Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang mana berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “ Imunologi infeksi terhadap jamur.”
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab
itu kami mengharapkan kritik saran dari para pembaca demi kesempurnaan
makala kami ini untuk ke depannya. Mudah – mudahan makalah ini bermanfaat
bagi kita semua terutaman bagi mahasiswa dan mahasisiwi yang mengikuti
mata kuliah IMUNOLOGI II.

Bandung, April 2019

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada
manusia. Jamur tumbuh dimana saja dekat dengan kehidupan manusia, baik di
udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia sendiri.
Jamur bisa menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi manusia.
Penyakit yang disebabkan oleh jamur berasal dari makanan yang kita makan
sehari-hari, atau juga dari konsumsi jamur beracun.
Banyak orang meremehkan penyakit karena jamur, seperti panu atau kurap.
Padahal,penyakit ini bisa menular lewat persentuhan kulit, atau juga dari
pakaian yang terkontaminasi spora jamur. Banyak anggapan, penyakit panu
atau kurap sekadar masalah kosmetik. Bahkan, jamur bisa mengenai manusia
dari kepala hingga ujung kaki, dari bayi hingga orang dewasa dan orang lanjut
usia.
Menurut Jimmy Sutomo dari perusahaan Janssen-Cilag, sebagai negara
tropis Indonesia menjadi lahan subur tumbuhnya jamur. Karena itu, penyakit-
penyakit akibat jamur sering kali menjangkiti masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui jenis-jenis jamur yang menyebabkan penyakit jamur pada
manusia.
2. Mengetahui faktor terinfeksinya penyakit jamur pada manusia.
3. Mengenali mekanisme terjadinya penyakit yang disebabkan oleh jamur.

C. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, tujuan penulis adalah untuk mengetahui jenis-
jenis jamur
penyebab penyakit pada manusia, serta menjelaskan penyebab atau faktor dari
infeksi
penyakit jamur pada manusia serta cara pengobatan penyakit jamur.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi

Ilmu yang mempelajari jamur adalah mikologi (dari kata Yunani mykes yang


berarti jamur dan logos yang berarti ilmu). Mikologi dalam ilmu kedokteran ialah
ilmu yang mempelajari jamur serta penyakit yang ditimbulkan pada manusia.
Penyakit yang ditimbulkan oleh jamur. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
adalah mikosis. Mikosis yang mengenai permukaan badan yaitu kulit rambut
dan kuku, disebut mikosis superfisialis. Mikosis yang mengenai alat dalam
disebut mikosis profunda atau mikosis sistemik (Gandahusada dkk, 2004).

2. Ciri-Ciri Umum Jamur

Fungi atau jamur termasuk organisme eukariotik yang tidak berkhlorofil, bersifat
heterotrofik . Berdasarkan sumber makanannya Fungi ada yang bersifat
parasitik dan ada yang bersifat saprofitik. Fungi yang hidup parasitik mendapat
makanannya dari bahan organik yang masih menjadi bagian dari inang yang
hidup. Beberapa Fungi ini menyebabkan penyakit pada tanaman, hewan dan
manusia. Fungi yang bersifat saprofitik mendapatkan makanannya dari bahan
organik yang sudah mati . Sebagai organisme saprofitik jamur dapat
menghancurkan (menguraikan) sampah , kotoran hewan, bangkai hewan dan
bahan organik lain. Atas perannya tersebut maka jamur tergolong pengurai
(Hidayati dkk, 2009).

Beberapa fungi mampu bersimbiosis mutualisma dengan organisme lain yaitu


hidup bersama dengan organisme lain agar saling mendapatkan keuntungan,
misalnya akar dari kebanyakan tanaman mengembangkan hubungan yang
saling menguntungkan untuk membentuk mikoriza. Mikoriza mampu
meningkatkan kapasitas penyerapan nutrient dari akar tanaman.

Fungi dapat dibedakan menjadi 4 devisio yaitu :

2.1 Zygomycotina

Jamur ini hidupnya di darat, talusnya bermiselium aseptat pada jamur muda dan
berseptat pada jamur yang lebih tua. Reproduksi seksualnya melalui
gametangiogami dan menghasilkan zigospora. Contoh Mucor mucedo.
2.2 Ascomycotina

Jamur Ascomycotina mempunyai talus yang terdiri dari miselium septat.


Reproduksi seksualnya dengan membentuk askospora di dalam askus, sedang
aseksualnya dengan membentuk konidium tunggal atau berantai pada ujung
hifa khusus yang disebut konidiofor. Ada yang hidup sebagai sapro fit yang
menghancurkan sisa-sisa organik, ada pula yang parasit sehingga dapat
menimbulkan penyakit.

Gambar 5.2 Askokarp berbentuk cawan

Contoh jamur yang termasuk Ascomycotina sebagai berikut.


a. Khamir (Saccharomyces)
Kelompok ini tidak membentuk askokarp, tidak terlihat hifa yang jelas seperti
jamur-jamur lainnya. Tubuhnya terdiri dari sel bulat oval dan dapat
bertunas/membentuk kuncup sehingga membentuk rantai sel atau hifa semu. 

Khamir dapat melakukan fermentasi berbagai bahan organik, salah satu


fermentasi yang paling umum ialah fermentasi dalam pembentukan alkohol.
Menurut reaksi kimianya sebagai berikut.
Gambar 5.3 Siklus Saccharomyces cerevisiae

b. Penicillium
Jenis jamur ini menyukai habitat yang mengandung gula, seperti pada roti atau
buah yang ranum. Jamur ini tampak berwarna hijau atau kebirubiruan.
Reproduksi aseksual dengan pembentukan konidium dalam rantai pada
konidiofor tegak.

Macam spesiesnya adalah Penicillium notatum, Penicilium chryzogenum,


penghasil anti biotik. Penicillium camemberti dan Penicillium requoforti untuk
peningkatan kualitas dalam pembuatan keju, Penicilliun italicum, Penicillium
digitatum perusak buah jeruk

Aspergillus fumigatus penyebab aspergilosis (penyakit yang berbahaya pada


unggas piaraan dan liar yang menyerang saluran pernapasan). Jamur ini
tumbuh pada kotoran.

Aspergillus fumigatus, penghasil aflatoksin, yang diduga penyebab kanker hati.


Jenis ini tumbuh pada kacang tanah yang sudah tidak segar atau makanan
yang terbuat dari kacang tanah.

 Gambar 5.4
A. Aspergillus, hifa somatik dan struktur reproduktif
B. Konidiofor tanpa cabang yang menyangga rantaian konidium
C. Penicillium, konidiofor bercabang menyangga rantai konidium
2.3 Basidiomycotina

Jamur ini mayoritas memiliki tubuh buah makroskopis, sering ada di lingkungan
sekitar kita dan hutan. Ciri utama jamur ini ialah hifa septat dengan sambungan
apit (“clamp connection”), spora seksualnya basidiospora yang dibentuk pada
basidium, mempunyai satu atau dua inti sel. Hifa yang berinti satu disebut hifa
primer, sedangkan hifa yang berinti dua dinamakan hifa sekunder. Tubuh buah
ada yang seperti payung ada juga yang berbentuk lembaran berlekuk-lekuk,
jarang yang berukuran mikroskopis.

Perkembangbiakan jamur Basidiomycotina secara aseksual dengan


membentuk konidia, sedangkan secara seksual dengan membentuk spora
generatif yang disebut basidiospora. Sebagai contoh untuk mewakili
Basidiomycotina ini ialah jamur jerami (Volvariella volvacea), perhatikan
Gambar 5.5

Gambar 5.5 Jamur jerami

Berbagai contoh Basidiomycotina

1. Volvariella volvacea. Jamur ini pada umumnya tumbuh pada tumpukan


jerami yang melapuk. Bentuknya seperti payung terdiri atas tudung
(pileus, bilah-bilah/lamella) dan membentuk basidium yang menghasilkan
basidiospora. Jenis jamur ini telah banyak dikonsumsi sebagai makanan.
2. Auricularia polytricha (jamur kuping). Habitat jamur ini menempel pada
kayu-kayuan yang lapuk, bentuknya pipih berlekuk-lekuk seperti daun
telinga, warna kecokelat-an. Jamur ini telah dibudidayakan dan
dikomersialkan sebagai bahan makanan.
3. Lentinous edodes, jenis jamur ini selain dapat dikonsumsi manusia juga
dapat dipergunakan sebagai bahan obat.
4. Pleurotus, jamur kayu atau jamur tiram. Jamur ini enak untuk dikonsumsi,
habitat yang baik pada lingkungan yang mengandung banyak lignin dan
selulosa. Jamur ini telah banyak dibudidayakan dengan medium serbuk
gergaji.
5. Amanita muscaria. Jamur ini menghasilkan racun muskarin yang dapat
membunuh lalat. Hidup pada kotoran ternak.

Gambar 5.6 Contoh-contoh gambar jamur Basidiomycotina

2.4 Deuteromycotina

Jamur ini disebut juga fungi imperfecti (jamur tidak sempurna). Jamur ini hanya
diketahui cara reproduksi secara aseksual saja, yaitu dengan membentuk
blastospora (berbentuk tunas), artrospora (pembentukan spora dengan benang-
benang hifa) dan konidia. Sedangkan reproduksi seksualnya belum diketahui
dengan jelas. Tetapi jika dalam penelitian diketahui reproduksi seksualnya
biasanya akan dikeluarkan dari kelompok jamur tidak sempurna, misalnya jamur
Monilia sitophila, sebelum diketahui reproduksi seksualnya digolongkan pada
Deuteromycotina, tetapi sekarang setelah diketahui reproduksi seksualnya yaitu
dengan menghasilkan askospora didalam askus (peritesium) dikelompokkan ke
dalam Ascomycotina dan diganti dengan nama Neurospora sitophila atau
Neurospora crassa.

Namun masih ada ahli yang menggolongkan Jamur Penicillium dan Aspergillus
ke dalam Deuteromycotina dengan alasan karena tingkat konidiumnya begitu
jelas dan tidak asing lagi, meskipun tingkat seksualnya telah diketahui dengan
baik.

Ciri-ciri jamur Deuteromycotina ini antara lain hidup saprofit maupun parasit,
hifa bersekat-sekat, dinding selnya dari zat kitin, kebanyakan mikroskopis.

Beberapa contoh jamur yang belum diketahui reproduksi seksualnya antara


lain:

1. Epidermophyton floocosum, parasit pada kaki, biasanya menyebabkan


penyakit pada kaki para atlet.
2. Epidermophyton, Microsporium, Trichophyton penyebab penyakit
dermatomikosis, sasarannya ialah pada kulit, rambut, dan kuku.
3. Alternaria, parasit pada tanaman kentang.
4. Helminthosporium, parasit pada tanaman padi.
5. Colletrichum parasit pada bawang merah.

3. Habitat Jamur

Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme


lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan. Clntuk
memperoleh makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa
dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh
karena jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung pada substrat
yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya.
Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur
dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit.

a. Parasit obligat

merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya, sedangkan di
luar inangnya tidak dapat hidup. Misalnya, Pneumonia carinii (khamir yang
menginfeksi paru-paru penderita AIDS).

b. Parasit fakultatif

adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan inang yang sesuai, tetapi
bersifat saprofit jika tidak mendapatkan inang yang cocok.

c. Saprofit

merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang mati. Jamur
saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti kayu
tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur saprofit mengeluar-kan enzim
hidrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi molekul kompleks
menjadi molekul sederhana sehingga mudah diserap oleh hifa. Selain itu, hifa
dapat juga langsung menyerap bahan bahan organik dalam bentuk sederhana
yang dikeluarkan oleh inangnya.

Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang
hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga
menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis
mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur
yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau pada liken.

Jamur berhabitat pada bermacam-macam lingkungan dan berasosiasi dengan


banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada
yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air. Jamur yang hidup di air
biasanya bersifat parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes.

 
4.Beberapa Jenis Jamur Penyebab Infeksi Susunan Saraf Pusat

1. Cryptococcus neofarmans

Cryptococcus neofarmans adalah jamur seperti ragi (yeast like fungus) yang
ada dimana-mana di seluruh dunia. Jamur ini menyebabkan penyakit jamur
sistemik yang disebut cryptococcosis, dahulu dikenal dengan nama Torula
histolitica. Jamur ini paling dikenal sebagai penyebab utama meningitis jamur
dan merupakan penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas pasien dengan
gangguan imunitas. Cryptococcus neofarmans dapat  itemukan pada kotoran
burung (terutama merpati), tanah, binatang juga pada kelompok manusia
(colonized human).

Gejalanya seperti meningitis klasik yang melibatkan meningitis secara difus.


Dengan adanya AIDS, insiden cryptococcal meningitis meningkat drastis. Di
Amerika, meningitis ini termasuk lima besar penyebab infeksi oportunistik pada
pasien AIDS.

a. Mikologi

Cryptococcus neofarmans merupakan yeast like fungus. Pada jaringan yang


terinfeksi organisme ini membentuk kapsul polisakarida yang merupakan
antigenpenting yang dapat mempengaruhi tubuh host. Kapsul ini terdiri dari
empat serotipe antigen yang telah dapat diisolasi yaitu A,B,C dan D.
Berdasarkan antigen kapsul ini Cryptococcus neofarmans dibagi menjadi dua
subgroup, V.neofarmans var neofarmans (serotipe A dan D) dan C.neofarmans
var gatti (serotipe B dan C). Serotipe A merupakan serotipe yang paling sering
diisolasi dan yang terutama di Amerika. Serotipe D biasanya ditemukan di
Eropa, B dan C ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Pada pasien AIDS
serotipe yang paling sering ditemukan aialah serotipe B dan C. Serotipe B dan
C dapat pula menginfeksi manusia (nonimmunosupressant host) dan lebih
banyak menginvasi parenkim otak menyebabkan lesi massa yang disebut
toruloma. Isolasi jamur dapat dilakukan dengan membuat sediaan cairan
serebrospinal yang dicampur dengan tinta India kemudian diperiksa pada
mikroskop. Ukuran diameter yeast 4-6 μm dengan kapsul berukuran 1-30 μm.
Jika pemeriksaan ini dilakukan dengan hati-hati maka dapat positif pada lebih
kurang setengah kasus meningitis cryptococcal, dan lebih tinggi pada penderita
AIDS. Perhitungan kwantitatif pasien meningitis daro 103-107 count forming unit
(CFU) perdarahan milimeter cairan serebrospinal.

b. Patogenesis dan Patofisiologi

Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar.
Pada saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsul polisakarida yang
besar yang resisten terhadap fagositosis. Produksi kapsul distimulasi oleh
konsentrasi fisiologis karbondioksida dalam paru. Keadaan ini menyebabkan
jamur ini beradaptasi sangat baik dalam host mamalia. Reaksi inflamasi ini
menghasilkan reaksi kompleks primer paru kelenjar limfe (primary lung lymp
node complex) yang biasanya membatasi penyebaran organisme.Kebanyakan
infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat terjadi seperti gejala
pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang bervariasi beratnya.
Keadaan ini biasanya membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan
dengan atau tanpa pengobatan. Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesi
pulmonar fokal atau nodular.

Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau limfenodus sampai pertahanan


host melemah. Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan
limfenodus torakal ke aliran darah terutama pada host yang sistem
kekebalannya terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama infeksi primer atau
selama masa reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi jauh,
maka tempat yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaan
dimana predileksi infeksi ini terutama pada ruang subarakhnoid, belum dapat
diterangkan.

Ada beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis infeksi Cryptococcus


neofarmans pada susunan saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif
karakteristik yang diaktakan berhubungan dengan invasi pada susunan saraf
pusat seperti, produksi phenoloxidase, adanya kapsul polisakarida,dan
kemampuan untuk berkembang dengan cepat pada suhu tubuh host.Informasi
terakhir mengatakan bahwa melanin bertindak sebagai antioksidan yang
melindungi organisme ini dari mekanisme pertahanan tubuh host. Faktor
karakteristik lainnya yaitu kemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari
pertahanan tubuh terutama fagositosis dankemampuan jamur untuk hidup dan
berkembang pada suhu tubuh manusia.

c. Patologi

Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis
kronis,vaskulitis daninvasi parenkimal.pada infeksi Cryptococcal jaringan otak
menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen bsal yang dapat
menebal dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan dapat
mengobstruksi aliran likuor dari foramen Luschka dan Magendi sehingga terjadi
hidrosefalus. Pada jaringan otak terdapat substansi gelatinosa pada ruang
subarakhnoid dan kista kecil didalam parenkim y terletak terutama pada ganglia
basilis pada distribusi arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi
atau gliosis. Infiltrat meningen terdiri dari sel-sel ingflamasi dan fibroblast yang
bercampur dengan Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan
pada beberapa kasus terlihat reaksi inflamasi kronis danreaksi granulomatosa
sama dengan yang terlihat pada M.tuberculosa dengan segala bentuk
komplikasinya.

Menurut Prockop,perubahan susunan saraf pusat termasuk infiltrasi meningen


oleh sel mononuklear dan organisma. Organisma ini dapat tersebar pada
parenkim otak dengan reaksi inflamasi yang minimal atau tanpa reaksi
inflamasi. Kadang-kadang terdapat abses pada jaringan otak dan granuloma
pada meningen otak dan medula spinalis.

Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti akibat
infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis atau
sebagai meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama
observasi (paling kurang empat minggu).

Manifestasi klinis lainnya berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam,


nyeri kepala, letargi, confise, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologik.
Sering kali hanya satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan pada
gejala awal. Misalnya pasien datang ke klinis hanya dengan keluhan demensia
subakut tanpa gejala lainnya. Waktu terjadinya penyakit sangat vital dan penting
dalam mempertimbangkan diagnosis meningitis jamur. Beberapa kasus sebagai
meningitis akut,kebanyakan subakut dan beberapa kronis.

Gambaran klinis selain meningitis yang sering ditemukan yaitu gambaran


ensefalitis. Sering kali pasien didagnosa sebagai meningitis TBC sampai
akhirnya ditemukan diagnosa yang benar dengan ditemukannya jamur dalam
serebrospinal. Diagnosa meningitis jamur dapat ditegakkan dengan kultur
dalam medium sabouraud. Granuloma besar pada serebrum, serebrum atau
batang otak memberikan gejala seperti space occupaying lesion lainnya.
Diagnosa granuloma dapat ditegakkan dari pemeriksaan CT scan dan MRI.

d. Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan


seperti, laboratorium cairan serebrospinal. Gambaran cairan serebrospinal
infeksi Cryptococcus sama dengan meningitis tuberkulosa. Tekanan biasanya
meningkat terdapat peningkatan jumlah sel dari 10-500 sel/mm3. protein
meningkat dan glukosa menurun biasanya sekitar 15- 35 mg. Diagnosa dapat
dibuat dengan menemukan organisme ini dalam cairan serebrospinal dengan
pewarnaan tinta India, kultur dalam media sabouraud dan berasarkan hasil
inokulasi pada hewan percobaan. Jamur ini juga dapat dikultur dari urine, darah,
fases, sputum dan sum-sum tulang. Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada
serum dan cairan serebrospinal dapat menegakkan diagnosa, dapat dikultur
dari urine, darah, feses, sputum dan sum-sum tulang.
e. Terapi

Terapi dengan amphotericin B memperlihatkan hasil yang baik. Amphotericin B


diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/kg,diberikan enam sampai
sepuluh minggu, tergantung dari perbaikan klinis danekmbalinya cairan
serebrospinal kearah normal. Peneliti lain memberikan amphotericin B dengan
5-flurocytosine 150 mg/kg perhari (dalam 4 dosis). Kombinasi ini memberikan
hasil yang lebih baik.

f. Prognosa

Pada pasien yang tidak diobati, biasanya fatal dalam beberapa bulan tetapi
kadang-kadang menetap sampai beberapa tahun dengan rekuren,remisi dan
eksaserbasi. Kadang-kadang jamur pada cairan serebrospinal ditemukan
selama tiga tahun atau lebih. Telah dipalorkan beberapa kasus yang sembuh
spontan.

2. Mucormycosis

Serebral mucormycosis (phycomycosis) adalah penyakit akut, jarang dapat


disembuhkan yang disebabkan oleh jamur klas phycomycetae khususnya
genera rhizopus. Jamur ini terdapat diseluruh dunia pada tumbuhan busuk,
pupuk dan makanan yang mengandung banyak gula. Infeksi pada manusia
hampir selalu terjadi pada pasien yang mempunyai penyakit utama termasuk
diabetes melitus yang tidak terkontrol, keganasan darah, lymfoma, keadaan
imunosupresif, penggunaan antibiotik jangka panjang dan penggunaan
sitostatik.

Jamur ini masuk ke dalam tubuh manusia yang rentan melalui hidung
menyebabkan sinusitas dan sellulitis orbitalis, kemudian penetrasi ke arteri dan
terjadi trombosis arteri oftalmika danar karotis interna dan selanjutnya
menyerang vena dan saluran linfe. Dapat terjadi penyakit yang desiminata pada
mata, serebral,paru danintestinal.

Gejala klinis biasanya dimulai dengan tanda-tanda infeksi sinus paranasalis


seperti hidung tersumbat, sekret dari hdung kadang-kadang berdarah, nyeri
pada daerah sinus dan demam. Jika tidak diobati, penyakit ini akan menyebar
keotak melalui lamina kribriformis atau setelah terlibatnya tulang tengkorak.
Kemudian terjadi gejala-gejala lobus frontalis dan meningen basalis bersama
dengan penurunan kesadaran drowsyness nyeri kepala, perubahan status
mental. Gejala neurologis yang sering terjadi yaitu proptis,kelumpuhan mata
dan hemiplegi yang mana keadaan ini berhubungan dengan terlibatnya arteri
arteri orbitalis dan karotis danjaringan disekitarnya. Organisme ini dapat
menginvasi meningen atau dapat menembus otak sehingga menimbulkan
ensefalitis jamur dan dapat menyebabkan Infark dan perdarahan otak.
Beberapa hifa terdapat didalam trombus dandinding pembuluh darah dan sering
sekali masuk ke dalam perinkim sekitarnya.Biasanya penyakit ini cepat
berakibat fatal dalam beberapa hari atau minggu. Diagnosa penyakit in
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sputum, cairan serebrospinal atau
eksudat jaringan sinus paranasalis. Kultur rhizopus dapat membantu tapi bukan
merupakan diagnostik oleh karena kebanyakan merupakan kontaminan.

Terapi terdiri dari pemberian Amphotericin B dan kontrol faktor predisposisi


seperti diabetes melitus. Juga diperlukan drainase lokal dan operasi jaringan
nekrotik secepatnya untuk mencegah penyebaran penyakit.

3. Candidiasis (moniliasis)

Spesies candida merupakan suatu flora mikrobial yang normal terdpat dalam
tubuh manusia. Candidiasis kemungkinan merupakan infeksi jamur oportunistik
terbanyak. Infasi ke susunan saraf pusat sebenarnya sangat jarang kecuali
terjadi kerusakan sistem kekebalan tubuh host. Banyak factor yang menunjang
terjadinya infeksi candida seperti terapi antibiotik spectrum luas, luka bakar
berat, nutrisi parental total, prematuritas, keganasan pemasangan kateter,
terapi kortikosteroid, neutropenia, operasi abdomen, diabetes mellitus, dan
penggunaan obat parenteral yang tidak semestinya (parentral drug abuse)

Bentuk patologi infeksi susunan saraf pusat oleh candida berupa penyebaran
mikro abses intraparenkimal, granuloma nonkaseosa, abses besar, meningitis
dari ependimitis. Pada kebanyakan kasus diagnosis belum dapat ditegakkan
pada saat pasien masih hidup, kemungkinan oleh karena sukarnya menemukan
organisme pada cairan serebrospinal .

4. Aspergilosis

Aspergilosis fumigatus dan A.flavus dapat menyebabkaninf susunan saraf pusat


manusia. Hal ini terjadi melalui penyebaran langsung dari sinus paranasalis
atau setelah traumakapitis, operasi lumbal fungsi, atau melalui penyebaran
hematogen pada orang dengan gangguan imunitas terutama yang mengalami
neutropenia dalam jangka waktu yang lama. Penulis lain menyatakan bahwa
infeksi jamur ini terutama jika terjadi sinusitis kronis (khususnya spenodialis)
dengan osteomielitis basis tengkorak atau akibat komplikasi otitis dan
masstoiditis.

Manifestasi klinis penyakit ini berupa gangguan nevrus kranialis pada sekitar
daerah infeksi, abses serebri, granuloma kranial dan spinal pada duramater.
Keadaan ini tidak bermanifestasi sebagai meningitis. Pada beberapa kasus
penyakit ini didapat di rumah sakit ditandai dengan adanya gejala infeksi paru
yang tidak mempan terhadap antibiotik. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan
melakukan biopsi atau dengan kultur. Terapi anti jamur seperti ampotericin B
dan kombinasi dengan limaflurocytosine dan imidazole masih dipertanyakan
keberhasilannya. Jika obat-obatan ini diberikan setelah operasi pengeluaran
materi yang terinfeksi, beberapa pasien dapat disembuhkan.

5. Coccodiodomycosis

Penyakit infeksi jamur ini banyak didaerah Barat Daya Amerika. Biasanya
hanya menyebabkan gejala influensa dengan infiltrat pada paru sebagai
pneumonia non bakterial. Keadaan ini dapat berlangsung progresif menjadi
diseminata termasuk infeksi pada meningen. Reaksi patologi dan gambaran
kliniknya pada meningen dan cairan serebrospinal sangat mirip dengan
meningitis tuberkulosa.

Terapi terdiri dari pemberian ampotericin B intravena. Ada juga yang


menganjurkan pemberian ampotericin B intratekal. Pemberian melalui lumbal
fungsi yaitu dengan campuran ampotericin B dalam glukosa 10%, pasien dalam
posisi kepala agak kebawah (head dowm position) ampotericin B diberikan 3
kali seminggu selama 3 bulan, atau sampai sel pada cairan serebrospinal
kurang dari 10 mm3 dan complement fixing menghilang dari cairan likuor.

6. Histoplasmosis

Histoplasma capsulatun terdapat pada daerah ohio dandaerah lembah Missisipi


tengah Amerika. Infeksi terjadi setelah inhalasi spora. Kebanyakan pasien
hanya memperlihatkan gejala yang minimal atau tanpa gejala selama infeksi
primer pada paru paru. Perkembangan penyakit yang progresif (desimilata)
terjadi pada penderita gangguan pertahanan tubuh (cell mediated immune
defence) setengah dari penderita dengan gejala diseminata merupakan pasien
dengan terapi imunosupresif, Lymphoma, lymphocytic leukimia, gangguan limfa
atau AIDS. Jika terjadi keaadaan disseminata , lokasi yang terutama adalah
susunan saraf pusat.
Terapi yang dianjurkan adalah pemberian ampotericin B intravena 50 mg/hari
pada orang dewasa dan 1 mg/kgBB/hari pada anak-anak dengan berat badan
kurang dari 50 kg, selama 6-12 minggu, dengan dosis total sekitar 35 mg/kgBB.
Terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan 50-80 mg setiap 1 atau 2 minggu,
untuk mencegah relaps pada penderita AIDS

5. MIKOSIS SUPERFISIAL
 

Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh


kolonisasi jamur atau ragi. Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah
dermatofitosis,  pitiriasis versikolor, dan  kandidiasis superfisialis. Dermatofitosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang
menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum
epidermis, rambut, dan kuku. Penyebab dermatofitosis adalah spesies
dari Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.

Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi  jamur superfisial kronis pada


kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare.
Kandidiasis superfisialis merupakan infeksi primer dan sekunder pada kulit dan
mukosa dari genus Candida, terutama karena spesies Candida albicans.
Kandidiasis superfisialis yang sering dijumpai yaitu mengenai lipatan-lipatan
kulit seperti inguinal, aksila, lipatan di bawah dada (kandidiasis intertriginosa),
daerah popok/diaper, paronikia, onikomikosis, dan mengenai mukosa
(kandidiasis oral, vaginitis, balanitis).

6. MIKOSIS NON-DERMATOFITOSIS

6.1 Pitiriasis versikolor

Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi  jamur superfisial kronis pada


kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare.
Manusia mendapatkan infeksi bila hifa atau spora jamur penyebab melekat
pada kulit. Lesi dimulai dengan bercak kecil tipis yang kemudian menyebar dan
menjadi banyak, disertai dengan sisik. Kelainan kulit pada penderita panu
tampak jelas, sebab pada orang kulit berwarna panu ini merupakan bercak
hipopigmentasi, sedangkan pada orang yang berkulit putih, sebagai bercak
hiperpigmentasi. Dengan demikian warna kelainan kulit ini dapat bermacam-
macam (versikolor) (Gandahusada dkk, 2004).
Penyakit ini hampir ditemukan diseluruh dunia (kosmopolit), terutama didaerah
beriklim panas. Penularan panu dapat terjadi apabila terjadi kontak dengan
jamur penyebab.

6.2 Otomikosis

Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga luar yang ditandai dengan
radang, gatal, rasa tidak nyaman pada telinga. Penyakit ini terutama terjadi di
daerah tropis dan berudara panas. Sering juga disebut sebagai  Singapore ear,
Hongkong ear, tropical ear, hot weather ear atau otitis eksterna jamur akut.

Telinga luar merupakan bagian telinga yang terletak di sisi luar gendang telinga
yang terdiri dari daun telinga dan liang telinga luar (kanalis auditorius
eksternus).Liang telinga memang merupakan tempat yang ideal untuk
tumbuhnya organisme saprofit seperti jamur tertentu karena liang telinga
dihubungkan dengan udara luar oleh suatu lubang yang sempit, sehingga dapat
berfungsi sebagai tabung biakan dan merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan jamur.

Otomikosis terutama disebabkan oleh jamur spesies Aspergillus dan juga


disebabkan spesies Candida. Aspergillus niger merupakan spesies jamur yang
paling sering menimbulkan infeksi. Infeksi campuran antara bakteri dan jamur
juga sering terjadi. Gejala awal otomikosis adalah perasaan penuh pada telinga
dan rasa gatal pada liang telinga. Kadang-kadang juga ditemukan adanya
cairan. Penyumbatan liang telinga dapat menyebabkan penurunan
pendengaran dan mendengar bunyi mendenging (tinitus). Pada pemeriksaan
otoskopi menunjukkan adanya kumpulan kotoran (debris), tampak meradang
(eritema) dan pembengkakan liang telinga. Jika penyebabnya
adalah Aspergillus niger sering ditemukan adanya spora berwarna kehitaman.

Gambar 3. Salah satu telinga yang terkena otomikosis.

6.3 Piedra

Kata Piedra berarti batu. Piedra adalah infeksi jamur pada rambut, berupa
benjolan yang melekat erat pada rambut, berwarna hitam atau putih
kekuningan. Terdapat dua macam piedra, yaitu piedra hitam dan piedra putih.

6.3.1 Piedra Hitam

Piedra hitam merupakan infeksi jamur pada rambut di sepanjang corong rambut
yang mengakibatkan benjolan-benjolan di luar permukaan rambut tersebut.
Penyebab penyakit ini adalah jamur Piedra hortai. Jamur Piedra
hortai umumnya menyerang rambut kepala, kumis atau jambang, dan dagu.
Penyakit ini ditemukan di daerah tropik, termasuk di Indonesia. Piedra hitam
biasanya diderita oleh hewan, khususnya monyet, dan juga manusia.

Gambar 4. Piedra hitam pada helaian rambut

Jamur ini tergolong kelas Ascomycetes dan membentuk spora seksual. Dalam
sediaan KOH, rambut dengan benjolan hitam terlihat lebih jernih, berbentuk
bulat atau lonjong, yaitu askus yang berisi 2-8 askospora.Askospora berbentuk
lonjong memanjang agak melengkung dengan ujung yang meruncing, seperti
pisang. Askus-askus dan anyaman hifa yang padat membentuk benjolan hitam
yang keras di luar rambut. Pada rambut dengan benjolan, tampak hifa endotrik
(dalam rambut) sampai ektotrik (diluar rambut) yang besarnya 1-2 um berwarna
tengguli dan ditemukan spora yang besarnya 1-2 um.

Penularan dapat terjadi apabila seseorang mengalami kontak langsung dengan


spora. Salah satu caranya adalah melalui sisir yang digunakan oleh penderita.
Spora dapat menempel pada sisir tersbut sehingga orang yang menggunakan
sisir tersebut dapat tertular. Penyakit ini tidak menimbulkan gejala khusus.
Biasanya rambut penderita mudah patah pada saat disisir. Selain itu akan
terdengar bunyi seperti kawat apabila rambut disisir. Bunyi ini ditimbulkan
karena adanya benjolan-benjolan pada rambut.

6.3.2 Piedra Putih

Piedra putih ialah infeksi jamur pada rambut yang disebabkan


oleh Trichosporon beigelii. Piedra putih ditemukan pada rambut ketiak dan
pubis, jarang mengenai rambut kepala.Penyakit ini jarang ditemukan, terdapat
di daerah beriklim sedang. Jamur ini dapat ditemukan di tanah, udara,dan
permukaan tubuh.

Jamur penyebab piedra putih ini mempunyai hifa yang tidak berwarna, termasuk
Moniliaceae. Secara mikroskopis jamur ini menghasilkan arthrokonidia dan
blastoconidia. Benjolan pada piedra putih terlihat lebih memanjang pada rambut
dan tidak padat dsbanding piedra hitam. Benjolan mudah dilepas dari rambut.
Tidak terlihat askus dalam massa jamur. Berbeda dengan Trichomycosis
axillaries dalam benjolan hifa berukuran 2-4 mikron dan terlihat artospora dan
artrokonodia

Pada piedra putih, kelainan rambut tampak sebagai benjolan yang berwarna
putih kekuningan. Selain pada rambut kepala, dapat juga menyebabkan
kelainan pada rambut kumis dan rambut janggut.
Gambar 5. Preparat jamur Trichosporon beigelii

6.4 Onikomikosis

Onikomikosis adalah penyakit infeksi kuku yang disebabkan jamur golongan


dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh
dermatofita. Penyakit ini jarang memberikan keluhan pada penderita, sehingga
penderita baru datang berobat apabila kukunya telah rusak dan mengganggu
secara kosmetik. Diagnosis kelainan kuku dermatofita dan non dermatofita
kadang sukar dibedakan dengan kelainan kuku yang disebabkan hal lain.

Dari kelompok dermatofita penyebab yang tersering adalah Trichophyton


rubrum sebanyak 70% dan Trichophyton mentagrophytes sebanyak 20%.
Selain itu Trichophyton tonsurans, Epidermophyton fluccosum, Trichophyton
violaceum, Trichophyton verrucosum, Microsporum gypseum dan Trichophyton
soudanacea dapat menyebabkan pada onikomikosis namun golongan jamur
tersebut jarang ditemukan. Penyebab tersering dari kelompok yeast adalah
Candida albicans yaitu sebanyak 6 % dijumpai pada onikomikosis, sedangkan
dari kelompok non dermatofita penyebab yang tersering dijumpai adalah
Claudiosporium, Alternaria, Aspergillus, Fusarium dan Epiccocum.

Penularan terjadi akibat kontak langsung dengan sumber penularan, iklim yang
panas dan lembab, kebiasaan memakai sepatu tertutup dan sempit, kurangnya
kebersihan, trauma berulang pada kuku, tinea pedis dan gangguan imunitas
merupakan faktor penyebab terjadinya kelainan kuku akibat jamur. Kelainan
kuku dapat berawal sebagai tinea pedis atau langsung pada kuku. Pada
penyebab Candida dapat endogen dari traktus digestivus sebagai flora
komensal selain sumber penularan dari kandidosis pada organ lain.

Tingginya prevalensi onikomikosis pada usia tua disebabkan oleh insufisiensi


sirkulasi perifer, diabetes, antibiotik jangka panjang, penurunan imunitas serta
berkurangnya kemampuan untuk menjaga kebersihan diri.5 Sedangkan
rendahnya prevalensi pada anak-anak dihubungkan dengan kurangnya paparan
jamur, pertumbuhan kuku yang lebih cepat, permukaan kuku yang lebih kecil.

 
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dalam sejarah kehidupan, mikroorganisme telah banyak sekali memberikan


peran sebagai bukti keberadaannya. Salah satunya adalah Jamur. Jamur
merupakan mikroorganisme eukariota yang sebagian besar bersifat multiseluler.
Jamur atau cendawan terdiri dari kapang dan khamir. Secara umum Jamur
hidup dengan 3 cara yaitu sebagi saprofit, parasitik dan diomorfis. Jamur adalah
heterotrof yang mendapatkan nutriennya melalui penyerapan (absorpsi).

Jamur menempati lingkungan yang sangat beragam yang berasosiasi secara


simbiotik dengan banyak organisme baik di darat maupun di air. Sebagian
besar Jamur adalah organisem multiseluler dengan hifa yang dibagi menjadi
sel-sel oleh dinding yang bersilangan atau septa. Dinding sel pada Jamur
dilindungi olehSelulosa dan Kitin (polisakarida yang mengandung unsur N).
Jamur dapat berkembang biak dengan dua cara yaitu cara seksual dan
aseksual.

Berdasarkan pada cara dan cirri reproduksinya terdapat lima kelas cendawan
sejati atau berfilamen di dalam dunia Jamur yaitu: Mycomycotina, Zygomycota,
Ascomycota, Basidiomycota dan Deuteromycota.

B.     Saran

Kepada mahasiswa: diharapkan agar lebih memahami karakteristik dari


berbagai Jamur    

Anda mungkin juga menyukai