Anda di halaman 1dari 20

WRAP UP SKENARIO

BLOK

“Prinsip Dasar Biomedik 2”

KELOMPOK A-9
Ketua : Maygel Nahren (1102019121)
Sekretaris : Fetricia Catherina (1102019079)
Anggota : 1. Alaric Casta Rafi (1102019009)
2. Annisa Amelia (1102019129)
3. Avia Nurul Azzahra (1102019037)
4. Dafa Zenobia (1102019051)
5. Dwi Wisnu Prasetyo (1102019065)
4. Fetricia Catherina (1102019079)
6. Hasyajogi Tiara Harahap (1102019093)
7. Khaura Tsabitha Baraba (1102019107)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018/2019
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.424457
Daftar Isi Commented [1]: Semua sub judul seperti ini pake
heading 1 dan ganti ke font times New Roman
SKENARIO 3
Commented [2]: Simpan file ini dengan file nama yang
KATA SULIT 4 berbeda untuk menghindari merubah format awal
dokumen ini
PERTANYAAN 5
JAWABAN 6
HIPOTESIS 7
SASARAN BELAJAR 8
LO 1: Memahami dan Menjelaskan Peran Oksigen Dalam Tubuh 8
LO 2: Memahami dan Menjelaskan Pengaturan Suhu Dalam Tubuh 12
LO 3: Memahami dan Menjelaskan Hipoksia 13
LO 4: Memahami dan Menjelaskan Hipotermia 17
Daftar Pustaka 20 Commented [3]: Klik kanan dan pilih update untuk
menambahkan/menghapus sub judul dan
menyesuaikan nomor halaman
Commented [4]: Pencet resolve untuk menghapus
tanda comment
Commented [5]:
Commented [6]:
Commented [7]: Subjudul akan bertambah jika format
Subjudul menjadi heading 1. Tanpa heading 1, daftar
isi tidak bisa mendetek ada nya Subjudul baru

2
SKENARIO
Pendaki Gunung Sumbing
Dua pendaki Gunung Sumbing terpaksa dievakuasi oleh tim SAR Kabupaten Temanggung
Jawa Tengah. Mereka dilaporkan mengalami hipoksia akut dan hipotermia. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah melaporkan peristiwa hipotermia
terjadi karena kurangnya persiapan saat mendaki. Menurut keterangan dokter yang merawat
dua pendaki tersebut, jika keadaan hipotermia tidak segera ditangani dapat menyebabkan
kegagalan fungsi tubuh yang lebih dikenal sebagai Mountain Sickness Acute.

3
KATA SULIT
1. Hipoksia : Penurunan asupan oksigen ke jaringan di bawah kadar
fisiologis sekalipun perfusi darah ke jaringan memadai
2. Hipotermia : Kondisi dimana mekanisme tubuh dalam pengaturan
suhu mengalami kesulitan mengatasi suhu dingin
3. Mountain Sickness Acute : Kondisi tidak normal yang terjadi pada tubuh disaat
berada pada ketinggian
4. Evakuasi : Suatu tindakan memindahkan seseorang ke tempat
yang lebih aman agar menjauh dari ancaman atau kejadian yang berbahaya

4
PERTANYAAN
1. Apa penyebab hipoksia akut ?
2. Bagaimana hipotermia bisa terjadi ?
3. Bagaimana hipoksia bisa terjadi ?
4. Apakah faktor usia mempengaruhi terkenanya hipotermia ?
5. Bagaimana pertolongan pertama pada hipoksia dan hipotermia ?
6. Gejala apa saja yang ditimbulkan oleh hipoksia dan hipotermia ?
7. Bagaimana persiapan sebelum mendaki ?
8. Pada ketingggian berapa seseorang bias terkena hipoksia ?
9. Bagaimana respon tubuh saat mengalami hipotermia ?
10. Upaya yang dapat dilakukan guna mencegah hipoksia ?
11. Komplikasi penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan oleh hipoksia dan
hipotermia ?
12. Bagaimana diagnosa jika seseorang terkena hipoksia ?
13. Upaya penanganan hipoksia dan hipotermia ?
14. Pada suhu berapa seseorang bisa terkena hipotermia ?
15. Hubungan antara hipoksia dan hipotermia ?

5
JAWABAN
1. Hipoksia akut disebabkan oleh melakukan aktivitas berat, dalam situasi kebakaran atau
dalam ruang sempit atau sedang berada di tempat yang tinggi.
2. Saat merasa kedinginan tubuh akan membentuk mekanisme pengaturan kestabilan suhu
dengan cara melebarkan pembuluh darah. Jika suhu tubuh menurun drastis dan dibawah
batas normal maka panas yang dihasilkan tubuh tidak sebanyak yang hilang maka saat
itulah terjadi hipotermia.
3. Ketika suhu tubuh menurun pada saat itu kebutuhan oksigen meningkat, jika
hemoglokbin pada darah tidak mengikat oksigen maka akan menyebabkan keadaan
hipoksia.
4. Ya, karena saat itu fungsi tubuh semakin melemah dan mengakibatkan sistem
metabolisme menurun dan dapat menyebabkan risiko terjadinya hipotermia lebih tinggi.
5. Pada hipoksia diberikan supply oksigen dan pada hipotermia diberikan pakaian yang
menghangatkan atau lebih tebal dan mengonsumsi yang dapat menghangatkan tubuh.
6. Pada hipoksia gejala yang ditimbulkan ialah bernafas pendek, lemas, dan konsentrasi
menurun. Sedangkan pada hipotermia menggigil dan sulit bergerak atau kaku.
7. -memakai dan membawa pakaian hangat dan nyaman
-membawa supply oksigen
-membawa obat-obatan pribadi
-membawa asupan yang cukup
-membawa alas tidur seperti matras atau sleeping bag
8. Pada ketinggian >2000mdpl
9. Saat suhu lingkungan menurun maka metabolisme tubuh akan naik dan mengeluarkan
panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
10. -istirahat yang cukup
-asupan pokok tercukupi
-tidak merokok
-latihan fisik sebelum mendaki
11. -vertigo
-kejang
-katarak
-pneumonia
-perubahan perilaku
-kematian pada jaringan organ
12. -melakukan pemeriksaan darah
-memasangkan alat pulse oksimentry
13. Pada keadaan hipoksia diberi alat bantu pernafasan dan melakukan terapi oksigen
hiperbarik, sedangkan pada hipotermia dimasukkan dalam ruangan yang hangat.
14. ≤ 35℃ (suhu tubuh)
15. Saat kadar oksigen yang masuk dalam tubuh menurun (hipoksia) maka metabolisme
dalam tubuh terganggu sehingga tidak dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan
sekitarnya (hipotermia).

6
HIPOTESIS
Saat seseorang berada di dataran tinggi akan mengalami kekurangan kadar oksigen (Hipoksia)
yang menyebabkan sesak napas, lemah dan terganggunya metabolisme tubuh, sehingga
mengakibatkan tubuh tidak dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan sekitar (Hipotermia).
Jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat akan mengakibatkan kematian untuk menghindari
hal tersebut maka penanganan dapat dilakukan dengan cara menggunakan alat bantu
pernapasan dan memakai pakaian yang hangat. Oleh sebab itu maka dianjurkan untuk
beristirahat serta melalukan latihan fisik sebelum mendaki.

7
SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan menjelaskan Peran Oksigen Dalam Tubuh
1.1 Definisi
Merupakan unsur kimia berupa gas dengan simbol O, nomor atom 8 dan berat atom
15,9994. Gas oksigen diatomik merupakan 20,8% dari volume udara. Oksigen
adalah zat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan terdapat bebas di udara
serta dalam kombinasi pada sebagian besar zat padat, cair, dan gas non unsur.

Oksigen secara independen ditemukan oleh Carl Wilhelm Scheele, di Uppsala tahun
1773, atau 1774 oleh Joseph Priestly di Inggris. Nama oksigen yang diciptakan pada
tahun 1777 oleh Antoine Lavoisier dengan bahasa Yunani oxys yang artinya asam
dan gene yang artinya pembentuk.

1.2 Peranan
Oksigen penting untuk makhluk hidup karena merupakan unsur penting dari DNA
dan hampir semua bahan biologis penting lainnya.

Dua per tiga tubuh manusia terdiri dari oksigen. Sel manusia membutuhkan oksigen
untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme, karena oksigen merupakan
komponen penting pada pembentukan Adenosin Trifosfat (ATP). ATP adalah
sumber energi untuk melakukan aktivitas seluler secara maksimal dan memelihara
efektivitas segala fungsi tubuh.

Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan
mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan mengalami
kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Otak merupakan organ yang
sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu menoleransi
kekurangan oksigen antara tiga sampai lima menit. Apabila kekurangan oksigen
berlangsung lebih dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen
(Kozier dan Erb 1998).

Bila oksigen yang tersedia banyak maka mitokondria akan memproduksi ATP.
Tanpa oksigen, mitokondria tidak akan membuat ATP. Jika oksigen dalam jumlah
yang sedikit, tubuh akan tetap menghasilkan ATP pada sitosol melalui proses
glikolisis dan merupakan reaksi anaerob. Tapi jumlah yang dihasilkan tidak
sebanyak yang dihasilkan mitokondria. Oleh karena itu, jika tubuh terus menerus
dalam keadaan tanpa oksigen maka sel akan kehilangan fungsinya.

1.3 Mekanisme pertukaran dalam kapiler darah


Terdiri dari dua tahap, yaitu:
a. Pernapasan Luar
Merupakan pertukaran gas di dalam paru-paru. Oleh karena itu, berlangsung
difusi gas dari luar masuk ke dalam aliran darah. Dengan kata lain, pernapasan
luar merupakan pertukaran gas ( O2 dan CO2 ) antara udara dan darah.

8
Pada pernapasan luar, darah akan masuk ke dalam kapiler paru-paru yang
mengangkut sebagian besar karbon dioksida sebagai ion bikarbonat (HCO3–)
dengan persamaan reaksi seperti berikut.

(H+) + (HCO3–) ⇒ H2CO3

Sisa karbon dioksida berdifusi keluar dari dalam darah dan melakukan reaksi
sebagai berikut.

H2CO3 ⇒ H2O+CO2
Enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel-sel darah merah dapat
mempercepat reaksi. Ketika reaksi berlangsung, hemoglobin melepaskan ion-
ion hidrogen yang telah diangkut; HHb menjadi Hb. Hb merupakan singkatan
dari haemoglobin, yaitu jenis protein dalam sel darah merah. Selanjutnya,
hemoglobin mengikat oksigen dan menjadi oksihemoglobin (HbO2).

Hb+O2⇒HbO2

Selama pernapasan luar, di dalam paru-paru akan terjadi pertukaran gas yaitu
CO2 meninggalkan darah dan oksigen masuk ke dalam darah secara difusi.
Terjadinya difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan tekanan parsial.
Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan parsial O2 di
paru-paru sebesar ± 160 mmHg. Tekanan parsial pada kapiler darah arteri ± 100
mmHg, dan di vena ± 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O2 dari udara berdifusi
ke dalam darah.

Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 47 mmHg, tekanan parsial CO2
dalam arteri ± 41 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam alveolus ± 40 mmHg.
Adanya perbedaan tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat berdifusi dari
darah ke alveolus.

b. Pernapasan Dalam (Internal)


Pada pernapasan dalam (pertukaran gas di dalam jaringan tubuh) darah masuk
ke dalam jaringan tubuh, oksigen meninggalkan hemoglobin dan berdifusi
masuk ke dalam cairan jaringan tubuh. Reaksinya sebagai berikut.

HbO2⇒Hb+O2

Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat
terjadi, karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah
dibandingkan di dalam darah. Hal ini disebabkan karena sel-sel secara terus
menerus menggunakan oksigen dalam respirasi selular.

Dari proses pernapasan yang terjadi di dalam jaringan menyebabkan terjadinya


perbedaan komposisi udara yang masuk dan yang keluar paru-paru.

9
Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah nadi ± 100 mmHg
dan tekanan parsial O2 dalam jaringan tubuh kurang dari 40 mmHg.

Sebaliknya tekanan karbon dioksida tinggi, karena karbon dioksida secara terus
menerus dihasilkan oleh sel-sel tubuh. Tekanan parsial CO2 dalam jaringan ± 60
mmHg dan dalam kapiler darah ± 41 mmHg. Hal inilah yang menyebabkan O 2
dapat berdifusi ke dalam jaringan dan CO2 berdifusi ke luar jaringan.

Dalam keadaan biasa, tubuh kita menghasilkan 200 ml karbon dioksida per hari.
Pengangkutan CO2 di dalam darah dapat dilakukan dengan tiga cara berikut.

1) Sekitar 60–70% CO2 diangkut dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3–)


oleh plasma darah, setelah asam karbonat yang terbentuk dalam darah
terurai menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3–). Ion H+
bersifat racun, oleh sebab itu ion ini segera diikat Hb, sedangkan ion
HCO3– meninggalkan eritrosit masuk ke plasma darah. Kedudukan ion
HCO3– dalam eritrosit diganti oleh ion klorit. Persamaan reaksinya
sebagai berikut.

H2O + CO2 ⇒ H2CO3 ⇒ (H+) + (HCO3–)

2) Lebih kurang 25% CO2 diikat oleh hemoglobin membentuk


karboksihemoglobin. Secara sederhana, reaksi CO2 dengan Hb ditulis
sebagai berikut.

CO2 + Hb ⇒ HbCO2

Karboksihemoglobin disebut juga karbominohemoglobin karena bagian


dari hemoblogin yang mengikat CO2 adalah gugus asam amino.
Reaksinya sebagai berikut.

CO2 + RNH2 ⇒ RNHCOOH

3) Sekitar 6–10% CO2 diangkut plasma darah dalam bentuk senyawa asam
karbonat (H2CO3).

Tidak semua CO2 yang diangkut darah melalui paru-paru dibebaskan ke


udara bebas. Darah yang melewati paru-paru hanya membebaskan 10%
CO2. Sisanya sebesar 90% tetap bertahan di dalam darah dalam bentuk
ion-ion bikarbonat. Ion-ion bikarbonat dalam darah ini sebagai buffer
atau penyangga karena mempunyai peran penting dalam menjaga
stabilitas pH darah.

Apabila terjadi gangguan pengangkutan CO2 dalam darah, kadar asam


karbonat (H2CO3) akan meningkat sehingga akan menyebabkan
turunnya kadar alkali darah yang berperan sebagai larutan buffer. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis yang disebut asidosis.

10
1.4 Pengaturan pH darah
Ada beberapa faktor yang terlibat dalam pengendalian pH darah, diantaranya
penyangga karbonat, penyangga hemoglobin dan penyangga fosfat.

a. Penyangga Karbonat
Penyangga karbonat berasal dari campuran asam karbonat ( H2CO3 ) dengan
basa konjugasi bikarbonat ( HCO3 ).

H2CO3 (aq) --> HCO3(aq) + H + (aq)

Penyangga karbonat sangat berperan penting dalam mengontrol pH darah. Pelari


maraton dapat mengalami kondisi asidosis, yaitu penurunan pH darah yang
disebabkan oleh metabolisme yang tinggi sehingga meningkatkan produksi ion
bikarbonat. Kondisi asidosis ini dapat mengakibatkan penyakit jantung, ginjal,
diabetes miletus (penyakit gula) dan diare. Orang yang mendaki gunung tanpa
oksigen tambahan dapat menderita alkalosis, yaitu peningkatan pH darah. Kadar
oksigen yang sedikit di gunung dapat membuat para pendaki bernafas lebih
cepat, sehingga gas karbondioksida yang dilepas terlalu banyak, padahal CO2
dapat larut dalam air menghasilkan H2CO3. Hal ini mengakibatkan pH darah
akan naik. Kondisi alkalosis dapat mengakibatkan hiperventilasi (bernafas
terlalu berlebihan, kadang-kadang karena cemas dan histeris).

b. Penyangga Hemoglobin
Pada darah, terdapat hemoglobin yang dapat mengikat oksigen untuk
selanjutnya dibawa ke seluruh sel tubuh. Reaksi kesetimbangan dari larutan
penyangga oksi hemoglobin adalah:

HHb + O2 (g) 2 - + H +

Asam hemoglobin ion aksi hemoglobin keberadaan oksigen pada reaksi di atas
dapat memengaruhi konsentrasi ion H +, sehingga pH darah juga dipengaruhi
olehnya. Hemoglobin hemoglobin. Sehingga yang telah ion melepaskan H +
yang dilepaskan O 2 Pada reaksi di atas dapat mengikat H + dan O2 bersifat basa.
membentuk asam pada peruraian H2CO3 merupakan asam yang diproduksi oleh
CO2 yang terlarut dalam air saat metabolisme.

c. Penyangga Fosfat
Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam mengatur
pH darah. Penyangga ini berasal dari monohidrogen fosfat (HPO3 2- ). campuran
dihidrogen fosfat (H2PO4 - ) dengan H2PO4- (aq) + H + (aq) 2 PO4 (aq)

H2PO4- (aq) + OH- (aq) --> HPO4 2- (aq) ) + H2O (aq )

Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di luar sel


hanya sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga
urin. Pada waktu darah mengalir ke paru-paru, hemoglobin mengikat ooksigen
sampai jenuh. Oksihemoglobin akan melepaskan oksigen lebih banyak
pada lingkungan asam. Apabila lebih banyak oksigen yang digunakan, lebih
banyak pula karbon dioksida yang terbetuk dan diambil oleh darah. Karbon

11
dioksida yang diambil akan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat
(H2CO2) yang berakibat darah bersifat asam.

Dalam kondisi normal tubuh menghasilkan sekitar 200 cc karbon dioksida dan
setiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc karbon dioksida. Hal tersebut
menyebabkan terbentuknya asam karbonat dan pH darah menjadi asam (4,5).
Dengan adanya ion Na+ dan K+, keasaman darah dapat dinetralkan.

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Pengaturan Suhu Dalam Tubuh


Pusat pengaturan suhu terdapat di hipotalamus otak. Ketika suhu tubuh meningkat dia
atas normal, hipotalamus akan mengerimkan pesan ke kelenjar keringat untuk
meningkatkan sekresi keringat.Di saat yang sama, hipotalamus mengirimkan pesan ke
otot dinding pembuluh darah di kulit, yang menyebabkan pembuluh darah melebar,
akibatnya semakin banyak darah yang beredar di kulit membawa panas ke permukaan
tubuh. Kulit bertindak sebagai radiator panas, yang memungkinkan panas beradiasi dari
permukaan tubuh ke lingkungan. Ketika suhu tubuh menurun di bawah normal
pembuluh darah di kulit menyempit sehingga lebih sedikit panas yang dibawa ke
permukaan tubuh. Saraf memerintahkan otot bergerak dengan kata lain menggigil untuk
meningkatkan suhu tubuh.Pada saat kondisi panas, tubuh akan membuang panas ke
lingkungan. Ada empat cara membuang panas tubuh, yaitu konveksi, konduksi, radiasi
dan evaporasi.

Proses mekanismenya adalah sebagai berikut:


1. Kelenjar keringat mensekresikan keringat. Di tubuh mnusia, terdapat sekitar 2,5 juta
kelenjar keringat. Keringat mengalir di saluran keringat, melalui pori-pori keringat
menuju permukaan kulit. Keringat yang membawa panas akan menguap ke
lingkungan. Ini merupakan proses membuang panas melalui proses evaporasi.
Evaporasi dari permukaan kulit menurunkan suhu tubuh.
2. Rambut di kulit rebah untuk mencegah rambut memerangkap panas. Rambut yang
rebah ini meniingkatkan aliran udara sehingga meningkatkan pembuangan panas,
melalui konveksi.
3. Dinding pembuluh darah arteri relaksasi sehingga arteri melebar. Dengan demikian,
aliran darah melalui arteri meningkat. Aliran darah arteri ke permukaan kulit akan
meningkatkan pembuangan panas tubuh melalui konveksi dan konduksi.

Usaha untuk menurunkan suhu tubuh saat kondisi panas


Walaupun tubuh memiliki mekanisme alami untuk menurunkan suhu tubuh. Hal-hal di
bawah ini merupakan usaha yang sering kita lakukan untuk menurunkan suhu tubuh
pada saat kondisi panas.
1. Mengipas tubuh menggunakan kipas tangan atau kipas angin. Angin akan
mempercepat proses evaporasi dan membuang panas lingkungan sehingga suhu
tubuh menjadi cepat dingin.

12
2. Mengenakan pakaian yang tipis dan berbahan katun. Kain katun dapat dilewati
keringat melalui proses evaporasi, tetapi menahan radiasi panas matahari. Dengan
kata laian, penerimaan radiasi panas sedikit, tetapi evaporasi tetap berlangsung.

Proses mekanisme pengaturan suhu tubuh pada kondisi dingin


Pada kondisi dingin tubuh akan mengalami hal-hal berikut.
1. Keringat tidak dihasilkan.
2. Otot di bawah kulit berkontraksi sehingga kantong rambut tegak. Ini menyebabkan
rambut berdiri untuk menangkap panas. Kontraksi otot menimbulkan bintil-bintil
kecil di tubuh, kondisi ini biasa kita sebut dengan istilah merinding.
3. Arteri yang membawa darah ke bawah permukaan kulit berkontraksi. Dengan
demikian darah tidak menuju ke dekat permukaan kulit. Ini mencegah darah
membuang panas ke lingkungan sehingga suhu tubuh tidak turun.
4. Otot menerima pesan dari hipotalamus untuk menggigil. Menggigil akan
meningkatkan produksi panas karena merupakan reakasi eksotermik di sel otot.
Mengigil lebih efektif daripada berolahraga untuk menghasilkan panas karena
organisme tetap diam. Dengan demikian, lebih sedikit panas yang hilang ke
lingkungan melalui konveksi.

Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan suhu tubuh saat kondisi dingin
Kita juga bisa melakukan usah untuk meningkatkan suhu tubuh. Hal-hal berikut ini
merupkan hal yang umum kita lakukan saat tubuh merasa dingin.
1. Menggunakan selimut atau pakaian tebal. Selimut atau akaian tebal akan
menghalangi udara udara lingkungan yang dingin masuk, dan sebaliknya juga
mencegah radiasi panas dari tubuh keluar. Jadi radiasi panas dari tubuh terperangkap
di bawah selimut atau pakaian tebal sehingga kita merasa hangat.
2. Memegang benda hangat juga bisa meningkatkan pansa tubuh misalnya minuman
hangat seperti teh, kopi atau susu. Ini adalah cara kita mendapatkan panas secara
konduksi dari gelas hangat tersebut.
3. perapian atau api unggun juga biasa digunakan untuk menghangatkan diri

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Hipoksia


3.1 Pengertian
Hipoksia adalah penurunan asupan oksigen ke jaringan di bawah kadar fisiologis
sekalipun perfusi darah ke jaringan memadai. (Dorland, 2015).

3.2 Penyebab
Berdasarkan jenisnya hipoksia dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :
1) Hipoksia hipoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya
oksigen yang masuk ke dalam paru-paru. Sehingga oksigen dalam darah
menurun kadarnya. Kegagalan ini dapat disebabkan oleh adanya
sumbatan/obstruksi di saluran pernapasan.

13
2) Hipoksia anemik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh karena
hemoglobin dalam darah tidak dapat mengikat atau membawa oksigen yang
cukup untuk metabolism seluler. Seperti keracunan karbon monoksida (CO2).
3) Hipoksia stagnan adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena hemoglobin
dalam darah tidak mampu membawa oksigen ke jaringan yang disebabkan
kegagalan sirkulasi seperti heart failure atau embolisme.
4) Hipoksia histotoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh karena
jaringan yang tidak mampu menyerap oksigen. Salah satu contohnya merupakan
keracunan sianida. Sianida dalam tubuh akan mengaktifkan beberapa enzim
oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan
mengikat bagiann ferric heme group dari oksigen yang dibawa darah.

3.3 Gejala
Gejala dan tanda-tanda hipoksia bersifat nonspesifik dan mirip dengan gagal jantung
dan kondisi lainnya. Walau banyak pasien dengan hipoksia mengalami dyspnea
(sulit bernafas), manifestasi klinik cenderung mengarah secara neuorologis dan
kardiovasukuler daripada pernafasan. Walau sianosis seharusnya muncul saat
hemoglobin ter-deoksigenasi lebih dari 5gr/dL, tanda-tandanya cukup beragam pada
tiap pasien saat mendeteksi hipoksemia. Gejala dan tanda hipoksia adalah dyspnea
atau sesak nafas, respiratory distress, kelelahan, sianosis atau perubahan warna pada
kulit menjadi biru keunguan, palpitasi, takipnea, pusing, takikardia, agitasi,kardiak
disritmia, sakit kepala, hipertensi, tremor, hipotensi, asteriksis, letalergi, diaforesis.
Berdasarkan apa yang digunakan saat inspirasi, gejala hipoksia terdiri dari 2:
5) Gejala hipoksia saat bernafas dengan udara biasa Terdapat berbagai mekanisme
kompensasi untuk meningkatkan toleransi pada ketinggian (aklimatisasi) yang
bekerja untuk jangka waktu tertentu. Namun pada subjek yang tidak
teraklimatisasi gejala mental seperti iritabilitas, muncul pada ketinggian ±
3.700m. Pada ketinggian 5.500m gejala hipoksia menjadi berat, dan pada
ketinggian 6.100m umumnya kesadaran mulai menghilang.
6) Gejala hipoksia saat bernafas dengan oksigen. Jika kita bernafas 100% O2,
faktor pembatas pada toleransi terhadap ketinggian adalah tekanan atmosfer
total. Diatas ketinggian 10.400m peningkatan ventilasi akibat rendahnya PO2
alveolus akan sedikit menurunkan PCO2 alveolus, tetapi pada ketinggian
13.700m dengan barometer lingkungan sebesar 100mmHg, PO2 alveolus
maksimum yang dapat di pertahankan saat bernafas dengan 100% O2 adalah
40mmHg. Pada ketinggian 14.000m kesadaran akan hilang meski diberi 100%
O2. Berdasarkan kosensus Lake Louis, hipoksia pada ketinggian atau Acute
Mountain Sickness (AMS) adalah sebuah spektrum penyakit dimana ada
beberapa tahap dan berbeda keparahannya.
 Acute Mountain Sickness (AMS) Muncul ketika baru mencapai
ketinggian yang baru. Gejala berupa sakit kepala atau salah satu dari
mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, lemas, pusing, sulit tidur.
 High Altitude Cerebral Edema (HACE) Dianggap sebagai versi AMS
yang lebih parah. Hal-hal yang dapat terjadi yaitu perubahan status
14
kesadaran atau ataksia(ketidakseimbangan koordinasi gerak) pada
seseorang yang diduga AMS.
 High Altitude Pulmonary Edema (HAPE) Dengan gejala sulit bernafas
ketika istirahar, batuk-batuk, dada terasa tidak enak (rasa tertekan),
lemah/kemampuan tubuh menurun.

3.4 Diagnosa
Dokter dapat mendiagnosis hipoksia dengan mengevaluasi tingkat gas oksigen
dalam darah dengan menggunakan pulse oksimeter, atau mengukur langsung pada
sampel darah yang diambil dari arteri. Bacaan oksimeter yang normal adalah sekitar
95% sampai 100%. Jika tingkat oksigen bernilai 90% atau di bawahnya, terdapat
kemungkinan dalam kondisi hipoksia. Tes-tes lain mungkin diperlukan dalam
beberapa kasus jika dokter ingin memeriksa apakah ada potensi masalah lain seperti
keracunan karbon monoksida yang menjadi penyebab hipoksia. Tes tersebut dapat
berupa tes fungsi paru-paru, bersamaan dengan tes lain untuk membantu
menentukan penyebab rendahnya tingkat saturasi oksigen.

3.5 Mekanisme
Mula-mula hipoksia menyebabkan fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP oleh
mitokondria. Penurunan ATP merangsang fruktokinase dan fosforilasi,
menyebabkan glikolisis aerobic. Glikogen dapat menyusut, asam laktat dan fosfat
anogranik terbentuk sehingga menurunkan pH intrasel.

Pada saat istirahat rata-rata laki-laki dewasa membutuhkan kira-kira 225-250 ml


oksigen permenit, dan meningkat sampai 10 kali saat beraktifitas. Jaringan akan
mengalami hipoksia apabila aliran oksigen tidak kuat dalam memenuhi kebutuhan
metabolism jaringan, hal ini dapat terjadi kira-kira 4-6 menit setelah ventilasi
spontan berhenti.

Berdasarkan mekanismenya, penyebab hipoksia jaringan dibagi dalam 3 kategori:


1. Hipoksemia arteri
2. Berkurangnya aliran oksigen karena adanya kegagalan transport tanpa adanya
hipoksemia arteri.
3. Penggunaan oksigen yang berlebihan di jaringan

Jika aliran oksigen ke jaringan berkurang, atau jika penggunaan berlebihan di


jaringan maka metabolisme akan berubah dari aerobik ke metabolisme untuk
menyediakan energi yang cukup untuk metabolisme. Apabila ada ketidak
seimbangan akan mengakibatkan produksi asam laktat berlebihan menimbulkan
asidosis dengan cepat, metabolisme seluler terganggu dan mengakibatkan kematian
sel.

15
Pemeliharaan okseginasi jaringan tergantung pada 3 sistem organ:
1. System kardiovaskular
2. Hematologi
3. Respirasi

Walaupun pada hipoksemia biasanya berhubungan dengan rendahnya PaO2 yang


merupakan gangguan fungsi paru, namun kegagalan pengangkutan oksigen dapat
disebabkan oleh kelainan sistem kardiovaskular atau sistem hematologi.

3.6 Komplikasi
Hipoksia yang terlambat diatasi dapat mengakibatkan kerusakan sel, jaringan,
maupun organ, dan dapat menyebabkan kematian.Namun hipoksia yang ditangani
dengan pemberian oksigen juga dapat menimbulkan komplikasi. Pemberian oksigen
secara berlebihan justru dapat meracuni jaringan tubuh (hiperoksia). Hal ini bisa
menyebabkan:
1. Katarak
2. Vertigo
3. Kejang
4. Perubahan perilaku
5. Pneumonia

3.7 Penanganan
Pertolongan pertama ketika menghadapi hipoksia dengan melakukan tindakan ABC,
Air way, breathing dan circulation.

Air way adalah membebaskan jalan nafasnya, misalnya melonggarkan pakaian pada
daerah dada, memberikan ruang yang nyaman untuk bernafas, atau membawanya
ketempat yang lebih rendah. Karena semakin tinggi suatu empat, semakin tipis
oksigennya.

Selanjutnya breathing dengan memberikan nafas buatan, dan Circulation adalah


menormalkan denyut jantung atau memberi CPR (Cardiopulmonary resuscitation)

Penanganan yang dapat dilakukan penderita hipoksia:


1. Pemberi oksigen
Memberikan oksigen kedalam sarularan pernafasan dengan alat bantu oksigen
2. Turun segera
Apabila berada diketinggian, turun dengan segera
3. Istirahat diketinggian yang sama
Diharapkan terjadinya Proses aklimentasi (penyesuaian oksigen)
4. Terapi oksigen hiperbarik
Meningkatkan kekuatan difusi oksigen, sehingga meningkatkan ketersediaan
oksigen ke jaringan
5. Istirahat dan minum obat accatazolamade
Dengan obat accatazolamatade dapat menghilangkan dalam 12-24 jam dan
disertai istrahat yang cukup.

16
LO 4. Memahami dan Menjelaskan Hipotermia
4.1 Pengertian
Hipotermia adalah suatu kondisi mana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu
kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin, Hipotermia juga dapat didefinisikan
sebagai suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 °C. Tubuh manusia mampu mengatur
suhu pada zona termonetral, yaitu antara 36,5-37,5 °C. Lokasi pengukuran suhu inti
tubuh mencakup rektal, esofageal, atau membran timpani yang dilakukan secara
benar.

4.2 Penyebab
1. Berada di Lingkungan yang dingin terlalu lama
2. Adanya gangguan atau penyakit yang di derita (diabetes mellitus, gagal jantung,
Alzheimer)
3. Penggunaan obat-obatan (alkohol, barbiturat, insulin)
4. Dehidrasi
5. Tidak memakai pakaian yang tepat saat mendaki
6. Memakai pakaian basah terlalu lama

4.3 Gejala
Gejala hipotermia bervariasi, tergantung kepada tingkat keparahannya. Berikut ini
merupakan gejala hipotermia dari yang ringan hingga berat:
1. Hipotermia Ringan (34-36℃)

Gejala yang terjadi pada penderita hipotermia ringan adalah menggigil secara
hebat, terutama pada ekstremitas; sulit berjalan dan berbicara; mengalami
pernapasan dengan frekuensi lebih dari 24 kali per menit (takipnea); denyut
jantung berdetak lebih cepat daripada denyut jantung normal (takikardi);
pernapasan cepat dan biasanya dangkal (hiperventilasi); berkemih terus-
menerus karena “cold diuresis”.

2. Hiportemia Sedang (28-32℃)

Gejala yang dialami penderita hipotermia sedang adalah nadi berkurang,


pernapasan pelan dan dangkal, berhenti menggigil, refleks melambat,
kehilangan daya untuk mengenal lingkungan (disorientasi), gangguan pada
detak jantung atau irama jantung (aritmia).

3. Hipotermia Berat (< 28℃)

Gejala pada penderita hipotermia berat adalah tekanan darah menjadi rendah
(hipotensi), nadi lemah, edema paru, koma, aritmia ventrikel, dan henti jantung.

Gejala lainnya ialah:

 Kulit pucat dan terasa dingin ketika disentuh


 Mati rasa
 Menggigil
 Respons menurun
 Gangguan bicara

17
 Kaku dan sulit bergerak
 Penurunan kesadaran
 Sesak napas

4.4 Diagnosa
Seseorang dapat dipastikan menderita hipotermia melalui gejala atau tanda yang
terlihat secara fisik. Akan tetapi, mengingat seringkali seseorang tidak menyadari
bahwa dirinya menderita hipotermia, maka pemeriksaan darah juga dapat membantu
mengonfirmasi hipotermia dan tingkat keparahannya.

4.5 Mekanisme
Mekanisme terjadinya hipotermia sama dengan mekanisme kehilangan panas tubuh.
Kehilangan panas tubuh dapat terjadi melalui beberapa proses, yaitu radiasi,
konduksi, konveksi, dan evaporasi. Berikut penjelasannya:
1. Radiasi. Semakin dingin suhu lingkungan di sekitar Anda, maka semakin besar
pula panas tubuh yang akan Anda keluarkan (radiasi). Tubuh manusia
menghasilkan panas yang diradiasi melalui kulit. Panas tersebut diradiasi dari
kulit ke pakaian, lalu ke lingkungan di sekitar Anda. Dengan menggunakan
pakaian yang tepat, Anda dapat meminimalisir kehilangan panas tubuh, juga
mencegah kehilangan panas tubuh melalui proses lain.
2. Konduksi. Proses ini terjadi ketika Anda bersentuhan secara langsung dengan
objek atau permukaan yang basah. Air dapat menghilangkan panas pada tubuh
Anda 25 kali lebih cepat ketimbang angin.
3. Konveksi. Konveksi adalah proses dimana panas tubuh hilang terbawa oleh
hembusan angin atau air yang bersentuhan langsung dengan kulit.
4. Evaporasi. Ketika keringat pada kulit atau pakaian Anda yang basah menguap,
maka pada saat itu Anda sedang kehilangan panas tubuh. Proses ini
menggambarkan kehilangan panas tubuh melalui perubahan cairan menjadi
gas, atau yang disebut dengan evaporative heat loss. Pakaian yang lembab
dapat menyebabkan meningkatnya kehilangan panas tubuh melalui proses
konduksi, dan evaporasi.
4.6 Komplikasi
a. Hipotermia ringan (32 – 35 ˚C)

 Takikardi
 Takipnea
 Hiperventilasi
 Sulit berjalan dan berbicara
 Mengigil
 Sering berkemih karena “cold diuresis”

b. Hipotermia sedang (28 – 32 ˚C)

 Nadi berkurang
 pernapasan dangkal dan pelan
 berhenti menggigil
 reflex melambat

18
 pasien menjadi disorientasi
 sering terjadi aritmia

c. Hipotermia berat (di bawah 28˚C)

 hipotensi
 nadi lemah
 edema paru
 koma
 aritmia ventrikel
 henti jantung

4.7 Penanganan
 Memberikan pakaian yang hangat
 Memberikan minuman yang hangat
 Memakai selimut
 Berpindah tempat yang lebih kering dan hangat

19
Daftar Pustaka

 http://repository.unimus.ac.id/860/3/BAB%20II.pdf
 http://repository.ump.ac.id/189/3/BAB%20II_Wahyu%20Tri%20W..pd

20

Anda mungkin juga menyukai