Full PDF
Full PDF
SKRIPSI
Oleh :
ARNIE ROOSITA
NIM : 038114006
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Oleh :
ARNIE ROOSITA
NIM : 038114006
Pembimbing
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengesahan Skripsi
Oleh :
ARNIE ROOSITA
NIM : 038114006
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
Pembimbing :
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah
3. Drs. Sulasmono, Apt., selaku Dosen Penguji atas diskusi, saran dan koreksinya.
4. Dra. A. Nora Iska Harnita, M. Si., Apt., selaku Dosen Penguji atas diskusi, saran
dan koreksinya.
5. Bapak dan ibu yang telah dengan penuh kesabaran dan susah payah mendidik
dan membesarkan aku. Terima kasih juga atas kasih sayang, doa yang
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Pak Bambang dan Bu Kis (Laboran Laboratorium Analisis Obat dan Makanan
dalam kegagalan dan keberhasilan kita. Gagal itu biasa. Berhasil, itu baru luar
biasa.
10. Mas Anang dan Mbak Wiek yang sudah memberi dorongan semangat, mau
mendengar keluh kesahku, menjadi teman ngobrol sepanjang hari. Terima kasih
juga sudah banyak membantu dalam penyusunan naskah skripsi ini. Thank a lot!
doa, cinta, dan menjadi tempat untuk menumpahkan segala kebahagiaan dan
kesedihanku.
dan “de Bronth” untuk hari-hari yang penuh tawa dan kebersamaan kalian
selama ini.
obrolan kita, kebersamaan, dan hari-hari yang menyenangkan selama ini. Nanda
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(untuk pinjaman laptopnya), dan juga untuk kelas A angkatan 2003 atas
kebersamaan kita.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Harapan penulis semoga skripsi ini memberi sedikit
sebagaimana mestinya.
Penulis
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
Arnie Roosita
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
INTISARI ............................................................................................................. ix
ABSTRACT............................................................................................................. x
A. Ampisilin ......................................................................................................... 6
B. Asetilaseton ..................................................................................................... 10
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Formalin .......................................................................................................... 10
7. Kesalahan fotometrik................................................................................. 18
9. Analisis kuantitatif..................................................................................... 20
G. Hipotesis .......................................................................................................... 28
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 56
B. Saran ............................................................................................................... 56
LAMPIRAN .......................................................................................................... 60
BIOGRAFI ............................................................................................................ 71
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Kriteria penerimaan akurasi pada konsentrasi analit yang berbeda .... 23
Tabel II. Kriteria penerimaan presisi pada konsentrasi analit yang berbeda ..... 24
analisis.................................................................................................. 26
Tabel IV. Hasil penetapan operating time reaksi antara ampisilin dengan
Tabel VII. Hasil penetapan kurva baku ampisilin sesudah direaksikan dengan
Tabel IX. Hasil penetapan kadar ampisilin dalam kapsul “X” dengan metode
formalin ............................................................................................... 51
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 9. Spektra hasil penetapan λmaks ampisilin pada konsentrasi 0,081; 0,113;
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Sampai saat ini penyakit infeksi masih banyak terjadi di Indonesia. Oleh
karena itu, ketersediaan obat-obat untuk terapi penyakit infeksi masih sangat
dibutuhkan. Antibiotik merupakan salah satu obat yang dapat digunakan untuk terapi
penyakit infeksi, khususnya infeksi oleh bakteri. Ampisilin adalah salah satu contoh
mempunyai masalah pada resistensi. Walaupun demikian, sampai saat ini ampisilin
masih digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih dan infeksi saluran
pernapasan seperti sinusitis, otitis media, bronchitis kronik, dan epiglotis (Petri,
2001).
memberikan efek terapeutik juga dapat menghasilkan efek toksik bila dosisnya
berlebih atau malah tidak berefek bila dosisnya kurang. Oleh karena itu,
pemberiannya harus dilakukan dengan benar agar kerja obat tersebut efektif dan
aman. Tercapainya keefektifan dan keamanan obat tersebut juga didukung oleh
kualitas dan mutu obat yang baik. Oleh karenanya, kontrol kualitas dan mutu obat
sangat penting untuk dilakukan. Salah satu langkah dalam kontrol kualitas dan mutu
obat adalah dengan analisis kimia terhadap zat aktif yang meliputi analisis kualitatif
dan kuantitatif (penetapan kadar). Untuk antibiotik perlu juga dilakukan uji potensi
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Metode analisis
ini memiliki sensitivitas dan daya pisah yang baik, cepat, dan dapat digunakan untuk
penetapan kadar senyawa dalam campuran tanpa perlu pemisahan terlebih dahulu.
analisis ini spesifik untuk penetapan kadar ampisilin utuh sehingga sekaligus dapat
dilakukan. Tujuannya adalah untuk mencari metode analisis alternatif dan untuk
visibel.
COOH
O
CH3
H O H N
C C N
S
NH2
Gugus fungsi pada sefaleksin yang berperan dalam reaksi dengan asetilaseton dan
formalin adalah gugus amin primer. Dilihat dari strukturnya, ampisilin mirip dengan
sefaleksin. Ampisilin juga memiliki gugus amin primer seperti halnya sefaleksin.
COOH
H
O CH3
H O N
CH3
C C N S
H
NH2
dalam penelitian ini merupakan metode analisis baru untuk penetapan kadar
ampisilin sehingga perlu dilakukan validasi metode analisis. Dari penelitian ini
ampisilin yang sederhana, murah, sensitif, dan memiliki akurasi, presisi, dan
1. Perumusan masalah
sebagai berikut :
2. Keaslian penelitian
asetilaseton dan formalin belum pernah dilakukan. Penelitian tentang ampisilin yang
pernah dilakukan dan dipublikasikan antara lain penetapan kadar ampisilin utuh
kadar ampisilin dalam tablet dengan nama generik dan dagang menggunakan KCKT
menggunakan reagen imidazole dan iodometri pada penetapan kadar ampisilin utuh
dalam suspensi ampisilin terdegradasi (Hermanto, 2004), dan pengaruh suhu dan
lama penyimpanan terhadap kadar ampisilin utuh dalam suspensi oral ampisilin
(Nyoman, 2004).
metode analisis yang sejenis juga pernah dilakukan, yaitu penelitian tentang
asetilaseton dan formalin secara spektrofotometri visibel oleh Patel et al. (1992),
asetoasetat dan formalin (Rianti, 2005), penetapan kadar sefadroksil dalam kapsul
3. Manfaat penelitian
nantinya dapat digunakan sebagai metode analisis alternatif untuk penetapan kadar
ampisilin.
B. Tujuan Penelitian
yang meliputi akurasi, presisi, dan linearitas jika digunakan untuk penetapan
kadar ampisilin.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Ampisilin
trihidrat dengan BM 403,45. Ampisilin mengandung tidak kurang dari 900 µg dan
tidak lebih dari 1050 µg per mg C16H19N3O4S, dihitung terhadap zat anhidrat. pH
ampisilin antara 3,5 sampai 6,0. Ampisilin berupa serbuk hablur, putih, dan praktis
tidak berbau. Kelarutan ampisilin adalah sukar larut dalam air dan metanol; tidak
larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida, dan dalam kloroform. Kapsul
tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% C16H19N3O4S jumlah yang
struktur dasar cincin β-laktam. Perubahan pada cincin β-laktam dapat mengubah
aktivitasnya sebagai anti bakteri. Ampisilin adalah salah satu antibiotik golongan β-
yang hampir sama dengan penisilin G namun spektrum kerjanya lebih luas daripada
penisilin G (Petri, 2001). Mekanisme kerja ampisilin sebagai anti bakteri adalah
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
akhir dari sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri (Lacy et al., 2003).
bakteri gram negatif (Petri, 2001) tetapi ampisilin tidak tahan terhadap penisilinase.
(Mutschler, 1991). Ampisilin menunjukkan stabilitas yang baik dalam suasana asam,
efektif pada konsentrasi hambat minimum, diabsorpsi dengan baik dalam usus
sehingga dapat diberikan secara oral (Hou and Poole, 1969). Namun, penggunaan
2001). Oleh karena itu, ampisilin harus diminum dalam keadaan perut kosong yaitu 1
jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan (Lacy et al., 2003).
ampisilin adalah :
1. metode iodometri
oleh penisilamin yang terbentuk melalui inaktivasi ampisilin oleh alkali atau enzim
penisilinase dan diikuti dengan penambahan asam. Larutan alkali atau enzim
dengan natrium tiosulfat. Perbedaan volume iodium yang dikonsumsi larutan sampel
2. metode spektrofotometri UV
benzilpenisilin yang merupakan hasil asetilasi ampisilin dengan asetat anhidrat dalam
3. metode KCKT
dilakukan dengan KCKT dengan fase gerak air : asetonitril : KH2PO4 1 M : asam
dengan bahan pengisi L1 yaitu oktadesil silana terikat secara kimiawi pada partikel
mikrosilika berpori dengan ukuran partikel 5-10 µm. Sistem KCKT ini juga
menggunakan pra kolom dengan ukuran 4 mm x 5 cm. Laju aliran fase gerak lebih
kurang 2 ml/ menit. Detektor yang digunakan adalah detektor UV 254 nm. Pelarut
yang digunakan berupa campuran KH2PO4 1 M dan asam asetat 1 M (10 : 1). Selain
itu, juga dapat digunakan fase gerak lain yaitu 0,067 M KH2PO4 pH 4,6 : methanol
4. metode fluorometri
dalam larutan asam pada suhu yang dinaikkan akan memendarkan warna kuning
(Ivashkiv, 1973).
5. metode penetapan kadar ampisilin yang lainnya adalah titrasi dengan basa,
1973).
sama-sama memiliki cincin β-laktam dan gugus amin primer. Patel et al. (1992)
terlebih dahulu dilakukan optimasi kondisi reaksi yang meliputi konsentrasi pereaksi,
pH pereaksi, waktu reaksi, suhu reaksi, dan pelarut. Selektivitas reaksi juga
dengan hasil kondensasi asetilaseton dan formalin dalam bufer asetat. Gugus fungsi
pada sefaleksin yang bertanggung jawab dalam reaksi tersebut adalah gugus amin
primer. Hasil reaksi antara gugus amin primer pada sefaleksin dengan hasil
kondensasi asetilaseton dan formalin adalah larutan berwarna kuning yang memiliki
10
Hasil penelitian Patel et al. (1992) menunjukkan bahwa metode tersebut sederhana,
cepat, akurat, dan selektif untuk penetapan kadar sefaleksin baik dalam bentuk murni
B. Asetilaseton
O O
memiliki bobot molekul 100,11. Senyawa ini berupa cairan jernih, tidak berwarna
hingga kuning lemah, dan mudah terbakar. Kelarutan asetilaseton P adalah larut
dalam air dan dapat bercampur dengan etanol, dengan kloroform, dengan aseton,
dengan eter, dan dengan asam asetat glasial. Asetilaseton P memiliki indeks bias
C. Formalin
O
H C H
11
polimerisasi. Larutan formalin 100 % atau larutan formalin 40 adalah larutan yang
tidak berwarna dan berbau sangat tajam. Formaldehid berupa gas yang mudah
terbakar, berbau sangat tajam, sangat larut air; larut dalam alkohol dan dalam eter,
D. Spektrofotometri UV-Vis
yang mengamati interaksi atom atau molekul dari suatu zat kimia dengan radiasi
elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm)
kimia maka sebagian dari radiasi elektromagnetik tersebut akan diserap (Khopkar,
1990). Molekul dalam zat tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik pada
daerah panjang gelombang yang energinya sesuai dengan beda energi antara keadaan
dasar dan keadaan eksitasi dalam molekul (Roth and Blaschke, 1981). Molekul dapat
12
mengalami transisi elektron dari tingkat energi rendah ke tingkat energi tinggi yaitu
tingkat eksitasi (Khopkar, 1990). Elektron molekul organik yang menyerap meliputi
elektron yang digunakan pada ikatan antara atom-atom dan elektron nonbonding atau
Gugus fungsi pada suatu molekul organik yang bertanggung jawab terhadap
serapan radiasi ultraviolet dekat dan sinar tampak adalah kromofor. Molekul organik
senyawa organik dikenal pula gugus auksokrom, yaitu gugus fungsi heteroatom yang
mempunyai elektron valensi nonbonding seperti –OH, -NH2 dan -OCH3 yang tidak
pita serapan menuju ke panjang gelombang yang lebih panjang dan disertai
valensi molekul tersebut. Hubungan antara energi yang diserap untuk transisi
c
∆E = h x v = h x =hxcx v
λ
……………………... (1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dengan :
E = energi (Joule)
h = konstante Planck (6,63 x 10-34 Joule. detik)
v = frekuensi radiasi (Hertz)
c = kecepatan radiasi (3 x 1010 cm. detik-1)
λ = panjang gelombang (cm)
v = bilangan gelombang (cm-1)
(Silverstein et al., 1991)
pada panjang gelombang yang lebih pendek, sebaliknya molekul yang membutuhkan
energi transisi lebih kecil akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
panjang.
elektron-elektron mengatasi kekangan inti dan pindah ke orbital baru yang lebih
tinggi energinya (Day and Underwood, 2002). Oleh karena itu, serapan radiasi
ultraviolet dan sinar tampak dapat menyebabkan terjadinya transisi elektron σ→σ*,
sedangkan n adalah orbital atom nonbonding yang mempunyai energi diantara orbital
atom bonding dan antibonding (Khopkar, 1990). Transisi elektron yang dapat terjadi
meliputi :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
a. transisi elektron σ→σ*. Pada tipe transisi ini elektron di orbital σ bonding
akan tereksitasi ke orbital antibonding. Transisi ini tidak terjadi pada daerah radiasi
ultraviolet dekat, tetapi terjadi pada daerah radiasi ultraviolet jauh (Khopkar, 1990).
Transisi ini membutuhkan energi yang terbesar dan terjadi pada molekul dengan
b. transisi elektron n→σ*. Pada transisi ini terjadi eksitasi elektron dari
jenuh dengan elektron nonbonding, membutuhkan energi yang lebih rendah daripada
transisi elektron σ→σ* dan terjadi karena radiasi pada daerah 150-250 nm (Khopkar,
1990).
n→π* ataupun π→π*. Energi yang diperlukan untuk transisi menghasilkan serapan
maksimum pada daerah 200-700 nm (Khopkar, 1990). Transisi n→π* terjadi pada
contohnya senyawa-senyawa yang mengandung gugus C=O, C=S, C=N, dan N=O
(Daglish,1969). Transisi π→π* dihasilkan oleh senyawa dengan ikatan rangkap dua
dan tiga (alkena dan alkuna) bila menyerap energi yang sesuai dan terjadi di daerah
15
σ* antibonding
π* antibonding
E n nonbonding
π bonding
σ bonding
intensitas radiasi semula (Io), maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan (It),
Io = It + Ir + Ia
………………………… (2)
Pada prakteknya nilai Ir sangat kecil (~ 4%) sehingga dapat diabaikan. Maka
Io = It + Ia
…………………………... (3)
16
teruskan. Keduanya dikenal sebagai serapan (A) tanpa satuan dan transmitan dengan
satuan persen (%T) (Mulja dan Suharman, 1995). Serapan (A) adalah logaritma
Io
A = log
It
…………………………….. (4)
(Skoog, 1985)
Transmitan (%T) adalah perbandingan intensitas dari sinar yang diteruskan (It)
terhadap sinar yang dipancarkan (Io) dalam persen (Roth dan Blaschke, 1981).
Transmitan dirumuskan: It
T=
Io
…………………………… (5)
(Skoog, 1985)
terikat dalam molekul (Day and Underwood, 2002). Panjang gelombang yang
maksimum (λmaks), karena perubahan serapan untuk setiap satuan konsentrasi adalah
paling besar pada λmaks, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimum.
Selain itu, pita serapan di sekitar λmaks datar sehingga mengurangi kesalahan pada
17
6. Hukum Lambert-Beer
adalah:
b. hukum Beer yaitu intensitas radiasi yang diteruskan (I) menurun secara
dirumuskan :
Io
log =A=kxbxc
I
...…………………….. (6)
dengan Io adalah intensitas radiasi yang terjadi, A adalah serapan dan k adalah daya
Daya serap adalah serapan larutan 1 gram/liter pada kuvet setebal 1 cm.
Daya serap disebut daya serap molar (ε) bila satuannya liter/mol/cm. Daya serap
molar adalah serapan 1 molar larutan pada kuvet setebal 1 cm (Fell, 1986). Daya
18
Nilai daya serap molar tergantung pada area molekul sasaran (a) dan
ε = 0,87 x 1020 x p x a
..………………………... (8)
(Skoog, 1985)
Nilai p antara 0,1 – 1 memberikan serapan yang kuat (ε = 104 - 105). Puncak
spektrum yang memiliki nilai ε kurang dari 103 (nilai p kurang dari 0,01) dikatakan
sebagai serapan jenis yang dilambangkan dengan A 11 %cm (Fell, 1986). Serapan jenis
adalah serapan dari larutan 1% b/v zat terlarut dalam kuvet setebal 1 cm. Harga
serapan jenis pada panjang gelombang tertentu dalam suatu pelarut merupakan sifat
7. Kesalahan fotometrik
serapan rendah, intensitas radiasi yang terjadi dan yang diteruskan hampir sama
sehingga kesalahan dalam pembacaan serapan relatif besar karena yang dibaca oleh
alat adalah perbedaan antara intensitas radiasi yang terjadi dan yang diteruskan. Pada
nilai serapan tinggi, intensitas radiasi yang diteruskan terlalu kecil sehingga tidak
19
Untuk pembacaan serapan (A) atau transmitan (T) pada daerah yang
∆C 0,4343 ∆T
= x
C log T T
……… ………………………… (9)
∆T adalah harga rentang skala transmitan terkecil dari alat yang masih dapat terbaca
pada analisis dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Dari rumus di atas dapat
Suharman, 1995). Apabila pembacaan serapan di luar rentang tersebut maka dapat
dilakukan hal-hal berikut : pengenceran larutan, penggunaan kuvet yang lebih tepat,
atau pemilihan panjang gelombang yang lebih tepat (Pecsok et al., 1976).
8. Analisis kualitatif
20
9. Analisis kuantitatif
dengan senyawa baku pada λmaks. Persyaratannya pembacaan nilai serapan antara
dengan :
A(S) = serapan larutan sampel
C(S) = konsentrasi larutan sampel
A(R.S) = serapan senyawa baku
C(R.S) = konsentrasi senyawa baku
2) dengan menggunakan kurva baku larutan senyawa baku dengan pelarut tertentu
pada λmaks. Dibuat grafik dengan ordinat adalah serapan dan sebagai absis adalah
konsentrasi.
3) dengan menghitung nilai A 11 %cm larutan sampel pada pelarut tertentu dan
dibandingkan dengan A 11 cm
%
zat yang dianalisis yang tertera pada buku resmi.
4) dengan menghitung nilai ε sampel dan dibandingkan dengan nilai ε zat yang
21
adalah mencari serapan atau beda serapan tiap-tiap komponen yang memberikan
kadar campurannya secara serentak atau salah satu komponen dalam campuran.
baku.
dideteksi pada daerah sinar tampak dan terpisah dari komponen pengganggu lain
yang dapat terdeteksi bila diukur pada daerah ultraviolet (Fell, 1986). Pada reaksi
warna, perubahan senyawa tidak berwarna menjadi senyawa berwarna terjadi karena
adanya perpanjangan gugus kromofor oleh penambahan zat lain ke dalam larutan
tersebut atau karena terjadi pembentukan kompleks warna (Roth and Blaschke,
1981). Selain itu, senyawa yang dari asalnya berwarna juga dapat dideteksi pada
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam reaksi warna (Vogel, 1994)
yaitu :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
suatu zat tertentu, tetapi banyak reaksi menghasilkan warna untuk sekelompok kecil
hendaknya meningkat secara linier dengan naiknya konsentrasi zat yang akan
ditetapkan. Jika tidak dinyatakan lain, diharapkan bahwa korelasi tersebut memenuhi
hukum Lambert-Beer.
untuk memungkinkan pembacaan yang tepat. Periode warna optimum harus cukup
yang ditetapkan adalah zat berkuantitas kecil dan diharapkan pula produk reaksi
menyerap dengan kuat pada daerah sinar tampak bukan daerah ultraviolet.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
analisis adalah :
metode tersebut dengan nilai yang sebenarnya. Akurasi metode analisis biasanya
dinyatakan dengan persen perolehan kembali analit dalam sampel yang kadarnya
telah diketahui dengan pasti (Anonim, 2005). Berikut adalah kriteria penerimaan
Akurasi untuk kadar obat yang besar adalah 95-105 % sedangkan untuk bioanalisis
24
sampel yang homogen. Presisi dinyatakan dalan simpangan baku atau simpangan
laboratorium yang sama pada hari yang berbeda atau analis yang berbeda atau
yang sama dengan peralatan yang sama pada interval waktu yang pendek.
Berikut adalah kriteria penerimaan presisi berdasarkan kadar analit (Yuwono dan
Indrayanto, 2005) :
Tabel II. Kriteria penerimaan presisi pada konsentrasi analit yang berbeda
Unttuk bioanalisis nilai KV 15-20% masih dapat diterima (Mulja dan Hanwar, 2003).
mengukur dengan akurat respon analit dalam sampel dengan adanya komponen lain
yang mungkin ada dalam sampel seperti pengotor dan produk degradasi (Anonim,
2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
membandingkan hasil uji sampel dengan analit yang diketahui konsentrasinya dan
blangko serta menetapkan konsentrasi terendah analit yang dapat terdeteksi untuk
metode instrumental. Rasio signal-to-noise untuk detection limit adalah 2:1 atau 3:1.
Selain itu, penentuan detection limit dapat juga didasarkan pada slope kurva baku
yang dapat ditentukan dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima di bawah
adalah 10:1. Penentuan quantitation limit dapat juga didasarkan pada slope kurva
matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada
rentang yang diberikan (Anonim, 2005). Range adalah interval level analit terendah
dan tertinggi yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan akurasi, presisi, dan
26
terbesar dalam obat atau bahan aktif (termasuk bahan pengawet) dari suatu sediaan.
bahan obat dan degradasi produk sediaan farmasi, termasuk penentuan kuantitatif
Tabel III. Parameter validasi yang dipersyaratkan untuk validasi metode analisis
Kesalahan pada metode analisis kimia yaitu (Mulja dan Suharman, 1995) :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
tetap dari nilai sebenarnya karena proses pelaksanaan prosedur analisis. Kesalahan
1) kesalahan pada metode analisis, agak sulit dideteksi karena kesalahan metode
analisis ini antara lain disebabkan sifat fisika kimia pereaksi yang dipakai tidak
memadai.
Kesalahan ini dapat dicari sebabnya dan dapat dikendalikan dengan kalibrasi
instrumen secara berkala, pemilihan metode dan prosedur standar dari badan resmi,
pemakaian bahan kimia dengan derajat untuk analisis, dan peningkatan pengetahuan
peneliti.
instrumen memberikan noise yang kecil yang kemudian ada kemungkinan menjadi
semakin besar sebagai nilai noise kumulatif. Penyebab kesalahan ini tidak diketahui.
Pemakaian instrumen dengan kualitas baik akan menekan nilai kesalahan ini.
F. Landasan Teori
28
terletak pada keberadaan cincin β-laktam tetapi kedua senyawa tersebut juga
memiliki gugus amin primer. Penetapan kadar sefaleksin dapat dilakukan dengan
berwarna kuning hasil reaksi sefaleksin dengan hasil kondensasi asetilaseton dan
formalin. Gugus fungsi pada sefaleksin yang bereaksi dengan asetilaseton dan
formalin adalah gugus amin primer. Metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi
asetilaseton dan formalin tersebut mempunyai tingkat selektivitas dan akurasi yang
baik untuk penetapan kadar sefaleksin baik dalam senyawa murni maupun dalam
G. Hipotesis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
rancangan penelitian deskriptif, sebab pada penelitian ini tidak dilakukan manipulasi
B. Definisi Operasional
1. Parameter validasi metode analisis yang diamati dalam penelitian ini adalah
2. Sampel ampisilin yang digunakan adalah kapsul ampisilin merek “X” yang
C. Bahan-Bahan Penelitian
(Brataco Chemika), kapsul ampisilin 500 mg (buatan pabrik tertentu dengan kode
“X”), asetilaseton, formalin, asam asetat 96%, natrium asetat, natrium hidroksida,
asam klorida, dan akuades (Laboratorium Analisis Obat dan Makanan Fakultas
Farmasi UGM). Kecuali dinyatakan lain, bahan-bahan penelitian yang digunakan ada
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
D. Alat-Alat Penelitian
Instrument pH 209), neraca analitik (Precisa 125 A. SCS Swiss Quality), mikropipet
Gilson 1000 µl, penangas air, termometer, kertas saring, dan alat-alat gelas yang
lazim.
E. Tatacara Penelitian
1. Pembuatan larutan
Sebanyak 16,0 ml natrium asetat 0,2 M dan 34,0 ml asam asetat 0,2 M
31
menit di atas penangas air dengan suhu 80oC, didinginkan, pH diatur dengan
diencerkan dalam labu ukur 100 ml. Konsentrasi yang diperoleh adalah
0,005M.
Oleh karena senyawa yang dianalisis pada penelitian ini berbeda dengan
senyawa yang dianalisis dalam penelitian Patel et al. (1992) maka dilakukan
air dengan suhu 35oC, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapannya
pada panjang gelombang 400 nm sampai diperoleh serapan yang stabil pada rentang
waktu tertentu. Dilakukan penetapan blangko. Operating time adalah rentang waktu
b. Penetapan pH optimum.
dipipet sebanyak 4 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan 2,0 ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
larutan baku ampisilin 0,005 M, didiamkan selama operating time di dalam penangas
air dengan suhu 35oC, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapan
larutan pada panjang gelombang 400 nm. Dilakukan penetapan blangko. Nilai pH
ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Pada masing-masing labu ukur tersebut
time di dalam penangas air dengan suhu 35oC, diencerkan dengan akuades sampai
tanda. Diukur serapan larutan pada panjang gelombang 400 nm, Dilakukan
Sebanyak 1,0; 1,4; dan 1,8 ml larutan baku ampisilin 0,005 M dipipet dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Masing-masing labu ukur ditambah dengan
pereaksi pada pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan selama operating time di
dalam penangas air dengan suhu 35oC, diencerkan dengan akuades sampai tanda.
Serapan dibaca pada panjang gelombang 300-500 nm. Dilakukan penetapan blangko.
33
Larutan baku ampisilin 0,005 M dipipet sebanyak 0,8; 1,0; 1,2; 1,4; dan 1,6
ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Masing-masing labu ukur ditambah
dengan pereaksi pada pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan selama operating
time di dalam penangas air dengan suhu 35oC, diencerkan dengan akuades sampai
senyawa hasil reaksi antara ampisilin dengan asetilaseton dan formalin dan
a. Pengambilan sampel.
Ditimbang seksama sejumlah serbuk dari 20 kapsul yang setara dengan 100,9
dalam labu ukur 25 ml, ditambah dengan pereaksi pada pH dan volume hasil
suhu 35oC, diencerkan dengan akuades sampai tanda, diukur serapannya pada
34
a. Akurasi.
Ditimbang seksama sejumlah serbuk dari 20 kapsul yang setara dengan 100,9
labu ukur 100 ml, dilarutkan kemudian diencerkan dengan akuades sampai
tanda. Dipipet 1,0 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambah
operating time di dalam penangas air dengan suhu 35oC, diencerkan dengan
sebenarnya.
b. Presisi.
Presisi dinyatakan dengan koefisien variasi (KV). Dari data hasil penetapan
kadar ampisilin dalam kapsul “X” dihitung nilai KV dari % kadar ampisilin
35
c. Linearitas.
Linearitas ditentukan dari nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari
nilai r tabel dengan derajat bebas (df) = 3 dan taraf kepercayaan 99 %. Selain
itu, linearitas ditentukan juga dari nilai koefisien variasi fungsi (Vx0) yang
diperoleh dengan cara mengolah data hasil penetapan kurva baku ampisilin.
F. Analisis Hasil
1. akurasi
Metode analisis dikatakan memiliki akurasi yang baik bila % perolehan kembali
ampisilin baku berada pada rentang 98-102 % (Yuwono dan Indrayanto, 2005) dan
% perolehan kembali sampel ampisilin berada pada rentang 95-105 % (Mulja dan
Hanwar, 2003).
2. presisi
sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
SD
KV = x 100 %
x ……………………… (12)
Kadar analit dalam sampel pada penelitian ini adalah 75,96 % sehingga metode
analisis dikatakan memiliki presisi yang baik jika nilai KV kurang dari 2,7 %
3. linearitas
diperoleh dari penetapan kurva baku ampisilin dan berdasarkan nilai Vx0. Jika r
hitung lebih besar dari r tabel dengan df = 3 dan taraf kepercayaan 99 % yaitu 0,959
(Cann, 2003) dan nilai Vx0 ≤ 2 % (Mulja dan Hanwar, 2003) maka metode analisis
BAB IV
serapan yang stabil. Pada rentang waktu tersebut reaksi antara ampisilin dengan
pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna kuning telah optimum sehingga pada
pengukuran serapan yang terbaca adalah semua ampisilin yang telah bereaksi dengan
pereaksi. Reaksi yang terjadi pada penetapan kadar ampisilin dalam penelitian ini
diawali dengan reaksi antara asetilaseton dan formalin pada pembuatan larutan
Reaksinya adalah :
O O O OH
H H
H3C C C C CH3 H3C C C C CH3
H2
H
asetilaseton
O OH
-H
H3C C C C CH3
H
enol asetilaseton
2. kondensasi enol asetilaseton dengan formalin
O H O OH
O H
H3C C H3C C CH2
CH H H
+ C C
- H2O
- H+
C H H
C
H3C O
H3C O
38
H
O O H O H O
O O
H3C C C CH3
-H
CH C CH
H2
C C
H3C O O CH3
3,5-diasetil-2,6-heptanadion
heptanadion (gambar 7). Hasil reaksi kedua senyawa tersebut adalah senyawa
berwarna kuning. Gugus fungsi pada ampisilin yang bertanggung jawab dalam
pembentukan senyawa berwarna kuning tersebut adalah gugus amin primer. Reaksi
CH C CH N H CH C CH
H2 H2
C C R C H3C C O
O O O O
CH C CH CH C C Eliminasi H2O
H2 H H2
C H3C C OH C H3C C OH2
H3C O H3C O
HN R HN R
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
O O O
O
H2 C CH3
H3C C C CH3 H3C C C
CH C
-H2O CH C C
H2
-H C C CH3
H3C C C
N CH3
R
O CH3 O
N R H
O O
O O
H H H2
H2 C CH3 C CH3
H3C C C H3C C C
H C C C C
H3C C C H3C C C
N CH3 N CH3
OH2
H OH
R R
O
O
H2 C CH3
H3C C C
-H2O C C
-H C C
H3C N CH3
warna kuning
COOH
H
O CH3
O N
H CH3
R = C C N S
H
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
H COOH
O
CH3
O N
CH3
H
C C N S
H
N
H3C C C CH3
C C
C C CH3
H3C C H2
O
O
= gugus kromofor
Gambar 7. Usulan reaksi antara ampisilin dengan senyawa hasil kondensasi asetilaseton dan
formalin
Dapat diperkirakan bahwa reaksi pada gambar 7 tidak hanya terjadi pada senyawa
yang memiliki gugus amin alifatik primer, namun juga dapat terjadi pada senyawa
yang memiliki gugus amin aromatik primer yang rantai sampingnya tidak
gugus amin aromatik primer tidak lagi nukleofilik sehingga tidak dapat mengadisi
reaksi ampisilin dengan pereaksi mulai dari menit ke-20 sampai menit ke-80 pada
panjang gelombang 400 nm. Hasil penetapan operating time disajikan pada tabel IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel IV. Hasil penetapan operating time reaksi antara ampisilin dengan asetilaseton dan
formalin
Waktu inkubasi Serapan senyawa hasil reaksi antara ampisilin dengan asetilaseton dan
(menit) formalin pada λ 400 nm
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
20 0,438 0,492 0,429
25 0,494 0,544 0,533
30 0,526 0,596 0,555
35 0,549 0,633 0,584
40 0,568 0,653 0,593
45 0,599 0,668 0,610
50 0,600 0,680 0,628
55 0,613 0,687 0,632
60 0,621 0,691 0,645
65 0,649 0,690 0,655
70 0,653 0,702 0,638
75 0,657 0,705 0,639
80 0,661 0,715 0,653
Dari data pada tabel IV diketahui bahwa reaksi ampisilin dengan pereaksi
pengukuran serapan selama 30 menit terhadap larutan hasil reaksi ampisilin dengan
pereaksi yang sudah dipanaskan pada suhu 35oC selama 70 menit. Hasil pengukuran
Gambar 8. Spektrum hasil pengukuran stabilitas reaksi antara ampisilin dengan asetilaseton
dan formalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
tetap stabil. Hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi ampisilin dengan pereaksi
optimum mulai dari menit ke-70 sampai menit ke-100. Dengan demikian,
pengukuran serapan larutan dapat dilakukan pada menit ke-70 sampai menit ke-100.
B. Penetapan pH Optimum
asetilaseton dan formalin adalah tahap reaksi adisi nukleofilik dan eliminasi H2O.
agar reaksi antara ampisilin dengan pereaksi dapat berjalan optimum. Menurut
Fessenden and Fessenden (1994), reaksi tersebut optimum pada pH 3 sampai 4. Bila
pH terlalu asam (di bawah pH optimum) maka konsentrasi amin primer bebas
menjadi sangat kecil bahkan dapat diabaikan karena gugus amin primer bebas pada
RNH2 + H+ RNH3+
Amin primer pada ampisilin
bersifat nukleofilik sangat kecil sehingga reaksi adisi nukleofilik yang seharusnya
berjalan cepat menjadi lebih lambat. Di sisi lain, pH yang terlalu asam menyebabkan
konsentrasi H+ menjadi besar sehingga gugus OH- akan sangat mudah terprotonkan
menjadi H2O. H2O merupakan gugus pergi yang lebih baik dibanding OH-. Hal ini
menyebabkan reaksi eliminasi H2O akan berjalan lebih cepat dari yang seharusnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Bila pHnya basa maka konsentrasi amin primer bebas menjadi banyak
sehingga reaksi adisi nukleofilik berjalan lebih cepat dari yang seharusnya,
sedangkan reaksi eliminasi H2O menjadi lebih lambat dari yang seharusnya. Hal ini
CH C C CH C CH
H2 H2
C H3C C OH2 C H 3C C OH
H3C O H 3C O
HN R HN R
Pada pH optimum (pH 3-4) laju reaksi adisi nukleofilik dan eliminasi H2O
yang optimum agar reaksi antara ampisilin dengan pereaksi dapat berjalan dengan
pereaksi optimum ditentukan dengan mengukur serapan larutan hasil reaksi ampisilin
dengan pereaksi pada setiap pH pada panjang gelombang 400 nm, hasilnya disajikan
pada tabel V.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Tabel V. Hasil penetapan pH optimum reaksi antara ampisilin dengan asetilaseton dan formalin
Serapan paling besar dari larutan kuning hasil reaksi antara ampisilin
dengan pereaksi terjadi pada pH 4. Hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi ampisilin
4.
serapan yang paling besar dan stabil. Penetapan volume pereaksi optimum bertujuan
untuk menentukan volume pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan semua
6, 7, 8, 9, dan 10 ml. Serapan larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 400
45
stabil. Pada volume pereaksi tersebut semua ampisilin dalam larutan telah bereaksi
suatu senyawa menghasilkan serapan yang paling besar. Penentuan λmaks pada
penelitian ini diukur pada rentang λ 300-500 nm. Pengukuran serapan dilakukan pada
rentang λ tersebut karena dalam literatur yang diacu pengukuran serapan senyawa
berwarna kuning hasil reaksi antara sefaleksin dengan asetilaseton dan formalin
dilakukan pada λ 400 nm. Gugus pada sefaleksin yang berperan dalam pembentukan
senyawa kuning tersebut adalah gugus amin primer. Penetapan kadar ampisilin pada
penelitian ini juga didasarkan pada reaksi antara gugus amin primer dari ampisilin
dengan hasil kondensasi asetilaseton dan formalin yang juga menghasilkan senyawa
berwarna kuning. Dengan demikian, dapat diperkirakan λmaks untuk reaksi ampisilin
46
0,081; 0,113; dan 0,145 mg/ml. Hal tersebut dilakukan dengan maksud untuk melihat
Konsentrasi ampisilin baku 0,081 mg/ml Konsentrasi ampisilin baku 0,113 mg/ml
Gambar 9. Spektra hasil penetapan panjang gelombang serapan maksimum ampisilin pada
konsentrasi 0,081; 0,113; dan 0,145 mg/ml yang direaksikan dengan asetilaseton dan formalin
Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa ada 2 puncak serapan pada tiap
spektrum. Puncak yang lebih tinggi muncul pada λ 335,0 nm (pada konsentrasi
ampisilin baku 0,081 dan 0,113 mg/ml) dan λ 338,0 nm (pada konsentrasi ampisilin
baku 0,145 mg/ml), sedangkan puncak yang lebih pendek muncul pada λ 398,0 nm
(pada semua seri konsentrasi ampisilin baku). Puncak serapan senyawa hasil reaksi
ampisilin dengan pereaksi adalah puncak serapan yang lebih pendek yaitu pada λ
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
398,0 nm. Dasar dari penentuan ini adalah hasil reaksi ampisilin dan pereaksi berupa
larutan warna kuning. Larutan berwarna bila diukur serapannya akan menghasilkan
puncak serapan pada daerah λ sinar tampak. Puncak serapan yang lebih tinggi bukan
merupakan puncak serapan senyawa hasil reaksi ampisilin dengan perekasi karena
puncak tersebut muncul pada λ sinar UV. Kemungkinan puncak tersebut dihasilkan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa λmaks senyawa hasil reaksi ampisilin dan
pergeseran λmaks. Penentuan λmaks merupakan syarat dalam analisis kuantitatif secara
spektrofotometri karena pada λmaks perubahan serapan untuk tiap satuan konsentrasi
besar. Dengan kata lain pengukuran serapan pada λmaks memberikan sensitivitas yang
besar. Selain itu, daerah di sekitar λmaks adalah datar. Hal tersebut mengurangi
Hasil penetapan kurva baku ampisilin adalah suatu persamaan garis regresi
linier yang dapat digunakan untuk menghitung kadar ampisilin dalam sampel. Bila
serapan sampel diketahui maka kadar ampisilin dalam sampel dapat dihitung dengan
ampisilin dengan serapan senyawa hasil reaksi ampisilin dengan pereaksi. Penetapan
kurva baku pada penelitian ini menggunakan 5 seri konsentrasi yaitu 0,065; 0,081;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
0,097; 0,113; dan 0,129 mg/ml dengan masing-masing konsentrasi dilakukan 3 kali
replikasi. Penetapan kurva baku diukur pada λmaks yaitu 398,0 nm. Hasil penetapan
Tabel VII. Hasil penetapan kurva baku ampisilin sesudah direaksikan dengan asetilaseton dan
formalin
Konsentrasi Serapan senyawa hasil reaksi antara ampisilin dengan asetilaseton dan
ampisilin (mg/ml) formalin pada λ 398,0 nm
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
0,065 0,411 0,406 0,416
0,081 0,497 0,506 0,494
0,097 0,590 0,589 0,589
0,113 0,679 0,672 0,687
0,129 0,745 0,755 0,748
A = 0,0691 A = 0,0618 A = 0,0672
B = 5,3125 B = 5,4000 B = 5,3563
r = 0,9984 r = 0,9992 r = 0,9975
α = 79,34o α = 79,51o α = 79,42o
Pers. garis y=5,3125x+0,0691 y=5,4000x+0,0618 y=5,3563x+0,0672
regresi linier
Dari hasil penetapan kurva baku ampisilin pada tabel VII, ketiga persamaan
garis regresi yang diperoleh memiliki nilai α yang besar sehingga bila dibuat kurva
dengan pereaksi akan dihasilkan kurva dengan kemiringan yang kurang baik. Oleh
49
Tabel VIII. Hasil modifikasi data penetapan kurva baku ampisilin sesudah direaksikan dengan
asetilaseton dan formalin
Konsentrasi Serapan senyawa hasil reaksi antara ampisilin dengan asetilaseton dan
ampisilin (mg/5ml) formalin pada λ 398,0 nm
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
0,325 0,411 0,406 0,416
0,405 0,497 0,506 0,494
0,485 0,590 0,589 0,589
0,565 0,679 0,672 0,687
0,645 0,745 0,755 0,748
A = 0,0691 A = 0,0618 A = 0,0672
B = 1,0625 B = 1,0800 B = 1,0713
r = 0,9984 r = 0,9992 r = 0,9975
α = 46,74o α = 47,20o α = 46,97o
Pers. garis y=1,0625x+0,0691 y=1,0800x+0,0618 y=1,0713x+0,0672
regresi linier
Dari data di atas diperoleh 3 persamaan garis regresi linier dengan nilai α
yang lebih baik dan semuanya memiliki nilai koefisien korelasi (r) hitung yang lebih
besar dari nilai koefisien korelasi (r) tabel dengan df = 3 dan taraf kepercayaan 99%
yaitu 0,959 (Cann, 2003). Hal tersebut berarti bahwa terdapat korelasi bermakna
antara konsentrasi ampisilin dengan serapan senyawa hasil reaksi ampisilin dengan
pereaksi. Namun, persamaan garis regresi linier yang paling baik adalah y=1,0800x +
0,0618 karena persamaan garis regresi linier tersebut memiliki nilai r hitung yang
paling mendekati 1 yaitu 0,9992. Oleh karena itu, persamaan garis regresi linier
tersebut digunakan untuk penetapan kadar ampisilin dalam sampel. Hubungan antara
50
0,8
0,5
0,4
0,3
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Konsentrasi ampisilin (mg/5ml)
Gambar 10. Hubungan antara konsentrasi ampisilin dengan serapan senyawa hasil reaksi
ampisilin dengan asetilaseton dan formalin
Kadar ampisilin dalam kapsul “X” dihitung dengan cara mengolah data
pengukuran serapan larutan hasil reaksi sampel ampisilin (kapsul “X”) dan pereaksi
kadar ampisilin dalam kapsul “X” disajikan pada tabel IX dan perhitungannya dapat
dilihat di lampiran 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Tabel IX. Hasil penetapan kadar ampisilin dalam kapsul “X” dengan metode spektrofotometri
visibel menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin
menunjukkan bahwa rata-rata % kadar ampisilin dalam kapsul “X” adalah 113,43%.
Nilai tersebut memenuhi persyaratan kapsul ampisilin yang tertera dalam Farmakope
tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada
etiket. Kadar ampisilin yang tertera dalam etiket adalah 500 mg. Jadi, kapsul “X”
ampisilin antara 450-600 mg. Dari data di atas terlihat bahwa kadar ampisilin dalam
kapsul “X” berada di antara 450-600 mg sehingga dapat dikatakan kapsul “X”
tersebut memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Indonesia IV. Hasil
asetilaseton dan formalin akurat untuk menetapkan kadar ampisilin dalam kapsul
“X”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
obat atau bahan aktif (termasuk bahan pengawet) dari suatu sediaan. Parameter
1. akurasi
perlakuan yang sama seperti penetapan kadar ampisilin dalam kapsul “X” namun
ditambahkan ampisilin baku sebanyak 100,8 mg. Serapan hasil pengukuran diolah
dengan persamaan garis regresi linier y = 1,0800x + 0,0618 sehingga diperoleh kadar
53
Dari data pada tabel X, % perolehan kembali yang didapat adalah antara
kembali yang dipersyaratkan adalah 95-105 % (Mulja dan Hanwar, 2003). Hal ini
berarti % perolehan kembali yang diperoleh pada penelitian ini berada pada rentang
data serapan hasil penetapan kurva baku ampisilin pada replikasi II dengan
98,15-101,48 %. Hasil tersebut berada dalam rentang yang dipersyaratkan yaitu 98-
visibel menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin memiliki akurasi yang baik
54
2. presisi
pengukuran sampel yang diambil dari campuran yang homogen di bawah kondisi
analisis yang sama. Presisi dinyatakan dalan koefisien variasi (KV). Presisi yang
Penetapan presisi menggunakan data penetapan kadar ampisilin dalam kapsul “X”.
menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin dikatakan baik bila nilai KV kurang
dari 2,7 % (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
menunjukkan bahwa nilai KV adalah 1,05 %. Hal ini berarti metode analisis yang
55
3. linearitas
penetapan kurva baku ampisilin. Hasil penetapan kurva baku ampisilin adalah
persamaan garis regresi linier y=1,0800x +0,0618 dengan nilai r = 0,9992. Nilai r
hitung tersebut lebih besar dari nilai r tabel dengan df = 3 dan taraf kepercayaan 99%
yaitu 0,959 (Cann, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara konsentrasi ampisilin dengan serapan senyawa hasil reaksi ampisilin dengan
ditentukan.
Selain itu, linearitas juga dapat ditentukan dengan melihat nilai Vx0 yang
memiliki linearitas yang baik bila nilai Vx0 ≤ 2 %. Dari hasil perhitungan diperoleh
nilai Vx0 = 1,19 %. Berdasarkan hasil penentuan nilai r hitung dan Vx0 dapat
asetilaseton dan formalin memiliki linearitas yang baik untuk penetapan kadar
ampisilin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
A. Kesimpulan
memiliki akurasi, presisi, dan linearitas yang baik untuk penetapan kadar
ampisilin.
dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar ampisilin dalam sediaan kapsul dan
kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera dalam
etiket.
B. Saran
1. Perlu dilakukan optimasi suhu reaksi untuk menghasilkan reaksi yang optimum
2. Perlu dilakukan aplikasi metode analisis yang digunakan pada penelitian ini
untuk penetapan kadar ampisilin dalam bentuk sediaan yang lain seperti tablet
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 103-104, 1018, 1062, 1136,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2005, The United States Pharmacopeia, 28th ed., II, 2748-2751, United
States Pharmacopeial Convention Inc., Rockville.
Cann, A. J., 2003, Maths from Scratch for Biologist, 213, John Wiley & Sons LTD,
England.
Christian, G. D., 2004, Analytical Chemistry, 6th ed., 465, John Wiley and Sons Inc.,
USA.
Fessenden, R. J., and Fessenden, J. S., 1994, Organic Chemistry, alih bahasa oleh
Hadyana Pudjaatmaka, jilid 2, 23, Penerbit Erlangga, Jakarta.
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Ivashkiv, E., 1973, Ampicillin, in Florey, K., Analytical Profiles of Drug Substances,
2, 38-42, Academic Press Inc., New York.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., Lance, L. L., 2003, Drug Information
Handbook, 11th ed., 100, Lexi-Comp Inc., Ohio.
Mulja, M. dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik
(Good Laboratory Practice), Jurnal Farmasi Airlangga, 3 (2), 72.
Mulja, M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-7, 10-11, 26-27, 31-37, 40,
Airlangga University Press, Surabaya.
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Mathilda, B. W. dan Anna,
S. R., 641, Penerbit ITB, Bandung.
Nyoman, F., 2004, Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar
Ampisilin Utuh dalam Suspensi Oral Ampisilin, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Patel, I. T., Divani, M. B., and Patel T. M., 1992, Spectrophotometric Method for
Determination of Cephalexin in Its Dosage Form, Journal of AOAC Inter.,
75 (6), 994-998.
Pecsok, R. L., Shields, L. D., Cairns, T. Mc., and William T. G., 1976, Modern
Methods of Chemical Analysis, 2th ed., 142-143, 228, John Wiley & Sons
Inc., New York.
Petri Jr, W. A., 2001, Antimicrobial Agent Penicillins, Cephalosporins, and Other β-
Lactam Antibiotics in Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis
of Therapeutics, 10th ed., 1201-1202, The McGraw-Hill Companies Inc.,
USA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Putra, E. D. L., 2002, Penetapan Kadar Ampisilin dalam Tablet dengan Nama
Generik dan Dagang Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi,
Majalah Farmasi Indonesia, 13 (4), 223-232.
Rofie, F., 2005, Penetapan Kadar Sefadroksil dalam Kapsul Menggunakan Metode
Spektrofotometri UV dengan Pereaksi Etil Asetoasetat dan Asetaldehid,
Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Skoog, D. A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3th ed., 160, 182, CBS
College Publishing, Japan.
Sunarto, M., 2007, Validasi Metode Spektrofotometri Visibel untuk Penetapan Kadar
Amoksisilin Menggunakan Pereaksi Asetilaseton dan Formalin, Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
LAMPIRAN
kurva baku
201,6 mg
Konsentrasi larutan ampisilin baku stok = = 2,016 mg/ml
100 ml
Dari larutan stok dipipet 0,8 ml dan diencerkan sampai 25 ml, sehingga
C1 x V1 = C2 x V2
C2 = 0,065 mg/ml x 5
= 0,325 mg/5ml
Perhitungan konsentrasi larutan ampisilin baku yang lainnya seperti contoh di atas.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
0,145 mg/ml
62
“X”
63
Contoh perhitungan:
Serapan = 0,561
25
Faktor pengenceran = x 50
1
y = 1,0800x + 0,0618
x = 0,4622 mg/5ml
= 0,0924 mg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
25
Kadar ampisilin terukur x faktor pengenceran = 0,0924 mg/ml x x 50
1
= 115,500 mg
rata - rata bobot isi kapsul x kadar ampisilin dalam penimbangan sampel
=
bobot penimbangan sampel
658,22 mg x 115,500 mg
=
132,9 mg
= 572,04 mg
572,04 mg
= x 100%
500 mg
= 114,41 %
114,431 mg
= x 100%
132,8 mg
= 86,168 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
86,168
Kadar ampisilin dalam 133,0 mg sampel = x 133,0 mg
100
= 114,603 mg
114,603 mg + 100,8 mg
Kadar ampisilin sebenarnya = = 2,1540 mg/ml
100 ml
66
Contoh perhitungan :
y = 1,0800x + 0,0618
x = 0,4409 mg/5ml
= 0,0882 mg/ml
25 ml
• Kadar ampisilin yang didapat = 0,0882 mg/ml x = 2,2050 mg/ml
1 ml
2,2050 mg / ml
= x 100%
2,1540 mg / ml
= 102,37 %
67
Contoh perhitungan :
Serapan = 0,406
y = 1,0800x + 0,0618
x = 0,319 mg/5ml
= 98,15 %
68
y = 1,0800x + 0,0618
X x y ŷ (y- ŷ)2
0,325 0,319 0,406 0,413 4,9 x 10-5
0,405 0,411 0,506 0,499 4,9 x 10-5
0,485 0,488 0,589 0,586 9 x 10-6
0,565 0,565 0,672 0,672 0
0,645 0,642 0,755 0,758 9 x 10-6
x = 0,485 Σ = 1,16 x 10-4
Keterangan :
Contoh perhitungan :
∑( y − yˆ ) 2
• Sy =
N −2
1,16 x10 −4
=
3
= 6,218 x 10-3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Sy
• Sx0 =
b
6,218 x10 −3
= = 5,757 x 10-3
1,0800
Sx0
• Vx0 = x100%
x
5,757 x10 −3
= x100%
0,485
= 1,19 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI
71