Anda di halaman 1dari 8

Steroid – Induced Glaucoma

1
DR. Dr. Widya Artini SpM (K)
1
Departemen Medik Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

ABSTRAK
Glaukoma akibat steroid adalah salah satu bentuk dari glaukoma sekunder yang
disebabkan karena pemakaian steroid dalam jangka waktu yang lama, sehingga
tekanan intra okuler (TIO) meningkat. Kortikosteroid mempengaruhi reseptor di
anyaman trabekular yang dapat menyebabkan perubahan morfologi dan menurunkan
pengeluaran akuos. Selain itu, penumpukan ekstraselular matriks dan debris dapat
menghambat outflow dari akuos humor akibat dari pemakaian jangka panjang
kortikosteroid. Tampilan klinis steroid induced glaucoma mirip dengan glaukoma
sudut terbuka primer, namun perbedaannya adalah TIO dapat kembali menjadi normal
saat kortikosteroid dihentikan. Penanganan glaukoma akibat steroid adalah dengan
pemonitoran rutin TIO, namun jika TIO tidak turun dengan penghentian
kortikosteroid, maka terapi laser, dan pembedahan dapat digunakan.

ABSTRACT
Steroid-induced glaucoma is a types of secondary glaucoma due to long-term use of
steroid that eventually causing increase of intraocular pressure. Corticosteroid affect
its receptor in the trabecular meshwork which induce morfological transformation and
decrease the aquos production. Moreover, the collection of extracellular matrix and
debris may obstruct the outflow of aquous humor due to a long-term use of
corticosteroid. Clinical features of steroid-induced glaucoma is similar to primary
open angle glaucoma (POAG), but the IOP may return to normal after corticosteroid
has stopped. Routine monitoring of IOP is needed to manage steroid induced
glaucoma, however, laser therapy, and surgery can be performed if IOP is failed to be
reduced.
Pendahuluan
Steroid – induced glaucoma tergolong glaukoma sekunder. Glaukoma akibat
steroid adalah glaukoma yang menyerupai glaukoma sudut terbuka primer (GPSTb),
namun naiknya tekanan intra okular (TIO) disebabkan oleh pemakaian steroid baik
topikal, periokular, intravitreal, inhalasi maupun sistemik dalam jangka waktu yang
lama.1 Penelitian terdahulu menunjukkan sebanyak 4 – 5% populasi mengalami
peningkatan TIO setelah pemakaian steroid topikal dalam jangka waktu ± 1 bulan.2-4
Keadaan tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang mempunyai gen tertentu saja yang
dapat di pengaruhi steroid tersebut. Data di RSCM pada tahun 2000 – 2010
menunjukkan sebanyak 81 dari 1010 pasien glaukoma sekunder atau sebanyak 8.1%
adalah steroid – induced glaucoma.5 Pada ilmu penyakit mata terdapat cukup banyak
penyakit yang ditangani dengan pemberian kortikosteroid seperti: konjungtivitis,
blefaritis, keratitis, skleritis, uveitis, edema makula, neuritis dan endoftalmitis.

Faktor Resiko
Beberapa kondisi ataupun penyakit dianggap menjadi faktor resiko terjadinya
steroid – induced glaucoma, sehingga pasien – pasien dengan kondisi tertentu itu
harus diawasi ketika mendapatkan pengobatan dengan kortikosteroid.
1. Riwayat GSTaP sebelumnya dan pada keluarga
Pemakaian steroid jangka panjang minimal lebih dari 2 minggu dapat
meningkatkan TIO, namun pada pasien dengan riwayat GPSTb yang ditetesi
steroid, mengakibatkan TIO lebih meningkat yang dapat membahayakan
serabut saraf retinadan saraf optikus dan berakhir kebutaan permanen. Namun
Armaly menunjukkan 90% dari populasi dengan pemakaian steroid,
mendapatkan peningkatan TIO level sedang.5 Sedangkan pada populasi
dengan glaukoma ataupun suspek glaukoma, pemberian steroid lebih
peningkatan TIO.

2. Usia
Laporan penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi usia, semakin besar
resiko menjadi glaukoma akibat kortikosteroid.6, 7 Pada anak dengan kondisi
yang membutuhkan steroid, seperti penderita asma, berupa steroid topikal,
juga dapat meningkatkan TIO, namun bila steroid dihentikan, TIO dapat
kembali normal, hanya sebagian kecil yang menunjukkan gejala glaukomatosa
optik. Peningkatan TIO ini dipengaruhi oleh dosis dan durasi pemberian
steroid topikal.8 selain itu steroid inhalasi juga memberikan efek peningkatan
TIO pada anak – anak. Pemberian steroid inhalasi dalam waktu 1 bulan, TIO
meningkat diatas 21 mmHg, meskipun pada studi ini tidak ditemukan
perbedaan bermakna antara TIO pada anak dengan pemberian steroid inhalasi
dan pemberian placebo.9 Meskipun orang dewasa juga memiliki resiko
peningkatan TIO setelah pemberian steroid, namun peningkatannya
didapatkan lebih cepat dan lebih tinggi pada usia anak, sehingga
pemberiannya harus dalam pengawasan ketat.

3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus secara general menjadi faktor resiko terbentuknya
glaukoma, seperti hipertensi okular.10 Namun hubungan pasti mengeani DM
dengan glaukoma belum dapat dibuktikan, bahkan beberapa penelitian tidak
menemukan asosiasi diantara keduanya dan menyatakan baha DM bukanlah
faktor resiko untuk glaukoma.11

4. Miopia tinggi
Pada penelitian terdahulu didapatkan miopia dinyatakan sebagai faktor resiko
yang penting pada glaukoma. Pada glaukoma karena steroid beberapa
penelitian terbaru membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara miopia tinggi dan glaukoma karena kortikosteroid.

5. Penyakit jaringan ikat


Pada pasien dengan penyakit jaringan ikat seperti reumatiod artritis,
penggunaan kortikosteroid tetes mata didapatkan mendapati respon yang lebih
tinggi dibandingkan populasi normal.2, 8, 12

Patofisiologi
Perjalanan penyakit dari glaukoma akibat kortikosteroid adalah melalui efek
kortikosteroid kepada jalur pengeluaran akuos. Pada anyaman trabekular diketahui
terdapat reseptor kortikosteroid, yang berperan pada terbentuknya glaukoma akibat
kortikosteroid.2
Kortikosteroid menyebabkan perubahan pada morfologi anyaman trabekular
dan menurunkan pengeluaran akuos. Pada anyaman trabekular kortikosteroid juga
menyebabkan perubahan pada fungsi selularnya yakni dengan merubah proliferasi
fagositosis, ukuran dan bentuk sel. Selain itu pada anyaman trabekular, pemberian
kortikosteroid dapat menyebabkan penumpukkan ekstraselular matriks serta debris
sehingga menghambat outflow dari akuos. 13
Pada kondisi mata dengan inflamasi, pemberian kortikosteroid akan
menurunkan efek inflamasi pada badan siliar dan anyaman trabekular serta merubah
sel endotel pada anyaman trabekular sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
masuknya humor akuos serta mengurangi pengleuaran melalui anyaman trabekular
yang pada akhirnya akan meningkatkan TIO.14
Pemberian kortikosteroid via injeksi intravitreal memiliki beberapa mekanisme
yang dapat meningkatkan TIO. Pertama adalah peningkatan secara langsung akibat
peningkatan volume pada okular pasca injeksi. Beberapa penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa peningkatan itu bersifat sementara dan TIO akan kembali normal
secara bervariasi dari 15 hingga 120 menit pasca injeksi. Penumpukkan presipitasi
kristal dari cairan intravitreal kortikosteroid menjadi mekanisma kedua penyebab
peningkatan TIO. Penupukkan ini terjadi pada bagian inferior dari BMD yang disebut
sebagai pseudohipopion, yang kemudian mengoklusi anyaman trabekular sehingga
mengganggu outflow humor akuos dan terjadilah peningkat TIO sekunder.
Pseudohipopion dapat terjadi sesaat setelah injeksi hingga 3 hari pasca injeksi.
Mekanisme terakhir yang terjadi adalah disfungsi pada anyaman trabekular yang
diduga karena penumpukan matriks ekstraselular, inhibisi fungi sel pada anyaman
trabekular melalui inhibisi fagositosis dan akumulasi mukopolisakarida pada
membran, reorganisasi dari sitoskeleton trabekular dan peningkatan adhesi sel. 10

Tampilan Klinis
Tampilan klinis dari glaukoma karena kortikosteroid serupa dengan tampilan
GSTaP. Sehingga umumnya pasien dengan steroid-induced glaucoma didapatkan
asimtomatik hingga TIO cukup tinggi untuk menimbulkan gejala glaukoma.
Perbedaan usia akan mempengaruhi tampilan klinis pada glaukoma akibat
kortikosteroid. Pada usia balita tanda glaukoma akibat kortikosteroid biasanya
didapatkan dengan adanya pengeluaran air mata yang banyak, fotofobia, peningkatan
TIO dan adanya cupping pada diskus optikus.2 Sedangkan pada remaja dan dewasa
gejala yang ditimbulkan serupa dengan GSTaP; dimana umumnya penderita tidak
menyadari peningkatan TIO yang terjadi akibat penggunaan steroid (umumnya adalah
steroid topikal ataupun injeksi intravitreal).2, 13 Beberapa gejala tambahan yang dapat
muncul pada glaukoma akibat kortikosteroid adalah midriasis, peningkatan ketebalan
kornea, ulkus kornea, ptosis serta atropi pada kulit kelopak mata.2
Perbedaan yang nyata dibandingkan dengan GSTaP adalah, pada glaukoma
akibat steroid peningkatan TIO umumnya bersifat sementara, dan TIO dapat kembali
normal dengan penghentian pemberian kortikosteroid.13

Manajemen
Penanganan glaukoma akibat steroid yang paling utama ada pemonitoran dari
TIO secara rutin yakni 2 minggu pada pasca pemberian steroid topikal dan dilanjutkan
setiap 4 minggu selama 2 – 3 bulan dan setiap 6 bulan apabila pemberian
kortikosteroid masil dilanjutkan.8, 15
Sedangkan pada pasien dengan pemberian
kortikosteroid sistemik, terutama pada pasien dengan pemberian dosis di atas 10 mg,
screening untuk peningkatan TIO dapat dilakukan pada bulan ke 1, 3 dan 6 dan setiap
6 bulan sesudahnya pasca pemberian kortikosteroid.15 Selain itu pada glaukoma yang
diyakini diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid, maka kortikosteroid harus
dihentikan, terutama pada pasien dengan peningkatan TIO yang progresif.
Penghentian kortikosteroid akan menurunkan TIO pada 1 – 4 minggu. Apabila dengan
penghentian kortikosteroid tidak menimbulkan respon penurunan TIO, maka
penanganan secara medikamentosa, ataupun non-medikamentosa berupa laser dan
pembedahan bisa digunakan.8, 10, 15
Obat – obatan medikamentosa yang dapat diberikan pada glaukoma diantaranya
adalah obat – obatan penurun tekanan yang umum digunakan pada pengobatan
glaukoma yakni: penghambat-beta topikal, penghambat-alfa, prostaglandin analog,
dan inhibitor karbonik anhidrasi.8, 15 Penggunaan obat – obatan ini dapat diberikan
dengan satu jenis saja ataupun dikombinasikan, dengan rerata penggunaan obat anti
glaukoma sebanyak 1.3 jenis (dari 1 – 2.1 jenis obat).10 Jenis obat penghambat-alfa
dan prostaglandin analog dilaporkan dapat menyebabkan uveitis pada
penggunaannya, namun dengan pengontrolan teratur obat ini masih dapat digunakan
untuk menurunkan TIO. Sedangkan inhibitor karbonik anhidrase digunakan untuk
menurunkan TIO dalam jangka waktu singkat, hal ini disebabkan sensitivitasnya akan
berkurang seiring dengan lamanya penggunaan, oleh karena ini umumnya dipilih pada
glaukoma akibat kortikosteroid karena peningkatan TIO yang cenderung sementara. 8,
10

Apabila penggunaan terapi medikamentosa tidak menurunkan TIO makan


tatalaksana berikutnya adalah menggunakan laser. Selective laser trabeculoplasty
(SLT) diyakini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan trabekulektomi
diantaranya memiliki komplikasi seperti anestesi, hipotoni, katarak ataupun
endoftalmitis yang lebih rendah selain itu tindakan ini lebih efektif secara waktu dan
biaya pelaksanaan. Selain itu SLT memiliki kelebihan karena dapat mempertahankan
efek steroid pada intraokular sehingga fungsi terapeutiknya tetap bekerja meskipun
TIO telah diturunkan.8
Penanganan berikutnya adalah dengan pembedahan. Beberapa jenis
pembedahan untuk glaukoma akibat steroid sama dengan galukoma pada umumnya,
diantaranya adalah vitrektomi, trabekulektomi, trabekulotomi dan implan.8 Vitrektomi
tidak banyak dilakukan untuk penanganan glaukoma akibat kortikosteroid, karena
pada penggunaan vitrektomi efek pengobatan steroid berhenti sehingga penyakit yang
mendasari pengobatan steroidnya. Dari keempat jenis pembedahan tersebut
trabekulotomi dan implan diyakini merupakan tindakan yang efektif untuk
penanganan peningkatan TIO.8 Namun pada kasus tertentu vitrektomi dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya glaukoma pada penggunaan injeksi
kortikosteroid intravitreal.15
Kepustakaan
1. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course.
San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2011.
2. Dada T, Nair S, Dhawan M. Steroid - induced Glaucoma. Journal of Current
Glaucoma Practice. 2009;3(2):33 - 8.
3. Becker B. Intraocular Pressure Response to Topical Corticosteroids.
Investigative ophthalmology. 1965;4:198-205. Epub 1965/04/01.
4. Armaly MF. Statistical Attributes of the Steroid Hypertensive Response in
the Clinically Normal Eye. I. The Demonstration of Three Levels of
Response. Investigative ophthalmology. 1965;4:187-97. Epub 1965/04/01.
5. Armaly MF, Becker B. Intraocular pressure response to topical
corticosteroids. Federation proceedings. 1965;24(6):1274-8. Epub
1965/11/01.
6. Armaly MF. Effect of Corticosteroids on Intraocular Pressure and Fluid
Dynamics. Ii. The Effect of Dexamethasone in the Glaucomatous Eye.
Archives of ophthalmology. 1963;70:492-9. Epub 1963/10/01.
7. Armaly MF. Effect of Corticosteroids on Intraocular Pressure and Fluid
Dynamics. I. The Effect of Dexamethasone in the Normal Eye. Archives of
ophthalmology. 1963;70:482-91. Epub 1963/10/01.
8. Razeghinejad MR, Katz LJ. Steroid-induced iatrogenic glaucoma.
Ophthalmic research. 2012;47(2):66-80. Epub 2011/07/16.
9. Pelkonen A, Kari O, Selroos O, Nikander K, Haahtela T, Turpeinen M.
Ophthalmologic findings in children with asthma receiving inhaled
budesonide. The Journal of allergy and clinical immunology.
2008;122(4):832-4. Epub 2008/09/02.
10. Kiddee W, Trope GE, Sheng L, Beltran-Agullo L, Smith M, Strungaru MH,
et al. Intraocular pressure monitoring post intravitreal steroids: a systematic
review. Survey of ophthalmology. 2013;58(4):291-310. Epub 2013/06/19.
11. Ellis JD, Evans JM, Ruta DA, Baines PS, Leese G, MacDonald TM, et al.
Glaucoma incidence in an unselected cohort of diabetic patients: is diabetes
mellitus a risk factor for glaucoma? DARTS/MEMO collaboration. Diabetes
Audit and Research in Tayside Study. Medicines Monitoring Unit. The
British journal of ophthalmology. 2000;84(11):1218-24. Epub 2000/10/26.
12. Gaston H, Absolon MJ, Thurtle OA, Sattar MA. Steroid responsiveness in
connective tissue diseases. The British journal of ophthalmology.
1983;67(7):487-90. Epub 1983/07/01.
13. Levin LA, Albert DM. Steroid-induced glaucoma. In: Levin LA, Albert DM,
editors. Ocular Disease: Mechanism and Management: Saunders Elsevier;
2010. p. 146 - 52.
14. Goldberg I, Lim R. Ocular Inflammatory and Corticosteroid-Induced
Glaucoma. In: Yanoff M, Duker JS, Augsburger JJ, Azar DT, Diamond GR,
Duker JS, et al., editors. Ophthalmology. 3rd ed: Mosby Elsevier; 2009.
15. Kersey JP, Broadway DC. Corticosteroid-induced glaucoma: a review of the
literature. Eye (Lond). 2006;20(4):407-16. Epub 2005/05/07.

Anda mungkin juga menyukai