Anda di halaman 1dari 2

LAPORAN PRAKTIKUM Nilai praktikum

GKP 0301 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS


Laboratorium Sistem Informasi Geografis
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

ACARA I: SPATIAL THINKING

KELOMPOK HARI: SELASA PUKUL: 09:00 – 11:00


WAFIQ NUR HAYANI 17/412067/GE/08585

ASISTEN:
1. ABIMANYU PUTRA P. 3. ADE FEBRI SANDHINI P.
2. YUSTINA NADIA A. L. 4. NABILLA ASTRIVIANY
.

A. TUJUAN
1. Mengenalkan prinsip berpikir spasial
2. Menerapkan prinsip berfikir spasial untuk memecahkan masalah spasial

B. PEMBAHASAN
Berpikir spasial merupakan sekumpulan kemampuan koginitif yang terdiri dari tiga
unsur yaitu ruang (space), alat (tools), dan proses pemikiran atau pertimbangan (process
of resoning) (Setiawan, 2015). Dengan mengaplikasikan hubungan dalam struktur
keruangan, misalnya peta, maka kita dapat menganalisis sifat-sifat statis dan dinamis
suatu objek dan hubungannya dengan objek lainnya, sehingga masalah teridentifikasi dan
solusi pun dapat disusun. Aspek utama dalam spatial thinking antara lain: memahami
konteks masalah, mengenali komponen keruangan, memepelajari sesuatu berdasarkan
hasil observasi, daya ingat tentang keadaan sebelumnya, dan daya imajinasi untuk
mencari sudut pandang baru (modelling).
Salah satu contoh penerapan spatial thinking adalah sebagai landasan penentuan
lokasi yang paling baik untuk perumahan. Data spasial yang dibutuhkan untuk
permasalahan ini adalah peta tematik dengan beberapa informasi, yakni fasilitas umum,
kontur, jaringan jalan, sungai, area pertanian dan permukiman. Peta – peta tersebut
disusun secara berurutan dari yang paling diprioritaskan diletakkan di layer paling bawah.
Pemilihan peta dan penyusunan layer setiap orang berbeda – beda, karena pada dasarnya
spatial thinking dapat dikatakan sebagai suatu hal yang subyektif.
Dari peta – peta tematik yang disediakan, semua peta penting untuk memecahkan
masalah ini. Peta – peta tersebut disusun mulai dari peta kontur. Peta kontur digunakan
untuk mengetahui daerah mana yang relatif datar dan tidak terjal. Peta kontur menjadi
prioritas utama karena kontur permukaan tanah sangat berpengaruh pada pembangunan
perumahan. Pendirian bangunan pada kontur yang relatif datar akan mengurangi risiko
bencana seperti tanah longsor. Layer kedua digunakan untuk peta permukiman. Setelah
mengetahui daerah yang dipilih memiliki kontur aman, selanjutnya perlu diketahui
apakah daerah tersebut merupakan lahan kosong atau justru sudah digunakan untuk
permukiman. Daerah yang dipilih harus daerah yang belum dijadikan permukiman, karena
jika daerah tersebut merupakan daerah permukiman perlu dilakukan relokasi yang
membutuhkan biaya sangat besar. Selain itu juga bisa menimbulkan konflik karena
adanya penggusuran.
Setelah peta kontur dan peta permukiman, layer selanjutnya digunakan untuk peta
akses jalan. Akses jalan diperlukan dalam proses pembangunan proyek dan untuk
kepentingan penduduk yang nantinya akan tinggal di perumahan tersebut. Tidak mungkin
suatu perumahan dibangun tanpa adanya akses jalan. Oleh karena itu, dari layer ketiga ini

Laporan Praktikum GKP 0301 Sistem Informasi Geografis 2018 I-1


dipilih daerah mana yang memiliki akses jalan terbaik. Layer selanjutnya adalah peta
fasilitas umum. Perumahan yang memiliki keterjangkauan terhadap fasilitas umum akan
menarik minat calon pembeli. Selain itu, pemilik proyek juga tidak perlu mengeluarkan
biaya lagi untuk pembangunan fasilitas umum, sehingga harga perumahan yang
ditawarkan pun tidak terlampau mahal.
Layer kelima pada penyusunan tumpang susun peta digunakan untuk peta sawah/
lahan pertanian. Pada peta ini sebenarnya tidak ditemui lahan kosong. Lahan yang tidak
digunakan untuk pemukiman adalah lahan pertanian. Oleh karena itu, perumahan yang
dibangun akan mengubah fungsi lahan pertanian. Namun, lahan pertanian yang
digunakan bukan lahan pertanian yang produktif. Lahan pertanian yang boleh digunakan
adalah sawah tadah hujan, karena produktifitasnya mengandalkan musim penghujan
yang tidak terjadi sepanjang tahun. Layer terakhir adalah peta sungai. Menurut Maryanto,
dkk., (2014), daerah yang terlalu dekat dengan sungai tidak sesuai untuk dijadikan area
permukiman, karena menyebabkan tingginya beban pencemaran dan menurunnya
kawasan konservasi sehingga kondisi ekologis menurun. Selain itu kerawanan terhadap
banjir juga nantinya dapat mengancam penduduk di perumahan tersebut. Oleh karena itu
dipilih daerah yang cukup jauh dari aliran sungai besar.
Berdasarkan 6 data spasial yang telah dipertimbangkan, diperoleh 2 (dua) daerah
yang cocok untuk dijadkan perumahan. Daerah – daerah tersebut sesuai dengan
klasifikasi yang telah dipilih, yaitu berada pada kontur yang relatif datar, bukan
merupakan daerah permukiman, memiliki akses jalan yang baik, memiliki ketersediaan
dan keterjangkauan fasilitas umum, daerah sawah tadah hujan, dan jauh dari sungai
besar.

C. KESIMPULAN
1. Berpikir spasial merupakan kemampuan koginitif yang terdiri dari tiga unsur yaitu
ruang (space), alat (tools), dan proses pemikiran atau pertimbangan (process of
resoning)
2. Prinsip berpikir spasial untuk menyelesaikan masalah spasial dapat diterapkan
dibeberapa bidang, contohnya pemanfaatan layering peta untuk menentukan lokasi
ideal pembangunan perumahan.

D. DAFTAR PUSTAKA (OPSIONAL)


Maryanto,L., dkk. 2004. Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil & Strategi
Pengelolaan Sungai dan Aliran Air. Jakarta : Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
Setiawan, Iwan. 2015. Peran Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Spasial (Spatial Thinking). Jurnal Pendidikan Geografi. 15 (1):
63 – 89.

Laporan Praktikum GKP 0301 Sistem Informasi Geografis 2018 I-2

Anda mungkin juga menyukai