derajat kendali (tidak terkendali,
terkendali sebagian, terkendali penuh dengan obat pengendali, atau terkendali
penuh tanpa obat pengendali). 1

Pada kasus ini pasien didiagnosis asma bronkial. Jika menurut panduan maka
diagnosis pasien menjadi asma persisten ringan serangan kini berat terkendali
sebagian. Dikatakan persisten sedang karena serangan asma pada pasien terjadi
episode gejala asma < 1x/minggu namun > 1x/bulan. Menurut keterangan ibu
pasien, pasien seringkali di uap sebanyak 1-2 kali tiap bulannya dan sering rawat
inap. Namun beberapa hari terakhir kekerapan pasien meningkat oleh karena
aktivitas berlebihan. Asma serangan kali ini berat sebab pasien hanya dapat
mengucapkan satu – satu kata saja, pasien duduk dalam posisi harus menopang
badannya dengan kedua tangan, dan ditemukan frekuensi napas yang meningkat.
Asma yang terjadi pada pasien terkendali sebagian karena dalam 6 – 8 minggu
terakhir, serangan asma pada siang hari hanya terjadi 3-4x saja, gejala pada malam
hari tidak ada, tidak ada keterbatasan aktivitas dan pasien mengonsumsi obat pereda

17
bila rawat inap dan setelah kontrol di poli 3 hari setelah keluar rumah sakit. Pasien
tidak mengonsumsi obat rutin.

18
19
Gambar 2. Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak di Fasyankes dan Rumah
Sakit1

20
Pada kasus, tatalaksana pasien di ruangan yaitu diberikan O2 2 lpm via nasal
kanul jika SpO2 < 95%, nebulisasi dengan Combivent 1 amp / 12 jam (kandungan
salbutamol 2,5 mg + ipatropium bromida 0,5 mg) ditambah dengan NaCl 0,9% 5
cc. Pemberian nebulisasi tiap pagi dan sore. Pasian dipasang jalur parenteral dan
diberikan IVFD D5 ½ NS 15tpm. Pasien diberikan obat oral salbutamol 3 x 2mg,
dan ambroxol 3x15 mg, serta dexamethasone 3x2,5 mg IV.
Secara teori diketahui bahwa pada tata laksana asma serangan berat, pasien
harus dirawat di ruang rawat inap. Diberikan nebulisasi pertama kali dengan agonis
β2 (salbutmol) dengan penambahan ipatropium bromida. Oksigen 2 – 4 liter per
menit diberikan sejak awal termasuk pada saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral
pada pasien dan lakukan pemeriksaan rontgen toraks (dilakukan untuk
mendeteksi adanya komplikasi pneumotoraks dan/ atau pneumomediastinum) .
Steroid sebaiknya diberikan secara parenteral. Apabila pasien menunjukkan
gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus langsung dirawat di ruang
rawat intensif. .(1)(6)
Setelah di ruang rawat inap pemberian oksigen tetap diteruskan, berikan
steroid IV secara bolus 0,5 - 1 mg/kgBB/hari tiap 6-8 jam, nebulisasi agonis β2
kerja pendek (salbutamol) kombinasi dengan ipratropium bromida dengan
oksigen dianjutkan setiap 1 -2 jam. Jika dalam 4 – 6 kali pemberian mulai terjadi
perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4 – 6 jam. Dapat
diberikan aminofilin IV (dosis inisial 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dextrose
atau NS sebanyak 20 mL. Diberikan selama 30 menit dengan infusion pump atau
mikroburet). Bila respon belum optimal dilanjutkan dengan pemberian
aminofilin dosis rumatan sebanyak 0,5 – 1 mg/kgBB/jam. Bila pasien
sebelumnya telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis diberikan
separuhnya, baik dosis awal (3 – 4 mg/kgBB) maupun rumatan (0,25 – 0,5
mg/kgBB/jam).(1)(6)

Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam hingga
mencapai 24 jam, dan steroid serta aminofilin diganti dengan pemberian peroral.
Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali
obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang! diberikan setiap 46 jam selama 24 – 48

21
jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan
dalam 35 hari untuk reevaluasi tatalaksana.(1)(6)

Tujuan tata laksana jangka panjang asma anak secara umum adalah mencapai
kendali asma dan mengurangi risiko serangan, penyempitan saluran respiratori
yang menetap dan efek samping pengobatan, sehingga menjamin tercapainya
potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Tata laksana jangka panjang pada
asma anak dibagi menjadi tata laksana nonmedikamentosa dan tata laksana
medikamentosa. Komunikasi, informasi dan edukais (KIE) merupakan unsur yang
sangat penting tetapi sering dilupakan dalam tatalaksana asma. Tujuan program
KIE adalah memberi informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap pasien dan
keluarganya untuk meningkatkan pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, dan
kepercayaan diri dalam mengenali gejala serangan asma, mengambil langkah-
langkah yang sesuai, serta memotivasi dalam menghindari faktor-faktor
pencetus.(1)(2)
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi:
penatalaksanaan asma akut/saat serangan dan penatalaksanaan asma jangka
panjang. Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda disebut juga sebagai obat
pelega atau obat serangan, digunakan untuk meredakan serangan atau gejela asma
bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka
pemakaian obat ini dihentikan. Obat pengendali digunakan untuk mencegah
serangan asma, mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respiratori kronik,
sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. Obat pengendali asma terdiri dari
steroid inhalasi, antileukotrien, kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang, teofilin
lepas lambat, dan anti immunoglobulin E.1
Pada sebagian anak, gejala mengi pada infeksi saluran respiratori berkurang
pada usia prasekolah, sedangkan anak lain dapat mempunyai gejala asma yang lebih
presisten. Prediktor paling kuat untuk mengi berlanjut menjadi asma persisten
adalah atopi. Tingkat remisi rendah pada pasien dengan asma yang lebih berat.
Sekitar 60% anak dengan gejala mengi yang terjadi sebelum usia 6 tahun tidak
mengalami gejala tersebut lagi setelah usia 6 tahun. Disisi lain, sekitar 52-72% anak

22
yang didiagnosis menderita asma pada usia 6 tahun akan muncul gejala asma lagi
pada usia 22 tahun. Angka kematian akibat asma selama masa kanak-kanak telah
menurun. Angka mortalitas pada pasien dengan asma yang berusia 5-34 tahun
menurun hingga ≤ 0,1 per 100.000 populasi. (7)(8)
Pada kasus, prognosis ad vitam pasien adalah dubia ad bonam, penyakit asma
pada pasien ini tidak menyebabkan kematian jika KIE menghindari pencetus dapat
dilakukan oleh pasien. Prognosis ad sanationam pasien adalah dubia at malam,
penyakit asma ini sangat bisa berulang. Prognosis ad fungsionam pasien adalah
dubia ad malam, asma persisten ringan dengan serangan berat, dapat menggangu
aktivitas pasien.

Salah satu tatalaksana non medikamentosa pada asma anak adalah KIE
penghindaran pencetus asma pada pasien dan keluarga. Dengan penghidaran
pencetus yang adekuat, kebanyakan asma dapat dikendalikan walau terkadang
tanpa obat asma. KIE yang dapat diberikan bergantung pada faktor risiko pencetus
asma pada masing – masing individu. Pada kasus, faktor pencetus asma yang terjadi
digolongkan ke dalam excercise-induced asthma (EIA) di mana serangan asma
pada pasien terjadi setelah pasien bermain hingga kelelahan, alergen di dalam
ruangan dimana serangan asma pada pasien terjadi pasien banyak menghirup debu
saat bermain, dan perubahan cuaca serta iritan dimana serangan asma pada pasien
terjadi saat udara sangat dingin. Cara penghindaran yang dapat dilakukan adalah
membatasi aktivitas fisik yang dilakukan, menghindari alergen penyebab seperti
tungau dan debu, menghindari udara dingin serta mengalihkan atau memodifikasi
jenis aktivitas ke arah yang bersifat aerobik, dan menggunakan inhalasi β2-agonis
lepas lambat atau sodium kromoglikat sebelum beraktivitas. Pada pasien serangan
asma yang terjadi diperberat dengan adanya rhinitis atau infeksi virus pada pasien
di mana dari anamnesis diketahui pasien saat ini juga mengeluhkan batuk berdahak
berwarna kekuningan sejak ± 1 hari sebelumnya disertai pilek. Pada pasien dapat
disarankan juga istirahat yang cukup, mengobati rhintis yang terjadi serta
menghindari terjadinya rhinitis kembali.(1)

23
IV. KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus asma pada anak perempuan usia 8 tahun 8 bulan.
Diagnosis pasien yaitu asma persisten ringan serangan kini berat terkendali
sebagian. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Saat ini pasien sudah menerima pengobatan diruangan
rawat inap yaitu O2 2 lpm via nasal kanul jika SpO2 < 95%, nebulisasi dengan
Combivent 1 amp / 12 jam (kandungan salbutamol 2,5 mg + ipatropium bromida
0,5 mg) ditambah dengan NaCl 0,9% 5 cc. Pemberian nebulisasi tiap pagi dan sore.
Pasian dipasang jalur parenteral dan diberikan IVFD D5 ½ NS 15tpm. Pasien
diberikan obat oral salbutamol 3 x 2mg, dan ambroxol 3x15 mg, serta
dexamethasone 3x2,5 mg IV. Pada pasien juga diberikan KIE untuk menghindari
faktor pencetus munculnya asma.

Tatalaksana ini sudah sesuai dengan teori. Setelah nebulisasi, menurut alur
tatalaksana pasien dapat diberikan aminofilin IV (dosis inisial 6-8 mg/kgBB
dilarutkan dalam dextrose atau NS sebanyak 20 mL. Dapat pula dilakukan
pemeriksaan rontgen toraks (dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi
pneumotoraks dan/ atau pneumomediastinum).

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak. Ed 2 th. 2016.
2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI. 2009
3. Canadian Lung Association [homepage on the internet]. Asthma: asthma
treatment. Ottawa; 2015]. Available from: http://www.lung.ca/lung-
health/lung-disease/asthma/treatment.
4. Bachier LB, dkk. Diagnosis and treatment of asthma in childhood : a Practall
consensus report. Jurnal Compilation Blackwell Munksgaard.2008.
Diunduh dari: www.eaaci.org.
5. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma
management and prevention (2016 update). Diunduh dari:
www.ginaasthma.org.
6. Supriyanto B, Makmuri. Serangan Asma Akut dalam Buku Ajar Respirologi
Anak. Edisi Pertama. Cetakan Keempat. Jakarta:Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia,2015.120-133p
7. Lasley M, Hetherington K. Alergi dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi Keenam. Singapura: Elsevier,2014. 339-350p.
8. Arakawa H, Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, et al.
Japanese guidelines for childhood asthma 2017. Allergology International.
2017;66:190-204.
9. Jones B, Fleming G, Otillio J, Asokan I, Arnold D. Pediatric acute asthma
exacerbations: evaluation and management from emergency department to
intensive care unit. J Asthma. 2016;53(6):607-617.
10. Dondi A, Calamelli E, Piccinno V, Ricci G, Corsini I, Biagi C, Lanari M.
Acute asthma in pediatric emergency department: infections are the main
triggers of exacerbations. BioMed Research International. 2017:1-7.
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2004: SKRT
2004-Volume 3. Sudut pandang masyarakat mengenai status, cakupan,

25
ketanggapan dan sistem pelayanan kesehatan. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2005.
12. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar laporan nasional 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

26

Anda mungkin juga menyukai