Anda di halaman 1dari 6

Meka Anggidian Primadina | Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun

Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun

Meka Anggidian Primadina1, Mukhlis Imanto2


1Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2Bagian THT-KL, Rumah Sakit Abdul Moeloek Provinsi Lampung

Abstrak
Tumor nasofaring merupakan massa yang terdapat di bagian nasofaring. Tumor nasofaring dibagi menjadi tumor jinak dan
tumor ganas. Tumor nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang merupakan tumor lima besar
diantara keganasan bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks, kanker payudara, tumor ganas getah bening dan
kanker kulit sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari
tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga
mulut, tonsil dan faring). Studi ini merupakan studi deskriptif dengan rancangan laporan kasus. Studi dilakukan pada seorang
laki-laki berusia 44 tahun yang datang ke poli THT di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) pada tanggal 01 February
2017. Data yang ada diperoleh melalui autoanamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosa pasien. Didapatkan autoanamnesis, keluhan utama hidung tersumbat sebelah kanan sejak ± 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit (SMRS), keluhan tambahannya yaitu pasien merasakan nyeri kepala yang menjalar ke bagian leher sejak ± 1 tahun
disertai dengan benjolan sebesar kelereng di sekitar leher dextra dan sinistra dengan ukuran 2x1x1 cm, mengeluhkan
penglihatan ganda atau diplopia dan telinga berdenging. Diagnosis dari pasien ini adalah suspek tumor nasofaring stadium 4
T4N2MX dengan diplopia. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini meliputi edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang
diderita pasien, hindari pajanan asap rokok dan komplikasi penyakit serta pemberian medikamentosa berupa Ciprofloxacin
tablet 2x500 mg, Asam Mefenmat tablet 3x500 mg, Ranitidin tablet 2x150 mg. Pasien di rencanakan untuk dilakukan rujuk
ke RS. Gatot Subroto Jakarta untuk kemungkinan dilakukan pemberian kemoiradiasi.

Kata Kunci: diplopia, laporan kasus, tumor nasofaring

Carsinoma Nasopharyngeal with Diplopia when He was 44 Years


Abstract
Carsinoma Nasopharyngeal is a mass located on the nasopharynx. Carsinoma nasopharyngeal are divided into benign and
carsinoma malignant. Carsinoma nasopharyngeal are carsinoma on the malignancy in the head and neck is a carsinoma of
the top five among malignancies other body parts along with cervical cancer, breast cancer, carsinoma malignant of the lymph
and skin cancer, while in the head and neck region took the first place (KNF a percentage nearly 60% of carsinoma in the head
and neck, followed by carsinoma malignant of the nose and paranasal sinuses 18%, larynx 16%, and carsinoma malignant of
the oral cavity, tonsils and pharynx). This study is a descriptive study with a draft report cases. Studies carried out on a man
aged 44 years who came to the poly ENT Hospital General Abdul Moeloek (RSUAM) on 01 February 2017. The available data
obtained through autoanamnesis, physical examination and investigations to diagnose patients. Obtained autoanamnesis,
the main complaints of nasal congestion to the right since ± 2 months before admission (SMRS), complaints enhancements
that patients feel a headache radiating to the neck since ± 1 year along with a lump the size of marbles around in the neck
dextra and sinistra the size 2x1x1 cm, complained of double vision or diplopia and ringing in the ears. The diagnosis of these
patients is suspect carsinoma nasopharyngeal stage 4 T4N2MX with diplopia. Management is given to these patients includes
educating the patient about the patient's illness, avoid exposure to secondhand smoke and disease complications and Drug
administration in the form of Ciprofloxacin tablets 2x500 mg, Mefenmat Acid tablets 3x500 mg, Ranitidine tablets 2x150 mg.
Patients want to do referred to Gatot Subroto Hospital in Jakarta for cemoiradiation treatment.

Keywords : carsinoma nasopharyngeal, case report, diplopia

Korespondensi : Meka Anggidian Primadina, S.Ked., Jl. Tanjung Raya Permai, Sukarame, Bandar Lampung, HP 081299411993,
e-mail anggidian.primadina@yahoo.com

Pendahuluan Karsinoma adalah pertumbuhan sel yang


Tumor nasofaring adalah massa yang ganas dan tidak terkendali terdiri dari sel-sel
terdapat di nasofaring. Tumor nasofaring dibagi epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan
menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Berbagai sekitarnya sebagai proses metastasis. Nasofaring
jenis tumor jinak dapat ditemukan di daerah merupakan suatu rongga dengan dinding kaku
nasofaring seperti papiloma, hemangioma, dan yang merupakan bagian dari faring dan terletak
angiofibroma nasofaring, sedangkan tumor ganas dibelakang hidung. Karsinoma Nasofaring
daerah kepala leher yang banyak ditemukan merupakan tumor ganas yang timbul pada
adalah karsinoma nasofaring.1

Medula | Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 | 181


Meka Anggidian Primadina | Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun

epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk
(nasofaring).2 menimbulkan proses keganasan.5
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan
keganasan di daerah kepala dan leher yang 3. Lingkungan
merupakan tumor lima besar diantara keganasan Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai
bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks, salah satu faktor etiologi terjadinya kanker
kanker payudara, tumor ganas getah bening dan nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden
kanker kulit sedangkan di daerah kepala dan leher kanker nasofaring yang tinggi pada nelayan
menduduki tempat pertama (KNF mendapat tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan
persentase hampir 60% dari tumor di daerah kanton yang diasinkan dalam jumlah yang besar
kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan dan kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan
sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas buah segar. Faktor lain yang diduga berperan
rongga mulut, tonsil dan faring). Angka kejadian dalam terjadinya kanker nasofaring adalah debu,
karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap
Asia dan jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. dupa, serbuk kayu industri, dan obat-obatan
Angka kejadian karsinoma nasofaring di tradisional, tetapi hubungan yang jelas antara
Indonesia adalah cukup tinggi yaitu 4,7:100.000 zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum
kasus pertahun.3 dapat dijelaskan.5 Kebiasaan merokok dalam
Penyebab karsinoma nasoaring (KNF) jangka waktu yang lama juga mempunyai resiko
secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu genetik, yang tinggi menderita kanker nasofaring.5
lingkungan dan virus Ebstein Barr.4 Diagnosis KNF dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis dan juga pemeriksaan
1. Genetik penunjang.Adapun kriteria Digby, dimana
Perubahan genetik mengakibatkan menggunakan skoring untuk setiap gejala
proliferasi sel-sel kanker secara tidak mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan
terkontrol.Beberapa perubahan genetik ini jumlah nilai dapat menentukan KNF.5
sebagian besar akibat mutasi, putusnya
kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik.5 Tabel 1. Digby skoring
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa HLA Gejala Nilai
(Human Leucocyte Antigen) berperan penting 25
Massa terlihat pada nasofaring
dalam kejadian KNF. Teori tersebut didukung 15
Gejala khas di hidung
15
dengan adanya studi epidemiologik mengenai Gejala khas pendengaran
5
angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker Sakit kepala unilateral atau bilateral
nasofaring banyak ditemukan pada masyarakat Gangguan neurologik saraf otak
5
keturunan Tionghoa.5 Eksoftalmus
5
Limfadenopati leher
25
2. Virus Ebstein Barr
Pada hampir semua kasus kanker Apabila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa
nasofaring telah mengaitkan terjadinya kanker klinik karsinoma nasofaring dapat
nasofaring dengan keberadaan virus Ebstein dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik
Barr.5 Virus ini merupakan virus DNA yang jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor
diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi
yang saat ini telah diyakini sebagai agen diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe
penyebab beberapa penyakit yaitu, histopatologi yang erat kaitannya dengan
mononucleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin, pengobatan dan prognosis.5
limfoma-Burkitt dan kanker nasofaring. Virus ini Simtomatologi ditentukan oleh hubungan
seringkali dijumpai pada beberapa penyakit anatomi nasofaring terhadap hidung, tuba
keganasan lainnya tetapi juga dapat dijumpai Eustachii dan dasar tengkorak1,4,5
menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan
manifestasi penyakit.5 Virus tersebut masuk ke a. Gejala Hidung :
dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa 1. Epistaksis: rapuhnya mukosa hidung
menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu sehingga mudah terjadi perdarahan.
yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini
dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini
Medula | Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 | 182
Meka Anggidian Primadina | Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun

2. Sumbatan hidung. Sumbatan menetap Gejala saraf kranialis meliputi :


karena pertumbuhan tumor kedalam • Kerusakan N.I bisa terjadi karena
rongga nasofaring dan menutupi koana, karsinoma nasofaring sudah mendesak
gejalanya : pilek kronis, ingus kental, N.I melalui foramen olfaktorius pada
gangguan penciuman. lamina kribrosa. Penderita akan
mengeluh anosmia
b. Gejala telinga • Sindroma Petrosfenoidal. Pada
1. Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor sindroma ini nervi kranialis yang terlibat
mula-mula di fosa Rosen Muler, secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan dan yang paling akhir mengenai N.II.
penyumbatan muara tuba (berdengung, Paresis N.II, apabila perluasan kanker
rasa penuh, kadang gangguan mengenai kiasma optikum maka
pendengaran) N.optikus akan lesi sehingga penderita
2. Otitis Media Serosa sampai perforasi dan memberikan keluhan penurunan tajam
gangguan pendengaran penglihatan. Paresis N.III menimbulkan
kelumpuhan mata m.levator palpebra
c. Gejala lanjut dan m.tarsalis superior sehingga
Limfadenopati servikal : melalui pembuluh menyebabkan oftalmoplegia serta
limfe, sel-sel kanker dapat mencapai ptosis bulbi (kelopak mata atas
kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam menurun), fissura palpebra menyempit
kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang dan kesulitan membuka mata. Paresis
biak hingga kelenjar membesar dan N.III, IV dan VI akan menimbulkan
tampak benjolan dileher bagian samping, keluhan diplopia
lama kelamaan karena tidak dirasakan • Parese N.V yang merupakan saraf
kelenjar akan berkembang dan melekat motorik dan sensorik, akan
pada otot sehingga sulit digerakkan. menimbulkan keluhan parestesi sampai
hipestesi pada separuh wajah atau
d. Gejala mata dan saraf timbul neuralgia pada separuh wajah
1. Gangguan beberapa saraf otak dapat • Sindroma parafaring. Proses
terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini pertumbuhan dan perluasan lanjut
dikarenakan posisi anatomi nasofaring karsinoma, akan mengenai saraf otak
yang berhubungan dekat dengan rongga N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika
tengkorak melalui beberapa penjalaran melalui foramen jugulare,
lubang/foramen. Penjalaran melalui yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari
foramen laserum akan mengenai saraf otak nasofaring. Gangguan ini sering disebut
ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga dengan sindrom Jackson. Bila sudah
tidak jarang gejala diplopia lah yang mengenai seluruh saraf otak disebut
membawa pasien lebih dahulu ke dokter sindrom unilateral. Dapat pula disertai
mata. Neuralgia trigeminal merupakan dengan destruksi tulang tengkorak
gejala yang sering ditemukan oleh ahli dengan prognosis buruk. Parese N.IX
saraf jika belum terdapat keluhan lain yang menimbulkan gejala klinis : hilangnya
berarti. refleks muntah, disfagia ringan, deviasi
2. Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi
didahului oleh gejala subyektif dari pada laring, tonsil, bagian atas
penderita seperti : kepala sakit atau pusing, tenggorok dan belakang lidah, salivasi
hipestesia daerah pipi dan hidung, kadang meningkat akibat terkenanya pleksus
sulit menelan atau disfagia. Perluasan timpani pada lesi telinga tengah,
kanker primer ke dalam kavum kranii akan takikardi pada sebagian lesi N.IX
menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V mungkin akibat gangguan refleks
dan VI akibat kompresi maupun infiltrasi karotikus. Paresis N.X akan memberikan
atau perluasan tumor menembus jaringan gejala : gejala motorik (afoni, disfoni,
sekitar atau juga secara hematogen perubahan posisi pita suara, disfagia,
dengan manifestasinya adalah diplopia. spasme otot esofagus), gejala sensorik

Medula | Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 | 183


Meka Anggidian Primadina | Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun

(nyeri daerah faring dan laring, dispnea, - Stadium IVA : T4 dan N0/N1 dan M0
hipersalivasi). Parese N.XI akan atau T dan N2 dan M0
menimbulkan kesukaran mengangkat - Stadium IVB : T1/T2/T3/T4 dan N3A/N3B
dan memutar kepala dan dagu. Parese dan M0
N.XII akibat infiltrasi tumor melalui - Stadium IVC: T1/T2/T3/T4 dan
kanalis n. hipoglossus atau dapat pula N0/N1/N2/N3 dan M1.
karena parese otot-otot yang
dipersarafi yaitu m.stiloglossus, Modalitas penatalaksaan yang dapat
m.longitudinalis superior dan inferior, dilakukan antara lain:
m.genioglossus (otot-otot lidah). Gejala a. Radioterapi
yang timbul berupa lidah yang deviasi Radioterapi merupakan terapi pilihan
ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan, utama karena karsinoma nasofaring adalah
suara pelo dan disfagia. tumor yang radiosensitif, biaya relatif
murah, dan cukup efektif terutama terhadap
Penentuan stadium dilakukan tumor yang belum mengadakan invasi ke
berdasarkan atas kesepakatan antara UICC intrakranial. 8-10 Tetapi jika sudah metastase
(Union Internationale Centre Cancer) dan AJCC jauh maka radiasi merupakan pengobatan
(Americant Joint Committe on Cancer). yang bersifat paliatif. Dosis untuk
Pembagian TNM untuk karsinoma nasofaring radioterapi radikal adalah 6000-7000 rad
adalah sebagai berikut : dengan aplikasi radium dalam 7 hari atau
- T menggambarkan keadaan tumor primer, 5000-6000 rad dengan sinar X dalam waktu
besar dan perluasannya : 5-6 minggu. Untuk terapi paliatif diberikan
T1 : Tumor hanya terbatas pada pada nasofaring dan kelenjar limfe servikal
nasofaring kanan dan kiri. Dosisnya adalah dua pertiga
T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau dari dosis radikal. Evaluasi pasca radiasi
fossa nasal diadakan setiap bulan pada tahun pertama,
T2a : Tanpa perluasan ke parafaring kemudian setiap 3 bulan pada tahun kedua,
T2b : Perluasan ke parafaring dan setiap 6 bulan selama 5 tahun. 3-7
T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau
sinus paranasal b. Kemoterapi
T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau Kemoterapi merupakan terapi adjuvan
mengenai syaraf otak, fossa yang hingga saat ini masih tetap digunakan.
infratemporal, hipofaring atau Berbagai macam kombinasi dikembangkan,
orbita yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi
- N menggambarkan keadaaan kelenjar limfe dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian
regional adjuvan kemoterapi Cis-platinum, bloemycin,
N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar Departemen THT FKUI dengan hasil sementara
ipsilateral < 6 cm yang cukup memuaskan.
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar Obat-obatan sitostatika yang
1,2
bilateral < 6 cm direkomendasikan adalah :
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar >6 cm - Methotrexate, dosis 25 mg / minggu per oral
atau ekstensi ke supraklavikula - Cyclophosphamide, dosis 1 gram / minggu
- M menggambarkan metastase jauh : intravena
M0 : Tidak ada metastase jauh - Bleomycin, dosis 10 mg / m2 luas permukaan
M1 : Terdapat metastase jauh tubuh / minggu im
- 5 Fluorouracil atau 5FU dan Cisplatin
- Stadium 0 : Tis dengan N0 dan M0
- Stadium I : T1 dan N0 dan M0 Cisplatin menghambat sintesis DNA dan
- Stadium IIA : T2 dan N0 dan M0 proliferasi sel dengan jalan membuat rantai
- Stadium IIB : T1/T2 dan N1 dan M0 silang pada DNA dan menyebabkan denaturasi
- Stadium III :T1/T2 dan N1/N2 dan M0 atau heliks ganda. 5FU akan menghambat sintesis
T3 dan N,N0/N1/N2 dan M0 timidilat dan juga mempengaruhi fungsi dan
sintesi RNA, berpengaruh terhadap DNA, dan
Medula | Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 | 184
Meka Anggidian Primadina | Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun

berguna pada pengobatan paliatif pada pasien sudah dinyatakan bersih, atau sudah hilang
dengan penyakit yang progresif.5 yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologi dan serologi. Operasi tumor induk
Obat-obatan ganda : sisa atau kambuh diindikasikan, tetapi sering
COMP : timbul komplikasi yang berat akibat operasi.
Hari I :
Cyclophosphamide 500 mg intravena Kasus
Vincristine 1 mg intravena Pasien Tn. S, usia 44 tahun datang ke
5 FU 750 mg intravena Poliklinik THT RSAM dengan keluhan hidung
tersumbat sebelah kanan sejak ± 2 bulan SMRS.
Hari VIII : Pasien mengalami telinga terasa penuh disertai
Cyclophosphamide 500 mg intravena dengan gangguan pendengaran dan berdenging
Vincristine 1 mg intravena sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga menyatakan
Methotrexate 50 mg intravena bahwa terlihat penglihatan ganda pada kedua
Diulang setiap 4 minggu pandang sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga
merasakan nyeri pada bagian kepala sejak ± 1
Methotrexate-Bleomycin-Cisplatin : tahun yang lalu dan keluhan bertambah
Hari I : memberat sejak ± 4 bulan terakhir, terkadang
Bleomycin 10 mg / m 2 intravena keluhan dirasa pada sebelah bagian dan keluhan
Methotrexate 20 mg / m 2 intravena nyeri hilang timbul. Sakit menjalar hingga ke
Diulang setiap 2 minggu sampai 4 kali bagian leher disertai dengan teraba benjolan
sebesar kelereng. Pasien juga mengeluhkan
Hari II: adanya penglihatan pada pandangan ganda.
CispIatin 80 mg / m 2 intravena Pasien menyangkal adanya riwayat perdarahan
Diulang setelah 10 minggu dari hidung (epistaksis) dan pasien menyangkal
bahwa keluhan yang dirasa tidak disertai dengan
Harus diperhatikan efek samping terapi batuk.
dengan cara melakukan kontrol yang baik Pasien memiliki riwayat merokok selama ±
terhadap fungsi hemopoitik, fungsi ginjal dan 20 tahun yang lalu, namun saat ini pasien sudah
sebagainya. Karena tingginya insiden kerusakan tidak merokok lagi sejak ± 3 tahun terakhir.
jaringan regional akibat radioterapi dan juga Pada pemeriksaan fisik di dapatkan:
karena tingginya metastase jauh dari kanker Pada bagian Leher : terdapat pembesaran
nasofaring, maka kombinasi modalitas terapy KGB colli level 3.
radiasi dan kemoterapi adalah konsep yang Pada bagian Dextra dan Sinistra : Level 3
cukup atraktif. Kombinasi ini dapat saling ukuran 2x1x1 cm, mobile, dengan konsistensi
melengkapi atau bahkan sinergis. Ada lunak.
beberapa cara untuk kombinasi ini, dimana
dapat diberikan secara neoadjuvan Penatalaksanaan pasien adalah, sebagai
(kemoterapi yang diikuti dengan radioterapi) berikut :
atau sebagai adjuvant therapy (radioterapi
yang diikuti dengan kemoterapi). Kombinasi Medikamentosa
kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-
Ciprofloxacin 2x500 mg tab, Asam
FU oral setiap hari sebelum diberikan radiasi
Mefenamat 3x500 mg tab, Ranitidin 2x150 mg
yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan
tab.
hasil yang memberi harapan akan kesembuhan
total pasien karsinoma nasofaring.5 Non-medikamentosa

c. Pembedahan Edukasi : Konsumsi gizi yang cukup, hindari


Tindakan operasi berupa diseksi leher merokok dan terpapar asap rokok.
radikal, dilakukan jika masih ada sisa Rencana Rujuk : Ke RS Gatot Subroto
kelenjar/tidak menghilang pasca radiasi Jakarta
(residu) atau adanya kekambuhan
kelenjar/timbul kembali setelah penyinaran,
tetapi dengan syarat bahwa tumor primer
Medula | Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 | 185
Meka Anggidian Primadina | Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun

Pembahasan
Diagnosis klinik pada pasien ini ditegakkan DAFTAR PUSTAKA
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan 1. Ariwibowo H. 2013. Faktor Resiko Karsinoma
penunjang. Pada pasien ini dilakukan Nasofaring. CDK: 40(5):348-351.
alloanamnesis didapatkan keluhan hidung 2. Asroel HA. 2002. Penatalaksanaan
tersumbat sebelah kanan sejak ± 2 bulan SMRS. Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring.
Pasien mengeluhkan adanya rasa penuh pada Medan : USU Digital library [internet];
kedua telinga yang disertai dengan gangguan [Disitasi tanggal 10 Februari 2017]. Tersedia
pendengaran dan berdenging sejak ± 2 bulan dari:
SMRS. Pasien juga menyatakan bahwa terlihat http://repository.usu.ac.id/bitstream/handl
penglihatan ganda pada kedua pandang sejak ± 2 e/123456789/3463/tht-
bulan SMRS. Pasien juga merasakan nyeri pada hary2.pdf;jsessionid=5D82BFECE303B6E6EA
bagian kepala sejak ± 1 tahun yang lalu dan 80C254C9796F52?sequence=1
memperberat sejak ± 4 bulan terakhir, terkadang 3. Djaafar ZA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
keluhan dirasa pada sebelah bagian dan keluhan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher.Edisi
nyeri hilang timbul. Sakit menjalar hingga ke 6. Jakarta : FKUI.
bagian leher disertai dengan teraba benjolan 4. Firdaus MA, Prijadi J. 2013. Kemoterapi
sebesar kelereng. Pasien juga mengeluhkan Neoadjuvan pada Karsinoma Nasofaring
adanya penglihatan pada pandangan ganda. [internet]. [Disitasi tanggal 20 Januari 2017].
Pasien menyangkal adanya riwayat perdarahan Tersedia dari: Diakses dari:
dari hidung (epistaksis) dan pasien menyangkal http://repository.unand.ac.id/
bahwa keluhan yang dirasa tidak disertai dengan 18157/1/Kemoterapi%20Neoadjuvan%20pa
batuk. da%20Karsinoma%20Nasofaring.pdf
Pasien memiliki riwayat merokok selama ± 5. Kadkhoda ZT. 2007. Nasopharyngeal
20 tahun yang lalu, namun saat ini pasien sudah Carcinoma : past, present, and Future
tidak merokok lagi sejak ± 3 tahun terakhir. Pada directions. Sweden: Department of
pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan Oncology, Institute of Clinical Sciences,
pembesaran KGB colli level 3. Pada regio colli Göteborg University.
dextra et sinistra : Level 3 ukuran 2x1x1 cm, 6. Kentjono WA. 2003. Perkembangan Terkini
mobile, dengan konsistensi lunak. Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring.
Pasien diberikan tatalaksana Majalah Kedokteran Tropis Indonesia:
medikamentosa dan non-medikamentosa. 14(2):1-39.
Tatalaksana medikamentosa antara lain 7. Lalwani AK. 2007. Anatomi and Physiology of
Ciprofloxacin 2x500 mg tab, Asam Mefenamat the Ear In Current Diagnosis & Treatment
3x500 mg tab, Ranitidin 2x150 mg tab. Otolarinology Head and Neck Surgery. 2nd
Tatalaksana non-medikamentosa berupa edukasi Ed. New York: Thieme: 310-489.
mengenai konsumsi gizi yang cukup, hindari 8. Kim DY, Hong SL, Lee CH, Jin HR, Kang
merokok dan terpapar asap rokok, serta rencana JM, Lee BJ, et al. 2012. Inverted Papilloma of
rujukan ke RS Gatot Subroto Jakarta untuk the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses: A
kemungkinan dilakukan pemberian kemoiradiasi. Korean Multicenter Study. Laryngoscope.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan 122(3): 487-494.
fisik yang di lakukan pasien di diagnosis Suspek 9. Maulana AS, Insanilhusna R, Setyawan NH,
Tumor Nasofaring Stadium 4 T4N2MX dengan Wati EP. 2011. Kasus Karsinoma Nasofaring
Diplopia. Karsinoma nasofaring merupakan di RSD dr. Soebandi Jember Periode 2009-
tumor ganas nomor satu yang mematikan dan 2010. Jember: Fakultas Kedokteran
menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor Universitas Jember.
ganas di tubuh. Banyak faktor yang diduga 10. Yenita AW. 2008. Studi Retrospektif
berhubungan dengan KNF, yaitu Adanya infeksi Karsinoma Nasofaring di Sumatera Barat:
EBV, Faktor lingkungan, dan genetic. Deteksi dini Reevaluasi Subtipe Histopatologi
terhadap karsinoma nasofaring harus Berdasarkan Klasifikasi WHO. Padang:
dilaksanakan karena penemuan penyakit ini pada Bagian Patologi Anatomi Fakultas
stadium yang lebih dini berdampak pada Kedokteran Unand.
prognosis penyakit yang lebih baik.

Medula | Volume 7 | Nomor 4 | November 2017 | 186

Anda mungkin juga menyukai