Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etologi berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti kebiasaan dan
logos yang berarti ilmu atau pengetahuan.Ethos bisa pula berarti etis atau etika
dapat juga berarti karakter.Jadi secara etimologi, etologi berarti ilmu yang
mempelajari tentang kebiasaan atau karakter.Namun etologi lebih dahulu
dikenalkan sebagai ilmu perilaku hewan. Etologi adalah suatu cabang ilmu
zoology yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme, serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ilmu yang mempelajari perilaku atau
karakter hewan tersebut digunakan di dalam pendekatan ilmu psikologi
perkembangan.Teori ini mencoba menjelaskan perilaku manusia.Sehingga di
dalam ilmu psikologi, etologi berarti ilmu yang mempelajari perilaku manusia di
dalam pengaturan yang alami. Semua perilaku manusia adalah bentuk reaksi dari
apa yang terjadi di lingkungan alaminya. Teori Etologi memahami bahwa perilaku
manusia mempunyai relevansi dengan perilaku binatang.Sifat-sifat yang menonjol
dari setiap binatang diantaranya adalah sifat mempertahankan wilayahnya,
bertindak agresif, dan perasaan ingin menguasai sesuatu.Sifat-sifat ini ditemukan
pula pada diri manusia.Karena hal tersebut, maka para etolog memandang bahwa
insting merupakan sifat dasar hewan dan aspek penting dalam memahami perilaku
manusia.

Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons


terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila
respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama
terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu
organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita
cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan
menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita. Ini adalah
antropomorfisme (Y: anthropos = manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme
lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal suatu organisme,
semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik. Seringkali suatu
perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau innate
behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat
disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi perilaku terjadi
perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat pada
suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan atau
pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan yang terus berlangsung. Diketahui
bahwa terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan
lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat serta
kematangan fisik dan fisiologi yang mempengaruhi munculnya perilaku hewan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Faktor genetik sebagai penentu perilaku ?


2. Bagaimana Faktor kematangan fisik sebagai penentu perilaku ?
3. Bagaimana Faktor kematangan fisiologis sebagai penentu perilaku?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mengetahui Faktor genetik sebagai penentu perilaku
2. Mengetahui Faktor kematangan fisik sebagai penentu perilaku
3. Mengetahui Faktor kematangan fisiologis sebagai penentu perilaku
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor genetik sebagai penentu perilaku


Behavior genetik berkaitan dengan derajat dan hakekat landasan hereditas
perilaku. Pakar genetika perilaku menganggap bahwa perilaku ditentukan bersama
sama oleh interaksi keturunan dan lingkungan. Teori genetika dikembangkan oleh
Gregor Mendel, yang mendemonstrasikan pewarisan sifat terjadi melalui gen.
Gen merupakan unit pewaris sifat yang mempertahankan identitas strukturalnya
dari generasi ke generasi. Sifat- Sifat gen antara lain mengandung informasi
genetika, yang merupakan bagian dari kromosom.

Individu yang mempunyai pasangan indentik sebuah gen dalam dua


kromosom disebut sebagai individu homozigot, sedangkan individu yang tidak
memiliki pasangan yang cocok untuk gen disebut dengan individu heterosizot.
Beberapa gen ada yang bersifat dominan dan ada yang relatif. Gen dominan
menunjukan pengaruh yang kuat dalam kondisi homozigot maupun heterozigot.
Sedangkan gen relatif hanya menunjukan pengaruh pada keadaan homozigot.
Sebagai contoh, seseorang yang memiliki satu gen mata coklat (dominan) dan satu
gen mata biru (resesif), maka ia akan memiliki mata berwarna coklat, tetapi ia
juga membawa sifat untuk gen mata biru yang akan diturunkan kepada generasi
berikut.

Terdapat istilah genotipe dan fenotipe. Genotipe merupakan warisan


genetika yang merupakan bahan genetika sesungguhnya. Sedangkan fenotipe
adalah karakteristik seseorang yang dapat teramati. Fenotipe dipengaruhi oleh
genotipe, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Fenotipe merujuk pada
karakteristik fisik dan psikologis.
1. Innate
Merupakan perilaku atau suatu potensi terjadinya potensi yang telah ada
didalam suatu individu. Perilaku yang timbul karena bawaan lahir berkembang
secara tepat atau pasti. Perilaku ini tidak memerlukan adanya pengalaman atau
proses belajar, seringkali terjadi pada saat baru lahir, dan perilaku ini bersiifat
genetis (diturunkan).
2. Insting
Adalah perilaku innate klasis, terdapat beberapa perilaku yang merupakan
hasil pengalaman, belajar, dan adapula merupakan faktor keturunan.

Warisan memegang peranan yang penting dalam perilaku hewan. Dalam


hal meminang, perilaku hewan memastikan dahulu, jika termasuk anggota spesies
sama, bukan dari anggota yang lain, sehingga dapat dijadikan pasangan. Misalnya,
tingkah laku kunag-kunang saat berpasangan walauu enunjukkan spesiea yang
sama, juga mempunyai perilaku berbeda dalam menemukan bahwa kunang-
kunang betina mempunyai pasangannya tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari pola
cahaya dar kunang-kunang yang menyala berbeda pada waktu senja. Kunang-
kunang betina dari satu spesies akan menanggapi hanya pada pejantan tertentu
dengan memerlihatkan pola nyala lampu spesies tertentu.
Beberapa kebiasaan meminang membantu mencegah betina membunuh
pejantan sebelum mereka memiliki kesempatan untuk berpasangan.
Contohnya,pada beberapa laba-laba pejantannya lebih kecil daripada betina dan
beresiko untuk dimakan jika pejantan mendekati betina.sebelum berpasangan
pejantan dan beberapa spesies menunjukkan beberapa tandatanda. Seperti
serangga membungkus diri dalam jarring-jaring yang sempurna.sementara betina
yang tidak terbungkus dan memakan serangga.Pejantan mampu berpasangan
dengannya memerlukan penyerangan. Setelah berpasangan, pejantan akan
dimakan oleh betina.
2.2 Faktor kematangan fisik sebagai penentu perilaku
Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan
Perkembangan struktur fisiologi dalam system saraf, otak dan indra sehingga
semua itu memungkinkan spesies matang untuk mengadakan reaksi-reaksi
terhadap setiap stimulus lingkungan.
Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa kematangan adalah keadaan
atau kondisi bentuk, struktur dan kondisi yang lengkap atau dewasa pada suatu
organisme, baik terhadap suatu sifat, bahkan seringkali semua sifat. Kematangan
(maturity) membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk Bereaksi dengan cara
tertentu, yang disebut “tingkah laku hewan”. Tingkah Laku hewan yang dimaksud
yaitu tingkah laku hewan untuk bertingkah laku yang instingtif maupun tingkah
laku yang dipelajari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku hewan dari segi
kematangan fisik
 Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis, ini menyangkut pertumbuhan
terhadap perlengkapan hewan seperti tubuh pada umumnya alat-alat indra dan
perkembangan reproduksinya
 Lingkungan yang menyangkut kebutuhan serta tujuan spesies tertentu untuk
mempertahankan serta mengembangkan diri
 Dengan demikian perilaku hewan itu senantiasa mengalami perubahan setiap
hari sebagai akibat dari pertambahan dan perkembangan fisiologis hewan
serta adanya desakan-desakan dari lingkungan. Perkembangan tingkah laku
hewan terjadi dengan mengikuti prinsip-prinsip tertentu.

Perilaku hewan dapat dikaji melalui beberapa cara salah satunya bisa dapat
dilihat dari fisiologi yang melatar belakangi satu individu atau hewan tersebut.
Perilaki yang dapat terjadi sebagai akibat satu stimulus dari luar. Reseptor
diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, saraf diperlukan untuk
mengkordinasikan respons, efektor itulah yang sebenarnya melaksanakan aksi.
Perilaku dapat juga disebabkan stimulus dari dalam. Hewan yang lapar akan
mencari makan sehingga hilangnya laparnya setelah memperoleh makanan. Lebih
sering terjadi perilaku suatu, organisme merupakan akibat gabungan stimulus dari
luar dan dari dalam. Jadi, berdasarkan pernyataan diatas hubungan timbal balik
antara stimulus dan respons yang terjadi pada organisme merupakan sebagai studi
mengenai prilaku. Study lainnya menyangkut masalah pertumbuhan dan
mekanisme evolusioner dari organisme dan sekaligus evolusi perilaku.

Dalam satu makalah penting, Niko tinbergen dalam pokok pembahasanya


pembagian perilaku hewan pengembanganya berdasarkan prinsip-prinsip
fisiologis dan fungsinya (pendekatan evolusioner). Salah satu penelitian yang
dilakukan oleh tingbergen yaitu menempatkan kulit telur burung camar yang
pecah dekat dengan telur-telur kamouflase tersebut tampa pecah kulit telur burung
camar. Ia kemudian mengamati, telur-telur mana yang mudah ditemukan oleh
camar. Karena camar-camar tersebut dapat mengidentifikasi atau mengenali
warna putih pecah telurnya sebagai petunjuk atau penanda, ternyata burung camar
tersebut lebih banyak memakan telur-telur ayam kamouplase yang dekat dengan
pecahan kulit telur-telurnya yang asli. Dari peristiwa ini timbergen menarik
kesimpulan bahwa pembuangan cangkang-cangkang telur oleh camar setelah
menetas adalah perilaku adaptif. Hal ini dilakukan oleh burung camar untuk
mengurangi usaha pemangsa (predator) sehingga meningkatkan untuk tetap
bertahan hidup.

3.3 Menjelaskan faktor kematangan fisiologis sebagai penentu perilaku


Setiap makhluk hidup akan melakukan interaksi dengan lingkungannya
sejak pertama kali mereka dilahirkan. Untuk tetap eksis setiap makhluk hidup
harus mampu melakukan adaptasi, baik pada tingkatan populasi maupun
komunitas pada suatu biosfer.
Apabila kita melakukan eksplorasi terhadap beberapa macam interaksi
makhluk hidup, banyak contoh telah di kemukakan para peniliti pada bidang
perilaku hewan.Suatu spesies hewan mampu berinteraksi dengan lingkungan,
hewan tersebut dapat berkomunikasi, bergerak, berinteraksi secara social dan
mencari makanan.Kajian perilaku hewan merupakan salah satu aspek biologi yang
telah lama di teliti, bahkan dapat dikatakan sebagai kajian yang paling tua.Dalam
ilmu yang mempelajari perilaku, banyak peneliti menggunakan hewan percobaan
dibandingkan tumbuhan.
Kajian perilaku dari hewan dapat dijadikan suatu “kunci” untuk
memahami evolusi dan fungsi ekologi dari hewan tersebut.Robinowitz (1980)
yang mempelajari perilaku macan tutul jaguar.Setelah memonitor beberapa
iindividu menggunakan radio transmitter, disimpulkan bahwa jaguar merupakan
hewan soliter, dan hanya melakukan kontak dengan sesamanya hanya saat musim
kawin.Walaupun demikian, jaguar jantan turut berperan dalam memelihara
anaknya.Selain itu, terdapat pula beberapa penemuan mengennai perilaku kawin,
menvari makan, ddan berbagai aspek evolusi serta peran ekologi jaguar tersebut.
Kajian perilaku hewan pada dasarnya mempelajari bagaiman hewan-hewan
berperilaku di lingkungannya dan setelah para ahli melakukan interpretasi,
diketahui bahwa perilaku merupakan hasil dari suatu penyebab atau suatu
“proximate cause”.
Ahli perilaku yang pernah menerima hadiah nobel adalah Konrad Lorenz,
Niko Tinbergen dan Karl Von Frisch. Percobaan yang dilakukan Tinbergen dan
Lorenz membuktikan perilaku “innate” (bawaan) dan bentuk perilaku yang
didapatkan karena melalui suatu proses belajar yang sederhana.
Tinbergen melakukan percobaan dengan menggunakan srang tawon yang
ditempatkan di tengah lingkaran bunga inus, kemudian lingkaran bunga pinus
dipindahkan disamping sarangnya.Ternyata tawon tersebut kembali ketengah
lingkaran, tidak ke sarang.Demikian pula setelah lingkaran bunga pinus diganti
dngan lingkaran batu tanpa sarang, dan disebelahnya dibentuk segitiga dari bunga
pinus dengan sarang di tengahnya.Hasilnya menunjukkan bahwa tawon kembali
ke lingkaran batu, bukan ke sarang di tengah segitiga bunga pinus.Hasil tersebut
menyatakan bahwa tawon dapat menggunakan suatu bentuk di tanah dan terus
menjaga lingkaran tersebut dengan belajar untuk mangenal sesuatu.
Dengan memahami penyebab perilaku, kita dapat lebih mengerti peran
ekologi dan bagaimana hewan menghadapi seleksi alam serta bagaimana perilaku
dapat meningkatkan kebugarannya (fitness), bidang ini juga dikeal dengan istilah
Ekologi Perilaku.
Perilaku hewan bawaan meliputi taksis dan refleks.Taksis: Bereaksi
terhadap stimulus dengan bergerak secara otomatis langsung mendekati atau
menjauh dari atau pada sudut tertentu terhadapnya. Macam-macam taksis:
kemotaksis, fototaksis, magnetotaksis.

1. Refleks

Respon bawaan paling sederhana yang dijumpai pada hewan yang


mempunyai system saraf. Refleks adalah respon otomatis dari sebagian tubuh
terhadap suatu stimulus.Respon terbawa sejak lahir, artinya sifatnya ditentukan
oleh pola reseptor, saraf, dan efektor yang diwariskan. Contoh: refleks rentangan
Mesin refleks rentang memberikan mekanisme pengendalian yang teratur dengan
baik, yang:

 mengarahkan kontraksi refleks otot


 menghambat kontraksi otot-otot antagonis
 terus-menerus memonitor keberhasilan yang dengannya perintahperintah
dari otak diteruskan, dan dengan cepat dan secara otomatis membuat
setiap penyesuaian sebagai pengganti yang perlu.
2. Naluri
Pola perilaku kompleks yang, sebagaimana refleks, merupakan bawaan,
agak tidak fleksibel, dan mempunyai nilai bagi hewan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Naluri lebih rumit dibandingkan dengan refleks dan dapat
melibatkan serangkai aksi.
3. Pelepas Perilaku Naluriah
Sekali tubuh siap di bagian dalam untuk tipe perilaku naluriah tertentu,
maka diperlukan stimulus luar untuk mengawali respon. Isyarat yang memicu aksi
naluriah disebut pelepas (release). Begitu respon tertentu dilepaskan, biasanya
langsung selesai walaupun stimulus efektif segera ditiadakan.Isyarat kimia, yaitu
feromon, berfungsi sebagai pelepas penting pada serangga sosial.
4. Perilaku Ritme dan Jam Biologis

perilaku berulang-ulang pada interval tertentu yang dinyatakan sebagai


ritme atau periode. Daur perilaku ritme dapat selama dua jam atau setahun.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etologi berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti kebiasaan dan
logos yang berarti ilmu atau pengetahuan.Ethos bisa pula berarti etis atau etika
dapat juga berarti karakter.Jadi secara etimologi, etologi berarti ilmu yang
mempelajari tentang kebiasaan atau karakter.Namun etologi lebih dahulu
dikenalkan sebagai ilmu perilaku hewan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku hewan dari segi
kematangan fisik :
 Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis, ini menyangkut pertumbuhan
terhadap perlengkapan hewan seperti tubuh pada umumnya alat-alat indra dan
perkembangan reproduksinya
 Lingkungan yang menyangkut kebutuhan serta tujuan spesies tertentu untuk
mempertahankan serta mengembangkan diri
 Dengan demikian perilaku hewan itu senantiasa mengalami perubahan setiap
hari sebagai akibat dari pertambahan dan perkembangan fisiologis hewan
serta adanya desakan-desakan dari lingkungan. Perkembangan tingkah laku
hewan terjadi dengan mengikuti prinsip-prinsip tertentu.

3.2 Saran
Adapun saran yang penulis harapkan dari penyelesaiannya makalah ini
adalah Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan isi makalah ini. Dapat menambah pengetahuan dan menjadi suatu
bahan pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Santrock, John W. (2002). Life-Span Development. Dallas. University of Texas.

Belsky, J. (Ed) (1988). Infancy, Childhood and adollescene.Clinical Implication


of Attachment. Lawrence Erlbaum Associate

Ervika, Eka, (2000). Kualitas Kelekatan dan Kemampuan Berempati pada


Anak.Skripsi.Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Crain, William. (2007). Teori Perkembangan : Konsep dan Aplikasi. Pustaka


Pelajar

Microsoft Encarta. (2007)

Anda mungkin juga menyukai