Anda di halaman 1dari 7

Unnes J Life Sci 1 (1) (2012)

Unnes Journal of Life Science


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/UnnesJLifeSci

Keanekaragaman Fosil Mikroforaminifera pada Singkapan Formasi Kalibeng


dan Pucangan di Sangiran

Frederikus Putut Martin Heri Budiantoro, Partaya, Diah Femina Sari

Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Sangiran is the archaeological site in Java, Indonesia which is located in Central
Diterima Januari 2012 Java, 15 kilometers from Solo to the Purwodadi. At Sangiran fossils are
Disetujui Februari 2012 mikroforaminifera that can be utilized in the determination of past environments.
Dipublikasikan Mei 2012 Research purposes to know the diversity of fossils in the outcrop formations
mikroforaminiferaKalibeng and Pucangan in the village of Sangiran County
District Kalijambe. Two formations are Kalibeng and Pucangan as study site.
Determination of the sampling is at three points in each formation. Each point is
taken at the top, middle and bottom formation with each point is 2 meters. After
Kata Kunci: the sample is taken, to identify foraminifera, calculated diversity index, evenness
Keanekaragaman index, dominance index and similarity index.Mikroforaminifera fossil planktonic
Fosil Mikroforaminifera diversity index on Kalibeng Formation in Sangiran included in the category of
being (1.46) and the Formation Pucangan included in the high category (1.69).
Fossil diversity Index mikroforaminifera bentonik on Formation Kalibeng (0.81)
and Pucangan (0.78) in Sangiran included in the low category.

Abstract

Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa, Indonesia yang terletak di Jawa Tengah,
15 kilometer dari Solo ke Purwodadi itu. Pada fosil Sangiran adalah
mikroforaminifera yang dapat dimanfaatkan dalam penentuan lingkungan masa
lalu. Tujuan penelitian untuk mengetahui keanekaragaman fosil di singkapan
formasi mikroforaminifera Kalibeng dan Pucangan di Desa Sangiran di
Kabupaten Kalijambe. Dua formasi Pucangan Kalibeng dan Pucangan sebagai
lokasi penelitian. Penentuan sampling adalah pada tiga titik di setiap formasi.
Setiap titik diambil pada pembentukan, atas tengah dan bawah dengan setiap titik
adalah 2 meter. Setelah sampel diambil, untuk mengidentifikasi foraminifera,
indeks keanekaragaman dihitung, indeks kemerataan jenis, indeks dominasi dan
kesamaan index.Mikroforaminifera indeks keanekaragaman plankton fosil di
Formasi Kalibeng di Sangiran termasuk dalam kategori sedang (1,46) dan
Formasi Pucangan termasuk kategori tinggi (1,69). Indeks keanekaragaman
mikroforaminifera bentonik fosil di Formasi Kalibeng (0,81) dan Pucangan (0,78)
di Sangiran termasuk dalam kategori rendah.

© 2012 Universitas Negeri Semarang


 Alamat korespondensi:
Gedung D6 Lt.1 Jl. Raya Sekaran, ISSN 2252-6277
Gunungpati, Semarang, Indonesia 50229
diah@unnes.ac.id
F Putut M.H.B dkk. / Unnes Journal of Life Science 1 (1) (2012)
Pendahuluan dilakukan karena daerah ini mempunyai
Sangiran tidak hanya merupakan perkembangan menuju daratan, yaitu setelah
sebuah wilayah desa di Kab.Sragen, tetapi juga terjadi pengangkatan wilayah laut menuju ke
merupakan sebuah situs arkeologi di Jawa keadaan Sangiran di masa kini.
Tengah. Area ini secara geografis terbentang Studi lingkungan lautan lampau dapat
antara 110º49’-110º53’ BT dan 7º24’-7º30’ LS didekati dengan melihat berbagai fosil binatang
dengan luas sekitar 48 km² (Kurator 2010) dan laut yang ditemukan dalam perlapisan batuan
terletak 15 kilometer sebelah utara Kota awal pembentukan Sangiran. Mikrofosil
Surakarta. Menurut (Moelyadi dan formanifera dapat dipergunakan dalam
Widiasmoro, 1978 dalam Anjarwati, 2010) luas interprestasi tersebut karena foraminifera
sangiran adalah 56 km². merupakan salah satu penghuni habitat lautan.
Mikrofosil ini tersebar secara luas di beberapa
lapisan batuan pada formasi Kalibeng dan
Pucangan dan disebabkan ukuranya yang relatif
kecil-mikroskopis, maka dalam sampel batuan
beberapa gram saja berpotensi ditemui dalam
jumlah yang relatif melimpah. Formasi
Kalibeng merupakan lapisan tertua Sangiran (2
juta tahun yang lalu) dan bekas wilayah lautan
purba sedangkan yang lebih muda adalah
formasi Pucangan (<2 juta tahun yang lalu)
yang menunjukkan adanya lingkungan rawa
pantai (Anjarwati 2010).

Peta Area Penelitian Sangiran


(Widianto 2008)
Sangiran secara geologis mempunyai
riwayat lingkungan lautan, waktu yang lama
dan berbagai proses akibat geologis seperti
pengangkatan daratan dan aktifitas vulkanisme
gunung berapi sekitarnya, menyebabkan
lingkungan tersebut menjadi sebuah daratan
seperti sekarang ini. Sebagai akibat sejarah
geologis tersebut di atas, maka dalam perlapisan
batuan di Sangiran saat ini fosil binatang laut
banyak dan sering ditemui misalnya beberapa
moluska lautan Murex dan Natica termasuk
juga mikroforamonifera. Keadaan permukaan Gambar 1 Stratigrafi Sangiran (Yudha
bumi Sangiran seperti yang terlihat sekarang ini 2010)
terjadi pada masa Pleistosen antara 2 juta Foraminifera adalah ordo binatang laut
sampai dengan 1,7 juta tahun yang lalu kelas Sarcodina yang termasuk dalam filum
(Anjarwati 2010). Protozoa dalam kerajaan Protista, foraminifera
Nama Sangiran terkenal dalam dunia dimasukkan dalam kelas Sarcodina karena
ilmu pengetahuan tentang sejarah kehidupan memiliki alat gerak berupa pseupodia/kaki
purba saat di daerah ini diketemukan fosil semu. Foraminifera mempunyai kerangka luar
berbagai jenis manusia purba berusia 1,5 jutaan keras yang tersusun dari Si dan Ca, sehingga
tahun yang lalu seperti Pithecanthropus dan koloninya dalam waktu jutaan tahun dapat
Meganthropus. Kehidupan purba darat lainnya membentuk batuan kapur. Foraminifera hidup
dapat ditemui dan banyak dilakukan di daerah tersebar mulai dari perairan tawar, payau, laut
ini dengan berbagai fosil binatang gajah, buaya, dangkal hingga laut dalam. Berdasarkan cara
kuda nil serta berbagai fauna darat lainnya. hidupnya foraminifera dibagi menjadi 2, yaitu
Studi kehidupan darat memungkinkan foraminifera planktonik dan bentonik
2
F Putut M.H.B dkk. / Unnes Journal of Life Science 1 (1) (2012)

(Cushman 1959). Cangkang formanifera secara Metode Penelitian


mikroskopis terdiri dari dinding luar, kamar, Penelitian ini dilakukan secara eksporasi
prokulum, septa, sutura dan apertur dengan menjelajahi area Formasi Kalibeng dan
(Pringgoprawiro & Kapid 2000). Pucangan di wilayah Desa Sangiran.
Pengelompokan foraminifera dilakukan dengan Penjelajahan dimulai dari lapisan tertua menuju
mengamati ciri fisiknya, antara lain jumlah ke arah muda dengan bantuan peta geologi dan
kamar dalam cangkang, jenis dinding, administrasi wilayah desa. Dalam setiap
keseragaman bentuk kamar, apertura dan hiasan perlapisan batuan diambil 1 sampai 3 titik
pada cangkang. sampling tergantung dari ketebalan lapisan,
Penelitian ini dilakukan dengan melihat setiap titik sampling dipastikan terlebih dahulu
keanekaragaman fosil foraminifera yang ditemui dengan meneteskan larutan HCl 0,1 n jika
pada lapisan batuan Kalibeng dan Pucangan. terjadi buih maka batuan diambil seberat 1
Dengan melihat keanekaragaman di setiap sampai 2 kg. Sampel batuan dihancurkan,
lapisan batuan memungkinkan dilakukan studi setelah relatif halus dilarutkan dengan H2O2
perkembangan kemelimpahan foraminifera (10-15%) beberapa jam agar mikrofosil dalam
setiap lapisan batuan, keanekaragaman dicari batuan tersebut terpisah dari matriks batuan
dengan menghitung indeks keanekaragaman yang melingkupinya, selanjutnya residu dicuci
masing jenis formanifera yang ditemukan. dengan air mengalir di atas saringan 30-80-100.
Dinamika indeks keanekaragaman yang Residu yang tertinggal pada saringan 80 dan 100
berbeda atau berubah-ubah dalam setiap lapisan diambil dan kemudian dikeringkan di dalam
batuan merupakan pencerminan dari interaksi oven, setelah kering dihancurkan menjadi lebih
antara organisme dengan berubahnya habitat halus, selanjutnya diidentifikasi nama jenisnya
atau ekosistem yang ditempatinya. dengan mikroskop dengan perbesaran 40 kali
dan dihitung indeks keanekaragamnya dengan
Berdasarkan latar belakang tersebut di
rumus (H') = -∑ Pi ln Pi = -∑ ln , indeks
atas, maka permasalahan penelitian ini adalah
kemerataan (E) = serta indeks dominansi
“Bagaimana keanekaragaman fosil bentonik
(D) = ∑ 2 =
mikroforaminifera pada formasi Kalibeng dan
Pucangan daerah Sangiran Kab.Sragen? Untuk Keterangan :
menjawab pertanyaan tersebut, maka penelitian ni = Jumlah individu untuk tiap jenis
ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk N = Jumlah individu total
mengetahui Keanekaragaman
Pi = Peluang kepentingan untuk tiap
Mikrofosilforaminifera bentonik pada
jenis =
Singkapan Formasi Kalibeng dan Pucangan
Desa Sangiran Kabupaten Sragen? S = Jumlah spesies

Kriteria indeks keanekaragaman adalah


sebagai berikut:
<1 = Keanekaragaman rendah
1 – 1,5 = Keanekaragaman sedang
1,6 – 3 = Keanekaragaman tinggi
>3 = Keanekaragaman sangat
tinggi
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil identikasi fosil mikroforamininera
bentonik (kecil) di daerah Sangiran pada
formasi Kalibeng dan Pucangan diperoleh 15
nama spesies fosil dengan Rotalia trochidiformis
sebagai spesies dengan kemelimpahan individu
tertinggi dan terdapat pada formasi Pucangan.
Ke-15 spesies yang teridentifikasi tersebut
tercakup kedalam 10 kategori familia dengan
famila terdominan adalah Rotaliidae, yaitu
Gambar 2 Bagian Cangkang
familia yang berciri cangkang dari gampingan
Foraminifera (Cushman 1959)
3
F Putut M.H.B dkk. / Unnes Journal of Life Science 1 (1) (2012)

berpori dengan aperture pada bagian ventral bentonik berkategori sedang terdapat di 4 lokasi,
membuka dari umbilikal pinggir, tabel yaitu: Formasi Kalibeng Desa Puren pada
identifikasi dan analisis data secara lebih bagian tengah, Formasi Pucangan Desa
lengkap tersaji dalam halaman berikut ini. Bukuran pada bagian tengah dan bawah, Desa
Terdapat dua lokasi yang mempunyai Pablengan pada bagian bawah. Keadaan
indeks keanekaragaman fosil mikroforaminifera tersebut diperkirakan menunjukkan, bahwa
bentonik berkategori tinggi, yaitu di Formasi pada lokasi tersebut mempunyai habitat dasar
Kalibeng Desa Puren di bagian atas dan juga di lempung yang kondisinya tenang relatif tiada
Formasi Pucangan Desa Pablengan. Indeks gangguan berarti, tenaga alami dari lingkungan
keanekaragaman fosil mikroforaminifera seperti ombak atau bahkan bencana alam yang

4
F Putut M.H.B dkk. / Unnes Journal of Life Science 1 (1) (2012)
terjadi umumnya lemah. Kondisi yang sehingga mengakibatkan rendahnya jumlah
lingkungan yang tenang merupakan kondisi jenis mikroforaminifera, hal itu ditunjukkan
yang baik untuk perkembangan kehidupan dengan adanya kandungan tanah yang
mikroforaminifera bentonik (Helfinalis dan mengandung batuan breksi vulkanik. Pada Desa
Subardi 1989). Lapisan tanah berjenis lempung Bukuran, Mlandingan dan Pablengan –
merupakan salah satu indikasi habitat dasar semuanya dibagian atas memiliki indeks
perairan yang banyak mengandung material keanekaragaman nol, hal itu disebakan pada
organik hasil pelapukan dan tertimbun di dasar masa lalu pada lokasi ini juga pernah terjadi
laut atau rawa (Handini et al 2001). letusan gunung api yang menyebabkan banjir
Kemelimpahan bahan organik yang lahar vulkanik sehingga mengakibatkan jenis
cukup tersedia dapat diserap dan dimanfaatkan mikroforaminifera bentonik rendah, kandungan
oleh suatu spesies mahkluk hidup termasuk lapisan tanah yang mengandung breksi vulkanik
mikroforaminifera bentonik sehingga menunjukkan indikasi tersebut. Pada ketiga
menyebabkan semakin baik tingkat lokasi itu, yaitu Desa Bukuran, Mlandingan dan
perkembangbiakannya. Jumlah dan jenis Pablengan mikroforaminifera bentonik yang
mikroforaminifera bentonik yang tumbuh ditemukan tidak serendah dengan yang
semakin cepat, sehingga mikroforaminifera ditemukan di Desa Sangiran, kemungkinan
bentonik dapat membentuk sebuah populasi karena pada lokasi ini merupakan habitat rawa
yang berarti. Jika sejumlah spesies yang sudah banyak dipenuhi tumbuhan penutup
mikroforaminifera tersebut dimangsa oleh di bagian atasnya yang secara tidak langsung
hewan pemangsa seperti cacing, crustacea, berfungsi sebagai penghalang mikroforaminifera
gastropoda, echinodermata dan ikan, populasi bentonik dari cahaya. Hal tersebut
tersebut tidak banyak mengalami perubahan mengakibatkan lebih tingginya keanekaragaman
berarti, karena jumlah dan jenis mikroforaminifera bentonik yang ditemukan
mikroforaminifera bentonik tersebut akan terus diketiga lokasi ini dibandingkan yang
bertambah karena adanya dukungan bahan ditemukan di Desa Sangiran. Hasil identifikasi
organik dalam kandungan tanah berjenis jenis pada fosil mikroforaminifera bentonik
tersebut. ditemukan 15 spesies fosil yang tergolong
kedalam 10 famili yang tersebar di 2 formasi di
Indeks keanekaragaman fosil
berbagai desa atau titik sampling. Sebaran
mikroforaminifera bentonik dengan kategori
spesies secara vertikal dari yang terbanyak
rendah terdapat disembilan lokasi, yaitu:
sampai yang paling sedikit masing-masing
Formasi Kalibeng Desa Puren bagian bawah,
adalah: Rotalia trochidiformis (8 lokasi) >
Formasi Pucangan Desa Sangiran di semua
Uvigerina mediterrania (5 lokasi) > Gyroidina
bagian lapisan, Desa Bukuran bagian atas, Desa
soldanii (4 lokasi) > Amphistegina lessonii (4
Mlandingan di semua bagian lapisan dan Desa
lokasi) > Cibicides refulgens (3 lokasi) >
Pablengan bagian tengah. Indeks
Planulina ariminensis (3 lokasi) > Nodosaria
keanekaragaman mikroforaminifera bentonik
raphanus (3 lokasi) > Eponides abatissae (2
kategori rendah terdapat di Desa Puren bagian
lokasi) > Pullenia bulloides (2 lokasi) >
bawah, kemungkinan hal ini disebabkan oleh
Cassidulina crassa (2 lokasi) > Lagena clavata (1
adanya jenis batuan pada lokasi ini merupakan
lokasi) > Dentalina mucronata (1 lokasi) >
batuan marnes atau marl yang merupakan dasar
Bathysiphon filiformis (1 lokasi) >
dari batuan breksi vulkanik sehingga jika ada
Nodogenerina bradyi (1 lokasi) > Bulimina
masukan bahan organik mudah tererosi terbawa
marginata (1 lokasi).
kelain tempat. Hal tersebut mengakibatkan
rendahnya bahan organik dan detritus yang Ditinjau dari sebaran vertikal dalam
tersedia, oleh karena itu mikroforaminifera habitatnya jenis foraminifera bentonik terikat
bentonik pada lokasi dititik ini sangat rendah. dengan parameter kedalaman air karena jenis
Pada Formasi Pucangan Desa Sangiran di ini tinggal di dasar habitat tersebut. Secara
semua bagian titik pengambilan memiliki nilai umum diperkirakan spesies Rotalia
indeks keanekaragaman nol kemungkinan hal trochidiformis banyak ditemukan pada
tersebut disebabkan pada masa lalu telah terjadi kedalaman lebih dari 200 m, Uvigerina
letusan gunung api, sehingga akibat keadaan mediterrania, Gyroidina soldanii serta
tersebut dan juga kandungan bahan organik Amphistegina lessonii menyukai habitat dasar
atau detritus yang dihasilkan rendah. Akibatnya dengan kedalaman 149 m. Cibicides refulgens,
banyak terjadi kematian mikroforaminifera Planulina ariminensis dan Nodosaria raphanus

5
F Putut M.H.B dkk. / Unnes Journal of Life Science 1 (1) (2012)

banyak dijumpai pada kedalaman 100 m. gampingan halus dengan tekstur yang tampak
Adapun pada kedalaman sekitar 60 m banyak seperti gula dan interior bagian dalam yang
dihuni oleh spesies Eponides abatissae, Pullenia kompleks, jenis cangkang tersebut kuat terhadap
bulloides, Cassidulina crassa, Lagena clavata, tekanan laut (Brasier 1980).
Dentalina mucronata, Bulimina marginata, Sebaran fosil mikroforaminifera
Nodogenerina bradyi dan Bathysiphon bentonik yang jarang dijumpai di lokasi
filiformis (Bolli dan Saunders 1985). penelitian adalah Lagena clavata, Dentalina
Kumpulan mikrofosil Eponides mucronata, Bathysiphon filiformis,
abatissae, Cibicides refulgens, Gyroidina Nodogenerina bradyi dan Bulimina marginata,
soldanii, Bathysiphon filiformis, Nodogenerina yaitu paling sedikit tersebar hanya di 1 lokasi
bradyi, Uvigerina mediterrania, Pullenia penelitian. Handini et al (2001) menyatakan,
bulloides, Planulina ariminensis, Lagena bahwa indeks keanekaragaman spesies yang
clavata, Nodosaria raphanus menunjukkan rendah tersebut karena adanya pengaruh situasi
umur miosen tengah (N9 – N14). Adanya jenis pada masa lalu seperti adanya letusan gunung
fosil mikroforaminifera bentonik tersebut juga api yang dapat menyebabkan kematian
menunjukkan lingkungan laut dalam mikroforaminifera, sehingga mengakibatkan
(Koolhoven 1936). Bulimina marginata berkurangnya keanekaragaman jenis
menunjukkan umur miosen akhir (N16 – N17). mikroforaminifera bentonik. Kandungan
Rotalia trochidiformis menunjukkan umur lapisan tanah yang didominasi oleh batu breksi
relatif pliosen (N 19). Sebaran vulkanik dapat merupakan indikasi hal tersebut.
mikroforaminifera bentonik yang paling merata Keanekaragaman jenis merupakan
di lokasi penelitian adalah Rotalia salah satu aspek penting dalam kajian
trochidiformis, yaitu paling banyak tersebar di 8 komunitas, hasil penelitian menunjukkan nilai
lokasi penelitian. Meratanya Rotalia indeks keanekaragaman jenis fosil
trochidiformis dikarenakan faktor ekologis pada mikroforaminifera di Formasi Kalibeng dan
suatu habitat yang mendukung kehidupan Pucangan berbeda, karena keadaan habitat serta
spesies yaitu faktor cahaya, salinitas, pH, suhu faktor – faktor lingkungan yang berbeda. Indeks
(Rositasari. 1989) dan kemelimpahan bahan keanekaragaman yang tinggi dikarenakan faktor
organik yang dapat diserap oleh suatu spesies ekologis pada suatu habitat yang mendukung
(Sumarso dan Ismoyowati. 1975). Hal itu (Rositasari 1989) dan kemelimpahan bahan
ditunjukkan dengan penelitian yang dilakukan organik yang dapat diserap oleh spesies pada
di Laut Delta Mahakam, Kalimantan Timur suatu habitat (Sumarso dan Ismoyowati 1975).
dimana spesies Rotalia trochidiformis juga Semakin baik tingkat perkembangbiakan
tersebar merata dengan dibuktikan adanya jenis mikroforaminifera, semakin banyak jumlah
tanah tempat penemuan Rotalia trochidiformis jenis mikroforaminifera yang tumbuh sehingga
yang merupakan batu lempung, Mineral dapat membentuk sebuah populasi. Jika
lempung merupakan partikel tanah yang paling beberapa spesies tersebut dimangsa oleh hewan
kecil, tersusun atas lapisan aluminosilikat pemangsa seperti cacing, crustacea, gastropoda,
dengan susunan 2:1, 2:2 atau 1:1, umumnya echinodermata dan ikan, populasi tersebut
dengan struktur kristalin atau amorf (Sanchez tidak banyak mengalami perubahan, karena
1976). Mineral lempung dapat berperan sebagai jumlah jenis mikroforaminifera planktonik akan
penyangga pH tanah dengan mempertukarkan terus bertambah karena didukung oleh bahan
ion-ion basa dengan ion H+ hasil metabolisme organik tersebut. Indeks keanekaragaman yang
akar dan jasad renik. Pada pH tinggi tanah rendah dikarenakan faktor ekologis pada suatu
bermuatan negatif sedang pada pH rendah habitat yang tidak mendukung dan rendahnya
muatan tanah menjadi positif (Hattori 1973). kemampuan spesies dalam menyerap bahan
Reaksi tanah (pH) juga berpengaruh terhadap organik pada suatu habitat. Semakin rendah
ketersediaan mineral-mineral hara dan aktivitas tingkat perkembangbiakan mikroforaminifera,
enzim, sehingga dari pendapat tersebut kondisi semakin sedikit jumlah jenis mikroforaminifera
pada masa lalu diprediksi memiliki kondisi yang yang tumbuh sehingga mikroforaminifera tidak
sama dengan penelitian yang dilakukan di Laut dapat membentuk sebuah populasi yang
Delta Mahakam, Kalimantan Timur (Gray & banyak. Jika beberapa spesies tersebut dimangsa
Williams 1971). Selain itu jenis cangkang oleh hewan pemangsa seperti cacing, crustacea,
Rotalia trochidiformis yang memiliki dinding gastropoda, echinodermata dan ikan, populasi
aglutinin, cangkang ini terdiri dari partikel tersebut akan banyak mengalami perubahan,

6
F Putut M.H.B dkk. / Unnes Journal of Life Science 1 (1) (2012)

karena jumlah jenis mikroforaminifera akan Plankton S tratigraphy. Cambridge, UK:


terus berkurang. Cambridge Univ.
Brasier, M.D. 1980. Microfossils. George Allen &
Hasil perhitungan nilai indeks
Unwin. Sydney.
kesamaan Sorenson yang paling tinggi terdapat
Cushman, J. 1959. Foraminifera Their Classification
pada Desa Mlandingan dan Pablengan (70,58%) and Economic Use. Cambridge: Harvard
untuk fosil mikroforaminifera bentonik. Dari 9 University Press.
jenis species di Desa Mlandingan hampir Fae M. 1996. Lithobiostratigraphy and fossil
semuanya memiliki kesamaan dengan jenis hominids of The sangiran Krikilan area,
spesies yang ditemukan di Desa Pablengan. Java (Yogyakarta, Indonesia). Italia J of
Hanya 3 jenis spesies yang tidak memiliki Geology 48(4):143-153.
kesamaan dengan Desa Pablengan yaitu Gray TR & ST Williams. 1971. Soil Micro-
Pullenia bulloides, Cibicides refulgens dan organisms. Longman. London.
Bulimina marginata, sedangkan yang yang tidak Handini R, Prasetyo B and Simanjuntak T. 2001.
Sangiran: Man, Cullture and Environment
memiliki kesamaan dengan Desa Mlandingan
in Pleistocene Times. Jakarta: Yayasan Obor
yaitu Eponides batissae dan Gyroidina soldanii. Indonesia.
Kesamaaan jenis ini dikarenakan spesies Hattori T. 1973. Microbial life in the soil. An
dikedua habitat memiliki kemampuan yang Introduction. Marcel Dekker Inc. New York.
adaptif terhadap lingkungan sekitar (Fae 1996).
Selain itu, ketersediaan daya dukung lingkungan Helfinalis EL & Subardi. 1989. Sebaran Foraminifera
bagi fosil yaitu dari faktor cahaya, pH, suhu, Bentonik di Perairan Jepara Dalam
salinitas yang baik dan memungkinkan adanya Penelitian Oseanologi Perairan Indonesia.
Buku I LIPI Puslitbang Oseanologi, Jakarta:
pertukaran mikroforaminifera diantara kedua
62 – 68.
desa tersebut, sehingga beberapa jenis fosil
Kurator 2010. Situs Prasejarah Sangiran. Jakarta. On
mikroforaminifera dapat ditemui di kedua line at
habitat (Widianto 2008).
Hasil perhitungan nilai indeks http://www.indonesiakuno.com/2010/09/s
kesamaan Sorenson yang paling rendah terdapat angiran-2.html (akses 2 Februari 2011).
pada Desa Puren dengan Desa Sangiran (nol) Pringgoprawiro H & Kapid R. 2000. Foraminifera:
dan Desa Sangiran dengan Desa Bukuran (nol) Pengenalan Mikrofosil dan Aplikasi
untuk fosil mikroforaminifera bentonik. Tujuh Biostratigrafi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
jenis spesies di Desa Puren tidak memiliki Rositasari. 1989. Foraminifera Sebagai Bioindikator
kesamaan dengan jenis spesies yang ditemukan Pencemararn, Hasil Studi di Perairan
di Desa Sangiran, sedangkan dari 8 jenis spesies Esturin Sungai Dadap, Tanggerang. Pusat Penelitian
di Desa Bukuran tidak memiliki kesamaan dan Pengembangan Oseanologi
dengan jenis spesies yang ditemukan di Desa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Sangiran. Kesamaaan jenis yang rendah ini Widianto H. 2008. Jejak Purba di Sangiran. Sangiran.
dipengaruhi oleh kemampuan spesies yang tidak On line at http://rasanrasan.wordpress.com
(akses 26 Desember 2010).
mampu menyesuaikan diri dengan habitat di
Yudha, D.S. 2010. Sangiran Stratigrafi dan Fosil
kedua Formasi yang berbeda.
(Thesis). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Sesimpulan Mada.
Hasil penelitian menunjukkan adanya
keanekaragaman fosil mikroforaminifera
bentonik pada Formasi Kalibeng dan Pucangan
di Sangiran termasuk adalah rendah, masing-
masing adalah 0,81 dan 0,78. Ditemukan 15
nama spesies fosil dengan 10 kategori familia
yang didominasi oleh famila Rotaliidae.
Daftar Pustaka
Anjarwati, E. 2003. Kehidupan Manusia Purba di
Kubah Sangiran. Yogyakarta: Transmedia
Global Wacana.
Bolli, H.M. & Saunder, J.B. 1985. Oligocene to
Holocene low latitude planktic foraminifera.
In:
Bolli, H.M., Saunders, J.B. & Perch-Nielsen, K.

Anda mungkin juga menyukai