DI SUSUN OLEH :
NIM : PO0220217029
CI INSTITUSI CI KLINIK
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
CLOSE FRACTURE FEMUR
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001)
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur
dari tulang femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut
Sjamsuhidajat & Jong (2005) fraktur femur adalah fraktur pada tulang
femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun
tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya
kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa
berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur
femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada
paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat
disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung disertai dengan
adanya kerusakan jaringan lunak.
2. ETIOLOGI
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,
perubahan tempat. Bila tekanan kekuatan langsungan, tulang
dapat pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti
akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
b. Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan
benda lain akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada
atlet, penari atau calon tentara yang berbaris atau berjalan
dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang
tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat
rapuh.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya
fraktur/trauma
b. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multipel.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klien ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah,
dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada
kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan
pembedahan.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi
dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat
kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera.
Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan
cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada
fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang
merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi
kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat
trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.
b. Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple
atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada
pria dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur
globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula
lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung
dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru,
ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat
dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah
cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi
dan pireksia.
c. Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang
terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang
tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan
oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan
fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut
terisi oleh otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh
tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus
oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri
yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang
hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di
anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma,
terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
d. Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali
mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada nekrosis
avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada kaput
femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum,
dan os. Talus (Suratum, 2008).
e. Atropi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah
mencapai ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi
karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenkim yang
menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien
fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse)
sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke
jaringan otot (Suratum, dkk, 2008).
7. PENATALAKSANAAN
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk
dan lokasi serta usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada
penderita fraktur :
2) Secondary survey
a) Fokus Asesment
(1) Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak,
mata, telinga, dan mulut. Temuan yang dianggap
kritis:
Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon
terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi,
terbuka/tertutup)?
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes?
(2) Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis,
otot-otot leher bagian belakang. Temuan yang
dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi
trakea atau tugging, emfisema kulit
(3) Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk,
penggunaan otot-otot asesoris, pergerakan dada,
suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka
terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan
gerakan dada para doksikal, suara paru hilang atau
melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola
napas yang tidak adekuat (disertai dengan
penggunaaan otot-otot asesoris).
(4) Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak
semakin tegang, lakukan auskultasi dan palpasi
dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap
kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri
tekan pada abdomen bunyi dullness.
(5) Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi
dan nyeri tekan. Temuan yang dianggap kritis:
Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah pubik
(6) Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur
dextra dan luka laserasi pada tangan. Anggota
gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik,
fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis:
Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi,
menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan
motorik.
(7) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu,
nadi, pernafasan dan tekanan darah.
(8) Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian
GCS (Glasgow Coma Scale): terjadi penurunan
kesadaran pada pasien.
2. DIAGNOSA
a. Nyeri akut
1) Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa (International Association for the study of
Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
2) Batasan karakteristik:
Perubahan selera makan
Perubahan tekanan darah
Perubahan frekuensi jantung
Perubahan frekuensi pernapasan
Laporan isyarat
Diaforesis
Perilaku distraksi (mis. Berjalan mondar-mandir mencari
orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
Mengekspresikan perilaku (mis. Gelisah, merengek,
menangis)
Masker wajah (mis. Mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu focus
meringis)
Sikap melindungi area nyeri
Fokus menyempit (mis. gangguan persepsi nyeri, hambatan
proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
Indikasi nyeri yang dapat diamati
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Sikap tubuh melindungi
Dilatasi pupil
Melaporkan nyeri secara verbal
Gangguan tidur
3) Faktor yang berhubungan
Agen cedera (mis. biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
3. PERENCANAAN
No. Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi (NIC) Rasional
Dx (NOC)
1. Setelah dilakukan asuhan 1. Pemberian analgesik 1. Menggunakan agen-agen
keperawatan selama … x farmakologi untuk mengurangi
24 jam diharapkan pasien atau menghilangkan nyeri
tidak mengalami nyeri 2. Manajemen medikasi 2. Memfasilitasi penggunaan obat
dengan kriteria hasil : resep atau obat bebas secara
1. Memperlihatkan teknik aman dan efektif
relaksasi secara 3. Manajemen nyeri 3. Meringankan atau mengurangi
individual yang efektif nyeri sampai pada tingkat
untuk mencapai kenyamanan yang dapat
keamanan diterima oleh pasien
2. Mempertahankan 4. Manajemen sedasi 4. Memberikan sedative,
tingkat nyeri pada __ memantau respon pasien, dan
atau kurang memberikan dukungan
3. Melaporkan nyeri pada fisiologis yang dibutuhkan
penyedia layanan selama prosedur diagnostic
kesehatan atau terapeutik
4. Tidak mengalami
gangguan dalam
frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung atau
tekanan darah
2. Setelah dilakukan asuhan Exercice therapy : ambulation
keperawatan selama … x 1. Monitoring vital sign 1. Mencegah terjadinya
24 jam diharapkan pasien sebelum/sesudah latihan penurunan kondisi atau cedera
tidak mengalami hambatan dan lihat respon pasien pada pasien saat dilakukan
mobilitas fisik dengan saat latihan tindakan.
kriteria hasil : 2. Konsultasikan dengan 2. Meningkatkan mobilitas pasien
1. Klien meningkat dalam terapi fisik tentang rencana sesuai kondisi pasien
aktivitas fisik ambulasi sesuai dengan
2. Mengerti tujuan dari kebutuhan.
peningkatan mobilitas 3. Bantu pasien untuk 3. Membantu meningkatkan
3. Memverbalisasikan menggunakan tongkat saat kekuatan dan ketahanan otot.
perasaan dalam berjalan dan cegah
meningkatkan kekuatan terhadap cedera
dan kemampuan 4. Ajarkan pasien atau tenaga 4. Mampu melakukan tindakan
berpindah kesehatan lain tentang secara mandiri dan termotivasi
4. Memperagakan teknik ambulasi untuk meningkatkan mobilitas
kemampuan alat 5. Kaji kemampuan pasien 5. Mengetahui sejauh mana
5. Bantu untuk mobilisasi dalam mobilisasi peningkatan mobilisasi.
(walker) 6. Latih pasien dalam 6. Agar pasien mampu
pemenuhan kebutuhan melakukan aktivitas secara
ADLs secara mandiri mandiri.
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien 7. Meningkatkan motivasi pasien
saat mobilisasi dan bantu dalam melakukan aktivitas
pemenuhan kebutuhan sehari-hari
ADLs pasien
8. Berikan alat bantu jika 8. Mampu melakukan aktivitas
pasien memerlukan secara mandiri guna
meningkatkan mobilitas
9. Ajarkan pasien bagaimana 9. Meningkatkan kesejahteraan
merubah posisi dan berikan fisologis dam psikologis
bantuan jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta:
EGC.