Skenario 3 IKT 3 PDF
Skenario 3 IKT 3 PDF
PENURUNAN KESADARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
Puji syukur para penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga para penulis dapat menyelesaikan makalah skenario 3 ini
dengan judul “Penurunan Kesadaran”. Dengan begitu tugas makalah untuk kegiatan
SGD atau Small Group Discussion Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya ini dapat terselesaikan sebagai tugas kelompok. Mengingat
terbatasnya waktu dan kemampuan yang para penulis miliki, maka para penulis
menyadari tugas ini masih membutuhkan kritik yang membangun. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang sifatnya membangun, sangat kami harapkan demi
kesempurnaan tugas ini. Maka melalui kesempatan ini, perkenankan para penulis
menyampaikan ucapan terimakasih. Semoga Tuhan YME melimpahkan semua
bantuan dan keikhlasan yang telah membantu kami dalam menyusun tugas makalah
ini.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2
BAB I
SKENARIO 2..................................................................................................... 4
BAB II
KATA KUNCI ................................................................................................... 5
BAB III
PROBLEM DAN TUJUAN .............................................................................. 6
BAB IV ............................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ................................................................................................ 7
BAB V ............................................................................................................... 62
HIPOTESIS AWAL ........................................................................................ 62
BAB VI ............................................................................................................. 63
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS ...................................... 63
BAB VII............................................................................................................ 67
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)............................................................. 67
BAB VIII .......................................................................................................... 61
MEKANISME DIAGNOSIS .......................................................................... 61
BAB IX ............................................................................................................. 62
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH ............................................ 62
BAB X ............................................................................................................... 63
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI .............................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 65
BAB I
SKENARIO 3:
PENURUNAN KESADARAN
3.2 Tujuan
PEMBAHASAN
❖ Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan pengertian dari suatu kondisi ketika kadar glukosa
darah meningkat melebihi batas normalnya. Hiperglikemia menjadi salah satu gejala
awal seseorang mengalami gangguan metabolik yaitu diabetes mellitus (Kementerian
Kesehatan RI, 2014). Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan bahwa jumlah
penderita diabetes dengan ciri khusus yaitu kondisi hiperglikemia di Indonesia semakin
meningkat sejak tahun 2007 yaitu sebesar 5,7% menjadi 6,8% di tahun 2013.
Hiperglikemia dapat disebabkan oleh ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan
insulin maupun ketidakmampuan tubuh dalam menggunakan insulin yang dihasilkan
dengan baik (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
❖ Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau langerhans
jumlah sel beta normal pada manusia antara 60% - 80% dari populasi sel Pulau
Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini
merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin.
Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase, peptidase dan
lipase, sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon seperti insulin,
glukagon dan somatostatin (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015):
a. Sel Alfa : sekresi glukagon
d. Sel Pankreatik
Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans
menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon yang lain.
Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi gula darah dan
kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek gula
darah pada sel beta. Kadar gula darah akan dipertahankan pada nilai normal oleh peran
antagonis hormon insulin dan glukagon, akan tetapi hormon somatostatin menghambat
sekresi keduanya (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
A) Insulin
Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-pulau
Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon yang terdiri dari 2 rantai polipeptida
yang mengatur metabolisme karbohidrat (glukosa glikogen). Dua rantai
dihubungkan oleh ikatan disulfida pada posisi 7 dan 20 di rantai A dan posisi 7 dan 19
di rantai B (Guyton & Hall, 2012).
2.2.1 Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin
Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan respons
tubuh berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar insulin
disekresikan oleh pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke sebagian
besar sel akan meningkat sampai 10 kali lipat atau lebih dibandingkan
dengan kecepatan tanpa adanya sekresi insulin. Sebaliknya jumlah glukosa
yang dapat berdifusi ke sebagian besar sel tubuh tanpa adanya insulin,
terlalu sedikit untukkeadaan normal, dengan pengecualian di sel hati dan
sel otak (Guyton & Hall, 2012).
4 DM gestasional
• Terjadi selama masa kehamilan
dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa
kehamilan (Trimester 2 & 3).
• Meningkatnya komplikasi
perinatal.
• Memiliki resiko lebih besar untuk
menderita DM yang menetap
dalam jangka waktu 5-10 tahun
setelah melahirkan.
2.3.3 Patofisiologi DM
a) DM Tipe 1
DM tipe 1 atau biasa disebut dengan diabetes melitus yang tergantung
insulin (IDDM). Pada IDDM terdapat kekurangan insulin absolut sehingga
pada pasien IDDM membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini
disebabkan karena sel beta pankreasmengalami lesi akibat dari mekanisme
autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. Pulau
pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan ditemukan autoantibodi terhadap
jaringan pulau yaitu ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies) dan
autoantibodi insulin (IAA). ICCA pada beberapa kasus dapat dideteksi
selama bertahun-tahun sebelum onset penyakit. Ketika sel beta mati, maka
ICCA akan menghilang kembali. Sekitar 80% pasien membentuk antibodi
terhadap glutamat dekarboksilase yang diekspresikan di sel beta. IDDM
lebih sering terjadi pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan
HLA-DR4), hal ini menunjukkan terdapat faktor predisposisi genetik
(Silbernagl dan Lang, 2014).
b) DM Tipe 2
DM tipe 2 atau bisa disebut juga dengan diabetes melitus yang tidak
tergantung insulin (NIDDM). NIDDM merupakan diabetes yang paling
sering terjadi dan terdapat defisiensi insulin relatif. Pelepasan insulin dapat
normal atau bahkan biasanya meningkat, tetapi organ target memiliki
sensitivitas yang berkurang terhadap insulin (Silbernagl dan Lang, 2014).
Pasien NIDDM biasanya memiliki berat badan berlebih yang terjadi
karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak dan aktivitas
fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan tersebut meningkatkan
konsentrasi asam lemak di dalam darah yang selanjutnya akan menurunkan
penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, akan terjadi
resistensi insulin yangmemaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin.
Karena menurunnya regulasi pada reseptor, resistensi insulin akan semakin
meningkat. Sehingga, obesitas merupakan pemicu yang penting namun
bukan satu-satunya penyebab NIDDM, karena faktor disposisi genetik
meupakan faktor yang lebih penting.
Seringnya pelepasan insulin yang tidak pernah normal, maka beberapa
gen telah diidentifikasi sebagai gen yang meningkatkan terjadinya obesitas
dan NIDDM. Diantara beberapa faktor tersebut, kelainan genetik pada
protein yang memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi
penggunaan substrat. Oleh karena itu, jika faktor disposisi genetiknya kuat
maka resiko mengalami NIDDM dapat terjadi pada usia muda (Silbernagl
dan Lang, 2014).
Adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin mempengaruhi efek
insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada
metabolisme lemak dan protein tetap dipertahankan dengan baik. Jadi
NIDDM lebih cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai
metabolisme lemak. Defisiensi insulin relatif juga dapat disebabkan oleh
autoantibodi terhadap reseptor insulin atau transmisi intrasel. Tanpa
adanya disposisi genetik, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit
lain, seperti pankreatitis dengan kerusakan sel beta atau kerusakan toksik
pada sel beta. DM ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormon
antagonis, diantaranya somatotropin,glukokortikoid, epinefrin,
progesteron, dan koriomamotropin, ACTH, hormon tiroid dan glukagon.
Infeksi yang cukup berat dapat meningkatkan pelepasan beberapa hormon
yang telah disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi DM.
Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yag
disekresikan dapat menghabat pelepasan insulin (Silbernagl dan Lang,
2014).
c) Diabetes Tipe Lain
Berdasarkan American Diabetes Association (2013) yang menyatakan
bahwa diabetes dapat berkembang menjadi diabetes sekunder yang
disebabkan oleh beberapa hal seperti diabetes yang disebabkan karena
neoplasma, penyakit pankreas, penyakit yang berhubungan dengan sistem
endokrin ataupun konsumsi obat-obatan tertentu. Selain itu, kegagalan
sistem endokrin dalam tubuh yang mempengaruhi produksi hormon
counterregulatory seperti Acromegaly, Cushing’s syndrome, dan
Hyperthyroidism dapat berkembang menjadi diabetes sekunder. Tidak
hanya itu saja, namun beberapa penyebab lain seperti sindroma genetik lain
yang diantaranya adalah sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,
Chorea, Prader Willi juga dapat berkembang menjadi diabetes sekunder
atau termasuk diabetes tipe lain (American Diabetes Association, 2013).
d) Diabetes Gestasional
1. Peranan Unit Feto-Plasenta
Diabetes gestasional disebabkan adanya peningkatan resistensi insulin
dan penurunan sensitivitas insulin selamakehamilan yang merupakan
efek dari meningkatnya hormon yang dihasilkan selama kehamilan,
seperti estrogen, progesteron, kortisol dan laktogen dalam sirkulasi
maternal. Sehingga semakin meningkatnya usia kehamilan, resistensi
insulin semakin besar. Plasenta mensintesa progesteron dan
pregnenolone. Progesteron sebagai sumber pembentukan kortisol dan
kortikosteron di kelenjar adrenal janin. Peningkatan kortisol selama
kehamilan normal menyebabkan penurunan toleransi glukosa.
Sedangkan pregnenolone ini merupakan sumber pembentuk estrogen,
dimana hormone ini mempengaruhi fungsi sel β pankreas.Selain
estrogen dan progesterone, Human placental lactogen (hPL) merupakan
produk dari gen hPL-A dan hPL-B yang disekresikan ke sirkulasi
maternal dan janin. Hormon hPL ini akan terpengaruh oleh kadar
glukosa dan akan meningkat 10x lipat, yang menandakan kondisi
hipoglikemia.
Hormon ini menstimulasi lipolisis, yang menyebabkan tingginya kadar
asam lemak dalam sirkulasi, ditujukan untuk membentuk glukosa yang
dibutuhkan oleh janin. Asam lemak ini berfungsi antagonis dengan
fungsi insulin, sehingga terjadi hambatan penyimpanan glukosa dalam
sel (Kaaja dan Ronnemaa, 2009).
2. Peranan Jaringan Adipose
Adipositokin, yang merupakan produk dari jaringan adiposa diduga
berperan dalam regulasi metabolisme maternal dan resitensi insulin
selama kehamilan. Adipositokin, termasuk leptin,adiponektin, Tumor
Necrosis Factor- alpha, IL-6, resistin, visfatin dan apelin ini diproduksi
intrauterine. Adiponektin ini mempunyai efek sensitisasi insulin dengan
cara menurunkan trigliserida jaringan yang mengganggu aktivasi
insulin-stimulated phosphatidylinositol 3- kinase dan translokasi
Glucose transporter 4 (GLUT-4) serta uptake glukosa. Selain itu, TNF-
alpha juga merupakan predictor dari resistensi insulin selama kehamilan
dan ditemukan konsntrasinya rendah pada awal kehamilan, dan menjadi
tinggi pada akhir kehamilan. Hal ini sejalan dengan sensitivitas insulin
yang terus menurun pada akhir kehamilan. Sebagai tambahan, TNF-
alpha ini juga menurunkan kadar adiponektin di adiposit (Kaaja dan
Ronnemaa, 2009).
2.3.4 Komplikasi
Pada DM yang tidak terkendali atau tidak segera ditangani dapat terjadi
komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik
mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika Serikat, DM
merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD),
nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness. Sejak ditemukan
banyak obat untuk menurunkan glukosa darah, terutama setelah insulin
ditemukan, angka kematian penderita diabetes akibat komplikasi akut
menurun drastis. Kelangsungan hidup penderita diabetes lebih panjang dan
diabetes dapat dikontrol lebih lama. Komplikasi kronis akibat diabetes
yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh
diantaranya (Ndraha, 2014)
• Kerusakan saraf (neuropati)
• Hipertensi
• Penyakit paru
• Infeksi
Komplikasi penyakit diabetes yang satu ini sering kali tidak menunjukkan gejala berarti
sampai glukosa darah melonjak lebih dari 200 miligram per desiliter (mg/dL), atau 11
milimol per liter (mmol/L).
Namun, beberapa tanda atau gejala yang mungkin terjadi jika Anda mengalami
hiperglikemia adalah:
Gejala nyeri kepala hebat dan akut kesadaran sering terganggu dan
sangat bervariasi.ada gejala, tanda rangsangan meningeal. edema pupil bila ada
pendarahan subhilaloid karena pecahnya aneurisma.
STROKE NON-HEMORAGIK (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
EPIDEMIOLOGI
Stroke Non Hemoragik adalah masalah neurologik primer di AS dan di
dunia. Meskipunupaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden
beberapa tahun terakhir,stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian,
dengan laju mortalitas 18 % sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesr 62 % untuk
stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2juta orang bertahan hidup dari stroke yang
mempunyai beberapa kecacatan; dari angka ini,40% memerlukan bantuan
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.( Smeltzer C. Suzanne,2002, hal
2131).Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United
State. Akibatstroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia
antara 75 ± 85 tahun.(Long. C, Barbara;1996, hal 176). Stroke adalah penyebab cacat
nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah
menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan dua
pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.(
Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.) Menurut taksiran
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah
terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal
dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta
kasus stroke di dunia.( Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you
Get It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13)Di Amerika
Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan
kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus
stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan
200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita
stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.(Sutrisno, Alfred. Stroke?
You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
2007. Hal: 1-13) Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah
jantung dan kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia.
Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja
yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
ETIOLOGI
1. Thrombosis Cerebral
a. Atherosklerosis
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah
bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan
eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah arteri
oftalmika (manifestasinya adalah buta satu mata yang episodik biasa
disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior, serebri
anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan
media pun dapat timbul.
6. Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di
daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm.
Gejala yang timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau
ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit
pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.
KOMPLIKASI
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998):
1. Hipertensi
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat
yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan
maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
5. Usia lanjut
6. Policitemia
8. Obesitas
9. Perokok
a. Anamnesis
d. Pemeriksaan Penunjang
A) Pemeriksaan Laboratorium
B) Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
b. CT perfussion
d. MR angiografi (MRA)
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten
memerlukan intubasi (memasukkan pipa jalan nafas buatan kedalam trachea
melalui mulut.). Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari
intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka
target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena
untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen
jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya
hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non
hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi,
atelektasis ataupun GERD.
b. Circulation
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP)
dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena
itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya
tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain
didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien
memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole
lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi
trombolitik.
AHA/ASA merekomendasikan pengontrolan tekanan darah pada pasien
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut:
− TD sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg
maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan
tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar
tidak terjadi komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang
dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2
menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat
digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi
hingga dosis maksimal 15 mg/jam.
• TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam
hingga dosis maksimal 15mg/jam.
f. Pengontrolan demam
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah
onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap
sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
(emedicine.medscape.com)
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark
serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
1) Warfarin
c. Hemoreologi
- Aspirin
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi
tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid
dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam
3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup
aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.
e. Terapi Neuroprotektif
- Karotis Endarterektomi
HIPOTESIS AWAL
ANALISIS
DARI DIFFERENTIAL
DIAGNOSIS
HIPOTESIS AKHIR
(DIAGNOSIS)
Berdasarkan skenario yang ada dan analisa terhadap gejala klinis hingga
pemeriksaan penunjang pada Ny. Tuti berumur 57 tahun, maka hipotesis akhir atau
diagnosis dari kasus ini adalah Penurunan Kesadaran et causa Hipoglikemia karena
adanya hasil laboratorium dimana kadar glukosa darah sejumlah 21 mg/dl, yang
merupakan kategori dibawah batas normal atau kurang glukosa alias hipoglikemia, seta
adanya riwayat hipertensi, kolesterol, asam urat, asma dan stroke pada tahun 2008 dan
2010.
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS