Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II SISTEM ENDOKRIN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPOTIROID

Disusun oleh:

Kelompok III

1. Dewi Alpina (C1814201063)

2. Dewi Livia Pabaru’ (C1819201064)

3. Elisabet Ganur (C1814201065)

4. Faustino Atbar (C1814201066)

5. Febe Meiske (C1814201067)

Tingkat II B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2019/2020
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid terletak didepan trakea, di bawah kartilago krikoid dan
berbentuk seperti kupu-kupu dengan berat sekitar 20 gram. Kelenjar tiroid
diperdarahi oleh arteri tiroid superior yang merupakan cabang dari arteri karotid
ekterna dan arteri tiroid inferior. Kelenjar ini memiliki 2 lobus yang dihubungkan oleh
jaringan tipis yang disebut istmus. Secara mikroskopis, lobus tiroid mempunyai 3
jenis sel yaitu folikel, sel folikular dan sel parafolikuler. Sel-sel folikel merupakan
tempat untuk menyimpan dan menyediakan bahan-bahan untuk produksi hormon
tiroid seperti yodium, protein yang diebut tiroglobulin. Sel folikuler meghasilkan
hormon Tiroksin (T4), dan Triodotiroinin (T3), sedangkan sel parafolikuler mensekresi
kalsitonin atau Tirokalsitonin. Hormon-hormon ini tersusun atas unsur yodium dan
tirosin.

Normalnya kelenjar tiroid mensekresi 90% T4 dan 10% T3. Pada jaringan
tubuh seperti ginjal, hati dan limpa 80% T4 dan akan diubah menjadi T3 untuk
dipergunakan dalam proses metabolisme. Hormon tiroid adalah hormon yang larut
dalam lemak, dan di plasma 99% terikat oleh thyroid-binding globulin. Di antara
kedua hormon tersebut , T3 memiliki efek tercepat dijaringan target karena hanya
memerlukan waktu tiga hari untuk mencapai efek tertinggi, sedangkan T 4
memerlukan sebelas hari (maka disebut sebagai bentuk inaktif).
Hormon tiroid memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1. Meningkatkan metabolisme, konsumsi karbohidrat, dan densitas serta
ukuran mitokodria.
2. Membantu aklimatisasi di lingkungan dingin dengan meningkatkan
metabolisme (produksi panas adalah hasil dari metabolisme
3. Meningkatkan transkipsi dan translasi DNA
4. Meningkatkan sisntesis protein tetapi juga memiliki efek katabolik protein
5. Memacu pertumbuhan, untuk itu dibutuhkan dalam pertumbuhan normal
anak-anak.

Pada akhirnya, hormon tiroid berfungsi untuk memacu peningkatan sekresi


organ endokrin lainnya. Hormon tiroid dibentuk dalam epitelium folikel yang berisi
glikoprotein tiroglobulin. Tiroglobulin dapat berisi lima atau enammolekul hormon
tiroid. Yodium dari makanan penting untuk pembentukan normal hormon tiroid.
Yodium dioksidasi dalam folikel dan bergabung dengan residu tirosin (T1) dan
tiroglobulin. Tirosin yang teryodinasi berpasangan dan molekuler tiroglobulin terpisah
membentuk T2,T3,dan T4. Hormon yang sudah matang dilepaskan dengan digesti
tiroglobulin, dan mendaur ulang yodium yang tak terpakai, T1 dan T2. Pelepasan
hormon tiroid diatur oleh umpan balik negatif T4 pada pelepasan TSH di hipofisi
anterior. TSH menstimulasi proteolisis dari tiroglobulin, melepaskan T 3 dan T4. TSH
juga menstimulasi ambilan yodium oleh tiroid untuk pembentukan hormon tiroid yang
baru, meningkatkan aktivitas sel kelenjar, dan meningkatkan sintesis hormon tirosin.
Pelepasan TSH dikontrol oleh hormon hypothalamus , tripeptide thyrotropin releasing
hormones (TRH). Paparan terhadap dingin adalah stimulus yang poten untuk
pelepasan TRH, tetapi siklus umpan balik dari efek temperatur terhadap pelepasan
TRH masih belum diketahui (Joyce M.B. dan Jane H. Hawks,2014).

1. Sintesis Dan Mekanisme Umpan-balik Kelenjar Tiroid


Kelenjar hipotalamus menyekresikan hormon hipofisiotropik thyrotropin-
releasing hormone (TRH) yang merangsang kelenjar hipofisis menyekresikan
thyroid-stimulating hormone (TSH). Sekresi dari hormon TSH mengendalikan
sekresi hormon tiroid dari kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid terlebih dahulu membentuk
hormon tiroid dari bahan baku iodium yang diserap dari intestinal dalam bentuk
iodida. Setelah iodida masuk ke kelenjar tiroid, ion di-trapping dan ditranspor menuju
membran apikal dari sel folikular tiroid, dimana iodida akan dioksidasi menjadi iodium
oleh enzim tiroid peroksidase dan hidrogen peroksida. Atom iodin reaktif
ditambahkan ke residu tirosil tertentu di dalam tiroglobulin (Tg), sebuah protein
dimerik besar yang terdiri dari 2769 asam amino. Iodotirosin di dalam Tg kemudian
dipasangkan (proses coupling) melalui hubungan eter dalam sebuah reaksi yang
juga dikatalisis oleh TPO. Iodida melekat ke posisi 3 molekul tirosin tiroglobulin untuk
menghasilkan monoiodotirosin (MIT). MIT kemudian teriodinasi di posisi (+) untuk
menghasilkan diiodotirosin (DIT).Baik T 4 atau T 3 dapat diproduksi lewat
reaksi ini, tergantung jumlah atom iodin yang terdapat dalam iodotirosin. Dua
molekul DIT bergabung membentuk tiroksin (T4), produk utama reaksi coupling atau
satu molekul MIT dan satu DIT bergabung untuk membentuk
triiodotironin( T 3 ) . S e j u m l a h kecil reserver T3
( r T 3 ) d i b e n t u k m e l a l u i k o n d e n s a s i D I T d a n M I T . S e t e l a h coupling,
Tg dikembalikan ke dalam sel tiroid, dimana ia diproses di
d a l a m l i s o s o m u n t u k melepaskan T3 dan T4. Mono dan diiodotirosin (MIT, DIT)
yang tidak berpasangan dideiodinasi oleh enzim dehalogenase, dengan
demikian terjadi pengolahan kembali beberapa iodida yang tidak
dikonversi menjadi hormon tiroid. Lebih dari 90% hormon tiroid yang
dibebaskan dari kelenjar adalah T4. produk sekresi sisanya adalah T3 dan
sejumlah kecil senyawa inaktif reverse T3 (rT3).

Jumlah tertentu dari T3 dan T4 dalam darah merangsang umpan balik ke kelenjar
hypothalamus dan hpofisis. Umpan balik terutama terjadi di kelenjar hipofisis. Karena
T4 mengalami deiodinasi menjadi T3 di kelenjar hipofisis. Di kelenjar hipofisis, T3
,merupakan efektor terakhir yang memerantai mekanisme umpan balik negatif
B. Defenisi
Hipotiroidisme adalah keadaan defisiensi hormon tiroid (TH) yang
menyebabkan metabolisme tubuh berjalan lambat , penuruan produksi panas, dan
penurunan konsumsi oksigen di jaringan. Aktivitas yang lambat di kelenjar tiroid
mungkin sebagai akibat disfungsi tiroid primer, atau kejadian sekunder akibat
disfungsi hipofisis anterior. (Joyce M.B. dan Jane H. Hawks,2014).Penyebab
penyakit ini umumnya adalah penyakit autoimun, operasi pengangkatan tiroid, dan
terapi radiasi. Hipotiroidime juga disebut sebagai suatu keadaan klinis yang
diakibatkan karena kekurangan hormon tiroid yag berdampak pada perlambatan
semua proses metabolisme, disfungsi tiroid yang disebabkan oleh kegagalan kelejar
hipofisis dan hipothalamus disebut hipotiroidisme sntral. Apabila defisiensi tiroid
terjadi akibat autoimun disebut tiroiditis Hashimoto. Jika terjadi sejak lahir disebut
kretinisme. Kretinisme dapat terjadi akibat defisiensi yodium selama kehamila, obat
antitiroid yang digunakan selama kehamilan dan defek pada perkembangan
embrionik.(Kowalak,J.P.,dkk.,2011; Greenspan, F.S dan Gardner, D.G.,2004).
C. Klasifikasi
Menurut Ari Sutjahjo (2006) hipotiroidisme diklasifikasikan sebagai berikut;
1. Primer (karena kegagalan kelenjar tiroid)
a. Goiter , pada tiroiditis Hashimoto, dan dapat juga terjadi pada fase
penyembuhan setelah tiroiditis, juga pada pasien dengan defisiansi
yodium.
b. Non-goiter, akibat dekstruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian
yodium radioaktif atau radiasi eksternal, dan obat antiaritmia
amiodaron.
2. Sekunder, hipotiroidisme karena kegagalan hipofisis (menurunkan TSH
dan T4 bebas).
3. Tersier hipotiroidisme karena kegagalan hypothalamus (menurunkan
TRH)
D. Etiologi
Peyebab hipotiroidisme yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah tiroidisme otoimun (tiroiditis Hashimoto), di mana sistem imun meyerang
kelenjar tiroid (Tonner & Schlechte, 1993). Hipotiroidisme juga sering terjadi pada
pasien dengan riwayat hipertiroididme yang mejalani terapi radioiodium,
pembedahan, atau preparat antitiroid. Kejadian ini paling sering dijumpai pada wanita
lanjut usia. Terapi radiasi untuk penanganan kanker kepala da leher kini semakin
sering menjadi penyebab hipotiroidisme pada lansia laki-laki; karena itu,
pemeriksaan fungsi tiroid dianjurkan bagi semua pasien lansia laki-laki; karena itu,
pemeriksaan fungsi tiroid dianjurkan pada semua pasien yang mejalani terapi
tersebut. Hipotiroid lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria, kira-kira dengan
perbandingan 4 : 1 dan pada usia di antara 30 sampai 60 tahun. Lebih dari 95%
penyebab hipotiroid adalah karena kelainan kelenjar tiroid (penyakit primer).
(Donna,2010).
Hipotiroid terjadi karena penyebab primer (gangguan pada kelenjar tiroid)
penyebab sekuder (kelainan pada kelejar hipofisis), dan penyebab tersier (kelainan
pada kelenjar hypothalamus).
1. Penyebab primer
a. Penyakit autoimun
Penyakit autoimun yang paling sering terjadi hipotiroid adalah pada
tiroiditid Hashimoto. Kebanyakan karena faktor genetik yang
diwariskan, penyakit ini disebabkan arena malfungsi dari sistem imun.
Pada keadaan normal sistem imun diproduksi untuk melindungi tubuh
dari benda asing atau microorganisme yang mengancam tubuh,
namun pada hasimoto tiroiditis justru merusak sel-sel dan jaringan
tiroid sehingga produksi hormon tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Kelenjar tersebut menyebabkan penurunan HT
disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif
yang minimal. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tioid sering kali
membesar dan hipotiroid terjadi beberapa bulan kemudian akibat
rusakya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
b. Cacat kongenital tiroid (kreatinism)
Kongenital hipotiroid mempunyai insiden 1 diantara 4000 kelahiran.
Bayi prematur yang terpapar atiseptik yodium dapat menimbulkan
hipotiroid (Ducan,2004). Terapi tiroksin secara progresif dapat
meghasilkan perkembangan normal.
c. Post terapi (pada terapi radioiodin, tiroidektomi)
Baik yodium radioaktif maupun pembedahan pada kelenjar tiroid
cenderung menyebabkan penurunan produksi hormin tiroid sehingga
akhirnya memicu hipotiroid. Terapi karsinoma seperti tiroidektomi,
pemberian obat penekan TSH, atau terapi radioiodium dapat
menghancurka jaringan tiroid sehingga kadar hormon TSH akan
menurun dan menyebabkan hipotiroid. Karsinoma tiroid dapat
disebabkan karena defisiensi yodium, yang merangsag poliferasi dan
hipeplasia sel tiroid dan pajanan radiasi terutama pada saat masa
anak-anak.
d. Obat-obatan
Obat-obatan seperti thionamide, lithium, amiodarone, dan interferon
alpha paling mungkin memicu hipotiroid pada pasie yang memiliki
kecenderungan genetik untuk peyakit autoimun.
e. Asupan yodium yang kurang pada prenatal dan post natal
f. Penyakit inflamasi kronis seperti amiloidosis, sarkoidosis.
2. Penyebab sekunder
Hipotiroid yang disebabkan kerena berkurangnya atau tidak
adekuatnya stimulasi dari hormon tiroid stimulating hormon (TSH) yang
dihasilkan oleh hipofisis sedangkan keadaan kelejar tiroid normal
sehingga pada penurunan kadar TSH. Pada keadaan ini dapat
menimbulkan resistensi perifer terhadap hormon tiroid.
3. Peyebab tersier
Hipotiroid ini juga disebut sentral hipotiroid, karea kerusakannya
berasal dari hypothalamus yang tidak mampu memproduksi thyroid
releasing hormone (TRH) sehingga tidak mampu menstimulasi hipofisis
untuk memproduksi TSH, jika keadaan ini terjadi maka kedua kadar
hrmon TSH dan TH rendah dalam erum. Penyebab tersier misalnya pada
tumor atau kerusakan pada hypothalamus. Hipotiroid yang disebabkan
oleh malfungsi hypothalamus aka menyebabka renndahnya kadar HT,
TSH, dan TRH. Lebih jelasnya pada dilihat pada tabel berikut ini.
Penyebab TRH TSH T3 dan T4 Goiter
Hypothalamus Rendah Rendah Rendah Tidak ada
Hipofisis anterior Tinggi Rendah Rendah Tidak ada
Kelenjar tiroid Tinggi Tinggi Rendah Ada
Kurang yodium Tinggi Tinggi Rendah Ada
Tidak ada efek pada Goiter yang disebabkan oleh
Hypothalamus dan Hipofisis aterior karena kelenjar tiroid tidak
distimulasi secara berlebihan.

E. Patofisiologi
Kelenjar tiroid membutuhkan yodium untuk sitesis dan sekresi hormon tiroid:
T4, triiodotironin (T3), dan tirokalsitonin (kalsitonin). Produksi hormon tiroid
bergantung pada sekresi TSH dari hipofisis anterior dan asupan adekuat dari protein
dan yodium. Hypothalamus mengatur sekresi TSH. Penurunan kadar hormon tiroid
menyebabkan penurunan seluruh metabolisme basal. Penuruna metabolisme
diseluruh tubuh menyebabkan achlorhydria (penurunan sekresi asam hidroklorik/HCI
di lambung), penurunan motilitas saluran pencernaan, bradikardi, penurunan fungsi
neurologi, dan penurunan produksi panas pada temperatur tubuh basal. Sekresi
hormon tiroid (T3 dan T4) dipegaruhi oleh TSH dan TRH bila terjadi penurunan kadar
hormon tiroid (T3 dan T4 turun), maka tidak ada umpan balik negatif dari kelenjar
tiroid le TSH. Akibatnya TSH akan tetap diproduksi dalam jumlah berlebihan dan
kelenjar tiroid bekerja keras untuk mengatasi kekurangan (T3 dan T4) , sehingga
akhirnya terjadi hipertrofi atau pembesaran kelenjar tiroid. Penurunan hormon tiroid
akan berdampak pada seluruh proses metabolisme tubuh. Pada hipotiroid akibat
malfungsi hipofisis maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar
TSH, TRH dari hypothalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik
dari TSH maupun HT.
Perubahan paling sering akibat penurunan hormon tiroid adalah efek
terhadap metabolisme lemak. Reduksi ini meningkatkan kolesterol dan kadar
trigliserida yang menyebabkan resiko aterosklerosis, arteriosklerosis, dan penyakit
jantung koroner meingkat pada klien hipotiroidisme. Oleh karena hormon tiroid
memainkan peran penting pada produksi sel darah merah, orang dengan
hipotiroidisme menunjukka gejala anemia, serta kemungkinan defisiensi vitamin B12
dan asam folat.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi hipotiroidisme bergantung pada tipe, apakah ringan, berat
(mixedema), atau sangat kompleks (koma mixedema).
1. Hipotiroidisme ringan
Klien dengan hipotiroid yang ringan (bentuk palig umum) mungkin bisa
asimptomatik atau mungkin mengalami manifestasi samar yang mungkin
tidak terdeteksi seperti kedinginan, letargi, kulit kering, sering lupa, depresi,
dan berat bertambah. Konstipasi akibat peristaltik yang rendah dan
aktivitas tubuh yang kurang mugkin juga dilaporkan. Pada hjpotiroidisme
yang memburuk, kelenjar tiroid membesar sebagai usaha mengompensasi
untuk meningkatkan produksi T4.Umumnya, klien akan mencari saran
medis ketika goiter tumbuh membesar dan terlihat di leher. Tes diagnostik
untuk hipotiroidisme dapat menegaskan penemuan klinis hipotiroidisme
dan penurunan aktivitas tiroid. Kadar serum TSH akan meningkat dan
asupan yodium radioaktif aka menurun.
2. Mixedema
Mixedema dapat terjadi pada klien hipotiroidisme yang tidak terdiagnosis
atau tidak diobati secara adekuat dan mengalami tekanan seperti infeksi,
penggunaan obat, kegagalan respirasi, gagal jantung, dan trauma.
Mixedema ditandai dengan kulit kering, bengkak tipe lilin dengan deposit
mucin abnormal di kulit dan jaringan lainnya. Edemanya adalah tidak ada
pitting edema dan lebih sering pada daerah pretibial dan daerah muka.
Klien dengan mixedema mungkin juga memiliki hiperkolterolemia,
hiperlipidemia, dan proteinemia sebagai akibat perubahan dalam sintesis
T4, mobilisasi, dan degradasi lipid serum. Kadar lipid meningkat bisa
berkontribusi pada masalah jantung nantinya. Dilusioal hiponatremia dapat
terjadi akibat kegagalan ekskresi air karena penurunan pengantaran
natrium dan volume ke tubulus renalis bagian distal akibat penurunan
aliran darah ginjal.
3. Koma mixedema
Komplikasi paling berat hipotiroidisme adalah koma mixedema, kondisi
yang dengan proporsi kematian mendekati 100%. Status
kegawatdaruratan ditandai dengan penurunan drastis laju metabolisme,
hipoventilasi yang berlanjut ke asidosis respiratorik, hipotermia, hipotensi.
Komplikasi lainnya termasuk hiponatremia, hiperkalsemia,dan intoksikasi
air. Keadaan tersebut dapat dipicu oleh stres akibat tindakan bedah atau
infeksi, atau gagal dalam pengobatan tiroid.

Tanda dan gejala hipotiroid pada sistem tubuh manusia akan dijelaskan
sebagai berikut (Greenspan,F.S dan D.G. Gardner,2004; Anwar, Ruswana,2005;
Kowalak,J.P.,dkk,2011; Khandelwal, D. Dan N. Tandon,2012; Tarwoto.,dkk, 2012;
Nur A. dan Ledy M.Aridiana,2016)

1. Pada kreatinisme didapatkan tanda dan gejala seperti retardasi mental,


tubuh pendek, bentuk wajah dan tangan bengkak/gemuk akibat infiltrasi
kulit dengan degan air dan molekul karbohidrat. Sementara pada bayi
dengan hipotiroidisme ditemukan kelemahan otot sehingga bayi tidak
bisa duduk tanpa bantuan, perut membesar, hernia umbilikalis, kesulitan
bernapas, sianosis, jaundis, tidak mau menyusu dan suara tangisan
serak.
2. Sistem neurologis.
Pada sistem neurologis didapati tanda-tanda letargi, bicara lambat,
suara kasar dan parau, monoton, bicara tidak jelas, kerusakan memori,
kognisi lambat, perubahan kepribadian (puas dengan diri sendiri ,
tumpul, apatis), mudah tersinggung, nistagmus, nigtalopia, kehilangan
pendengaran perspektif, tremor, refleks tendon profunda lambat,
parestesia, ataksia, somnolen dan sinkop.
3. Sistem muskuloskeletal.
Otot kaku/sakit, nyeri sendi, kelemahan otot, karam, parestesia, letih,
cepat lelah (karena penurunan basal metabolik rate (BMR). Pada tulang
terjadi penurunan pergerakan, meningkatnya densitas tulang,
menurunnya formasi tulang dan reabsorpsi biasanya sering dijumpai
sebagai tanda-tanda kelainan pada sistem muskuloskletal.
4. Sistem kardiovaskular.
Adanya intoleransi terhadap dingin, keringat berkurang, tekanan darah,
nadi dan suhu rendah, bunyi jantung berkurang, nyeri prakordial,
pembesaran jantung, peningkatan resistensi vaskuler perifer, disritmia,
hipotensi dan penurunan curah jantung.
5. Sistem respirasi.
Penurunan RR, hiperkapnia ventilasi, kelemahan otot pernapasan,
retensi CO2 pada hasil AGS, suara serak dan sesak napas saat
beraktivitas merupakan gejala yang sering dijumpai.
6. Sistem gastrointestinal
Menurunnya peristaltik usus, anoreksia, asites, peningkatan berat
badan, konstipasi, penurunan metabolisme protein, peningkatan serum
lipid, keterlambatan glukosa uptake, penurunan absorpsi glukosa.
7. Sistem integumen
Kulit kering, pucat, bersisik dan kasar, rambut rontok dan tipis, kuku
rapuh tumbuh lambat dan tebal. Sering juga ditemui adanya edema
non-pitting (tangan, kaki ,periorbital) dan tidak tahan dingin.
8. Sistem reproduksi.
Pada sistem reproduksi akan dijumpai tanda-tanda seperti menoragia,
metroragia, amenore (tidak menstruasi), penurunan libido, penurunan
fertilitas, aborsi spontan, dan impoten.
9. Sistem perkemihan.
Retensi cairan, penurunan output urin, meningkatnya total bodi water,
dulusi hiponatremia, menurunnya produksi eritropoetin.
10. Pada hipotiroid berat disertai mixedema.
Hipoteroid berat yang diserati mixedema akan ditemui tanda seperti kulit
menjadi tebal karena penumpukan mukopolisakarida, berat badan naik
tanpa peningkatan asupan makan, wajah tanpa ekspresi dan mirip
topeng, muka tangan dan kaki sembap, kulit kasar dan kering, serta
edema periorbital. Mengeluh dingin walaupun dalam lingkungan yang
hangat, peningkatan kolesterol, aterosklerosis, penurunan frekuendi HR,
pembesaran jantung (jantung miksedema), serta penurunan curah
jantung dan anemia.
11. Pada hipotiroid lanjut terjadi dimensia atau gangguan kognitif, gangguan
kepribadian, kelemahan otot pernapasan, bicara lambat, depresi,emosi
labil dan koma.
12. Anemia.
Ada 4 mekanisme yang menyebabkan anemia pada hipotiroidisme,
yaitu:
a. Gangguan sintesis hemoglobin akibat defisiensi T4 (tiroksin)
b. Defisiensi besi akibat gangguan absorpsi zat besi oleh usus,
kehilangan zat besi akibat monoragia
c. Defisiensi folat akibat gangguan absorpsi folat oleh usus
d. Anemia pernisiosa dan megaloblastik akibat autoimun atau
miksedema
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan LAB
a. TSH test, merupakan test yang paling sensitif terhadap indikasi
hipotiroidisme. Test TSH didasarkan pada cara kerja hormon TSH dan
tiroid yang bersama-sama. Kelenjar hipofisis meningkatkan produksi
TSH ketika tiroid tidak cukup membuat hormon tiroid. Tiroid biasanya
merespon dengan memproduksi TSH lebih banyak. Kemudian ketika
tubuh memiliki cukup hormon tiroid yang beredar dalam darah,maka
akan menurunkan output TSH. Pada orang yang memproduksi
hormon tiroid yang terlalu sedikit, hipofisis memproduksi TSH terus-
menerus, berusaha untuk mendapatkan tiroid menghasilkan hormon
lebih bayak. Oleh karena itu pada pasien dengan hipotiroid TSH akan
meningkat. Pada pemeriksaan TRH juga meningkat.
b. Serum T4 dan T3 menurun terutama T4. Berikut nilai nromal dari
pemeriksaan fungsi tiroid:
Pemeriksaan Nilai Normal pada Dewasa
TSH 0,5-5 mlU/L
T4 Serum 4,5-11,5 µg/dl(58,5-150 nmol/L
T3 Serum 70-220 ng/dl (1,15-3,10 nmol/L

c. Tes antibody tiroid (dilakukan untuk mengonfirmasi adanya tiroiditis


kronis
d. Peningkatan kolesterol
2. Pemeriksaan USG, serial mendeteksi perubahan tiroid dari waktu ke
waktu dan mendeteksi abnormalitas struktural.
3. CT dan MRI, mendeteksi lesi pada hipofisis atau hypothalamus,
menyebabkan hipotiroidisme sekunder.
4. EKG menunjukkan berbagai derajat bradikardia.
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan dari hipotiroid adalah pemenuhan hormon tiroksin,
menghilangkan gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.
1. Farmakologi
a. Pemberian Natrium Levotiroxin adalah preparat utama sebagai terapi
pengganti hormon tiroid yang harus dikonsumsi seumur hidup agar
hipotiroidisme dapat dikembalikan secara permanen. Dosis mungkin
bervariasi sesuai umur klien, keparahan hipotiroidisme, kondisi
medis keseluruhan (khususnya penyakit jantung), dan respons
terhadap terapi medis pada inisial terapi. Anak-anak dan lansia
memerlukan dosis lebih kecil,
b. Vasopresor digunakan untuk mejaga perfusi jaringan
c. Levotiroxin sodium (synthroid) diberikan intravena dengan glukosa
dan kortikosteroid. Sodium liothyronine (cytomel), terapi pengganti T3
d. Operasi/pengangkatan tiroid (tiroidektomi)
2. Non-farmakologi
a. Dukung nutrisi, makan yang banyak mengandung yodium seperti
ikan laut dan sayuran hijau.
b. Pertahankan kepatenan jalan napas, pemberian oksigen dan
pemberian intravena
c. Klien dijaga hangat, tanda vital harus selalu dimonitor sampai
keadaan klinis kembali.

Konsep Dasar Keperawatan Klien Hipotiroid

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat keluarga dengan faktor genetik, penyakit tiroid dan kanker
b. Riwayat kesehatan sekarang : riwayat penyakit tiroid yang dialami, adanya
tumor, riwayat trauma kepala, infeksi, riwayat oengunaan obat-obatan seperti ;
thionamide, lithium, amiodarone, interferon alpha.
2. 11 Pola gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien cemas dengan penyakitnya, dan keadaan kesehatannya yang berubah,
pasien tidak memeriksakan kesehatan secara teratur.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada pasien hipotiroid terjadi gangguan metabolik yaitu berat badan menurun
meskipun nafsu makan meningkat.
c. Pola aktivitas dan latihan
Pasien mampu mandi, berpakaian, eliminasi, dan mobilisasi ditempat tidur
sendiri. Cepat mengalami kelelahan dan paralisis saat melakukan aktivitas berat.
d. Pola istirahat dan tidur
Pada pasien tiroid mengalami peningkatan waktu tidur menjadi 14- 16 jam/hari
e. Pola eliminasi
Pasien dapat mengalami diare ataupun konstipasi akibat menurunnya peristaltik
usus, dan jarang berkeringat.
f. Pola kognitif perseptual
Pasien dalam keadaan sadar, bicara kurang jelas, pendengaran dan penglihatan
normal.
g. Pola peran hubungan
Kemampuan sosialisasi pasien terganggu (pada hipotiroid berat)
h. Pola nilai dan kepercayaan
pasien percaya bahwa segala sesuatunya sudah diatur oleh Tuhan
i. Pola konsep diri
Terjadi peningkatan berat badan, kulit kering, rambut yang mulai menipis
j. Pola seksual reproduksi
Kemungkinan pasien mengalami penurunan libido, menstruasi tidak teratur
periode menstruasi dan gangguan kesuburan/infertil, penurunan libido, impoten
k. Pola koping
Pasien mengalami kelelahan (sering lemas), sehingga tidak mampu
mengerjakan pekerjaan secara menyeluruh.
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Penampilan umum berat badan dan tinggi badan, kadar dan distribusi
lemak, massa otot
2) Keadaan wajah; ekspresi wajah, posisi mata, dahi, rahang.
3) Leher;kesimetrisan, pembesaran, distesi vena jugularis.
4) Perubahan warna kulit; hipopigmentasi, hiperpigmentasi, adanya
petekhie, distribusi rambut, perubahan tekstur, kerontokan
5) Jari dan kuku; adanya malformasi, thicknes
6) Dada; bentuk dada dan retraksi intracosta
b. Palpasi
Palpasi keadaan trakea kelenjar tiroid, adakah pembesaran
c. Auskultasi
1) Bunyi jantung, adakah kelainan.
2) Paru-paru, adakah ronchi, roles.
3) Bising usus, penurunan jumlah dan intensitas.
B. Diagnosa
1. Penurunan curah jantung b/d gangguan frekuensi atau irama jantung
2. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
3. Konstipasi b/d kelemahan otot abdomen
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Penurunan curah jantung 1. Pengetahuan : manajemen gagal jantung 1. Perawatan jantung
b/d gangguan frekuensi a. Faktor-faktor penyebab dan faktor O:
atau irama jantung yang berkontribusi - Monitor tanda-tanda vital secara rutin
- Monitor disritmia jantung, termasuk gangguan ritme
b. Tanda dan gejala anemia
dan konduksi jantung
- Monitor respon pasien terhadap obat antiaritmia
M:
- Pastikan tingkat aktivitas pasien tidak membahayakan
curah jantung dan memprovokasi serangan jantung
- Lakukan terapi relaksasi sebagaimana mestinya
E:
- Instrusikan pasien tentang pentingnya untuk segera
melaporkan nila merasakan nyeri dada
- Instruksikan pasien dan keluarga mengenai terapi
modalitas, batasan aktibitas dan kemajuan
K:
- Sediakan terapi antiaritmia sesuai kebijakan unit
(misalnya, obat antiaritmia, kardiversi, atau defibrilasi)
sebagai mana mestinya.
- Rujuk ke program gagal jantung untuk dapat mengikuti
program edukasi pada rehabilitas jantung, evaluasi
dan dukunagn yang sesuai panduan untuk
meningkatkan aktivitas dan membangun hidup
kembali, sebagaimana mestinya
2. Nyeri akut b/d agen 1. Kontrol nyeri 1. Pemberian analgesik
cedera biologis a. Menggunakan analgesik yang O:
direkomensasikan. - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan
nyeri sebelum mengobati pasien
- Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan
analgesik narkotik pada pemberin dosis pertama kali
atau jika ditemukan tanda-tanda yang tidak biasa.
M:
- Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivias lain
yang dapat membantu relaksasi untuk memfasiltasi
penurunan nyeri
- Cek adanya riwayat alergi obat
E:
- Informasikan pasien yang mendapatkan narkotika
bahwa rasa mengantu kadang terjadi selama 2-3 hari
pertama pemberian dan selanjutnya akan menghilang
K:
- Pilih analgesik ata kombinasi analgesik yang sesuai
ketka lebih dari satu yang diberikan
- Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya terutama
pada nyeri yang berat.
2. Manajemen nyeri
O:
- Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secraa efektif
M:
- Gali bersama pasien factor-faktor yang dapat
menurunkan atau membperberat nyeri
- Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
peneriamaan pasien terhadap nyeri.
E:
- Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
- Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan nyeri
K:
- Dorong pasien untuk menggunakan obat-obat
penurun nyeri yang adekuat
- Beri tahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan pasien saat ini berubah signifikan dari
pengalaman nyeri sebelumnya.
3. Konstipasi b/d kelemahan 1. Fungsi gastrointestinal 1. Manajemen saluran cerna
otot abdomen a. Frekuensi BAB, konsistensi, warna dan O:
jumlah feses. - Monitor bising usus
b. Bising usus - Monitor adanya tanda dan gejala diare, konstipasi dan
impaksi
M:
- Berikan cairan hangat setelah makan, dengan cara
yang tepat
- Lapor berkurangnya bising usus
- Mendorong penurunan asupan makanan pembentuk
gas yang sesuai
E:
- Ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu
yang membantu mendukung keteratura (aktivitas)
usus
- Anjurkan pasien/anggota keluarga untuk untuk
mencatat warna, volume, frekuensidan konsistensi
tinja.
K:
- Masukkan supositorial rektal , sesuai dengan
kebutuhan
- Memulai program latihan latihan saluran ceran, dengan
carra yang tepat
2. Manajemen konstipasi
O:
- Monitor tanda dan gejala konstipasi
- Monitor (hasil produksi) pergerakan usus (feses)
meliputi frekuensi, konsistensi, volume dan warna,
dengan cara yang tepat.
M:
- Dukung peningkatan asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
- Buatlah jadwa untuk BAB, dengan cara yang tepat
E:
- Ajarkan pasien/keluarga untuk tetap memiliki diari
terkait dengan makanan.
- Ajarkan pasien dan keluarga mengenai proses
pencernaan.
K:
- Berikan petunjuk pada pasien untuk dapat
berkonsultasi dengan dokter jika konstipasi/impaksi
masih tetap terjadi.
- Evaluasi jenis pengobatan yang memiliki efek samping
pada gastrointestinal
- Konsultasikan dengan donter mengenai penurunan
atau peningkatan frekuensi bising usus.

C. Evaluasi
1. Terjadi peningkatan curah jantung
2. Nyeri berkurang
3. Bising usus normal 5-35 kali/menit
4. Frekuensi BAB 3kali/hari, konsistensi tidak terlalu keras atau encer
DAFTAR PUSTAKA

Black M. Joyce, Howks H. Jane. (2014).Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. buku 2 CV.
Pentasada Media Edukasi:Indonesia

Tarwoto,dkk.(2012).Keperawatan Medikal Bedah gangguan system endokrin CV Trans Info


Media : DKI Jakarta

Kowalak,P.J,W.Welsh, & B.Mayer. (2011). Buku ajar Patofisiologi. Alih Bahasa: Adriy
Hartono.EGC:Jakarta

Aini, Nur & Adriana M. Ledy (2016). Sistem Endokrin dengan pendekatan NANDA NIC NOC.
Salemba Medika :Jakarta

Doktor indonesi (2013) Penatalaksanaan Terkini Hipotiroid dan Hipotiroid


kongenital.”http://docterindonesiaonline.com/2013/08/05/penatalaksanaan-terkini-hipotiroid-dan-
hipotiroid-kongenital/(sitasi 6 mei 2015)

Khandelwak,D.& N. Tandon.(2012) Overt and Sublinical Hypotiroidism, Who to treat and How.
Departemen of Endocrinology and Metabolism. New Delhi India:All India Institute of Medical
Sciences

Moorhead, Sue, dkk.(2016).NOC.Outcomes Kesehatan.edisi kelima.Elsevier:Singapura

Bulechek, M. Gloria, dkk (2016).NIC Bahasa Indonesia.edisi keenam. Elsevier: Singapura

Anda mungkin juga menyukai