Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN MUTU dan PERSONALIA DALAM CPOB

 Prinsip manajemen mutu

Standar ini berdasarkan pada prinsip manajemen mutu yang diuraikan dalam SNI Iso
9000. Uraian ini mencakup pernyataan setiap prinsip, dasar pemikiran mengapa prinsipin
penting untuk organisasi, beberapa contoh dari manfaat yang terkait dengan prinsip dan
contoh tindakan yang umum untuk meningkatkan kinerja organisasi ketika menerapkan
prinsip ini. fokus pada pelanggan.

Prinsip manajemen mutu adalah:

 fokus pada pelanggan;


 kepemimpinan;
 pelibatan orang; pondekatan proses;
 peningkatan;
 bukti berdasarkan keputusan yang dibuat;
 manajemen relasi.
 Pendekatan Proses

Standar ini mempromosikan adopsi pendekatan proses ketika mengembangkan,


menerapkan dan meningkatkan keefektifan sistem manajemen mutu, untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan dengan memenuhi persyaratan pelanggan. Persyaratan spesifik yang
dianggap penting untuk mengadopsi pendekatan proses tercakup dalam

Memahami dan mengelola proses yang saling terkait sebagai suatu sistem yang
berkontribusi untuk efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai hasil yang
diinginkan. Pendekatan ini memungkinkan organisasi untuk mengendalikan hubungan
timbal balik dan saling ketergantungan antara proses dari sistem, sehingga kinerja
keseluruhan organisasi dapat ditingkatkan.

Pendekatan proses melibatkan definisi sistematik dan pengelolaan proses, serta


interaksinya, agar supaya hasil yang diinginkan tercapai sesuai dengan kebijakan mutu dan
arahan stratejik dari organisasi. Proses dan sistem manajemen sebagai keseluruhan dapat
dicapai dengan menggunakan siklus PDCA dengan fokus keseluruhan pada pemikiran
berbasis risiko yang ditujukan untuk mengambil keuntungan dari peluang dan mencegah
hasil yang tidak diinginkan.

Penerapan pendekatan proses pada sistem manajemen mutu memungkinkan untuk:

a) memahami dan secara konsisten memenuhi persyaratan;

b) mempertimbangkan proses dalam hal penambahan nilai;

c) capaian kinerja proses yang efektif;

d) peningkatan proses yang didasari oleh evaluasi data dan informasi.

 CPOB

Dalam setiap kegiatan pembuatan obat, industri farmasi harus memenuhi persyaratan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pembuatan obat adalah seluruh tahapan proses
yang dilakukan untuk menghasilkan obat jadi yang akan didistribusikan kepada sarana
pelayanan kesehatan yang memerlukan. Tahapan pembuatan obat meliputi pengadaan bahan
awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu
sampai diperoleh obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan
tujuan penggunaannya secara konsisten.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah pedoman dalam pembuatan obat
untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan obat tersebut. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang
dibuktikan dengan adanya kepemilikan sertifikat CPOB yang diperbaharui setiap 5 tahun.
Industri farmasi dituntut dapat menghasilkan produk yang aman (safety), berkhasiat
(efficacy), dan berkualitas (quality).

 Aspek-aspek CPOTB
1. Manajemen Mutu
Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunaannya karena
tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.

Manajemen Mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu
“kebijakan mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai
tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu
yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi cara
pembuatan obat yang baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Konsep dasar
Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek Manajemen Mutu yang
saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk menekankan hubungan dan betapa
penting konsep tersebut dalam produksi dan pengawasan produk (Badan POM, 2012).

2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
Pemastian Mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu,
Industri Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personel hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personel hendaklah
memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Industri Farmasi hendaklah memiliki personel yang terkualifikasi dan berpengalaman


praktris dalam jumlah yang memadai. Tiap personel hendaklah tidak dibebani tanggung
jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Suatu Industri
Farmasi harus memiliki struktur organisasi yang menguraikan tugas dan kewenangan
masing-masing personel sesuai dengan posisinya. Tugas tersebut boleh didelegasikan
kepada wakil yang ditunjuk dengan syarat wakil tersebut memiliki tingkat kualifikasi
yang memadai. Personel kunci yang harus ada di suatu industri farmasi, mencakup
Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu, dan Kepala Bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi penanggung jawab
hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis sebagai berikut:

1. Personel Kunci

a. Personel Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan


Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu.
b. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu/kepala bagian
Pengawasan Mutu harus independen satu dengan yang lain.

2. Organisasi, Kualifikasi dan tanggung jawab

a. Pada struktur organisasi perusahaan, bagian Produksi dan Pengawasan Mutu


harus dipimpin oleh seorang Apoteker yang berbeda, yang tidak saling
bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Keduanya tidak boleh mempunyai
kepentingan di luar organisasi perusahaan, yang dapat menghambat atau
membatasi tanggung jawabnya.
b. Manajer produksi harus seorang apoteker yang terlatih serta memiliki pengalaman
praktis yang memadai, diberikan wewenang dan tanggung jawab penuh mengelola
produksi obat.
c. Manajer Pengawasan Mutu harus seorang Apoteker yang handal, terlatih dan
memiliki pengalaman praktis yang memadai, memiliki wewenang dan tanggung
jawab penuh dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur
Pengawasan Mutu.
d. Manajer Produksi dan Pengawasan Mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam
penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan
pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses
produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personel, pemberian persetujuan
terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan bahan terhadap
kerusakan serta kemunduran mutu serta penyimpanan dokumen-dokumen.
e. Tersedia tenaga yang terampil dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan
supervisi langsung di bagian Produksi dan Pengawasan Mutu. Setiap supervisor
tersebut harus terlatih dan memiliki keterampilan teknis, pengalaman praktis dan
bertanggung jawab kepada manajer Produksi dan Pengawasan Mutu.
f. Tersedia tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan kegiatan produksi dan Pengawasan Mutu sesuai prosedur dan
spesifikasi yang telah ditentukan.
g. Tanggung jawab yang diberikan pada setiap personel harus tidak terlalu
berlebihan sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap mutu obat.
h. Tugas dan tanggung jawab harus diberikan dengan jelas serta dapat dipahami
dengan baik oleh setiap personel.

3. Pelatihan

a. Seluruh personel yang terlibat dalam kegiatan pembuatan obat, harus dilatih
mengenai kegiatan yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip
CPOB.
b. Pelatihan harus diberikan oleh orang yang ahli. Perhatian khusus diberikan bagi
mereka yang bekerja di daerah steril dan daerah bersih atau yang bekerja dengan
bahan yang mempunyai resiko tinggi, atau yang menimbulkan sensitisasi.
c. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan dengan frekuensi
yang memadai untuk menjamin agar personel terbiasa dengan persyaratan CPOB.
d. Pelatihan CPOB dilaksanakan menurut program tertulis yang disetujui oleh
manajer Produksi dan Pengawasan Mutu.
e. Catatan pelatihan mengenai CPOB kepada personel harus disimpan dan
efektivitas program pelatihan dan prestasi personel harus dinilai secara berkala
untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

3. Bangunan dan fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi,
letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk
memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil terjadi risiko kekeliruan, pencemaran silang dan
kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain
yang dapat menurunkan mutu obat.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang berasal dari lingkungan dan sarana
maka perlu:

1. Disiapkan ruang terpisah yang dirancang khusus untuk menghindari kontaminasi.


2. Kelas A atau kelas 100, berada di bawah aliran udara laminer dan memiliki
efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%.
3. Kelas B atau kelas 100, merupakan ruangan steril, kelas ini adalah lingkungan
latar belakang untuk zona kelas A dan memiliki efisiensi saringan udara akhir
sebesar 99.995%. 4. Kelas C atau kelas 10.000, merupakan ruang bersih, memiliki
efisiensi saringan udara sebesar 99.95 %.
4. Kelas D atau kelas 100.000, adalah ruangan bersih, memiliki efisiensi saringan
udara sebesar 99.95 % bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up air
(10-20 % fresh air) .
5. Kelas E adalah ruangan umum dan ruangan khusus, memiliki efisiensi saringan
udara sebesar 99.95% bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up air
(10-20 % fresh air).
6. Kelas F adalah ruangan pengemasan sekunder.
7. Kelas G adalah ruang gudang. Bangunan suatu industri farmasi permukaan bagian
dalam ruangan seperti dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari
keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah
didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air,
permukaan yang rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien.
Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci.
Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis
hendaklah berbentuk lengkungan.

4. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat agar mutu obat yang dihasilkan dapat terjamin, seragam dari bets ke bets, dan
memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang,
penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu
produk.

a. Desain dan konstruksi

1) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau
produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
2) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian
yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan
untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa
ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan. Hasil
pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik.

b. Pemasangan dan penempatan

1) Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil


kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama.
Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko
kekeliruan atau pencemaran.
2) Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain hendaklah dipasang
sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses. Pipa hendaklah
diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran.

c. Perawatan

1) Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau


pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
2) Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi.
3) Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan dan bila perlu
disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi.
4) Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk antara yang sama
secara berurutan atau secara kampanye, peralatan hendaklah dibersihkan dalam
tenggat waktu yang sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan
(misal: hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas).
5) Peralatan hendaknya diidentifikasi isi dan status kebersihannya.
6) Buku log hendaknya dibuat untuk pencatatan validasi pembersihan dan
pembersihan yang telah dilakukan termasuk tanggal dan personel yang
melakukan kegiatan tersebut.

5. Sanitasi dan higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang
merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya dihilangkan
melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan
higiene yang diatur dalam pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan,
dan peralatan. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara
berkala agar selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan


dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

a. Produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.


b. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
c. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap
mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian
Pengawasan Mutu.
d. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti yang
ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara teratur untuk memudahkan
segragasi antar bets dan rotasi stok.
e. Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau
pencemaran lain pada tiap tahap pengolahan.
f. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin
produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau
penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan
nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan
proses produksi.
g. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan.
Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala
bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.
h. Sistem penomoran bets/lot Untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara,
produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot
yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling
berkaitan. Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot
yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera
dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal
pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.

7. Pengawasan mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua
tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan
sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian, serta
termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dijual,
sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak
terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga mencakup semua keputusan yang
berhubungan dengan mutu produk, yaitu uji stabilitas, program pemantauan lingkungan,
pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal,
penyusunan dan perbaharuan spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya.

Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu.


Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan
wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi
satu atau beberapa laboratorium. Selain itu harus didukung dengan sarana yang memadai.

Tugas pokok bagian Pengawasan Mutu, yaitu:

a. Membuat dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi.


b. Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh pemeriksaan,
pengujian dan analisis.
c. Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis.
d. Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan produk.
e. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk.
f. Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara, produk ruahan atau
produk jadi.
g. Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara berkelanjutan dan bahan
awal jika diperlukan, serta menetapkan kondisi penyimpanan bahan dan produk
berdasarkan data stabilitasnya.
h. Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi berdasarkan data stabilitas
serta kondisi penyimpanannya.
i. Berperan atau membantu pelaksanaan program validasi.
j. Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur pengujian yang
berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut pada kondisi yang tepat.
k. Menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel yang diambil.
l. Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan apakah produk
tersebut dapat diluluskan atau diolah ulang atau harus dimusnahkan.
m. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian lain dari
perusahaan.

8. Inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok.

Inspeksi Diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari
perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Tujuan Inspeksi
Diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek Produksi dan Pengawasan Mutu
industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB. Program Inspeksi Diri hendaklah
dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan
tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi Diri hendaklah dilakukan secara rutin.
Prosedur dan Catatan Inspeksi Diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program
tindak lanjut yang efektif.

Aspek-aspek untuk Inspeksi Diri meliputi personalia, bangunan termasuk fasilitas


untuk personel, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan
pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan-selamaproses,
Pengawasan Mutu, Dokumentasi, Sanitasi dan Higiene, Program Validasi dan Revalidasi,
Kalibrasi alat atau sistem pengukuran, Prosedur Penarikan Kembali Obat Jadi,
penanganan keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya serta tindakan
perbaikan.

Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri dengan anggota yang


berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Inspeksi diri
dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun Inspeksi Diri
yang menyeluruh hendaklah dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Semua hasil
pengamatan hendaklah dicatat dan dijadikan laporan. Selain mencakup hasil inspeksi diri,
laporan tersebut menyertakan evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan.
Audit Mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit Mutu meliputi pemeriksaan
dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu dengan tujuan spesifik
untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar
atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen
perusahaan.

9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau
beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk
dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai
reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Produk kembalian
adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi
karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi
wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan
keamanan obat yang bersangkutan.

Keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh:

a. Keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari
produk atau kemasannya.
b. Keluhan karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi hampir
fatal dan reaksi medis lain.
c. Keluhan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak berkhasiat atau
respon klinis yang rendah.

Pelaksanaan penarikan kembali produk diantaranya:

a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah


diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi
yang merugikan.
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan
dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali segera.
Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen.
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah
menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat,
efektif dan tuntas.
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat
untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan
cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

Produk Kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dikembalikan ke


dalam persediaan.
2) Produk kembalian yang dapat diproses ulang.
3) Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses
ulang. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.
Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah
disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan
dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai
wewenang.
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi
yang baik merupakan bagian yang esensial dari Pemastian Mutu. Dokumentasi yang jelas
adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel menerima uraian tugas yang
relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan
instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat.
Bagian dokumen pembuatan dan hendaklah sesuai dengan dokumen persetujuan izin edar
yang relevan. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh
personel yang sesuai dan diberi wewenang.
Dokumen yang diperlukan sesuai CPOB 2012 adalah sebagai berikut:
1. Spesifikasi bahan awal
2. Spesifikasi bahan pengemas
3. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan
4. Spesifikasi produk jadi
5. Dokumen produksi induk
6. Prosedur Pengolahan Induk
7. Prosedur Pengemasan Induk
8. Catatan Pengolahan Bets
9. Catatan Pengemasan Bets
10.
11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar dan disetujui
serta dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk
atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi
kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung
jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak haruslah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets suatu
produk yang akan diedarkan. Pelulusan bets tersebut menjadi tanggung jawab penuh
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
a. Pemberi kontrak
1) Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam
melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa
prinsip dan pedoman CPOB diikuti.
2) Memberikan informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk
melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar dan sesuai izin edar dan
persyaratan legal lain.
3) Memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan
oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang telah diluluskan oleh bagian
Pemastian Mutu.

b. Penerima kontrak

1) Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi
yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat
(OPO).
2) Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
3) Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang dipercayakan
kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu dievaluasi
dan disetujui oleh pemberi kontrak.
4) Membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu
produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk pemberi kontrak.

12. Kualifikasi dan validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang


diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi
mutu produk hendaklah divalidasi.

Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang


lingkup dan cakupan validasi.

a. Kualifikasi

1) Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap


fasilitas, sistem atau peralatan baru.
2) Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru atau
yang dimodifikasi.
3) Kualifikasi operasional hendaklah mencakup pengujian yang perlu dilakukan
berdasarkan pengetahuan tentang proses, sistem dan peralatan.
4) Kualifikasi kinerja hendaklah mencakup pengujian dengan menggunakan bahan
baku, bahan pengganti yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang
dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan
peralatan.

b. Validasi proses

1) Validasi prospektif`adalah validasi proses yang dilakukan sebelum produk


dipasarkan.
2) Validasi konkuren adalah validasi yang dilakukan selama proses produksi rutin
dilakukan.
3) Validasi retrospektif adalah validasi terhadap proses yang sudah berjalan.

c. Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur


pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan
pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait
dengan proses pembersihan.

d. Validasi metode analisis mempunyai tujuan untuk mengetahui bahwa metode analisis
sesuai tujuan penggunaannya. Metode analisa yang divalidasi antara lain: uji
identifikasi, penetapan kadar, dan uji impuritas

Anda mungkin juga menyukai